Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
MANUSIA SUNGAI
(ANALISIS WACANA KRITIS LAGU BANJAR KARYA ANANG ARDIANSYAH)
Abstract
Local traditional folk songs which composed by Anang Ardiansyah are interested to be discussed, especially
with some of the following reasons: (1) The songs are extremely famous in Kalimantan, even in East
Kalimantan, West Kalimantan and Central Kalimantan. One of the songs, entitled Paris Barantai has become
a nationally recognized as a folk song from South Kalimantan; (2) The songs had been composed and written
by Anang Ardiansyah since decades and everlasting up to now; and more importantly (3) there is a concern
that the songs are only sung by the people, but its deepest meanings are neglected. Thus, this article is
intended to study six folk songs composed by Anang Ardiansyah in regards with rivers’ culture such as Uma
Abah, Palita, Sanja Kuning, Pancarikinan, Kapal Gandengan Taksi, and Jukung Rumbis. Critical Discourse
Analysis (CDA) by Fairlough were used to analyze those songs. The study showed that: (1) The actors who
are appeared on the songs lyrics such as “Ku* (I), “Galuh” (she for Banjarese girl), “Abang Ruslan” (a name of
Banjarese man named Ruslan) are associated with rivers’ activities; (2) These actors have connection and
relation with parents (supporting actors) “Uma Abah” (mother and father in Banjarese); (3) Religious values
were become the basic element in composing those songs.
Keywords: local folk songs, riverin cuture, critical discourse analysis, actor
Masyarakat yang tinggal di tepi sungai mulai digunakan penulis lagu. Setiap teks akan dilihat
kehilangan identitas dirinya seturut dengan sungai kaitannya pada intertextuality dan interdiscurcivity.
yang tidak lagi dilihat sebagai media utama karena Ketiga, penulis melihat praktik sosial yaknji praktik
orientasi transportasi telah bergeser dari sungai ke dilakukan tokoh dalam lagu tersebut (Udasmoro
daratan. Bahkan tata-guna air dan tata-guna tanah 2014)
itulah yang kini tampak tak begitu dijaga lagi di
Banjarmasin. Boleh jadi, meniru derap 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
pembangunan gaya metropolitan Jakarta, yang 3.1 Enam Lagu Banjar
sekarang lebih diperhatikan di Ibu kota propinsi ini
adalah ruas daratan (Aditjondro 2003). Paparan berikut ini akan menyajikan enam lagu
Permasalahan penting pada bagian ini adalah Banjar berjudul Uma Abah, Kapal Gandengan Taksi,
adanya ketidakpedulian terhadap substansi dari Sanja Kuning, Palita, dan Jukung Rumbis sekaligus
sebuah lagu terutama pesan yang terkandung penjelasan lagu tersebut. Agar lagu-lagu tersebut
dalam syair lagu. Berdasarkan cerita dari Anang tidak dilihat pada muatan teks belaka, penulis juga
Ardiansyah semasa hidup. Ada banyak orang yang menampilkan hasil wawancara dan observasi
mengkritik lagu Paris Barantai karena bait syair tentang sungai yang dibuat melalui aplikasi
“tangan ka dada hidung ka pipi” sementara di masa samsung yang menandai perjalanan peneliti
sekarang, lagu Siti Ropeah yang mengekplorasi menggunakan kelotok untuk menapaktilasi jejak
tubuh perempuan terlihat seperti biasa-biasa saja lagu Anang Ardiansyah berkaitan daerah-daerah di
(Nasrullah 2018). Ini artinya masyarakat kehilangan tepi sungai yang disebutkan dalam lagu itu.
daya kritis terhadap syair atau lirik lagu.
