Vous êtes sur la page 1sur 17

askep trauma tumpul abdomen

Definisi
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus &
Workman, 2006).

Etiologi dan faktor resiko


Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma
tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol
merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau
benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan
kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga
diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ
internal diabdomen.
Trauma merupakan penyebab tertinggi kematian pada orang dewasa yang berusia dibawah 40
tahun dan menduduki peringkat ke 5 penyebab kematian pada semua orang dewasa.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :

1. Paksaan /benda tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada
abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan
bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk
pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.

1. Trauma tembus

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada
abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.
Organ pada abdomen yang terkena kerusakan terbagi atas dua (Swearingen & Kose, 1999), yaitu
:

1. Organ Padat / solid yaitu : hati, limpa dan pancreas


2. Organ berlubang (hollow) yaitu : lambung, usus dan kandung kemih

Patofisiologi
Trauma tumpul pada abdomen disebabkan oleh pengguntingan, penghancuran atau kuatnya
tekanan yang menyebabkan rupture pada usus atau struktur abdomen yang lain.
Luka tembak dapat menyebabkan kerusakan pada setiap struktur didalam abdomen. Tembakan
menyebabkan perforasi pada perut atau usus yang menyebabkan peritonitis dan sepsis.
Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen adalah :

1. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan pada jaringan, kehilangan


darah dan shock.
2. Perubahan metabolic dimediasi oleh CNS dan system makroendokrin, mikroendokrin.
3. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan dengan perdarahan massif dan
transfuse multiple
4. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi saluran pencernaan
dan bakteri ke peritoneum
5. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan integritas rongga
saluran pencernaan.

Limpa :
Merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang diakibatkan oleh trauma tumpul.
Sering terjadi hemoragi atau perdarahan masif yang berasal dari limpa yang ruptur sehingga
semua upaya dilakukan untuk memperbaiki kerusakan di limpa.

Liver :
Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang
diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali kerusakan disebabkan oleh trauma tumpul. Hal
utama yang dilakukan apabila terjadi perlukaan dihati yaitu mengontrol perdarahan dan
mendrainase cairan empedu.

Esofagus bawah dan lambung :


Kadang-kadang perlukaan esofagus bawah disebabkan oleh luka tembus. Karena lambung
fleksibel dan letaknya yang mudah berpindah, sehingga perlukaan jarang disebabkan oleh trauma
tumpul tapi sering disebabkan oleh luka tembus langsung.

Pankreas dan duodenum :


Walaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi. Tetapi trauma pada abdomen
yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi disebkan oleh perlukaan di pankreas dan
duodenum, hal ini disebabkan karena letaknya yang sulit terdeteksi apabila terjadi kerusakan.

Tanda dan gejala


1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang
luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Yang disebabkan oleh nyeri dibahu adalah :
1. Kehr’s sign
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam
posisi rekumben
2. Mual dan muntah
3. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi
Pemeriksaan diagnostik
l. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus.
Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm
tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau
perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pads hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat
duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih
belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
6. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat
amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi
(gold standard).
Indikasi untuk melakukan DPL sbb.:
• Nyeri Abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
• Trauma pada bagian bawah dari dada
• Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
• Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,alkohol, cedera otak)
• Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
• Patah tulang pelvis
Kontra indikasi relatif melakukan DPL sbb.:
• Hamil
• Pernah operasi abdominal
• Operator tidak berpengalaman
• Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Bereuna sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan
adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
Pemeriksaan khusus
A) Abdominal paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan
dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari
rongga peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit,
merupakan indikasi untuk laparotomi.
B) Pemeriksaan laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.
C) Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.

