Vous êtes sur la page 1sur 27

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME atas segala limpahan karuniaNya.
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah system muskuloskeletal. Pada
makalah ini saya akan membahas tentang gangguan metabolisme osteoporosis.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh
dari berbagai sumber yang berkaitan dengan Hemorogic post partum. Tak lupa penyusun
ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah system Reproduksi atas bimbingan dan
arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah
mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.
Penulis harap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita, khususnya bagi penulis. Memang
makalah ini masih jauh dari sempurnah, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................ 1
Daftar Isi ...................................................................................................... 2
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang ........................................................................................ 3
B. Rumusan masalah……………………………………………………….4
C. Tujuan...................................................................................................... 4
II. Pembahasan
A. Definisi ................................................................................................... 5
B. Etiologi .................................................................................................... 6
C. Patofisiologi ............................................................................................ 7
D. Manifestasi Klinik ................................................................................... 8
E. Penatalaksanaan ...................................................................................... 9
F. Komplikasi ........................................................................................... 13
G. Pengkajian Teori………………………………………………………14
H. Pemeriksaan penunjang ……………………………………………….15
I. Diagnosa ................................................................................................ 16
Patway………………………………………………………………….17
J. Intervensi ............................................................................................... 18
K. Implementasi ........................................................................................ 24
L. Evaluasi ................................................................................................. 24
III. Penutup
A. Simpulan................................................................................................ 25
B. Saran ...................................................................................................... 25
IV. Daftar Pustaka ............................................................................................ 26
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hemorogic Post Partum (HPP) merupakan perdarahan yang masih berasal dari tempat
implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu
penyebab kematian ibu di samping perdarahan karena hamil ektopik dan abortus. Perdarahan post
partum bila tidak mendapat penanganan yang semestinya akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas ibu serta proses penyembuhan kembali. Perdarahan post partum adalah perdarahan yang
melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah perdarahan
sampai sebanyak itu sebab menghentikan perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis lebih
baik. Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan
perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak
napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100/menit), maka penanganan harus segera dilakukan
(Prawirohardjo, 2011). Dari data WHO (World Health Organization) menunjukan bahwa 25% dari
kematian maternal disebabkan oleh perdarahan postpartum dan diperkirakan 100.000 kematian
maternal tiap tahunnya (Admin, 2009)
Angka Kematian Ibu di Indonesia menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2007 menunjukkan bahwa terdapat penurunan angka kematian ibu (AKI) dari 307 menjadi
228 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi NTB ditemukan
angka kematian ibu sebesar 95 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, tahun 2008 menjadi
99 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2009 menjadi 130 per 100.000 kelahiran hidup dan tahun
2010 sebesar 114 per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2011 mengalami peningkatan yaitu
129 per 100.000 kelahiran hidup, dan target pencapaian millenium Development Goals (MDGS),
yaitu AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, perlu dilakukan upaya
terobosan yang efektif dan berkesinambungan (Anonim, 2010)

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan hemorogic post partum?


2. Apa etiologi hemorogic post partum?
3. Bagaimana patofisiologi hemorogic post partum?
4. Apa saja manifestasi klinis hemorogic post partum?
5. Apa saja yang termasuk penatalaksanaan hemorogic post partum?
6. Bagaimana komplikasi hemorogic post partum?
7. Bagaimana pengkajian hemorogic post partum?
8. Apa diagnosis hemorogic post partum?
9. Bagaimana intervensi dari hemorogic post partum?
10. Bagaimana implementasi dari hemorogic post partum

C.TUJUAN

1. UmumMempelajari pengaruh perdarahan pada masa nifas pada ibu dan Asuhan
keperawatannyapada Ibu dengan perdarahan pada mas a nifas atau haemoragic post
partum.
2. Khuss Mahasiswa mampu:a.Menjelaskan pengertian haemoragic post
partumb.Menyebutkan klasifikasi perdarahan pada masa nifasc.Menyebutkan penyebab
dari haemoragic post partumd.Menyebutkan faktor predisposisi dari haemoragic post
partume.Menjelaskan phatofisiologi dari haemoragic post partumf.Menyebutkan gejala-
gejala pada pasien haemoragic post partumg.Menyebutkan komplikasi pada pasien
haemoragic post partum
3. Menyusunrencanakeperawatan pada ibu dengan perdarahan pada masa
nifas4.Menguraikan intervensi keperawatan pada ibu dengan prdarahan
postPartum5.Melakukan evaluasi terhadap intervinsi yang telah dilakukan pada asuahAn
keperawatn tersebut
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam


setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post
partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak
dan plasenta lahir
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam
24 jam pertama setelah lahirnya bayi HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml
selama atau setelah kelahiran (MarylinE Dongoes, 2001).
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
- Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
- Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post
partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.