Lagu-lagu Anang Ardiansyah, dapat menjadi
representasi dari kehidupan masyarakat dan
kebudayaan sungai itu sendiri. Menggali lirik lagu-
lagu tersebut tentu akan menghasilkan gambaran
masa lalu romantika kehidupan sungai sebagai
refleksi sejauh mana dinamika kehidupan
masyarakat di tepi sungai bergerak sesuai
perubahan zaman. Dari hal tersebut, makalah ini
akan membahas pertanyaan utama, bagaimana
kehidupan orang yang tinggal di daerah aliran
sungai digambarkan dalam lagu Banjar karya Anang
Ardiansyah
2. METODE
itu dan sedang menyaksikan orang tuanya bekerja. jukungnya, terdiri dari berbagai rempah-rempah
Kepedulian anak terhadap orang tua yang bekerja di seperti garam, asam, bawang disebut sebagai
sungai itulah membuat sang anak ingin pancarekenan. Perjalanan ini dilakukan ketika
menggantikan pekerjaan orang tuanya dengan ketinggian air sedang naik (air pasang dalam)
“sagala pahalaku” dan “sagala amalku”. Selain itu, sehingga berbagai muatan lain juga diisi seperti
sang anak pun menyentuh orang tuanya sebagai tepung, gula pasir, dan gula merah. Perjalanan
ekspresi dari rasa sayang dengan kalimat “kucium pedagang menggunakaan jukung itu memakan
batis uma” dan “kucium tangan abah”. Bagian waktu lama, tetapi tidak begitu terasa hingga sampai
terakhir dari lagu ini adalah sang anak mendoakan waktu tengah hari si pedagang telah tiba di Ujung
kedua orang tuanya menggunakan bahasa Arab Panti, suatu kawasan yang berada di muara Sungai
“Allahumma Allah Robbigfirli wali wali dayya” dan Barito.
diperkuat dengan terjemahan doa tersebut dalam
bahasa Banjar “ampuniakan dosa uma wan abahku” Lagu Kapal Gandengan Taksi. Terjemahan
bebas lirik lagu Kapal Gandengan Taksi sebagai
Lagu Pancarikinan. Pancarikinan berarti berikut.
keperluan bahan pokok atau istilah umum sembako
(sembilan bahan pokok) sebagai bahan dasar Tabel 3. Terjemahan Lagu Gandengan Taksi
kebutuhan primer yang menjadi bagian penting
makanan pokok. Pancarikinan pada masa lalu Kapal Gandengan Kapal Gandengan
didagangkan melalui perahu jukung atau rumah Taksi Taksi
lanting di tepi sungai. Berikut ini terjemahan bebas Kapal rumah barangkap Kapal rumah bertingkat
Rapat gandengan di Rapat bergandengan di
lagu tersebut.
tangah sungai tengah sungai
Masin bakukus, bandera Mesin berasap, bendera
Tabel 2. Terjemahan Lagu Pancarikinan kabus pekat
Roda Baputar, rantai Roda berputar, rantai
Pancarikinan Pancarikinan batagar berkarat
Pangayuh Kuambil Pengayuh kuambil Marabahan tujuannya Marabahan tujuannya
Jukung Kuulur Jukung kuulur Ada pang dua minggu Sekitar dua minggu
Sarat dagangan Penuh dagangan Ba bulik pulang ka Baritu Kembali lagi ke Barito
Saraba parampahan Serba rempah-rempah Sungai Saluwang di Sungai Saluwang di
Uyah Asam bawang Garam, asam, bawang kampung Wangkang Kampung Wangkang
Pancarikinan Pancarikinan Wadah Batahan kajal Tempat bertahan
tumpangan tumpangan berjejal
Kipit wadahnya Sempit tempatnya berbutan
Banyu pasang dalam Air pasang dalam barabutan
Jukung di rantawan Jukung di perjalanan
Ada galapung Ada tepung Harap tiada landas Berharap air tidak surut
Ada gula pasir Ada gula pasir banyunya
Juwa gula habang Ada gula merah Harap tiada talanggar Berharap tidak menabrak
gosong gosong
Sampai di Ujung Panti Sampai di Ujung Panti Harap banyak naik Berharap banyak yang
Kada tarasa sudah Tidak terasa sudah tumpangan menumpang
tangah hari tengah hari Harap banyak duit Berharap banyak uang
tambahan tambahan
Lawas di Palalaan Lama di Palalaan
Takumpul kasugihan, Terkumpul kekayaan, ahai
Ahai...