Penatalaksanaan Medis
l. Abdominal paracentesis à menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium,
merupakan indikasi untuk laparotomi
2. Pemeriksaan laparoskopi à mengetahui secara langsung peneyebab akut abdomen
3. Pemasangan NGT à memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen
4. Pemberian antibiotik à mencegah infeksi
5. Laparotomi
Sebelum operasi à pemasangan NGT, pemasangan dauer-katheter, pemberian antibiotik,
pemasangan

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian :
Pengkajian awal yang perlu ditanyakan pada klien adalah :

1. Sejauh mana klien terjatuh?


2. apa yang menyebabkan klien terjatuh?
3. Dimana klien jatuh?
4. Dimana nyeri yang dirasakan?
5. Apakah klien kehilangan kesadaran ?

Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut
2. Reriko Injury
3. Resiko infeksi
4. Cemas

Referensi :
Black, Joyce M. 1997. Medical Surgical Nursing fifth edition : clinical managemen for
continuity of care. Philadelfia : WB. Saunders company
Ignativicus, Donna D ; Workman. 2006. Medical Surgical Nursing Critical Thinking for
Collaborative Care. USA : Elsevier Saunders
Soewandi, S. Akut Abdomen Pada Alat Pencernaan orang dewasa. Diambil dari :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_AkutAbdomenpadaAlatPencernaanOrangDewasa.pdf/1
1_AkutAbdomenpadaAlatPencernaanOrangDewasa.html.

Trauma terhadap thoraks terdiri atas trauma tajam dan trauma tumpul.

Pada trauma tajam, terdapat luka pada jaringan kutis dan subkutis, mungkin lebih mencapai jaringan
otot ataupun lebih dalam lagi hingga melukai pleura parietalis atau perikardium parietalis. Dapat juga
menembus lebih dalam lagi, sehingga merusak jaringan paru, menembus dinding jantung atau
pembuluh darah besar di mediastinum.

Trauma tajam yang menembus pleura parietalis akan menyebabkan kolaps paru, akibat masuknya udara
atmosfer luar kedalam rongga paru. Bila pleura viseralispun tertembus, kemungkinan trauma tajam
terhadap jaringan paru sangat besar, sehingga selain terjadi penurunan ventilasi akibat hubungan
pendek bronkho – udara luar melalui luka tajam, mungkin terjadi pula Hemoptoe massif dengan akibat –
akibatnya.

Trauma tajam yang melukai perikardium parietalis dapat menimbulkan tamponade jantung dengan
tertimbunya darah dalam rongga pericardium, yang akan mampu meredam aktivitas Diastolik jantung.
Eksanguinasi akibat tembusnya dinding jantung atau pembuluh darah besar di mediasternum, mampu
menimbulkan henti jantung dalam waktu 2 – 5 menit, tergantung derajat perdarahannya.

Satu jenis lain dari trauma tajam, yaitu trauma tertembus peluru. Fatalitas akibat trauma peluru ini lebih
besar dari jenis trauma tajam lainnya, karena faktor kerusakan jaringan yang lebih besar akibat rotasi
berkecepatan tinggi dari pleura, berakibat luka tembus keluar yang relatif lebih besar dari luka tembus
masuk.

Trauma tumpul toraks, bila kekuatan trauma tidak cukup besar, hanya akan menimbulkan desakan
terhadap kerangka dada, yang karena kelenturannya akan mengambil bentuk semula bila desakan
hilang. Trauma tumpul demikian, secara tampak dari luar mungkin tidak memberi gambaran kelainan
fisik, namun mampu menimbulkan kontusi terhadap otot kerangka dada, yang dapat menyebabkan
perdarahan in situ dan pembentukan hematoma inter atau intra otot, yang kadang kala cukup luas,
sehingga berakibat nyeri pada respirasi dan pasien tampak seperti mengalami dispnea.

Trauma tumpul dengan kekuatan cukup besar, mampu menimbulkan patah tulang iga, mungkin hanya
satu iga, dapat pula beberapa iga sekaligus, dapat hanya satu lokasi fraktur pada setiap iga, dapat pula
terjadi patahan multiple, mungkin hanya melibatkan iga sisi unilateral, mungkin pula berakibat bilateral.

