Vous êtes sur la page 1sur 11

4 PRAKTIKUM KARAKTERISASI BAHAN ANGKLUNG DAN ANALISIS

KELAYAKAN USAHA

4.1 Tujuan
Praktikum keempat ini bertujuan untuk memberikan kompetensi:
- Cara mengkarakterisasi berbagai jenis bambu yang akan digunakan sebagai bahan baku
angklung
- Menganalisis kelayakan usaha produksi angklung berdasarkan kriteria Net Present
Value, Return on Investment dan Payback Period

4.2 Alat & Bahan


4.2.1 Disediakan
No Nama Jumlah Keterangan
1 Bahan bambu temen hitam 1 Bambu sudah dibagikan di pertemuan ke-4, 1 per kelas
2 Bahan bambu tali 1 Bambu sudah dibagikan di pertemuan ke-4, 1 per kelas
3 Bahan bambu gombong 1 Bambu sudah dibagikan di pertemuan ke-4, 1 per kelas

4.2.2 Disiapkan Peserta


Jumla
No
Nama h Keterangan
1 Meteran/penggaris 1 Untuk mengukur bambu
2 Laptop (excel) 1 Untuk menginput data analisis kelayakan

4.3 Pengetahuan Dasar

4.3.1 Mengenal bambu


Bambu termasuk ke dalam kelompok (Suku) rumput-rumputan (Poaceae), yang di dalam
taksonomi berada dalam kelompok besar (Kelas) Liliopsida, atau Monocotyle. Bambu berada di
dalam suku yang sama dengan padi, jagung, rumput gajah, tebu, dan rumput-rumputan lainnya.
Hal yang membedakan adalah batang bambu yang mengeras menyerupai kayu. Di Indonesia,
terdapat lebih dari 60 spesies bambu dari total 1000-an spesies bambu di dunia.

Secara morfologis, bamboo memiliki struktur utama berupa batang (culm) mengeras dengan ruas
(internodus) dan buku (nodus) yang jelas. Setiap ruas memiliki rongga, serta dilapisi lapisan serat
di dalam dan lilin (cutin) di luar untuk mencegah air masuk melalui kulit batang. Bambu umumnya
berkembang biak vegetatif dari batang yang tumbuh di bawah tanah yang disebut dengan rhizome.
Batang ini kemudian mengeluarkan anakan culm yang tumbuh ke atas. Pertumbuhan awal bambu

Pengantar Praktikum Rekayasa dan Desain II 1


dimulai dari penguatan rhizoma yang kompleks. Setelah rhizoma tumbuh baik, pertumbuhan
kemudian berlanjut ke culm. Dengan struktur rhizoma yang kompleks, bambu dapat tumbuh
hingga 91 cm per hari. Bambu tumbuh dengan diameter tetap, tidak seperti kayu. Setiap batang
bambu memiliki siklus hidup lima sampai tujuh tahun. Meskipun demikian, bambu sebagai satu
unit tumbuhan dapat hidup hingga puluhan tahun, dan bahkan berbunga dalam periode cukup lama
dan bunga yang sangat banyak (mass flowering), yaitu 65 – 120 tahun.