Manukar minyak Membali minyak
Di kampung Parudan Di kampung Parudan Kapal Gandengan taksi Kapal gandengan taksi
Ada haja razaki Ada saja rezeki Labuh jangkar di Melabuhkan jangkar di
Harap-harap Berharap di tentukan Margasari Margasari
dikadarakan Tuhan Tuhan Manukar tikar barang Membeli tikar meskipun
Pangayuh Kuambil Pengayuh kuambil salambar selmbar
Itu pang gawian Itulah pekerjaan Wan tali ayunan Dengan tali ayunan anak-
Di tangah rantawan Di tengah perjalanan kakanakan anak
Guring baduduk Tidur sambil terduduk
kadinginan karena kedinginan
Penjelasan lagu menunjukkan aktivitas
seseorang berjual sembako yang memenuhi
Lagu ini menceritakan suasana tepi sungai Di sungai di pinggir sungai Di sungai di tepi sungai
yang waktu itu hanya diterangi pelita, penulis lagu ini Buah katapi baharian Buah ketapi menunggu
menghadirkan suasana alam tentang cakrawa, mahadang seharian
Galuh ading di sayang Galuh ading tersayang
bulan, dan arus sungai yang disebut “sungai
Lalu basandar di puhun Kemudian bersandar di
beralun” artinya sungai menghadirkan melodi lagu gayam puhun gayam
tertentu. Apalagi kepada pembaca atau pendengar Panting dibunyiakan Membunyikan panting
lagu ditampilan suasana musik sebenarnya yang Sudah bajanji Sudah berjanji makan
terdengar dari kejauhan berasal dari gendang, bapancukan rujak
gambus, dan serunai yang menghadirkan suasanan Di rumahnya abang ruslan Di rumah abang Ruslan
kesedihan “menyanyat hati”.
Di bait akhir, penulis lagu hadir dengan Jukung rumbis si rumbis Jukung bocor si bocor
menggambarkan arus sungai yang berputar-putar. Pangayuh rompong Pengayuh sempal untuk
Penulis lagu juga memperlihatkan arus sungai mangais mengais
Rubing bakapang barimis Badan perahu bersarang
dengan pertanda keberadaan eceng gondong yang
kapang sehingga bocor
larut dibawa arus sungai tersebut. Di sini jelaslah Sampung punggal balapis Sampingnya yang
penulis mengisahkan kehidupan ekologi antara terpenggal dilapis
sungai dan tumbuhan eceng gondok. Lantai balumut nang nipis Lantainya berlumut yang
Sudah biasa disimbur tipis
Lagu Jukung Rumbis. Jukung rumbis berarti dukuh Sudah terbiasa tersiram
jukung bocor karena lapuk sebuah lagu yang jukung dukung
menjelaskan masyarakat yang selalu bepergian Basah awaknya, baju Badannya basah, bajunya
menggunakan transportasi sungai. Bagian ini baumis bau amis
Rambai si buah rambai, di Rambai si buah rambai di
menampilkan terjemahan bebas dan penjelasan
dalam kompe dalam kompe
lagu tersebut. Salian guring digarak wan Seharian tidur
si esah dibangunkan si Esah
Tabel 6. Terjemahan Lagu Jukung Rumbis Muntung hibak galobe Mulut penuh air liur
Kasisipuan bahancap Malu-malu segera
Jukung Rumbis Jukung Rumbis batimpungas membasuh muka
Jukung rumbis si rumbis Jukung bocor si bocor Muhanya pina tuhi Wajahnya kelihatan tua
Pengayuh romping Pengayuh sempal untuk Baunda banyawa, Baunda, banyawan, heboh
mangais mengais bapanderan karicauan bercakap
Rubing bakapang barimis Badan perahu bersarang Kalakuan pina bore Kelakukan seperti orang
kapang sehingga bocor bodoh
\Samping punggal balapis Sampingnya terpenggal
dilapis Jukung rumbis si rumbis Jukung bocor si bocor
Lantai balumut nang tipis Lantainya berlumut yang Pangayuh rompong Pengayuh sempal untuk
tipis mangais Badan perahu bersarang
Sudah biasa, dilanggar Sudah terbiasa ditabrak Rubing bakapang barimis kapang sehingga bocor
sepit speed boat Sampingnya punggal Sampingnya yang
Tapusing naming, balalu Terputar-putar kemudian balapis terpenggal dilapis
miris bocor Lantai balumut nang tipis Lantainya berlumut yang
