Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
KEPERAWATAN KOMUNITAS II
Ns. Rian Agus Setiawan
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK JALANAN
Disusun oleh
Kelompok 5 :
Kelompok 5
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada masa sekarang ini tidak susah untuk mengetahui banyaknya
anak yang turun ke jalanan dan hidup di jalanan di Indonesia. Alasannya
tidak lain dan tidak bukan karena semakin hari biaya hidup di negara ini
semakin mahal, terjadi ketimpangan sosial dimana-mana. Hal ini
menyebabkan keluarga miskin menjadi semakin sulit dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Orang tua mereka dengan terang-terangan
menggunakan mereka sebagai belas kasihan, hal ini dilakukan karena
mereka tidak tahu lagi seperti apa mencari uang.
Pemerintah nampaknya harus bekerja lebih keras, mengingat dalam
UUD 1945 pasal 34 yang berbunyi “fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara oleh negara”. Artinya sesungguhnya mereka yang hidup
terlantar (termasuk anak jalanan) juga harus menjadi perhatian negara.
Ironisnya pemerintah seolah angkat tangan dalam menangani anak jalanan.
Malah terkadang pemerintah melakukan razia baik untuk gepeng
(gelandangan dan pengemis) ataupun anak jalanan. Padahal sebenarnya hal
itu bukanlah solusi, karena akar dari permasalahan anak jalanan itu sendiri
adalah kemiskinan.
Dalam keadaan seperti ini, sangatlah besar kemungkinan bagi anak
untuk terjerumus kejalanan. Perekonomian yang kacau akibat krisis
moneter menyebabkan anak - anak pun sampai diperkerjakan oleh orang
tuanya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Mereka yang
seharusnya bermain dan belajar telah ikut menanggung beban keluarga.
Pada akhirnya mereka menjadi penghuni tetap jalanan yang menghabiskan
waktunya untuk bekerja dan menggantungkan hidup di jalanan sehingga
mereka menjadi anak jalanan.
Anak jalanan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara
fisik danphsykis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan
dengan melakukankegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna
mempertahankan hidupnya yangterkadang mendapat tekanan fisik atau
1
mental dari lingkunganya. Umumnyamereka berasal dari keluarga yang
ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh danberkembang dengan latar
kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan,penganiayaan, dan
hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa danmembuatnya
berperilaku negatif.Ketika mereka dewasa, besar kemungkinan mereka
akan menjadi salah satupelaku kekerasan. Tanpa adanya upaya apapun,
maka kita telah berperan sertamenjadikan anak-anak sebagai korban tak
berkesudahan. Menghapus stigmatisasi diatas menjadi sangat penting.
Sebenarnya anak-anak jalanan hanyalah korban darikonflik keluarga,
komunitas jalanan, dan korban kebijakan ekonomi permerintahyang
memberatkan rakyat. Untuk itu kampanye perlindungan terhadap anak
jalananperlu dilakukan secara terus menerus setidaknya untuk mendorong
pihak-pihak diluar anak jalanan agar menghentikan aksi-aksi kekerasan
terhadap anak jalanan.
Sesuai konvensi hak anak-anak yang dicetuskan oleh PBB
(Convention on the Rightsof the Child), sebagaimana telah diratifikasi
dengan Keppres nomor 36 tahun 1990,menyatakan bahwa karena belum
matangnya fisik dan mental anak-anak, makamereka memerlukan
perhatian dan perlindungan. Fenomena merebaknya anak jalanan di
Indonesia merupakan persoalansosial yang komplek. Hidup menjadi anak
jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena
merekaberada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan
keberadaan mereka tidak
jarang menjadi “masalah” bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan
negara.