B. ETIOLOGI

Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :

 Penyebab perdarahan paska persalinan dini :

1. Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka episiotomi.
2. Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi plasenta, inversio
uteri.
3. Gangguan mekanisme pembekuan darah
 Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat:

1. sisa plasenta
2. bekuan darah,
3. infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus.

FAKTOR PREDISPOSISI :
1. Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan
kematian maternal.
Pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan
sempurna, jalan lahir mudah robek, kontraksi uterus masih kurang baik, rentan terjadi perdarahan
Pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita mengalami penurunan
kemungkinan komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan lebih besar.

2. Perdarahan pascapersalinan dan gravida


Ibu-ibu dengan kehamilan multigravida mempunyai risiko > dibandingkan primigravida
Pada Multigravida fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya
perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar.

3. Perdarahan pascapersalinan dan paritas


Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari perdarahan pascapersalinan yang
dapat mengakibatkan kematian maternal.
Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai kejadian perdarahan lebih tinggi.
Pada paritas yang rendah (paritas satu) ketidak siapan ibu dalam menghadapi persalinan yang
pertama adalah faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang
terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas.

4. Perdarahan pascapersalinan dan Antenatal Care


5. Perarahan pascapersalinan dan kadar hemoglobin
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin dibawah
nilai normal. Perdarahan pascapersalinan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau
lebih, jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat à mengakibatkan
turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal.

C. PATOFISIOLOGI
1. Atonia uteri
Atonia uteri merupakan penyebab utama terjadinya perdarahan pascapersalinan.
Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan, mengakibatkan
perdarahan setelah janin dan plasenta lahir tidak tertutup dengan baik dan pasien kehilangan
banyak darah dan syok
2. Robekan jalan lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pascapersalinan.
Perdarahan pascapersalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh
robekan serviks atau vagina.
a. Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, serviks seorang multipara berbeda dari
yang belum pernah melahirkan pervaginam.
Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah
uterus.
b. Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai.
Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi
dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar.
· Kolpaporeksis
Kolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina.
Pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik, regangan segmen bawah uterus dengan serviks
uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul sehingga tarikan ke atas langsung
ditampung oleh vagina, tarikan melampaui kekuatan jaringan yang menyebabkan robekan vagina
pada batas bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah
· Fistula
Fistula akibat pembedahan vaginal jarang ditemui karena tindakan vaginal yang sulit untuk
melahirkan anak banyak diganti dengan seksio sesarea.
Fistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih
atau rectum. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis atau rektovaginalis.
c. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan pertama.
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin
lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu
panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika
3.Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah belum lahirnya plasenta ½ jam setelah anak lahir. Tidak semua
retensio plasenta menyebabkan terjadinya perdarahan. Apabila terjadi perdarahan, maka plasenta
dilepaskan secara manual lebih dulu.
4. Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta)
Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan menimbulkan perdarahan.
Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.
5. Inversio uterus
Uterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan
plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan.

D. MANIFESTASI KLINIK

Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (>
500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi
syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
a. Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
Atonia Uteri:
 Gejala yang selalu ada:
Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan
postpartum primer)
 Gejala yang kadang-kadang timbul:
Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah,
mual dan lain-lain)
· Robekan jalan lahir
 Gejala yang selalu ada:
perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik,
plasenta baik.
 Gejala yang kadang-kadang timbul:
pucat, lemah, menggigil.
· Retensio plasenta
 Gejala yang selalu ada:
plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik
 Gejala yang kadang-kadang timbul:
tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
· Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
 Gejala yang selalu ada :
plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan
segera
 Gejala yang kadang-kadang timbul:
Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang
· Inversio uterus
 Gejala yang selalu ada:
uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir),
perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
 Gejala yang kadang-kadang timbul:
Syok neurogenik dan pucat

E. PENATALAKSANAAN

Ø Penatalaksanaan umum:
a. Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
c. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
d. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah
dan komplikasi
e. Atasi syok jika terjadi syok
f. Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri
uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).
g. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir
h. Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
i. Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
j. Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan
terjadwal hingga 4 jam berikutnya.

