Vous êtes sur la page 1sur 20

A.

Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Bronkhitis berasal dari bronchus (saluran napas) dan itis artinya menunjukkan adanya
suatu peradangan. “Bisa disimpulkan bronkitis merupakan suatu gejala penyakit
pernapasan.” Sebetulnya ada dua pengertian bronkitis. Pertama, berdasarkan
radiologi/ahli rontgen, bronkhitis merupakan gambaran foto paru-paru dengan
kelainan pada saluran napas. Pada gambaran tersebut cirinya akan tampak “sangat
ramai” dan jelas. Berbeda bila dalam keadaan normal, gambaran saluran napas tak
begitu jelas terlihat karena berisi udara. “Tapi pada kasus bronkhitis akan muncul
gambaran sebagian saluran napasnya tersumbat lendir atau ada peradangan.”
Kedua, menurut medis/dokter, bronkhitis merupakan kelainan pada saluran napas
yang ditandai dengan adanya bunyi napas penuh lendir, seperti bunyi ‘grok-grok’,
bisa terdengar di bagian dada maupun punggung.
Bronkhitis pada anak berbeda dengan bronchitis yang terdapat pada orang dewasa.
Pada anak, bronchitis merupakan bagian dari berbagai penyakit saluran nafas lain,
namun ia dapat juga merupakan penyakit tersendiri.
Secara harfiah bronkhitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh adanya inflamasi
bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau
gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini
berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari
penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran.( Ngastiyah, 1997 )
Bronkhitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri,
tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau
bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis,
Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya.
Sebagai penyakit tersendiri, bronkhitis merupakan topik yang masih diliputi
kontroversi dan ketidakjelasan di antara ahli klinik dan peneliti. Bronkitis merupakan
diagnosa yang sering ditegakkan pada anak baik di Indonesia maupun di luar negeri,
walaupun dengan patokan diagnosis yang tidak selalu sama.
Kesimpangsiuran definisi bronkitis pada anak bertambah karena kurangnya konsesus
mengenai hal ini. Tetapi keadaan ini sukar dielakkan karena data hasil penyelidikan
tentang hal ini masih sangat kurang.
2. Klasifikasi
Bronkhitis dapat diklasifikasikan sebagai :
a. Bronkhitis Akut
Bronkhitis akut pada bayi dan anak biasanya bersama juga dengan trakheitis,
merupakan penyakit infeksi saluran nafas akut (ISNA) bawah yang sering dijumpai.
Penyebab utama penyakit ini adalah virus. Batuk merupakan gejala yang menonjol
dank arena batuk berhubungan dengan ISNA atas. Berarti bahwa peradangan tersebut
meliputi laring, trachea dan bronkus. Gangguan ini sering juga disebut
laringotrakeobronkhitis akut atau croup dan sering mengenai anak sampai umur 3
tahun dengan gejala suara serak, stridor, dan nafas berbunyi.
b. Bronkhitis Kronis atau Batuk Berulang
Belum ada persesuaian pendapat mengenai bronchitis kronik, yang ada ialah
mengenai batuk kronik dan atau berulang yang di singkat (BKB). BKB ialah keadaan
klinis yang disebabkan oleh berbagai penyebab dengan gejala batuk yang
berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu berturut-turut dan atau berulang paling
sedikit 3 kali dalam 3 bulan, dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik dan non
respiratorik lainnya. Dengan memakai batasan ini secara klinis jelas bahwa bronchitis
kronik pada anak adalah batuk kronik dan atau berulang (BKB) yang telah
disingkirkan penyebab-penyebab BKB itu misalnya asma atau infeksi kronik saluran
napas dan sebagainya.
Walaupun belum ada keseragaman mengenai patologi dan patofisiologi bronchitis
kronik, tetapi kesimpulan akibat jangka panjang umumnya sama. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa bayi sampai anak umur 5 tahun yang menderita bronchitis
kronik akan mempunyai resiko lebih besar untuk menderita gangguan pada saluran
napas kronik setelah umur 20 tahun, terutama jika pasien tersebut merokok akan
mempercepat menurunnya fungsi paru.