tipis
Musim rambutan, datang Musim rambutan datang Tapusing naming, balalu Pusing kepala kemudian
tilayu tilayu miris bocor
Batubi purun lungkup- Menggunakan topi purun
lungkup menutup wajah Jukung rumbis si rumbis Jukung bocor si bocor
Sakira urang kada Supaya orang tidak Jukungnya lalu barapat Jukungnya kemudian
pinandu mengenal merapat
Timbul mata gulup gulap Kelihatan mata berkedip- Jukung lalu basurung Jukung kemudian didorong
kedip Jukungnya lalu basintak Jukungnya kemudian
Malilik jukung dukuh yang Melihat jukuh dukung yang ditarik lagi
lalu lewat
Kalu pang ada larangnya Siapa tahu ada
Dari terjemahan di atas, lirik maupun lantunan adanya (Irfani, 2018). Oleh karena lagu ini bernada
lagu ini dinyanyikan secara kocak yang riang gembira, maka John Tralala (almarhum)
membicarakan kondisi jukung yang sudah lapuk dan seorang seniman madihin sekaligus pelawak yang
tokoh utama dalam lagu itu yakni abang Ruslan dan menyanyikannya. Salah satu hal menarik dari lagu
Si Esah yang bergelar Acil Intalu. Sehingga Jukung Rumbis tidak hanya pada liriknya, tetapi lagu
penjelasan lagu ini dapat dilihat pada teks dan tokoh ini, menurut penuturan Riswan Irfani yang waktu itu
tersebut. Pertama, teks atau lirik lagu menjelaskan bekerja di Smart FM radio swasta nasional,
kondisi sebuah jukung yang bocor karena lapuk. dimodifikasi menjadi musik remix oleh Widodo
Dijelaskan pula secara rinci kondisi fisik jukung seorang DJ. Jadilah lagu Jukung Rumbis diputar
berlumut, badan jukung berlobang (bakapang), terus menerus di radio tersebut dalam acara
bagian depan (sampung) berlapis karena menopang bertema kebudayaan yakni Smart Ethnic.
bagian yang lapuk, bahkan lebih diperparah lagi
keadaan jukung demikian ditabrak speed boat 3.2 Manusia Sungai, Aktor yang
(perahu cepat) yang lalu lalang. Ilustrasi jukung Dibicarakan dalam Lagu Ciptaan Anang
dalam lagu ini dapat dilihat pada gambar 7. Ardiansyah
Selain kondisi jukung, lagu ini menceritakan
seseorang yang menutupi wajahnya dengan topi Aku, Nanang-Galuh, dan Abang Ruslan yang
dari anyaman purun. Ia menyembunyikan wajahnya
Bore. Menelaah pada tataran mikro setiap lirik lagu
agar tidak dikenali orang, tetapi sebaliknya tokoh
akan ditemukan tokoh-tokoh yang dimunculkan oleh
tersebut mengamati lalu lalang jukung untuk
penulis baik sebagai orang pertama, orang kedua,
mengenali jika ada tunangannya yang bergelar si
ataupun orang ketiga. Lirik lagu “Uma Abah”
Esah yang bergelar aluh Intalu. Aluh Intalu diambil
menampilkan tokoh utama “ku” yang dijelaskan
dari aktivitas perempuan itu yang berjualan telur
pada paragrap pertama lagu adalah dua orang yakni
(Irfani, 2018).
Nanang (putra) dan Galuh (putri) yang keduanya
Tokoh lain yang banyak dibicarakan dalam
hanya disebutkan sekali saja dalam teks,
lagu ini adalah abang Ruslan, menjadi tokoh utama
selanjutnya tokoh “ku” melekat sebagai awalan pada
sehingga perpaduan antara kondisi jukung dan
kata kerja yang menyatakan tindakan tokoh dalam
sosok yang disebutkan menjadi kombinasi kondisi
teks tersebut yakni “kugantiakan”, “kucium”, selain
yang mengenakan. Sebab jukung rumbis artinya
itu tokoh “ku” juga dilekatkan sebagai akhiran pada
jukung yang lapuk terombang ambing oleh perahu
kata yang menunjukkan kepemilikannya “sagala
lain, sedangkan abang Ruslan ditampilkan sebagai
pahalaku” (segala pahalaku) dan “sagala amalku”
orang yang terlihat tua, terlambat bangun, bahasa
(segala amalku). Penggunaan kata “sagala” (segala)
gaul dan kelakuannya seperti orang bodoh.