Ø Penatalaksanaan khusus

 Atonia uteri

ü Kenali dan tegakan kerja atonia uteri


ü Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan pengurutan uterus
ü Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
ü Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
- Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan
saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan
berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau
dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
- Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding
abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.
- Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus,
tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat
akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.
Retensio plasenta dengan separasi parsial
ü Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
ü Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi
terkontrol tali pusat.
ü Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila perlu
kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.
ü Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan
halus.
ü Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
ü Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
ü Berikan antibiotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g supp/oral ).

 Plasenta inkaserata

ü Tentukan diagnosis kerja


ü Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan
infus fluothane atau eter untuk
menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL
untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.
ü Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta.
ü Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.
ü Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum
ü Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.
ü Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat dijepit
sebanyak mungkin, minta asisten
untuk memegang klem tersebut.
ü Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
ü Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta keluar
perlahan-lahan.

 Ruptur uteri

ü Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomi
ü Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar
harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
ü Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan operasi
uterus
ü Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan histerektomi
ü Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
ü Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.
Sisa plasenta
ü Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan
ü Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
ü Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan, bila
serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan
kuret.
ü Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari.

 Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina

ü Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan


ü Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap
ü Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
ü Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi
pada rektum, sebagai berikut :
- Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan
- Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan
benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan
klem dan jahit dengan benang no 2/0
Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama ( atau
kromik 2/0 ) secara jelujur.
- Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler
- Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi.
· Robekan serviks
ü Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan pada posisi
spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
ü Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera
lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
ü Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera di
hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan,
jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat
dijahit
ü Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan paska
tindakan
Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
ü Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan transfusi
darah

F. KOMPLIKASI

Perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan :

1. Syok hemoragieAkibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran
akibat banyaknyadarah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan
dapatmenyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka
akanmenyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan selanjutnya meruak bagian korteks renal
yangdipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak
terselamatkan.
2. AnemiaAnemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan hemostasis
dalamdarah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi masalah apabila
tidakditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak juga pada asupan ASI bayi.
3. Sindrom SheehanHal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok.
Sindrom inidisebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis.
Nekrosis kelenjarhipofisi dapat mempengaruhi sistem endokrin.
PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN

G. PENGKAJIAN

a. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain –
lain
b. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu
riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia,
trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa
plasenta.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi
lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah,
ekstremitas dingin, dan mual.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan
pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.
4. Riwayat obstetri:
· Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan waktu
haid, HPHT
· Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil
Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
- Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta
- Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin,
apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir,
panjang waktu lahir
- Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan
kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi
· Riwayat Kehamilan sekarang
a. Hamil muda, keluhan selama hamil muda
b. Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi,
pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
5. Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta
pengobatannya yang didapat
6. Pola aktifitas sehari-hari

 Makan dan minum, meliputi :

Komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan
dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan yang
mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah – buahan.

 Eliminasi, meliputi:

Pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya perubahan pola miksi dan defeksi.
BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri
(Rustam Mukthar, 1995 )

 Istirahat atau tidur meliputi :

Gangguan pola tidur karena perubahan peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.

 Personal hygiene meliputi :

Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas, baik sebelum dan selama dirawat serta
perawatan mengganti balutan atau duk.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang


b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih
(SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%,
saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP),
penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial
(APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginan
2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginan
3. Resiko infeksi b/d perdarahan
4. Cemas/ketakutan b/d perubahan keadaan atau ancaman kematian
5. Nyeri b.d distensi jaringan
6. Intoleransi aktivitas b.d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulalasi
7. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d masukan yang tidak cukup untuk memenuhi
metabolik.
J. RENCANA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginan

Tujuan : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan

INTERVENSI RASIONAL
1.Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih 1. Dengan kaki lebih tinggi akan
tinggi sedangkan badannya tetap terlentang meningkatkan venous return dan
2.Monitor intake dan output setiap 5-10 menit memungkinkan darah keotak dan organ lain.