3. Etiologi
Penyebab bronchitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada
kenyataannya kasus-kasus bronchitis dapat timbul secara congenital maupun didapat.
a. Kelainan kongenital
Dalam hal ini bronchitis terjadi sejak dalam kandungan. Factor genetic atau factor
pertumbuhan dan factor perkembangan fetus memegang peran penting. Bronchitis
yang timbul congenital ini mempunyai ciri sebagai berikut :
1) Bronchitis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.
2) Bronchitis konginetal sering menyertai penyakit-penyakit konginetal lainya,
misalnya : mucoviscidosis ( cystic pulmonary fibrosis ), sindrom kartagener
(bronkiektasis konginetal, sinusitis paranasal dan situs inversus), hipo atau
agamaglobalinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak yg satu dengan
bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis),
bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan congenital berikut : tidak adanya
tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliasis konginetal.
b. Kelainan didapat
Kelaianan didapat merupakan akibat proses berikut :
1) Infeksi
Bronchitis sering terjadi sesudah seseorang menderita pneumonia yang sering
kambuh dan berlangsung lama, pneumonia ini merupakan komplikasi pertusis
maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberculosis paru dan sebagainya.
2) Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai macam
sebab : korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar terhadap bronkus
Penyebab utama penyakit Bronkhitis Akut adalah adalah virus. Sebagai contoh
Rhinovirus, Respiratory Sincytial Virus (RSV), Infulenza Virus, Para-influenza
Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Bronkitis Akut sering terjadi pada anak yang
menderita Morbilli, Pertusis dan infeksi Mycoplasma Pneumonia. Belum ada bukti
yang meyakinkan bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer Bronkitis Akut
pada anak. Infeksi sekunder oleh bakteri dapat terjadi, namun ini jarang di lingkungan
sosio-ekonomi yang baik.
Faktor predisposisi terjadinya bronchitis akut adalah alergi, perubahan cuaca, polusi
udara, dan infeksi saluran napas atas kronik, memudahkan terjadinya bronchitis.
Sedangkan pada Bronkitis Kronik dan Batuk Berulang adalah sebagai berikut :
a. Spesifik
1) Asma
2) Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis).
3) Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma,
hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
4) Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
5) Sindrom aspirasi.
6) Penekanan pada saluran napas
7) Benda asing
8) Kelainan jantung bawaan
9) Kelainan sillia primer
10) Defisiensi imunologis
11) Kekurangan anfa-1-antitripsin
12) Fibrosis kistik
13) Psikis
b. Non-spesifik
1) Asap rokok
2) Polusi udara
4. Patofisiologi
Virus (penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel mukosa dan sel
silia - Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran
pernapasan - Bronkitis - Mukosa membengkak dan menghasilkan lendir - Pilek 3 – 4
hari - Batuk (mula-mula kering kemudian berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer -
Hilang - Batuk - Keluar - Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri subsernal
- Sesak napas - Jika tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru segmental atau
infeksi paru sekunder (pertahanan utama) (Sumber : dr.Rusepno Hasan, Buku Kuliah
3 Ilmu Kesehatan Anak, 1981).
Apabila bronchitis kongenital patogenesisnya tidak diketahui diduga erat
hubungannya dengan genetic serta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus
dalam kandungan. Pada bronchitis yang didapat patogenesisnya diduga melelui
beberapa mekanisme : factor obstruksi bronkus, factor infeksi pada bronkus atau
paru-paru, fibrosis paru, dan factor intrinsik dalam bronkus atau paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronchitis yang didapat melalui dua mekanisme dasar:
a. Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronchitis. Infeksi
pada bronkus atau paru akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi
dan kemudian timbul bronchitis.
b. Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronchitis, pada bagian distal
obstruksi dan terjadi infeksi juga destruksi bronkus.
Bronchitis merupakan penyakit paru yang mengenai paru dan sifatnya kronik.
Keluhan-keluhan yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap . keluhan-
keluhan yang timbul erat dengan : luas atau banyaknya bronkus yang terkena,
tingkatan beratnya penyakit, lokasi bronkus yang terkena, ada atau tidaknya
komplikasi lanjut.. keluhan-keluhan yang timbul umumnya sebagai akibat adanya
beberapa hal : adanya kerusakan dinding bronkus, akibat komplikasi, adanya
kerusakan fungsi bronkus.
Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronchitis, data dijelaskan
sebagai berikut ;
a. Infeksi pertama ( primer )
Kecuali pada bentuk bronchitis kongenital. Masih menjadi pertanyaan apakah infeksi
yang mendahului terjadinya bronchitis tersebut disebabkan oleh bakteri atau virus.
Infeksi yang mendahului bronchitis adalah infeksi bacterial yaitu mikroorgansme
penyebab pneumonia. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi bronchitis, sedangkan
infeksi virus tidak dapat ( misalnya adenovirus tipe 21, virus influenza, campak, dan
sebagainnya ).
b. Infeksi sekunder
Tiap pasien bronchitis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi, apabila sputum
pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya menjadi
kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder oleh
kuman anaerob misalnya : fusifomis fusiformis, treponema vincenti, anaerobic
streptococci. Kuman yang erring ditemukan dan menginfeksi bronkus misalnya :
streptococcus pneumonie, haemophilus influenza, klebsiella ozaena.

5. Tanda dan Gejala


Biasanya penyakit dimulai dengan tanda-tanda infeksi saluran napas akut (ISNA) atas
yang disebabkan oleh virus. Batuk mula-mula kering, setelah 2 atau 3 hari batuk
mulai berdahak dan menimbulkan suara lender. Pada anak dahak yang mukoid
(kental) susah ditemukan karena sering ditelan. Mungkin dahak berwarna kuning dan
kental tetapi tidak selalu berarti telah terjadi infeksi bakteri sekunder. Anak besar
sering mengeluh rasa sakit retrosternal dan pada anak kecil dapat terjadi sesak napas.
Pada beberapa hari pertama tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan dada tetapi
kemudian dapat timbul ronchi basah kasar dan suara napas kasar. Batuk biasanya
akan menghilang setelah 2-3 minggu. Bila setelah 2 minggu batuk masih tetap ada,
mungkin telah terjadi kolaps paru segmental atau terjadi infeksi paru sekunder.
Mengi (wheezing) mungkin saja terdapat pada pasien bronchitis. Mengi dapat murni
merupakan tanda bronchitis akut, tetapi juga kemungkinan merupakan manifestasi
asma pada anak tersebut, lebih-lebih bila keadaan ini sudah terjadi berulang kali.
Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu:
a. Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
b. Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak
c. Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
d. Pada paru didapatkan suara napas yang kasar
Menurut Ngastiyah (1997), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama,
yaitu:
a. Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan klien
kurang istirahat
b. Daya tahan tubuh klien yang menurun
c. Anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik
d. Kesenangan anak untuk bermain terganggu
e. Konsentrasi belajar anak menurun
Gejala awal Bronkhitis, antara lain :
a. Batuk membandel
Batuk kambuhan, berdahak-tidak, berat-tidak. Kendati ringan harus tetap diwaspadai
karena bila keadaan batuk terus menerus bisa menghebat dan berlendir sampai sesak
napas.
b. Sulit disembuhkan
Bisa sering atau tidak tapi sulit disembuhkan. Dalam sebulan batuk pileknya lebih
dari seminggu dan baru sembuh dua minggu, lalu berulang lagi.
c. Terjadi kapan saja
Batuknya bisa muncul malam hari, baru tidur sebentar batuknya ‘grok-grok’ bahkan
sampai muntah. Bisa juga batuk baru timbul menjelang pagi. “Atau habis lari-lari, ia
kemudian batuk-batuk sampai muntah.
Tanda dan gejala secara umum dapat disimpulkan:
a. Sering bersin dan banyak sekret atau lendir
b. Demam ringan
c. Tidak dapat makan dan gangguan tidur
d. Retraksi atau tarikan pada dinding-dinding dada, suprasternal, interkostal dan
subkostal pada inspirasi
e. Cuping hidung
f. Nafas cepat
g. Dapat juga cyanosis
h. Batuk-batuk
i. Wheezing
j. Iritabel
k. Cemas
6. Komplikasi
a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik
b. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi
kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia
c. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi
d. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis
e. Gagal jantung kongestif
f. Pneumonia
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia
b. Laboratorium : Leukosit > 17.500.
8. Penatalaksanaan
a. Tindakan Perawatan
1) Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan
mengeluarakan lender/secret.