Namun, perhatian terhadap nasibanak jalanan tampaknya belum
begitu besar dansolutif. Padahal mereka adalahsaudara kita. Mereka adalah
amanah Allah yangharus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga
tumbuh-kembang menjadi manusiadewasa yang bermanfaat, beradab dan
bermasa depan cerah.Begitu pula kiranya anak jalanan yang memerlukan
perhatian dan perlindunganterhadap hak-haknya sebagai anak bangsa
untuk memperoleh pendidikan sesuaidengan pasal 31 ayat 1 UUD 1945
2
yang mengamanatkan bahwa setiap warga negaraberhak mendapat
pengajaran.Melihat isi dari pasal 31 ayat 1 tersebut sangat bertolak
belakang dengan yang dialami anak jalanan. Mereka hampir tidak
mendapatkanhaknya untuk mendapatkan pengajaran. Ironisnya di tengah
pendidikan bagi anak jalanan yang terabaikan, DPR justru berencana
mendirikan gedung baru yang megah dengan alasan “kinerja”. Sepertinya
akan lebih bijak apabila dana tersebut digunakan untuk mendirikan
sekolah untuk anak jalanan, memberikan honor bagipengajar, dan
penyediaan sarana belajar mengajar untuk mereka. Akan tetapi dibalik hal
tersebut kita patut bangga karena kepedulian masyarakat
Indonesiaterhadap pendidikan justru semakin tinggi. Hal ini dibuktikan
dari banyaknyamasyarakat yang mengabdikan diri sebagai pengajar di
sanggar yang telah didirikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari Anak Jalanan ?
2. Apakah latar belakang menjadi Anak Jalanan ?
3. Bagaimana karakteristik dan perkembangan sosial emosional Anak
Jalanan?
4. Apa saja pengelompokkan pada Anak Jalanan ?
5. Bagaimana model penanganan pada Anak Jalanan ?
6. Apa peran perawat dalam menghadapi Anak Jalanan ?
7. Apa kasus Anak Jalanan yang ada di Indonesia?
8. Bagaimana pengkajian khusus komunitas ?
9. Bagaimana pengkajian sub system komunitas ?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Komunitas?
3
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari Anak Jalanan
2. Untuk mengetahui latar belakang menjadi Anak Jalanan
3. Untuk mengetahui karakteristik dan perkembangan sosial emosional
Anak Jalanan
4. Untuk mengetahui pengelompokkan pada Anak Jalanan
5. Untuk mengetahui bagaimana model penanganan pada Anak Jalanan
6. Untuk mengetahui peran perawat dalam menghadapi Anak Jalanan
7. Untuk mengetahui kasus Anak Jalanan yang ada di Indonesia
8. Untuk mengetahui pengkajian khusus
9. Untuk mengetahui pengkajian sub system
10. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Komunitas Anak Jalanan.
4
BAB II
KONSEP TEORI
5
justru karena tekanan - tekanan ekonomi dan rasa tidak aman sebagian
warga desa yang kemudian terpaksa harus mencari tempat yang diduga
dapat memberikan kesempatan bagi suatu kehidupan yang lebih baik di
kota. (Parsudi Suparlan, hlm.36).
6
1. Ciri fisik
e) Warna kulit kusam
f) Rambut kemerahan
g) Kebanyakan berbadan kurus
h) Pakaian tidak terurus
2. Ciri psikis
a) Mobilitas tinggi
b) Acuh tak uacuh
c) Penuh curiga
d) Sangat sensistif berwatak keras
e) Kreative
f) Semangat hidup tinggi
g) Berani tanggung resiko
h) Mandiri
7
D. Pengelompokkan Pada Anak Jalanan
Pembagian anak jalanan menurut UNICEF dibagi menjadi tiga kelompok
antara lain :
1. Street Living Children
Anak - anak yang pergi dari rumah dan meninggalkan orang
tuanya. Anak tersebut hidup sendirian dan memutuskan untuk
tidak berhubungan lagi dengan keluarganya. Biasanya anak - anak
ini sering disebut dengan gelandangan ataupun gembel. Mereka
biasanya tidak mempunyai tempat tinggal maupun pekerjaan tetap.
2. Street Working Children
Disebut juga sebagai pekerja anak di jalan. Mereka menghabiskan
sebagian besar waktu mereka di jalanan untuk bekerja baik di jalan
atau pun di tempat - tempat umum untuk membantu keluarganya.
Sehingga anak - anak ini masih memiliki rumah dan tinggal dengan
orang tua mereka.
3. Children from Street Families
Anak - anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.
Meskipun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang
cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu tempat ke
tempat yang lain dengan segala resikonya.
Menurut penelitian Departemen Sosial, anak jalanan di
kelompokkan dalam empat kategori, yaitu :
1. Anak jalanan yang hidup di jalanan
Anak ini merupakan anak yang kesehariannya dihabiskan
dijalanan bahkan anak dalam kategori ini tidak mempunyai tempat
tinggal untuk dijadikan tempat pulang dan istirahat sehingga
mereka tidur dan istirahat di semua tempat yang menurut mereka
8
layak. Anak dalam kategori ini mempunyai beberapa kriteria antara
lain :
a) Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya.
b) 8 - 10 jam berada di jalanan untuk “bekerja” (mengamen,
mengemis, memulung ), dan sisanya menggelandang/tidur.
c) Tidak lagi sekolah.
d) Rata-rata di bawah umur 14 tahun.