3. Evaluasi kandung kencing Monitor tanda vital


2. Perubahan tanda vital terjadi bila
4. Lakukan masage uterus dengan satu tangan
perdarahan semakin hebat
serta tangan lainnya diletakan diatas simpisis.
3. Perubahan output merupakan tanda adanya
5.Batasi pemeriksaan vagina dan rectum gangguan fungsi ginjal
6. Berikan infus atau cairan intravena 4. Kandung kencing yang penuh menghalangi

7. Berikan uterotonika ( bila perdarahan kontraksi uterus

karena atonia uteri ) 5. Massage uterus merangsang kontraksi


uterus dan membantu pelepasan placenta, satu
8. Berikan antibiotic
tangan diatas simpisis mencegah terjadinya
9. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu)
inversio uteri
6. Trauma yang terjadi pada daerah vagina
serta rektum meningkatkan terjadinya
perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi
laserasi pada serviks / perineum atau terdapat
hematom
Bila tekanan darah semakin turun, denyut
nadi makin lemah, kecil dan cepat, pasien
merasa mengantuk, perdarahan semakin
hebat,Segera kolaborasi
7. Cairan intravena dapat meningkatkan
volume intravascular
8. Uterotonika merangsang kontraksi uterus
dan mengontrol perdarahan
9. Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin
terjadi karena perdarahan
10. Whole blood membantu menormalkan
volume cairan tubuh.

2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam

Tujuan: Tanda vital dan gas darah dalam batas normal


INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit 1.Perubahan perfusi jaringan menimbulkan
2. Catat perubahan warna kuku, mukosa perubahan pada tanda vital
bibir, gusi dan lidah, suhu kulit 2. Dengan vasokontriksi dan hubungan
3. Kaji ada / tidak adanya produksi ASI keorgan vital, sirkulasi di jaingan perifer

TiTindakan kolaborasi : berkurang sehingga menimbulkan cyanosis

i. Monitor kadar gas darah dan P ( perubahan dan suhu kulit yang dingin

kadar gas darah dan PH merupakan tanda 3. Perfusi yang jelek menghambat produksi

hipoksia jaringan ) prolaktin dimana diperlukan dalam produksi

ii. Berikan terapi oksigen ( Oksigen ASI

4.diperlukan untuk memaksimalkan 4.

transportasi sirkulasi jaringan ).

3. Resiko infeksi sehubungan dengan perdarahan


Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan

INTERVENSI RASIONAL
1. Catat perubahan tanda vitalKgemetar ) 1. Perubahan tanda vital ( suhu )
2. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, merupakan indikasi terjadinya infeksi
anoreksia, kontraksi uterus yang 2. Tanda-tanda tersebut merupakan
lembek, dan nyeri panggul indikasi terjadinya bakterimia, shock
3. Monitor involusi uterus dan yang tidak terdeteksi
pengeluaran lochea 3. Infeksi uterus menghambat involusi
4. Perhatikan kemungkinan infeksi di dan terjadi pengeluaran lokea yang
tempat lain, misalnya infeksi saluran berkepanjangan
nafas, mastitis dan saluran kencing 4. Infeksi di tempat lain memperburuk
5. Berikan perawatan perineal,dan keadaan
pertahankan agar pembalut 5. pembalut yang terlalu basah
jangan sampai terlalu basah menyebabkan kulit iritasi dan
6. Tindakan kolaborasi dapat menjadi media untuk
pertumbuhan bakteri,peningkatan
resiko infeksi.
6.

4. Cemas/ketakutan b/d perubahan keadaan atau ancaman kematian


Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan
perasaan cemas berkurang atau hilang
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji respon psikologis klien 1. Persepsi klien mempengaruhi
terhadap perdarahan paska intensitas cemasnya
persalinan 2. Perubahan tanda vital menimbulkan
2. Kaji respon fisiologis klien ( perubahan pada respon fisiologis
takikardia, takipnea, gemetar ) 3. Memberikan dukungan emosi
3. Perlakukan pasien secara kalem, 4. Informasi yang akurat dapat
empati, serta sikap mendukung mengurangi cemas dan takut yang
4. Berikan informasi tentang perawatan tidak diketahui
dan pengobatan 5. Ungkapan perasaan dapat
5. Bantu klien mengidentifikasi rasa mengurangi cemas
cemasnya 6. Cemas tyang berkepanjangan dapat
6. Kaji mekanisme koping yang dicegah dengan mekanisme koping
digunakan klien yang baik