Dalam kaitannya dengan struktur serat dan kualitas dari Bambu, kenyataan bahwa Bambu pada
dasarnya adalah rumput-rumputan mendukung temuan bahwa sekalipun Bambu memiliki struktur
batang seperti kayu, struktur anatomi Bambu secara mendasar berbeda dengan kayu. Hal yang
paling utama adalah bahwa Bambu tidak memiliki jaringan kambium. Pada pohon-pohonan (dari
kelas Dicotyle), Kambium berbentuk lingkaran pada batang yang berfungsi membentuk
pertumbuhan sekunder, atau agar tumbuhan dapat tumbuh membesar ke samping, bukan ke atas.
Di antara Kambium, berkumpul secara teratur yang disebut dengan seludang pembuluh, yang
terdiri atas pembuluh kayu (xylem) yang tumbuh di bagian dalam dari lingkaran Kambium (dan
berfungsi untuk mengantarkan air dan mineral dari akar ke daun), dan pembuluh tapis (phloem)
yang tumbuh di luar (dan berfungsi mengantarkan hasil fotosintesis ke seluruh bagian tumbuhan).
Pada Bambu dan monocotyle secara umum, seludang pembuluhnya tidak tersusun seperti kayu,
tetapi tersebar secara acak di dalam batang Bambu. Namun, berbeda dengan rumput-rumputan,
seludang pembuluh pada Bambu mengeras karena dilingkupi oleh struktur serat, yang menjadikan
batang Bambu memiliki karakteristik kokoh seperti kayu. Meskipun demikian, tidak seperti Kayu,
tidak ada ‘lingkaran-lingkaran tahun’ pada Bambu (sehingga kita tidak bisa menentukan umur
Bambu secara mudah). Akibat dari seludang pembuluh Bambu yang tersebar acak adalah bahwa
ukuran Bambu tidak bertambah besar sepanjang tahun (karena tidak ada Kambium). Selain itu,
konsekuensi lain adalah karena serat Bambu tidak terkonsentrasi di tengah batang, Bambu juga
relatif lebih lentur/elastis (Wegst 2008). Secara diagramatis, komponen anatomis dari Bambu
dapat dilihat pada Gambar 1.

Pengantar Praktikum Rekayasa dan Desain II 2


Seludang pembuluh
Epidermis

Korteks

Gambar 1. Ilustrasi struktur anatomi Bambu (Yarris 2014, dengan modifikasi)


Jika kita melihat Gambar 1 di atas, anatomi Bambu dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu
bagian kulit luar atau epidermis, bagian tengah dan bagian dalam. Bagian Epidermis terdiri atas
jaringan-jaringan yang memiliki pectin/wax yang mencegah air untuk meresap masuk ke dalam
bagian dalam Bambu. Di antara epidermis dan bagian tengah, terdapat apa yang disebut Korteks,
yaitu struktur yang mengandung banyak serat dan relatif lebih padat. Di bagian tengah dan bagian
dalam, terkumpul banyak seludang pembuluh. Seludang pembuluh ini dapat dilihat secara jelas di
bawah mikroskop dalam bentuk lubang-lubang besar yang tersusun teratur (lihat Gambar 2 di
bawah), dikelilingi oleh bagian yang lebih hitam. Lubang-lubang besar tersebut adalah pembuluh
kayu dari Bambu, dan lubang yang lebih kecil adalah pembuluh tapis. Seludang ini dilapisi oleh
bagian berwarna kehitaman (menunjukkan kepadatan strukturnya), yang terdiri atas sel-sel
sklerenkim, komponen utama dari serat Bambu. Bagian yang berwarna lebih terang adalah matriks
pengisi, yang utamanya terdiri atas sel-sel parenkim, yaitu sel-sel pada tumbuhan yang belum
terdiferensiasi. Struktur matriks, oleh karena itu, cenderung lebih lunak.

Pengantar Praktikum Rekayasa dan Desain II 3


Gambar 2. Struktur jaringan pembuluh tipe III pada bambu jenis Oxytonanthera albociliata
(Liese 1985:199)
Konfigurasi seludang pembuluh pada berbagai jenis Bambu berbeda-beda, dan oleh karena itu,
Liese (1985) membedakan empat tipe Bambu berdasarkan susunan jaringan pembuluhnya. Baik
Bambu Temen, Bambu Wulung dan Bambu Hitam termasuk ke dalam Tipe III, dengan lubang
pembuluh yang relatif lebih besar dan serat yang tersebar lebih rapat. Hal ini dapat menjelaskan
kelenturan Bambu ini di satu sisi, dan kekokohannya di sisi lain.