2) Sering mengubah posisi.
3) Banyak minum.
4) Inhalasi.
5) Nebulizer
6) Untuk mempertahankan daya tahan tubuh, setelah anak muntah dan tenang
perlu diberikan minum susu atau makanan lain.
Pasien dengan bronchitis tidak dirawat di Rumahsakit kecuali ada komplikasi yang
menurut dokter perlu perawatan di Rumahsakit, oleh karenanya perawatan lebih
ditujukan sebagai petunjuk kepada orang tua. Masalah yang perlu diperhatikan adalah
akibat batuk yang lama dan resiko terjadi komplikasi.
1) Akibat batuk yang lama
Pada bronchitis gejala batuk sangat menonjol, dan sering terjadi siang dan malam
terutama pagi-pagi sekali yang menyebabkan pasien kurang istirahat atau tidur;
pasien akan terganggu rasa aman dan nyamannya. Akibat lain adalah terjadinya daya
tahan tubuh pasien yang menurun, anoreksia, sehingga berat badannya sukar naik.
Pada anak yang lebih besar batuk-batuk yang terus menerus akan mengganggu
kesenangannya bermain, dan bagi anak yang sudah sekolah batuk mengganggu
konsentrasi belajar bagi dirinya sendiri, saudara, maupun teman-temannya.
Untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar batuk tidak bertambah
banyak dengan memberikan obat secara benar dan membatasi aktivitas anak untuk
mencegah keluar banyak keringat, karena jika baju basah akan menyebabkan batuk-
batuk (karena dingin). Untuk mengurangi batuk pada malam hari berikan obat batuk
yang terakhir sebelum tidur. Anak yang batuk apalagi bronchitis lebih baik tidak tidur
di kamar yang ber AC atau memakai kipas angin. Jika suhu udara dingin pakaikan
baju yang hangat, bila ada yang tertutup leherya. Obat gosok membuat anak merasa
hangat dan dapat tidur tenang.Bila batuk tidak segera berhenti berikan minum hangat
tidak manis.
Pada anak yang sudh agak besar jika ada dahak di dalm tenggorokannya beritahu
supaya dibuang karena adanya dahak tersebut juga merangsang batuk.Usahakan
mengurangi batuk dengan menghindari makanan yang merangsang seperti gorng-
gorengan,permen,atau minum es.Jangan memandikan anak terlalu pagi atau sore,dan
memandikan dengan air hangat.
2) Terjadi komplikasi
Bronkhitis akut yang tidak diobati secara benar cenderung menjadi bronchitis kronik,
sedangkan bronchitis kronik memungkinkan anak mudah mendapat infeksi.
Gangguan pernafasan secara langsung sebagai akibat bronchitis kronik ialah bila
lendir tetap tinggal di dalam paru akan menyebabkan terjadinya atelektasis atau
bronkiektasis, kelainan ini akan menambah penderitaan pasien lebih lama.
Untuk menghindarkan terjadinya komplikasi ini pasien bronchitis harus mendapatkan
pengobatan dan perawatan yang benar sehingga lender tidak selalu tertinggal dalam
paru. Berikan banyak minum untuk membantu mengencerkan lendir; berikan buah
dan makanan bergizi untuk mempertinggi daya tahan tubuh
Pada anak yang sudah mengerti beritahukan bagaimana sikapnya jika ia sedang batuk
dan apa yang perlu dilakukan. Pada bayi batuk-batuk yang keras sering diakhiri
dengan muntah; biasanya bercampur lendir. Setelah muntah bayi menjadi agak
tenang. Tetapi bila muntah berkelanjutan, maka dengan keluarnya makanan dapat
menyebabkan bayi menjadi kurus serta menurunkan daya tahan tubuh. Untuk
mengurangi kemungkinan tersebut setelah bayi muntah dan tenang perlu diberikan
minum susu atau makanan lain.
b. Tindakan Medis
1) Jangan beri obat antihistamin berlebih
2) Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bakterial
3) Dapat diberi efedrin 0,5 – 1 mg/KgBB tiga kali sehari
4) Chloral hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedative
Karena penyebab bronchitis pada umumnya virus maka belum ada obat kausal.