2. Anak jalanan yang bekerja di jalanan
Anak ini adalah anak yang kesehariannya berada dijalanan
untuk mencari nafkah demi bertahan hidup akan tetapi anak ini
bisa dikatakan lebih kreatif dari kategori yang pertama karana anak
ini cenderung lebih mandiri. Anak dalam kategori ini juga
mempunyai beberapa kriteria antara lain sebagai berikut:
a) Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya.
b) 8 - 16 jam barada di jalanan.
c) Mengontrak kamar mandi sendiri, bersama teman, ikut orang
tua / saudara, umumnya di daerah kumuh.
d) Tidak lagi sekolah.
e) Pekerjaan: penjual Koran, pedagang asongan, pencuci bus,
pemulung, penyemir sepatu, dll.
f) Rata-rata berusia di bawah 16 tahun.
3. Anak yang rentan menjadi anak jalanan
Anak ini adalah anak yang sering bergaul dengan temannya
yang hidup dijalanan sehingga anak ini rentan untuk hidup
dijalanan juga. Anak dalam ketegori ini kriterianya adalah sebagai
berikut:
a) Bertemu teratur setiap hari/tinggal dan tidur dengan
keluarganya.
b) 4 - 5 jam kerja di jalanan.
c) Masih bersekolah.
d) Pekerjaan: penjual koran, penyemir, pengamen, dll.
e) Usia rata-rata di bawah 14 tahun.
9
4. Anak jalanan berusia di atas 16 Tahun
Anak jalanan ini adalah anak yang sudah beranjak dewasa yang
kebanyakan mereka sudah menemukan jati dirinya apakah itu
positif atau negatif dan criteria anak ini antara lain sebagai
beriukut:
a) Tidak lagi berhubungan / berhubungan tidak teratur dengan
orang tuanya.
b) 8-24 jam berada di jalanan.
c) Tidur di jalan atau rumah orang tua.
d) Sudah tamat SD atau SLTP, namun tidak bersekolah lagi.
e) Pekerjaan: calo, pencuci bus, menyemir dll.
2. Community based
Community based adalah pendekatan yang melibatkan keluarga
dan masyarakat tempat tinggal anak jalanan. Pemberdayaan keluarga
dan sosialisasi masyarakat, dilaksanakan dengan pendekatan ini yang
bertujuan mencegah anak turun ke jalanan dan mendorong penyediaan
sarana pemenuhan kebutuhan anak. Community based mengarah
10
padaupaya membangkitkan kesadaran, tanggung jawab dan partisipasi
anggota keluarga dan masyarakat dalam mengatasi anak jalanan.
3. Bimbingan social
Metode bimbingan sosial untuk membentuk kembali sikap dan
perilaku anak jalanan sesuai dengan norma, melalui penjelasan dan
pembentukan kembali nilai bagi anak, melalui bimbingan sikap dan
perilaku sehari-hari dan bimbingan kasus untuk mengatasi masalah
kritis.
4. Pemberdayaan
Metode pemberdayaan dilakukan untuk meningkatkan kapasitas
anak jalanan dalam memenuhi kebutuhannya sendiri. Kegiatannya
berupa pendidikan, keterampilan, pemberian modal, alih kerja dan
sebagainya.
Selain itu ada cara lain yang mampu dilakukan oleh pemerintah untuk
mengatasi masalah anak jalanan, yaitu sebagai berikut :
1. Melakukan pembatasan terhadap arus urbanisasi (termasuk arus
masuknya anak-anak) ke Jakarta, dengan cara operasi yustisi,
memperkuat koordinasi dengan daerah asal, pemulangan anak jalanan
ke daerah asal dll.
2. Melakukan identifikasi terhadap akar permasalahan guna
menyelesaikan masalah anak jalanan tersebut dengan menyentuh pada
sumber permasalahannya. Sebagai contoh : banyak diantara anak
jalanan yang menjadi tulang punggung keluarganya. Jika ini yang
terjadi, maka pemerintah tidak bisa hanya melatih, membina atau
mengembalikan si anak ke sekolah. Tapi lebih dari itu, pemerintah
harus melakukan pendekatan dan pemberdayaan ekonomi keluarganya.