berarti sang tokoh mengekplorasi semua
Kedua, penjelasan di luar teks adalah siapakah
kepemilikannya yang bersifat religi untuk
tokoh abang Ruslan itu. Ternyata abang Ruslan
dipertukarkan “kugantiakan”.
adalah tokoh real atau benar-benar ada, sebagai
Tokoh “ku” terikat pada awalan kata kerja juga
seseorang laki-laki yang fisiknya gemulai tetapi
dimunculkan penulis lagu yang berjudul
memiliki kelebihan dibanding laki-laki biasa.
“Pancarikinan” melalui kata-kata “pengayuh kuambil”
Kemampuan abang Ruslan adalah penyelam alami,
dan “jukung kuulur”. Terlihat akitivitas tokoh “ku”
ia sering diminta bantuan untuk mencari benda-
bertahap dalam teks itu yang dilakukan dalam
benda berharga yang jatuh ke dasar sungai
aktivitas menggunakan perahu. Kata-kata
(Maman, 2018). Bahkan menurut Muchlis Maman
“pengayuh kuambil” juga ditampilkan penulis lagu
yang berjuluk julak Larau, kemampuan abang
pada bagian akhir yang menegaskan pekerjaan
Ruslan di dalam air seperti orang melihat di daratan
tokoh “ku” ini dengan kata-kata “itu pang gawian”.
saja. Suatu hari dia menyaksikan ada orang yang
Setelah itu, tidak ada lagi penyebutan tokoh dalam
meminta abang Ruslan menyelam ke sungai untuk
teks lagu tersebut. Begitu juga tokoh “Ku”
menemukan jam tangan yang jatuh. Abang Ruslan
ditampilkan penulis lagu berjudul “Palita”
hanya meminta imbalan sebungkus rokok, dan
sebagaimana terdapat pada kata-kata “Kududuk
segera menyelam serta tidak lama kemudian jam
mambayang bulan” dan “Kududuk di pinggir
tangan yang jatuh itu sudah ditemukan.
tumpakan”. Tokoh “ku” dalam lagu ini selalu muncul
Lagu ini menurut Riswan Irfani dinyanyikan
mendahului kata kerja yang menunjukkan aktivitas
dengan riang gembira meskipun liriknya membully
yang jauh sekaligus imaginatif yakni
Ruslan, tetapi yang bersangkutan senang dicandai.
“membayangkan bulan”, tetapi juga menjadi
Menguatkan pendapat Muchlis Maman, bahwa
kontradiktif dengan posisi sang tokoh yang berada
keberadaan abang Ruslan tersebut memang benar
“di pinggir tumpakan” yakni tepi sungai sambil menikmati rujak. Meskipun abang Ruslan sebagai
melihat eceng godok larut dibawa air. aktor utama, tetapi pada bait-bait lagu ini, si aktor
Tokoh lain dimunculkan penulis lagu ternyata dibully oleh penulis lagu sebagaimana bait
menggunakan kata orang ketiga yakni “Galuh” berikut ini:
sebagaimana dalam lirik lagu “Sanja Kuning”, kata Salian guring digarak wan si esah
“Galuh” digunakan sebanyak dua kali pada pada Muntung hibak galobe
paragraph kedua dan keempat. Istilah “Galuh Kasisipuan bahancap batimpungas
digunakan pada awal kata atau frasa yakni “Galuh… Muhanya pina tuhi
lakas naik” dan “Galuh putik akan”, artinya meskipun Baunda banyawa, bapanderan karicauan
“Galuh” sebagai tokoh utama tetapi dia menjadi Kalakuan pina bore
subyek yang diperintah. Kata-kata “Galuh… lakas (Seharian tidur dibangunkan si Esah
naik” merupakan instruksi yang bersifat segera Mulut penuh air liur
melalui kata “Lakas” (cepat) disampaikan oleh Malu-malu segera membasuh muka
ayahnya dalam kata-kata “sudah dikiau abahnya” Wajahnya kelihatan tua
karena situasi lingkungan yang tidak nyaman bagi Baunda, banyawan, heboh bercakap
manusia sebagaimana lirik berikutnya “Sanja kuning Kelakukan seperti orang bodoh)
sanja luruh di muara”.