.
5. Nyeri b.d distensi jaringan
Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang.
INTERVENSI RASIONAL

1. Tentukan karakteristik, tipe, lokasi 1.Membantu dalam diagnosa dan pemilihan


dan durasi nyeri. Kaji klien terhadap metode tindakan.
nyeri perineal yang menetap, 2. Situasi darurat dapat mencetuskan rasa
perasaan penuh pada vagina, takut dan ansietas yang
kontraksi uterus atau nyeri tekan memperberat persepsi ketidak nyamanan.
abdomen. 3. Metode psikologis dan fisiologis dari
2. Kaji kemungkinan penyebab kontrol nyeri menurunkan
psikologis dari ketidak nyamanan. ansietas dan persepsi ketidak nyamanan
3. Instruksikan klien untuk melakukan klien.
tehnik relaksasi; betikan aktivitas 4. Kompres dingin meminimalkan
hiburan dengan tepat edema dan menurunkan
4. Berikan tindakan kenyamanan, hematoma serta sensasi nyeri;panas
seperti pemberian kompres es pad meningkatakan vasodilatasi, yang
perineum atau lampu pemanasan memudakan resorpsi hematoma.
pada penyambungan episiotomi. 5. Menurunkan nyeri dan ansietas,
5. Kolaborasi pemberian meningkatkan relaksasi.
analgetik,narkotik,atau sedative
sesuai indikasi

K
-

K. IMPLEMENTASI
Melakukan semua tindakan keperawatan yang telah direncanakan sesuai dengan prioritas
masalah dan kondisi pasien.
L.EVALUASI
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
· Tanda vital dalam batas normal :
a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
b. Denyut nadi : 70-80 x/menit
c. Pernafasan : 20 – 24 x/menit
d. Suhu : 36 – 37 oc
· Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10 g/dl
· Gas darah dalam batas normal
· Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi dan
pengobatan yang dilakukan
· Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan perasaan
psikologis dan emosinya
· Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari
· Klien tidak merasa nyeri
· Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam
pertama setelah lahirnya bayi HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau
setelah kelahiran(MarylinE Dongoes, 2001).
- Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
- Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
B. Saran

1. Perempuan
Harus lebih memperhatikan kesehatan dengan menghindari faktor-faktor resiko serta
memenuhi asupan gizi yang lengkap terutama untuk tulang
2. Tenaga medis
Sebagai seorang tenaga medis harus mampu memberikan pendidikan kesehatan yang baik
Haemoragic Post Partum terutama bagi ibu hamil sehingga dapat menghindarkan atau
mencegah terjadinya perdarahan post partum
3. Mahasiswa
Harus lebih memahami tentang asuhan keperaawatan pada gangguan system
Reproduksi“Haemoragic Post Partum” sehingga mampu menerapkannya di lhan praktik
demi memberi pelayanan kesehatan yang baik bagi klien.
DAFTAR PUSTAKA

John M. Kirby, John R. Kachura, Dheeraj K. Rajan, Kenneth W. Sniderman, Martin E. Simons,
Rory C. Windrim, John C. Kingdom, (2011) : Arterial embolization for primary postpartum
hemorrhage, Journal of Vascular and Interventional Radiology, Volume 20, Issue 8, Pages 1036-
1045

Mukherjee S, Arulkumaran S, (2009): Post-partum haemorrhage; Obsterics, Gynaecology


and Reproductive medicine, vol 19:5, hal 122-126

Prawirohardjo S.(2009) : Perdarahan Pasca Persalinan. Buku Acuan Nasional Pelayanan


Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-
ASKEP HEMEROGIC POST PARTUM

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK :3
NAMA :
EKA RETNO APRILIA
HAFITRI HANDAYANI
LASTIANI DONA ROSANTI
RIZKA ZAHRO
YONGKI ANGGARA

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Putinah S.Kep,M.Kes

STIK SITI KHADIJAH PALEMBANG


TAHUN AJARAN 2018/2019

Vous aimerez peut-être aussi