3. Mengembalikan anak jalanan ke bangku sekolah.
4. Memberikan perlindungan kepada anak jalanan tanpa terkecuali. UU
nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa
perlindungan anak perlu dilakukan dengan tujuan untuk menjamin
terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
11
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia dan sejahtera.
5. Menciptakan program-program yang responsif terhadap perkembangan
anak, termasuk anak jalanan.
6. Melakukan penegakan hukum terhadap siapa saja yang memanfaatkan
keberadaan anak-anak jalanan.
7. Membangun kesadaran bersama bahwa masalah anak jalanan
sesungguhnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,
masyarakat, keluarga, dan orang tua.
12
G. Pengkajian khusus
a. DEMOGRAFI
1) Di rumah singgah terdapat 60% berjenis kelamin laki – laki dan
40% berjenis kelamin perempuan
2) Tingkat pendidikan rata – rata adalah SLTP .
3) Pekerjaan warga singgah 80% adalah pengamen
4) Tingkat penghasilannya bervariasi mulai per hari 100.000
5) Status ekonomi menengah ke bawah
b. STATIK VITAL
Masalah kesehatan yang terjadi di rumah singgah adalah penyakit
kulit ( scabies ), penyakit system pernapasan ( ISPA).
2) Tanda Vital
a) Kondisi iklim tropis dan saat ini musim hujan
b) Kondisi lingkungan kumuh. Lokasi berdekatan dengan pasar
dan terminal banyak genangan air
3) System Review
Di rumah singgah tidak ada kegiatan kerja bakti rutin pada
warganya namun kerjabakti akan diadakan saat lingkungan terlihat
kotor atau ada keluhan dari masyarakat.
4) Pendidikan
13
a) Ada 2% warga yang buta huruf. Warga yang buta huruf
kebanyakan anak jalanan yang tidak sekolah.
b) Mayoritas berpendidikan sampai SLTP.
c) Tidak terdapat fasilitas pendidikan di rumah singgah
b) Diajak teman
c) Lainnya…………………………….. …………………..
a) Ya b) Tidak
14
a) Pernah b) Tidak pernah
a) Ya. b) Tidak
a) Ya b) Tidak pernah
12) Apakah ada saudara atau keluarga anda yang juga menjadi anak
jalanan?
a) Tidak sekolah
b) Sekolah Dasar (SD)
c) Lainnya …..…..………. ……………………………….
15
14) Apa pendidikan terakhir ibu anda?
a) Tidak sekolah
a) Tidak sekolah
a) Kuli
b) Pengamen
c) Lainnya ……………….
18) Apakah pekerjaan dari ibu anda?
a) Ibu rumahtangga
b) Tukang cuci
a) Pengamen
b) Semir sepatu
c) Lainnya ………………………………………………… ….
16
20) Apa yang memotivasi anda dalam melakukan pekerjaan tersebut?
b) Membantu keluarga
23) Berapa penghasilan dalam sehari dari pekerjaan yang anda jalani?
…………………………………………………
24) Apakah uang hasil dari bekerja itu utuh untuk diri sendiri, atau
masih harus di bagi/disetor?
a) Untuk diri sendiri b) Dibagi/setor
a) Makan
b) Ditabung
a) 3-4 kali/bulan
b) 1-2 kali/bulan
c) 1 kali/bulan
d) Tidak pernah.
17
28) Apakah anda tau tentang seks bebas?
a) Ya b) Tidak
a) Teman
18
34) Dalam bentuk apa seks yang anda lakukan pertamakali?
a) Berciuman d) Sodomi
c) Berhubungan badan
a) Teman/Pacar
b) Saudara
c) Lainnya ………………….
a) Takut c) Bingung
e) Lainnya ………………….
a) Ya b) Tidak
19
a) Ya b) Tidak
42) Apakah saat berhubungan seks anda dibayar oleh pasangan anda?
a) Teman/Pacar
b) Paedofil
c) Lainnya ……………………
a) Ya b) Tidak
b) Pengaruh teman
20
c) Perlindungan
d) Refresing/kesenangan
a) Ya b) Tidak
a) Sebuah rumah
b) Di gang sepi
c) Lainnya …….……………..
a) Ya b) Tidak
52) Orangtua mengetahui atau tidak jika anda melakukan seks bebas?
a) Ya b) Tidak
b. Mendukung
c. Biasa saja
d. Lainnya …………………………..
21
54) Pernahakah dalam hubungan seks bebas anda memaksa pasangan?