Meskipun galuh diperintah untuk segera Melalui teks lagu di atas dapat diketahui
pulang dengan kata-kata “galuh lakas bulik” karakter tokoh utama yakni: Pertama, suka tidur
tersebut, tetapi perintah selanjutnya diberikan seharian dan dibangunkan oleh orang lain melalui
kepada galuh sebelum ia sampai di rumahnya. Kata- kata-kata “digarak wan si esah” sebagai tokoh
kata “Galuh putik akan” (galuh petikkan) meminta pembantu yang terlibat dalam kehidupan aktor
galuh melakukan pekerjaan sambilan (multitasking) utama yang merujuk pada penjelasan sebelumnya
pada saat ia pulang ke rumah. Perintah ini agaknya telah berjanji untuk “bapancukan”. Kedua, ekpresi
lebih tepat juga sebagaimana pepatah sekali wajah yang ditampilkan oleh penulis lagu melalui
mendayung dua tiga pulau terlampaui. Bagian kata-kata “muntung hibak galobe”, “batimpungas”,”
selanjutnya yang masih dalam lagu tersebut, subyek menunjukkan pilihan kata proses dari baru bangun
Galuh memang tidak melekat dikenakan kepada tidur hingga membersihkan muka yang tidak
perintah tetapi kata-kata “Bakayuh jukung tiung mengalami transformasi atau perubahan yang
hancap bulik sanja di muara” yang diulangi drastis. Penulis lagu menunjukkan hal tersebut
sebanyak tiga kali khususnya kata-kata yang sebagai “muhanya pina tuhi” mukanya terlihat tua.
bergaris miring jelas menunjukkan perintah secara Tidak hanya pada ekpresi wajah, penulis lagu pun
tidak langsung kepada galuh tersebut. menggambarkan tokoh utama pada perilaku dengan
Selain Galuh dalam lagu “Sanja Kuning:, kata-kata “Baunda Banyawa” atau dalam bahasa
penulis lagu ini juga menggunakan orang ketiga gaul Jakarta “Loe Gue”, maka istilah “Baunda
dalam lagu “Jukung Rumbis” yakni Si Esah dan banyawa” merupakan Banjar yang digunakan
Abang Ruslan. Si Esah sebagai aktor pendukung komunitas Banjar kuala. Istilah ini apabila digunakan
menjalani identitas ganda (multiple identity) dengan pada masyarakat Banjar di hulu sungai dianggap
gelar “Aluh Intalu” dan “Galuh ading disayang”. berlebihan sehingga disebut dengan “bore” yang
Istilah “Galuh” dan “Aluh” sebenarnya memiliki diambil dari bahasa Inggris “Boring” atau “Bored”
pengertian sama yakni anak perempuan, (membosankan).