Antibiotik tidak berguna. Obat yang diberikan biasanya untuk penurun demam,
banyak minum terutama sari buah-buahan. Obat penekan batuk tidak diberikan pada
batuk yang banyak lendir, lebih baik diberi banyak minum. Bila batuk tetap ada dan
tidak ada perbaikan setelah 2 minggu maka perlu dicurigai adanya infeksi bakteri
sekunder dan antibiotic boleh diberikan, asal sudah disingkirkan adanya asma atau
pertusis. Pemberian antibiotic yang serasi untuk M. Pneumoniae dan H. Influenzae
sebagai bakteri penyerang sekunder misalnya amoksisilin, kotrimoksazol dan
golongan makrolid. Antibiotik diberikan 7-10 hari dan jika tidak berhasil maka perlu
dilakukan foto thorak untuk menyingkirkan kemungkinan kolaps paru segmental dan
lobaris, benda sing dalam saluran napas, dan tuberkolusis.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Dasar data pengkajian pasien
a. Identitas Klien : Nama, umur, alamat, pendidikan, agama, no. register, diagnose
medis
b. Riwayat kesehatan:
Riwayat alergi dalam keluarga, gangguan genetic, riwayat tentang disfungsi
pernapasan sebelumnya, bukti terbaru penularan terhadap infeksi, allergen, atau iritan
lain, trauma.
c. Pemeriksaan Fisik:
1) B1 (Breathing)
Adanya retraksi dan pernapasan cuping hidung, warna kulit dan membrane mukosa
pucat dan cyanosis, adanya suara serak, stridor dan batuk. Pada anak yang menderita
bronchitis biasanya disertai dengan demam ringan, secara bertahap mengalami
peningkatan distress pernapasan, dispnea, batuk non produktif paroksimal, takipnea
dengan pernapasan cuping hidung dan retraksi, emfisema,
Gejala:
a) Takipnea (barat saat aktivitas)
b) Batuk menetap dengan sputum terutama pagi hari
c) Warna sputum dapat hijau, putih, atau kuning dan dapat banyak sekali
d) Riwayat infeksi saluran nafas berulang
e) Riwayat terpajan polusi (rokok dll)
Tanda
a) Lebih memilih posisi fowler/semi fowler untuk bernafas
b) Penggunaan otot bantu nafas
c) Cuping hidung
d) Bunyi nafas krekel (kasar)
e) Perkusi redup (pekak)
f) Kesulitan bicara kalimat (umumnya hanya kata-kata yang terputus-putus)
g) Warna kulit pucat, normal atau sianosis
h) Clubing finger (jari tabuh)
2) B2 (Blood)
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan TD, Takikardi, Distensi vena jugularis, Bunyi jantung
redup(karena cairan di paru-paru), Warna kulit normal atau sianosis
3) B3 (Brain)
Klien tampak gelisah, peka terhadap rangsang, ketakutan, nyeri dada.
4) B4 (Bladder)
Tidak ditemukan masalah, tidak ditemukan adanya kelainan.
5) B5 (Bowel)
Gejala
a) Mual/muntah
b) Nafsu makan menurun
c) Ketidakmampuan makan karena distres pernafasan
d) Penurunan berat badan.
e) Nyeri abdomen
Tanda
a) Turgor kulit buruk
b) Edema
c) Berkeringat
d) Palpitasi abdomial dapat menunjukkan hepatomegali
6) B6 (Bone)
Gejala
a) Keletihan, kelelahan
b) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas karena sulit bernafas
c) Ketidakmampuan untuk tidur, perlu dalam posisi duduk tinggi
d) Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda
a) Keletihan
b) Gelisah
c) Insomnia
2. Pemeriksaaan diagnostik
a. Rongent
Peningkatan tanda bronkovaskuler
b. Tes fungsi paru
Memperkirakan derajad disfungsi paru
c. Volume residu
Meningkat
d. GDA
Memperkirakan progresi penyakit (Pa02 menurun dan PaCO2 meningkat atau
normal)
e. Bronkogram
Pembesaran duktus mukosa
f. Sputum
Kultur untuk menentukan adanya infeksi,identifikasi pathogen
g. EKG
Disritmia arterial
h. EKG latihan
Membantu dalam mengkaji derajad disfungsi paru untuk program latihan
3. Prioritas perawatan
a. Mempertahankan patensi jalan nafas
b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
c. Mempertahankan pola nafas yang efektif
d. Meningkatkan masukan nutrisi
e. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi serta mencegah
infeksi
f. Mengurangi kecemasan yang dialami klien
g. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program
pengobatan
4. Diagnosa perawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret.
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten.