Seludang pembuluh pada Bambu tidak tersebar secara merata, tetapi mengikuti pola tertentu.
Berdasarkan uraian yang diberikan Wegst (2008), diketahui bahwa semakin mendekati bagian
dalam Bambu, ukuran pembuluh akan semakin besar, tetapi kepadatan pembuluh semakin rendah.
Sebaliknya, semakin mendekati bagian luar, ukuran pembuluh akan semakin kecil dan
kepadatannya akan semakin tinggi. Hal ini menjelaskan mengapa Bambu memiliki kelenturan
yang tinggi, tetapi kelenturannya lebih besar ke 1 arah (Bambu lebih mudah ditarik ke arah luar
ketimbang ke dalam). Selain itu, Wegst (2008: 328) juga menegaskan bahwa dari pangkal batang
(dekat tanah) ke ujung batang, jumlah pembuluh semakin berkurang, meskipun kandungan serat
meningkat. Hal ini berarti bahwa Bambu di bagian ujung batang akan cenderung lebih kokoh dan
memiliki serat tinggi ketimbang Bambu di bagian pangkal.

Pengantar Praktikum Rekayasa dan Desain II 4


4.3.2 Karakteristik bambu untuk bahan baku angklung

Bambu digunakan sebagai bahan baku dari komponen angklung yang berbeda, yaitu tabung suara,
rangka dan tabung dasar. Bambu dari spesies yang berbeda akan berpengaruh pada kualitas yang
berbeda pula dari ketiga komponen tersebut. Di dalam memilih bambu untuk tabung suara,
diperlukan beberapa karakteristik bambu sebagai berikut:

- Panjang ruas yang cukup untuk menghasilkan frekuensi yang diinginkan


- Diameter bambu yang seragam
- Kulit luar bambu halus, tidak keriput atau berjamur
- Ketebalan daging yang cukup, tidak terlalu tipis sehingga rapuh, tetapi tidak terlalu
tebal
- Daging dalamnya lunak dengan tekstur serat yang lurus; bambu yang memiliki serat
keras akan cenderung menghasilkan suara lebih melengking, sebaliknya bambu lunak
terdengar lebih lembut
- Kering, sehingga tidak mudah berubah oleh cuaca dan terserang jamur
- Awet, tidak mudah dimakan hama

Sebaliknya, bambu untuk rangka haruslah bambu dengan ketebalan yang cukup, tetapi serat lebih
keras sehingga lebih kokoh dan tidak mudah rusak. Meskipun demikian, bahan baku tersebut juga
harus mudah untuk dipotong dan diraut. Adapun bambu untuk tabung dasar diharapkan cukup
kecil dan cukup ringan, sehingga tidak memberatkan saat angklung dimainkan.

Secara spesifik, suara yang dihasilkan dari tabung suara bambu sangat ditentukan oleh elastisitas
dan massa jenis dari bahan. Sebagai ilustrasi, Gambar berikut ini menunjukkan distribusi bahan
biomassa untuk alat musik, dilihat dari besar elastisitas (Modulus Young) dan massa jenis dari
bahan tersebut.

Pengantar Praktikum Rekayasa dan Desain II 5


Gambar 3. Pemetaan karakteristik fisik bambu di antara material lain

(Sumber: Wegst, 2008:329)

Sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3 di atas, terdapat hubungan linear antara modulus Young
dan densitas dari bahan baku, jika dikaitkan dengan kualitas alat musik. Sebagian besar bahan baku
untuk alat musik berada pada sebaran yang lebih rendah dibandingkan dengan bambu. Hal ini
terkait dengan cepat rambat dan panjang gelombang bunyi yang dihasilkan. Dalam kaitannya
dengan efisiensi bahan, yang diharapkan adalah memperoleh panjang gelombang bunyi yang
relatif rendah, atau dengan kata lain, kita ingin menghasilkan suara dengan bahan seminimal
mungkin. Hal ini berarti juga bahwa kita harus menghasilkan cepat rambat yang cukup rendah.
Mengingat hubungan linier antara cepat rambat dan Modulus Young, serta hubungan berbanding
terbalik Antara cepat rambat dan massa jenis (berdasarkan rumus berikut:

𝐸
𝑐 = √𝜌

Pengantar Praktikum Rekayasa dan Desain II 6


Maka kita mengharapkan dapat memperoleh bambu dengan Modulus Young serendah mungkin
dan massa jenis setinggi mungkin.