Trauma tumpul jarang menimbulkan kerusakan jaringan jantung, kecuali bila terjadi trauma dengan
kekuatan cukup besar dari arah depan, misalnya : akibat dorongan kemudi atau setir mobil yang
mendesak dada akibat penghentian mendadak mobil berkecepatan sangat tinggi yang menabrak
kendaraan atau bangunan didepannya. Desakan setir mobil tersebut mampu menimbulkan tamponade
jantung, akibat perdarahan rongga pericardium ataupun hematoma dinding jantung yang akan
meredam gerakan sistolik dan diastolik.

Dorongan atau pukulan tumpul terhadap dinding kerangka dada yang demikian kuatnya, sehingga
melebihi kekuatan kelenturan iga, dapat menimbulkan fraktur iga dan ujung fragmen fraktur dapat
merusak pleura parietalis ataupun bahkan pleura viseralis dan jaringan paru. Setelah trauma hilang,
fragmen iga yang fraktur tersebut akan kembali kepada kedudukan semula akibat kelenturannya, dan
akibat kelengkungan bentuk iga yang menggembung kearah keluar kerangka, serta pengikatan antar iga
oleh otot inter-oseus/otot intekostalis.

Keadaan tersebut diatas, meskipun secara morfologis hanya di dapat fraktur sederhana dan tertutup
dari iga dalam kedudukan baik, namun mampu menimbulkan hematotoraks atau pneumotoraks, bahkan
tidak tertutup kemungkinan terjadi “Tension Pneumotorax”, karena terjadi keadaan dimana alveoli
terbuka, pleura viseralis dengan luka yang berfungsi “Pentil” dan luka pleura parietalis yang menutup
akibat desakan udara yang makin meningkat di rongga pleura. Tension pneumotoraks selanjutnya akan
mendesak paru unilateral, sehingga terjadi penurunan ventilasi antara 15 – 20 %.

Bila desakan berlanjut, terjadi penggeseran mediastinum kearah kontralateral dan selanjutnya bahkan
akan mendesak paru kontralateral yang berakibat sangat menurunnya kapasitas ventilasi.

Kerusakan jaringan paru dengan terbukannya alveoli, memungkinkan terjadinya emfisem subkutis,
akibat penyebaran udara yang keluar dari alveoli dan menyusup masuk kedalam jaringan interstisial
paru menuju mediastinum, dan selanjutnya menyebar melalui media subkutis. Emfisema subkutis ini
dapat menyebar secara umum keseluruh permukaan tubuh dan sangat kentara dengan
“Penggelembungan” skrotum atau labiya mayora.

PENGERTIAN
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang
mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati,
pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh
darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia,
13 Juli 200)

ETIOLOGI / FAKTOR PENYEBAB


Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.

ANATOMI DAN FISIOLOGI


Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari atas diafragma
sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian – abdomen yang
sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah
bawah dab kecil.
Batasan – batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di bawah, pintu masuk panggul dari panggul
besar. Di depan dan kedua sisi, otot – otot abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga – iga sebelah
bawah. Di belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.
Isi Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan usus
besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi lambung dan
bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang
lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada
diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta
abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak
didalam abdomen.
Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga dijumpai dalam
rongga ini.

PATHOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas,
penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma
merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan
tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk)
untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari
jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari
permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan
viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada
keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya
walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan
tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan
dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya
trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera
organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar seperti
benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya
ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur
tulang dinding thoraks.
Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ dan
pedikel vaskuler.
DAMPAK MASALAH TERHADAP KLIEN
Setiap musibah yang dihadapi seseorang akan selalu menimbulkan dampak masalah baik bio -
psiko- social-spiritual yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perubahan pola kehidupan.
Dampak dari pre operasi :
Dampak pada fisik :
Pola Pernapasan :
Keadaan ventilasi pernapasan terganggu jika terdapat gangguan / instabilitasi cardiovaskuler,
respirasi dan kelainan – kelainan neurologis akibat multiple trauma.
Penyebab yang lain adalah perdarahan didalam rongga abdominal yang menyebabkan distended
sehingga menekan diafragma yang akan mempengaruhi ekspansi rongga thoraks.
Pada sirkulasi
Perdarahan dalam rongga abdomen karena cidera dari oragan – organ abdominal yang padat
maupun berongga atau terputusnya pembuluh darah, sehingga tubuh kehilangan darah dalam
waktu singkat yang mengakibatkan shock hipovolemik dimana sisa darah tidak cukup mengisi
rongga pembuluh darah.
Perubahan perfusi jaringan
Penurunan perfusi jaringan disebabkan karena suplai darah yang dipompakan jantung ke seluruh
tubuh berkurang / tidak mencukupi kesesuaian kebutuhan akibat dari shock hipovolemic.
Penurunan Volume cairan tubuh.
Perdarahan akut akan mempengaruhi keseimbangan cairan di dalam tubuh, dimana cairan intra
celluler (ICF), Extracelluler (ECF) diantaranya adalah cairan yang berada di dalam pembuluh
darah (IV) dan cairan yang berada di dalam jaringan di antara sel - sel (ISF) akan mengalami
defisit atau hipovolemia.
Kerusakan Integritas kulit.
Trauma benda tumpul dan tajam akan menimbulkan kerusakan dan terputusnya jaringan kulit
atau yang dibagian dalamnya diantaranya pembuluh darah, persyarafan dan otot didaerah trauma.
Dampak Psikologis :
Perasaan cemas dan takut akan menyelimuti diri pasien, hal ini disebabkan karena musibah yang
dialaminya dan kurangnya informasi tentang tindakan pengobatan dengan jalan pembedahan /
operasi.
Dampak Sosial :
Mengingat dana yang dibutuhkan untuk tindakan pembedahan tidak sedikit dan harga obat –
obatan yang cukup tinggi, hal ini akan mempengaruhi kondisi ekonomi dan membutuhkan waktu
yang amat segera (sempit)

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip – prinsip Penanggulangan
Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas A (Airway), B (Breathing), C
(Circulation). Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap sebagai dari multi trauma dan
dalam pengkajiannya tidak terpaku pada abdomennya saja.
Anamnesa
Biodata
Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan sakit.
Hal spesifik dengan penyebab dari traumanya.
Riwayat penyakit sekarang (Trauma)
Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau peluru.
Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya saat jatuh.
Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.
Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada quadran mana yang
dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.
Riwayat Penyakit yang lalu
Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan jiwa.
Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetesmellitus dan gangguan faal hemostasis.
Riwayat psikososial spiritual
Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami.
Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental.
Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-suicide).
Pemeriksaan Fisik
Sistim Pernapasan
Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada dada serta jalan napasnya.
Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan tertinggal.
Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
1.2.2 Sistim cardivaskuler (B2 = blead)
Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah abdominal dan adakah
anemis.
Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana suara detak jantung
menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung paradoks.
Sistim Neurologis (B3 = Brain)
Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala.
Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak
Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
Sistim Gatrointestinal (B4 = bowel)
Pada inspeksi :
Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.
Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam cavum abdomen.
Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.
Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa, kemungkinan adanya abdomen iritasi.
Pada palpasi :
Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
Pada perkusi :
Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
Kemungkinan – kemungkinan adanya cairan / udara bebas dalam cavum abdomen.
Pada Auskultasi :
Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau menghilang.
Pada rectal toucher :
Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung tangan.
Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum.
Sistim Urologi ( B5 = bladder)
Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah distensi pada daerah vesica
urinaria serta bagaimana produksi urine dan warnanya.
Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya distensi.
Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
Sistim Tulang dan Otot ( B6 = Bone )
Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah pelvis.
Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.
Pemeriksaan Penunjang :
Radiologi :
Foto BOF (Buick Oversic Foto)
Bila perlu thoraks foto.
USG (Ultrasonografi)
Laboratorium :
Darah lengkap dan sample darah (untuk transfusi)
Disini terpenting Hb serial ½ jam sekali sebanyak 3 kali.
Urine lengkap (terutama ery dalam urine)
Elektro Kardiogram
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien usia lebih 40 tahun.
Diagnosa Keperawatan
Adapun masalah perawatan yang actual maupun potensial pada penderita pre operatis trauma
tumpul abdomen adalah sebagai berikut :
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan terputusnya pembuluh darah arteri /
vena suatu jaringan (organ abdomen) yang ditandai dengan adanya perdarahan, jejas atau luka
dan distensi abdomen.
Perubahan perfusi jaringan sehubngan dengan hypovolemia, penurunan suplai darah ke seluruh tubuh
yang ditandai dengan suhu kulit bagian akral dingin, capillary refill lebih dari 3 detik dan
produksi urine kurang dari 30 ml/jam.
Nyeri sehubungan dengan rusaknya jaringan lunak / organ abdomen yang ditandai dengan pasien
menyatakan sakit bila perutnya ditekan, nampak menyeringai kesakitan.
Cemas sehubungan dengan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan yang ditandai dengan pasien
menyatakan kekhawatirannya terhadap pembedahan, ekspresi wajah tegang dan gelisah.
Kurangnya pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilakukan sehubungan dengan kurangnya
informasi / informasi inadquat yang itandai dengan pasien bertanya tentang dampak dari musibah
yang dialami dan akibat dari pembedahan.