55) Pernahkah anda hamil atau menghamili teman kencan anda karena
seks bebas?
22
ANALISIS DATA KOMUNITAS
23
Statistik Vital 20% warga rumah singgah Prevalensi kejadian
terkena skabies scabies tinggi
Wabah skabies selalu
datang saat musim hujan
maupun pergantian musim
Kesenjangan data : diperlukan data sebelumnya untuk menentukan
apakah data statistic vital meningkatkan terjadinya scabies di rumah
singgah
System Review Tidak ada kegiatan kerja PHBS rendah
bakti rutin oleh warga
rumah singgah
Pendidikan Ada 2% warga yang buta huruf. Warga yang buta huruf
kebanyakan anak jalanan yang tidak sekolah.
Mayoritas berpendidikan sampai SLTP.
Tidak terdapat fasilitas pendidikan di rumah singgah
24
RUMUSAN DIAGNOSA
1. Tingginya angka kejadian skabies di wilayah rumah singgah, berhubungan dengan prevalensi kejadian scabies tinggi, ada media,
kelembaban lingkungan tinggi, dan lingkungan kurang sehat dimanifestasikan oleh 50% warga terkena skabies, wabah skabies selalu
datang saat musim hujan maupun pergantian musim, lingkungan perumahan dekat dengan pasar, banyak terdapat genangan air di
sekitar rumah, lingkungan sekitar rumah warga basah dan lembab saat musim penghujan.
25
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN KOMUNITAS
Ket :
A : ResikoTerjadi C : Potensial untuk pendkes E : Kemungkinan diatasi G : Tempat I : Dana K : Sumber daya
B : Resiko Keparahan D : Minat Masyarakat F : Sesuai dengan program pemerintah H : Waktu J : Fasilitas kesehatan
26
FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
27
rumah warga skabies - Tanda
basah dan lembab
- Tanda dan
saat musim
penghujan. dan gejala
gejala skabies
skabies - Pencega
- Pencega han
han skabies
skabies
28
DOKUMENTASI IMPLENTASI DAN EVALUASI
O:
Masyarakat terlihat antusias
mengikuti penyuluhan
tentang skabies
Masyarakat dapat
mengetahui tentang
pengertian, penyebab,
penularan, tanda dan
gejala, serta pencegahan
skabies
A : Kurangnya pengetahuan
tentang skabies teratasi sebagian
P :Lakukan pemantauan
kebersihan lingkungan rumah
simggah.
29
2 13 April Evaluasi S :
10.00 WIB penyuluhan Masyarakat mengatakan
bahwa hari minggu, tanggal
11 April melakukan kerja
bakti,
Masyarakat mengatakan
sudah membuat jadwal
kerja bakti 2 minggu sekali,
setiap hari minggu pagi.
Masyarakat mengatakan
sedang merencanakan
pengasapan pada rumah
singgah
O:
Tidak ditemukan genangan
air di sekitar pemukiman
penduduk.
Lingkungan rumah
penduduk terlihat lebih
bersih.
A:
Tingginya angka kejadian
skabies teratasi sebagian
P:
Pemantauan kebersihan
lingkungan rumah singgah
30
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diagnosa keperawatan komunitas yang bias ditegakkan pada asuhan keperawatan
komunitas anak jalanan dengan skabies adalah tingginya angka kejadian skabies di wilayah
rumah singgah, berhubungan dengan prevalensi kejadian scabies tinggi, ada media,
kelembaban lingkungan tinggi, dan lingkungan kurang sehat dimanifestasikan oleh 50%
warga terkena skabies, wabah skabies selalu datang saat musim hujan maupun pergantian
musim, lingkungan perumahan dekat dengan pasar, banyak terdapat genangan air di sekitar
rumah, lingkungan sekitar rumah warga basah dan lembab saat musim penghujan.
B. Saran
1. Diharapkan setiap kepala keluarga dan masyarakat dapat menjaga kebersihan tubuh dan
lingkungan untuk menghindari penyakit skabies
2. Memberikan pendidkan kesehatan kepada masyarakat tentang skabies, cara memelihara
lingkungan rumah agar tidak timbul penyakit skabies dan cara mencegah penularan
skabies.
31
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Sosial RI (2005), Petunjuk Teknis Pelayanan Sosial Anak Jalanan, Jakarta,
Departemen Sosial Republik Indonesia.
Suyanto, Bagong (2016), Masakah Sosial Anak, Jakarta, Prenadamedia Group.
32