perbedaannya hanya pada kepraktisan penyebutan, Apa yang dilakukan tokoh “ku” dalam lagu
sehingga istilah “aluh” lebih familiar disebut dalam “Uma Abah” tersebut sebagai bukti bakti kepada
kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya “Aluh intalu” orang tuanya yakni “uma abah”, sebagaimana teks
yang berarti perempuan yang menjual telur lebih lagu. Meskipun judul lagu menyandingkan kata “uma
cocok dari pada menggunakan “galuh” sebab abah” secara bersamaan, tetapi dalam teks tokoh ini
penjual telur dapat berinteraksi dengan semua ditampilkan dalam kalimat berbeda. Teks “Uma
orang. Sebaliknya istilah “Galuh ading disayang” batulak, mancariakan razakinya” (Ibu berangkat
bersifat privasi karena penyebutannya hanya mencari rezekinya) kemudian “Abah malunta
dilakukan secara personal oleh orang tertentu saja. baluman tantu pakulihnya” (Bapak menjala ikan
Tokoh utama dalam lagu “Jukung Rumbis” belum tentu hasilnya) serta “Abah batulak
adalah abang Ruslan yang disebutkan hanya sekali mancariakan razakinya” (Ayah berangkat mencari
yakni pada bait lagu: “Sudah bajanji bapancukan. Di rezekinya). Pengulangan kata “batulak” (berangkat)
rumah abang Ruslan”. Kepemilikan rumah abang setelah kata “uma” dan “abah” menujukkan
Ruslan tersebut menjadi tempat bertemu untuk pengertian menuju tempat kerja, yang dijelaskan
upaya tidak ada jaminan pekerjaan yang dilakukan sandaran tokoh “Ku” terhadap pekerjaannya agar
“uma abah” itu berhasil atau “balum tantu” (tidak menghasilkan rezeki “ada haja razaki”. Jika dilihat
pasti atau belum tentu). Berangkat kerja dalam kesamaan kedua lagu yakni “Uma Abah” dan
ketidakpastian hasil usaha tersebut, menunjukkan “Pancarikinan” intertekstualitas ditujukan kepada
kedua orang tua “nanang galuh” bekerja keras dan Tuhan yang bertujuan kepada permohonan rezeki.
dapat dikatakan sebagai nekat demi anaknya yang “Balamuman tantu razakinya” dalam lagu “Uma
digambar dengan metafora “caramin matanya” Abah” dan “ada haja razaki” dalam bait lagu
(cermin matanya). “Pancarikinan” menunjukkan semaksimalkan
Kehadiran orang tua juga dimunculkan penulis apapun usaha hasil akhir menjadi relatif sehingga
lagu berjudul “Sanja Kuning”, jika lagu “Uma Abah” mesti disandarkan kepada Tuhan.
menampilkan kedua orang tua, sebaliknya orang tua
dalam lagu “Sanja Kuning” hanya orang tua laki-laki Kepatuhan Manusia Sungai. Pada tataran
yakni “Abah”. Kata-kata “Sudah dikiau abahnya” makro, sebagaimana telah disinggung pada tataran
menunjukkan kehadiran abah melekat pada mikro, bahwa manusia yang tinggal di daerah aliran
kepemilikan galuh yang menggunakan kata “nya”. sungai dan mata pencahariannya tergantung
Sehingga “abah” menjadi obyek pasif atau yang kepada sumber daya alam tidak memberikan
diceritakan dan kehadirannya hanya disebutkan satu jaminan atau garansi segala usaha dapat tercapai
kali dalam lagu. Meskipun demikian, panggilan sang sebagaimana keinginannya. Mereka menghadapi
bapak yang bersifat lampau “sudah dikiau abahnya” dunia relativitas terutama dalam menempuh mata
melalui kata “Sudah” tersebut mewujud dalam kata- pencaharian, sebab tokoh-tokoh yang disebutkan
kata lain yang melekat pada tokoh galuh itu sendiri. terikat dengan lingkungan alam, dan kondisi sosial
Kata-kata “lakas naik”, “hancap bulik”, “putik akan” mereka. Manusia di tepian sungai memang tidak
dilekatkan pada Galuh sebagai tokoh yang menjadi memiliki yang waktu dalam satuan jam, tetapi
subyek berasal dari tokoh pasif bernama “abahnya”. kondisi alam dapat memaksa mereka untuk berhenti
Dengan demikian, sosok tokoh orang tua laki-laki pada satu kegiatan, sebagaimana lagu “Sanja
yang dimunculkan penulis lagu merupakan karakter Kuning” juga kondisi alam terjadi pada bait lagu
yang efesien dalam menyampaikan perintah tetapi “Uma Abah”. Memaksakan diri melawan kekuatan
perintahnya muncul secara berulang-ulang. alam akan membuat mereka kalah, sehingga
sandaran utamanya adalah permohonan kepada
Ya Allah Ya Rabbi. Pada tataran mezo, Tuhan untuk meminta ampun pada kesalahan dan
intertektualitas yang dijadikan referensi oleh aktur berharap untuk mendapatkan rezeki.
atau subyek yang dibicarakan dapat terlihat pada Dengan demikian, ideologi yang terkandung
lagu “Uma Abah” yakni pada bait lagu dalam lagu ini mengajarkan manusia untuk patuh
kepada: Tuhan, Orang tua dan alam. Kepada Tuhan
Ya Allah, ya Rabbi manusia tdak memiliki daya dan kekuatan lagi,
Kucium batis uma nang manyayangi sehingga yang dilakukan adalah seruan atau doa.