Selain kualitas suara seperti dipaparkan di atas, karakteristik bambu juga berhubungan dengan
kualitas dari Wiraga, Wirama dan Wirasa pada angklung, seperti dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan antara karakteristik bahan dan fungsi dari angklung

Praktikum ini akan memperkenalkan tiga jenis bambu sebagai berikut:

1. Bambu temen hitam (Gigantochloa atroviolacea Widjaja): bambu temen hitam


memiliki ukuran yang relatif sedang, ketebalan dinding yang rendah, serta warna kulit
hitam yang khas. Tidak banyak yang menggunakan jenis bambu ini, dan di beberapa
tempat seringkali dianggap sebagai gulma. Meskipun demikian, di dalam pengetahuan
tradisional masyarakat Jawa Barat, bambu ini umum dipakai sebagai alat musik.

2. Bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.): bambu tali digunakan atas dasar keringanannya
dan kemudahannya untuk diraut, sehingga sesuai namanya, umum digunakan sebagai

Pengantar Praktikum Rekayasa dan Desain II 7


bahan perabot, alat pengikat dan perangkat di rumah tangga. Ukurannya relatif kecil
dengan warna kulit batang cokelat pucat dan tebal dinding yang cukup tinggi.

Bambu gombong (Gigantochloa pseudoarundinacea): bambu jenis ini memiliki diameter yang
besar, sehingga umum digunakan sebagai bahan bangunan atau peralatan yang membutuhkan
ukuran yang besar.

4.3.3 Analisis Kelayakan Usaha


Dalam merencanakan kegiatan produksi, kelayakan usaha dari segi ekonomi selalu menjadi suatu
pertimbangan utama. Secara detail, investor atau pengusaha akan menghitung segala rupa biaya
dan proyeksi pendapatan yang akan dikeluarkan atau didapatkan dalam jangka waktu tertentu
pada masa depan. Komponen pertama yang harus dihitung secara rinci adalah biaya produksi.
Biaya (cost) adalah semua pengeluaran yang telah, sedang, dan akan dikeluarkan dalam rangka
menghasilkan dan menyampaikan suatu produk dan jasa. Proses terjadinya biaya dapat dilihat
dalam dua kelompok biaya:

1. Production cost
Production cost adalah semua biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu produk
atau jasa. Komponen utama dalam production cost adalah direct material dan direct
labor.

direct material + direct labor = prime cost

Di samping itu terdapat komponen biaya yang disebut production overhead yaitu biaya-
biaya yang diperlukan di dalam proses produksi di luar direct material dan direct labor
cost. Termasuk disini adalah indirect material, indirect labor, depresiasi dan amortisasi,
tenaga listrik, dll.

direct material + direct labor + production overhead = production cost

2. Non Production cost


Non production cost adalah semua biaya yang diperlukan di luar kegiatan produksi.
Kegiatan ini antara lain berupa kegiatan pengadaan (logistic), HRD, finance, engineering,
sales, marketing, dll. Non production dinamakan biaya penjualan dan administrasi
(selling and administrative expenses) atau juga disebut operating expenses atau operating
overhead.

Production cost + operating expenses = total cost

atau disebut juga sebagai

Manufacturing cost + operating expenses = total cost

Pengantar Praktikum Rekayasa dan Desain II 8


Operating
Expense

Production
Overhead
Total Cost
Production
Direct Labor
Cost
Prime Cost
Direct
Material
Gambar 5. Model Generik Total Cost

Profit

Operating
Expense

Production
Sales
Overhead
Total Cost
Production
Direct Labor
Cost
Prime Cost
Direct
Material
Gambar 6. Model Generik Sales, Total Cost, dan Profit

Selain biaya operasional yang terjadi secara rutin setiap tahun, seorang investor atau pengusaha
juga menghitung biaya investasi yang diperlukan untuk mendukung kegiatan produksi yang akan
dijalankan. Setelah didapatkan rincian biaya produksi, investor atau pengusaha akan melakukan
analisis kelayakan ekonomi. Kelayakan ekonomi berhubungan dengan return on investment atau
berapa lama biaya investasi dapat kembali. Apakah bermanfaat melakukan investasi ke proyek
ini atau harus melakukan sesuatu yang lain? Pada suatu proyek yang besar biasanya lebih
ditekankan pada kelayakan ekonomi karena umumnya berhubungan dengan biaya yang
jumlahnya besar. Untuk menganalisa kelayakan ekonomi menggunakan analisa biaya / cost
benefit analysis.