Rencana Tindakan:
1) Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan
dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
2) Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
Rasional : Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama
/ adanya proses infeksi akut.
3) Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional : Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan
menurunkan jebakan udara.
4) Observasi karakteristik batuk
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit
akut atau kelemahan
5) Tingkatkan masukan cairan sampai 1500-2000 ml/hari
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah
pengeluaran.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh
sekresi, spasme bronchus.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Rencana Tindakan:
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses
penyakit.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan
3) Latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi
4) Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan
efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
5) Awasi GDA
Rasional : PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi
derajat lebih besar/kecil.
6) Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.
Rencana Tindakan:
1) Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini
pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
2) Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
3) Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe,
anoreksia, mual muntah.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan.
Rencana Tindakan:
1) Kaji kebiasaan diet.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi
sputum.
2) Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
3) Berikan perawatan oral
Rasional : Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat mual
dan muntah.
4) Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana
nutrisi.
5) Konsul ahli gizi
Rasional : Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan
nutrisi maksimal.
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses
penyakit kronis.
Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi
Rencana Tindakan:
1) Awasi suhu.
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
2) Observasi warna, bau sputum.
Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
3) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
Rasional : mencegah penyebaran patogen.
4) Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan
darah terhadap infeksi.
5) Berikan anti mikroba sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan
kultur.
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan ansietas.
Rencana tindakan:
1) Kaji tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat).
Rasional : Dengan mengetahui tingkat kecemasan klien, sehingga memudahkan
tindakan selanjutnya.
2) Berikan dorongan emosional.
Rasional : Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk menerima
keadaan penyakit yang dialami.
3) Beri dorongan mengungkapkan ketakutan/masalah
Rasional : Mengungkapkan masalah yang dirasakan akan mengurangi beban pikiran
yang dirasakan
4) Jelaskan jenis prosedur dari pengobatan
Rasional : Penjelasan yang tepat dan memahami penyakitnya sehingga mau
bekerjasama dalam tindakan perawatan dan pengobatan.
5) Beri dorongan spiritual
6) Rasional : Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan dan
menyerahkan pada TYME atas kesembuhannya.
g. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit dan perawatan di rumah
Tujuan : Mengatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Intervensi :
1) Jelaskan proses penyakit individu
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan partisipasi pada rencana
pengobatan.
2) Instruksikan untuk latihan afas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
Rasional : Nafas bibir dan nafas abdominal membantu meminimalkan kolaps jalan
nafas dan meningkatkan toleransi aktivitas
3) Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi misalnya udara, serbuk,
asap tembakau.
Rasional : Faktor lingkungan dapat menimbulkan iritasi bronchial dan peningkatan
produksi sekret jalan nafas.
5. Impelementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat
tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau
dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan
diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah
pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat
memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges
Marilynn E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan)
6. Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap
perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah
dicapai,
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan
keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil
yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi
keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu
pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif,
pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans
aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi
penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 1994, Proses Keperawatan).
7. Penkes
Menurut Ngastiyah (1997), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan
agar batuk tidak bertambah parah.
a. Membatasi aktivitas anak
b. Tidak tidur di kamar yang ber AC atau gunakan baju dingin, bila ada yang
tertutup lehernya
c. Hindari makanan yang merangsang
d. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandikan anak
dengan air hangat
e. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan
f. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi
g. Jangan mengkonsumsi makanan seperti telur ayam, karena bisa menambah
produksi lendirnya. Begitu juga minuman bersoda bisa jadi pencetus karena saat
diminum maka sodanya akan naik ke hidung dan merangsang daerah saluran
pernapasan.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I Made
Kariasa; editor, Monica Ester, Edisi 3, Jakarta : EGC
Dona L. Wong, 2004, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4, Jakrta : Buku
Kedokteran EGC
Keliat, Budi Anna, Proses Keperawatan
Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit, Jakarta : Buku Kedokteran EGC
dr.Rusepno Hasan, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, 1981)

Vous aimerez peut-être aussi