Perencanaan
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan terputusnya pembuluh darah arteri
/ vena suatu jaringan (organ abdomen) yang ditandai dengan adanya perdarahan, jejas atau luka
dan distensi abdomen.
Tujuan :
Keseimbangan cairan tubuh teratasi.
Sirkulasi dinamik (perdarahan) dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
Cairan yang keluar seimbang , tidak didapat gejala – gejala dehidrasi.
Perdarahan yang keluar dapat berhenti, tidak didapat anemis, Hb diatas 80 gr %
Tanda vital dalam batas normal.
Perkusi : Tidak didapatkan distensi abdomen.
Rencana Tindakan :
Kaji tentang cairan perdarahan yang keluar adakah gambaran klinik hipovolemic
Jelaskan tentang sebab – akibat dari kekurangan cairan / perdarahan serta tindakan yang akan kita
lakukan.
Observasi gejala – gejala vital, suhu, nadi, tensi, respirasi dan kesadaran pasien setiap 15 menit atau
30 menit.
Batasi pergerakan yang tidak berguna dan menambah perdarahan yang keluar.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pelaksanaan :
Pemberian cairan infus (RL) sesuai dengan kondisi.
Menghentikan perdarahan bila didapat trauma tajam dengan jalan didrug (ditekan) atau diklem /
ligasi.
Pemasangan magslang dan katheter + uro – bag.
Pemberian transfusi bila Hb kurang dari 8 gr %.
Pemasangan lingkar abdomen.
Pemeriksaan EKG.
Kolaborasi dengan tim radiology dalam pemeriksaan (BOF) dan foto thoraks.
Kolaborasi dengan tim analis dalam pemeriksaan (DL : darah lengkap) (Hb serial) dan urine
lengkap.
Monitoring setiap tindakan perawatan / medis yang dilakukan serta catat dilembar observasi.
Monitoring cairan yang masuk dan keluar serta perdarahan yang keluar dan catat dilembar observasi.
Motivasi kepada klien dan keluarga tentang tindakan perawatan / medis selanjutnya.
Perubahan perfusi jaringan sehubungan dengan hypovolemia, penurunan suplai darah ke seluruh
tubuh yang ditandai dengan suhu kulit bagian akral dingin, capillary refill lebih dari 3 detik dan
produksi urine kurang dari 30 ml/jam.
Tujuan :
Tidak terjadi / mempertahankan perfusi jaringan dalam kondisi normal.
Kriteria hasil :
Status haemodinamik dalam kondisi normal dan stabil.
Suhu dan warna kulit bagian akral hangat dan kemerahan.
Capillary reffil kurang dari 3 detik.
Produksi urine lebih dari 30 ml/jam.
Rencana Tindakan
Kaji dan monitoring kondisi pasien termasuk Airway, Breathing dan Circulation serta kontrol
adanya perdarahan.
Lakukan pemeriksaan Glasgow Coma scale (GCS) dan pupil.
Observasi tanda – tanda vital setiap 15 menit.
Lakukan pemeriksaan Capillary reffil, warna kulit dan kehangatan bagian akral.
Kolaborasi dalam pemberian cairan infus.
Monitoring input dan out put terutama produksi urine.
Nyeri sehubungan dengan rusaknya jaringan lunak / organ abdomen yang ditandai dengan pasien
menyatakan sakit bila perutnya ditekan, nampak menyeringai kesakitan.
Tujuan :
Rasa nyeri yang dialami klien berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