Analisis biaya manfaat bertujuan untuk memberikan gambaran kepada investor/pengusaha


apakah manfaat yang diperoleh dari usaha ‘lebih besar’ dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan. Metode yang dapat dipakai :
1. Analisa Payback (Payback Period): Jangka waktu yang diperlukan untuk membayar
kembali biaya investasi yang telah dikeluarkan.

Pengantar Praktikum Rekayasa dan Desain II 9


2. Analisa Net Present Value: Selisih antara penerimaan dan pengeluaran per tahun yang
diproyeksikan ke nilai sekarang.
3. Analisis Return on Investment: adalah rasio pengembalian tahunan atas biaya investasi.

4.4 Tugas Awal


Sebelum praktikum, setiap kelas wajib membawa peralatan dan bahan yang diminta di 4.2 serta
mengunduh dan mencetak Modul dan Jurnal, serta mengunduh file excel berisi perhitungan
biaya dan analisis kelayakan usaha.

4.5 Prosedur
1. Di dalam praktikum ini, mahasiswa akan diberikan sebilah bambu dari tiga spesies yang
berbeda, yaitu Bambu Temen Hitam, Bambu Tali dan Bambu Gombong.
2. Kelas akan dibagi ke dalam 4 (empat) Kelompok Besar.
a. Kelompok 1 menghitung biaya investasi dan proyeksi pendapatan
b. Kelompok 2 menghitung biaya operasional
c. Kelompok 3 menentukan asumsi yang digunakan dan mengkompilasi proyeksi
cashflow
d. Kelompok 4 menghitung analisis Net Present Value, Payback Period dan Return
on Investment
3. Ukurlah panjang, ketebalan dinding dan diameter luar masing-masing Bambu dan isikan
pada Tabel di dalam Jurnal
4. Tentukan rincian biaya investasi, biaya operasi, dan pendapatan per tahun dalam
memproduksi angklung dan isikan pada Tabel dalam Jurnal
5. Tentukan asumsi-asumsi yang digunakan dan isikan pada Tabel dalam Jurnal
6. Buatlah perhitungan dan analisis kelayakan usaha produksi angklung

4.6 Luaran
Pada akhir praktikum, setiap kelas akan memiliki hasil pengukuran beberapa parameter bambu
untuk menghitung biaya-biaya produksi, beserta parameter produksi lainnya untuk dihitung di
dalam analisis kelayakan usaha. Buatlah analisis kelayakan usaha berdasarkan Net Present
Value, Return on Investment dan Payback Period.

4.7 Pengolahan Data Satu Kelas


Data dikompilasi untuk analisis kelayakan usaha dari satu kelas.

4.8 Laporan
Susunlah laporan akhir, tiga buah per kelas (satu, dengan isi sebagai berikut:
- Judul
- Data Mentah
 Jurnal Kelas
- Analisis
 Rincian biaya dan analisis disusun secara bertahap
- Kesimpulan
- Daftar Pustaka

Pengantar Praktikum Rekayasa dan Desain II 10


4.9 Pengumpulan
Ketua produksi harap login ke e-learning, carilah bagian assignment angklung modul-4, lalu
unggah:
- File Doc laporan
Perhatikan batas waktu pengumpulan adalah satu hari sebelum praktikum berikutnya. Lewat
dari batas waktu itu kelas anda tak akan bias mengumpulkan laporan! Cetak juga laporan
tersebut, dan bawalah untuk praktikum selanjutnya.

Pengantar Praktikum Rekayasa dan Desain II 11

Vous aimerez peut-être aussi