Kucium tangan abah nang malindungi Kepatuhan manusia kepada orang tuanya karena
Ampuniakan dosa uma wan abahku (2x) terjadi ikatan batin dalam hubungan anak dan orang
tua, lebih dari itu, ada empati dari seorang anak
Rujukan tokoh “Ku” adalah penyerahan diri melihat pengorbanan dan perhatian orang tuanya.
atau permohonan kepada Tuhan melalui Adapun kepada alam, manusia dapat
penyebutan nama “Ya Allah” kemudian panggilan mempertahankan keberadaannya atau survival
kepada Tuhan “Ya Rabbi” bahwa tokoh itu seakan tetapi juga manusia harus beradaptasi seperti ketika
ingin memperlihatkan ketaatan seorang anak pada terjadi fenomena Sanja Kuning dan manusia juga
kedekatan fisik pada orangtuanya. Sang anak dapat berkontemplasi atau mengambil metafora dari
melakukan tindakan yang sama terhadap kedua alam.
orang tuanya yakni “kucium” kaki kepada ibunya
yang dianggap menyayangi, sedangkan kepada 4. SIMPULAN
bapak “kucium” tangan yang dianggap
melindunginya. Sandaran sang anak pun setelah Manusia sungai yang dimaksud dari lagu-lagi itu
menyeru Tuhan, ia melakukan permintaan agar adalah kuatnya ikatan manusia dengan lingkungan
dosa kedua orang tuanya diampuni. sungai sebagai wadah berinteraksi, mulai tempat
Intertekstualitas ini pun terlihat pada lagu matapencaharian hingga untuk bepergian. Lagu-
“Pancarikinan” melalui bait “Harap-harap lagu Anang Ardiansyah ini secara totalitas
dikadarakan Tuhan”. Jelaslah Tuhan menjadi menampilkan tiga ketergantungan manusia kepada
Tuhan, alam (sungai), dan sesama manusia itu Irfani R. 2018. Penjelasan Tentang Lagu Jukung Rumbis.
sendiri. (Pers. Comm). 13 Oktober 2018.
Maman M. 2018. Penjelasan Beberapa Lagu Anang
Ardiansyah. (Pers. Comm). 2 Oktober 2018.
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Nasrullah. 2015. Maantar alang tarabang (Mengenang
Sang Maestro Anang Ardiansyah). Banjarmasin
Terima kasih disampaikan kepada Rektor ULM yang Post, 8 Agustus 2015.
mendanai penelitian melalui PNBP ULM Tahun Nasrullah. 2018. Paris Barantai dan Siti Ropeah. Dalam:
2018, Ketua LPPM ULM yang memfasillitasi Banjari RA, Surian G. (Eds.). Dinamika
penelitian, serta Dekan FKIP yang memberi ijin Kependudukan, Pembangunan & Masa Depan
penulis untuk melakukan penelitian. Lingkungan Sebuah Bunga Rampai. Pusat Kajian
Kebijakan Publik Universitas Lambung Mangkurat
6. DAFTAR PUSTAKA bekerjasama dengan Koalisi Indonesia untuk
Kependudukan dan Pembangunan Provinsi
Kalimantan Selatan, Banjarmasin. pp. 285-302.
Aditjondro GJ. 2003. Pola-pola Gerakan Lingkungan
Udasmoro W. 2014. Konstruksi Identitas Remaja dalam
Refleksi untuk Menyelamatkan Lingkungan dari
Karya Sastra. Program Studi Sastra Prancis,
Ekspansi Modal. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada,
Cassirer E. 1987. Manusia dan Kebudayaan: Sebuah
Yogyakarta.
Esei tentang Manusia. Gramedia, Jakarta.
-----