Klien mengatakan nyerinya berkurang atau hilang.
Klien nampak tidak menyeringai kesakitan.
Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
Kaji tentang kualitas, intensitas dan penyebaran nyeri.
Beri penjelasan tentang sebab dan akibat nyeri, serta jelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan.
Berikan posisi pasien yang nyaman dan hindari pergerakan yang dapat menimbulkan rangsangan
nyeri.
Berikan tekhnik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri dengan jalan tarik napas panjang dan
dikeluarkan secara perlahan – lahan.
Observasi tanda – tanda vital, suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgesik bilamana dibutuhkan, (lihat penyebab
utama)
Cemas sehubungan dengan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan yang ditandai dengan
pasien menyatakan kekhawatirannya terhadap pembedahan, ekspresi wajah tegang dan gelisah.
Tujuan :
Kecemasan dapat diatasi.
Kriteria hasil :
Klien mengatakan tidak cemas.
Ekspresi wajah klien tampak tenang dan tidak gelisah.
Klien dapat menggunakan koping mekanisme yang efektif secara fisik – psiko untuk mengurangi
kecemasan.
Rencana Tindakan :
Indetifikasi tingkat kecemasan dan persepsi klien seperti takut dan cemas serta rasa
kekhawatirannya.
Kaji tingkat pengetahuan klien terhadap musibah yang dihadapi dan pengobatan pembedahan yang
akan dilakukan.
Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
Berikan perhatian dan menjawab semua pertanyaan klien untuk membantu mengungkapkan
perasaannya.
Observasi tanda – tanda kecemasan baik verbal dan non verbal.
Berikan penjelasan setiap tindakan persiapan pembedahan sesuai dengan prosedur.
Berikan dorongan moral dan sentuhan therapeutic.
Berikan penjelasan dengan menggunakan bahasa yang sederhana tentang pengobatan pembedahan
dan tujuan tindakan tersebut kepada klien beserta keluarga.
Kurangnya pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilakukan sehubungan dengan kurangnya
informasi tentang sebab dan akibat dari trauma serta dampak dari pembedahan yang ditandai
dengan pasien / keluarga sering bertanya dari petugas yang satu ke petugas yang lain, klien /
keluarga nampak belum kooperatif.
Tujuan :
Klien / keluarga mengerti dan memahami tentang tindakan pembedahan yang akan dilakukan.
Kriteria hasil :
Klien / keluarga memahami prosedur dan tindakan yang akan dilakukan.
Klien kooperatif setiap tindakan yang terkait dengan persiapan pembedahan.
Rencana Tindakan :
Kaji tingkat pengetahuan klien / keluarga.
Jelaskan secara sederhana tentang pengobatan yang dilakukan dengan jalan pembedahan.
Diskusikan tentang hal – hal yang berhubungan dengan prosedur pembedahan dan proses
penyembuhan.
Berikan perhatian dan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
Anjurkan klien untuk berpartisipasi selama dalam perawatan.
Lakukan check list untuk persiapan pre operasi antara lain informed consent, alat/obat dan persiapan
darah untuk transfusi.

Pelaksanaan Perawatan
Dalam pelaksanaan sesuai dengan rencana perawatan dengan modifikasi sesuai dengan kondisi
pasien dan kondisi ruangan dan asuhan perawatan yang telah dilakukan di tulis pada lembar
catata perawatan sesuai dengan tanggal, jam, serta tanda tangan, nama yang melakukan.

Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana perawatan dilakukan serta ssat pasien pindah
dari IRD, sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan criteria keberhasilan pada tujuan
rencana perawatan. Dengan demikian evaluasi dapat dilakukan sesuai dengan criteria / sasaran
secara rinci di tulis pada lembar catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R (data
Subyek, Obyek, Assesment, Implemetasi, Evaluasi dan Revisi.). Dari catatan perkembangan ini
seorang perawat dapat mengetahui beberapa hal antara lain :
Apakah datanya sudah relevan dengan kondisi saat ini.
Apakah ada data tambahan selama melaksanakan intervensi (perencanaan perawatan).
Adakah tujuan perencanaan yang belum tercapai.
Tujuan perencanaan perawatan manakah yang belum tercapai.
Apakah perlu adanya perubahan dalam perencanaan perawatan.

Traksi dalam Orthopedi.

Traksi mempunyai peran penting dalam tatalaksana orthopedi. Traksi dapat digunakan untuk
mereposisi fraktur dan dapat digunakan untuk mempertahankan posisi frkatur
(retaining/imobilisasi). Tujuan traksi yaitu mempertahankan panjang suatu ekstrimitas,
mempertahankan kesegarisan (alignment) maupun keseimbangan (stability) pada fraktur.

Dengan pemasangan traksi gerakan suatu sendi dimungkinkan dengan sekaligus tetap
mempertahankan kesegarisan fragmen-fragmen tulang. Dengan traksi spastisitas otot yang
disebabkan penyakit pada tulang dan sendi dapat direlaksasi. Dengan traksi tungkai yang
mengalami pembengkakan dapat ditinggikan sehingga mengurangi pembengkakan.

Jenis-jenis traksi yaitu :

Traksi kulit (Skin traction) :


Traksi yang dilakukan dengan melakukan tarikan pada fragmen fraktur melalui kulit. Traksi kulit
biasanya digunakan sebagai terapi sementara (temporary splint) karena keterbatasan pembebanan
atau daya tarikan (maksimal beban 6 kg) dan usia traksinya tidak tahan lama (biasanya traksi
kulit harus diganti maksimal 2 minggu). Namun traksi kulit juga dapat digunakan sebagai terapi
definitif, misalnya pada terapi fraktur femur pada anak usia 5 tahun dengan Bryant traction
(gambar pertama), atau pada usia di atas 5 tahun dengan Hamilton-Russell traction (gambar ke-
2). Komplikasi traksi kulit meliputi : kerusakan pada kulit (bulae) dan cedera saraf tepi (cedera
nervus peroneus).
Traksi tulang (Bone traction) :
Traksi yang dilakukan dengan melakukan tarikan pada fragmen fraktur melalui tulang
(memasang steimann pin pada tulang). Traksi tulang dapat digunakan sebagai terapi definitif.
Contoh traksi tulang definitif yaitu Balance Skeletal Traction pada fraktur femur (gambar ke-3).
Komplikasi yang sering timbul pada traksi tulang adalah : infeksi pada pin (pin tract infection)
dan pin yang kendur (pin loosening). Sedangkan komplikasi lainnya yang dapat terjadi adalah
komplikasi umum terapi konservatif pada fraktur yaitu yang lebi dikenal sebagai fracture disease
terdiri dari : kekuatan sendi (joint stiffness), osteoporosis (disuse osteoporosis) dan atropi otot.

Vous aimerez peut-être aussi