Vous êtes sur la page 1sur 29

Laporan Kasus IGD

Appendicitis Akut

Oleh:

dr. Muhammad Alif Rio Yudhatama

Pembimbing:

dr. Novieka Dessy M

RS Bhayangkara Hoegeng Imam Santoso Banjarmasin

Program Internship Dokter Indonesia

Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan

2019

1
Kasus 2

Topik : Appendicitis

Tanggal Kasus : 2019

Presenter : dr. Muhammad Alif Rio Yudhatama

Tanggal Presentasi : 4 Mei 2019

Pendamping : dr. Novieka Dessy M

Tempat Presentasi : RS Bhayangkara Hoegeng Imam Santoso Banjarmasin

Objektif Presentasi : Keterampilan, Diagnostik, Tatalaksana awal

Deskripsi :

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah secara

tiba-tiba sejak 1 hari yang lalu yang dirasakan memberat beberapa

jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-

tusuk dan memberat apabila perut ditekan atau saat pasien

bergerak. Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati yang disertai mual,

muntah sebanyak 5 kali, BAB cair (-), demam (+) dan nafsu

makan menurun. BAK tidak ada keluhan. Pasien tidak ada

menderita penyakit kronis, alergi obat dan makanan disangkal.

Riwayat kencing berpasir/batu disangkal.

Tujuan :

Diagnosis dan tatalaksana awal

Bahan Bahasan : Kasus

Cara Membahas : Diskusi

2
Data Pasien : Nama Pasien : Tn. R

Umur : 24 tahun

Data untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis

Appendicitis Akut

2. Riwayat Kesehatan/Penyakit

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah secara tiba-tiba sejak 1 hari

yang lalu yang dirasakan memberat beberapa jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri

dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan memberat apabila perut ditekan atau saat pasien

bergerak. Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati yang disertai mual, muntah sebanyak 5 kali,

BAB cair (-), demam (+) dan nafsu makan menurun. BAK tidak ada keluhan. Pasien tidak

ada menderita penyakit kronis, alergi obat dan makanan disangkal. Riwayat kencing

berpasir/batu disangkal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi (-) Riwayat Diabetes (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi (-) Riwayat Diabetes (-)

5. Lain-lain :

a. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : tampak sakit sedang,

Kesadaran : kompos mentis

TD: 120/80 mmHg HR : 88x/menit, Suhu: 38,7 RR: 22x/menit

SaO2 99%

3
Kulit : Ikterik (-) anemis (-)

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Hidung : hiperemis (-/-), secret (-/-)

Mulut : mukosa basah (+)

Thorax :

Jantung : S1-S2 tunggal, Bising (-)

Paru : suara nafas bronkovesikuler (-/-) Retraksi(-/-) wheezing (-/-) rhonki (-/-)

Abdomen : supel, hepar/lien tidak teraba, defans muscular (-), timpani, bising

usus(+) normal, nyeri tekan (+) epigastric dan nyeri pada titik mc. Burney’s

(+), nyeri lepas tekan/blumberg sign (+), psoas sign (+), hepar dan lien

tidak teraba

Ekstremitas : edema -/-, CRT < 2”, akral hangat

Hasil Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 12.1 13.0-18,0

Hematokrit 42.7 40-50

Leukosit 14.400 4.0-10.0ribu

Trombosit 257.000 150-450

Basofil 0 0-1

Eosinofil 1 1-3

Stab 1 2-6

Segmen 81 50-70

4
Limfosit 27 20-40

Monosit 3 2-8

Hasil Pembelajaran

1. Diagnosis Kerja

Appendisitis Akut

DD: - Batu ureter kanan

2. Subyektif

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah secara tiba-tiba sejak 1 hari

yang lalu yang dirasakan memberat beberapa jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri

dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan memberat apabila perut ditekan atau saat pasien

bergerak. Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati yang disertai mual, muntah sebanyak 5

kali, BAB cair (-), demam (+) dan nafsu makan menurun. BAK tidak ada keluhan.

Pasien tidak ada menderita penyakit kronis, alergi obat dan makanan disangkal.

Riwayat kencing berpasir/batu disangkal. Nyeri tekan (+) epigastric dan nyeri pada

titik mc. Burney’s (+), nyeri lepas tekan/blumberg sign (+), psoas sign (+),

Peningkatan Leukosit 14.400, shift to the left. Alvarado score 9

3. Objektif / Dasar Diagnosis (1-3)

Diagnosis klinis appendicitis berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

5
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah secara tiba-tiba sejak 1 hari

yang lalu yang dirasakan memberat beberapa jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri

dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan memberat apabila perut ditekan atau saat pasien

bergerak. Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati yang disertai mual, muntah sebanyak 5

kali, BAB cair (-), demam (+) dan nafsu makan menurun. BAK tidak ada keluhan.

Pasien tidak ada menderita penyakit kronis, alergi obat dan makanan disangkal.

Riwayat kencing berpasir/batu disangkal. Nyeri tekan (+) epigastric dan nyeri pada

titik mc. Burney’s (+), nyeri lepas tekan/blumberg sign (+), psoas sign (+),

Peningkatan Leukosit 14.400 shift to the left. Alvarado score 9.

Apendiks merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan
Kolon asendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan apendiks terlihat pada
minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya apendiks berada
pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica
ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir
pada kuadran kanan bawah perut. Apendiks selalu berhubungan dengan Taenia caecalis.
Oleh karena itu, lokasi akhir Apendiks ditentukan oleh lokasi Caecum.1,2,3

Gambar 1. Appendix vermicularis4)

6
Vaskularisasiapendiks berasal dari percabangan A. ileocolica.Gambaran histologis
Apendiks menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya. Pada usia 15
tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen apendiks biasanya
mengalami obliterasi pada orang dewasa.1,3

Gambar 2. Potongan transversa apendiks5

Panjang apendiks pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata
panjang 6-9 cm. Meskipun dasar apendiksberhubungan dengan Taenia caecalis pada dasar
Caecum, ujung apendiks memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar di bawah
ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi apabila
apendiks mengalami peradangan.1,2

7
Gambar 3. Variasi lokasi apendiks vermikularis1
Awalnya, apendiks dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,
apendiks dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun apendiks merupakan
komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak
penting dan apendiktomi tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit
imunodefisiensi lainnya.2

INSIDENSI
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang
dari satu tahun. Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1. 2

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


a. Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada apendisitis akut. Fecalith merupakan
penyebab umum obstruksi apendiks, yaitu sekitar 20% pada anak dengan apendisitis akut
dan 30-40% pada anak dengan perforasi apendiks. Penyebab yang lebih jarang adalah
hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa apendiks, barium yang mengering pada
pemeriksaan x-ray, batu empedu, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi

8
jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia,
Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides,
Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Apendisitis juga dapat diakibatkan
oleh infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus.
Insidensi apendisitis juga meningkat pada pasien dengan fibrosis kistik. Hal
tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi
apendiks juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3
proksimal. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya apendisitis adalah trauma, stress
psikologis, dan herediter.6
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi. Fecalith
ditemukan pada 40% kasus apendisitis akut sederhana, sekitar 65% pada kasus apendisitis
gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus apendisitisakut gangrenosa dengan
perforasi.1,2,6,7)

Gambar 3.1.Apendisitis (dengan fecalith) 8)

Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal
mukosa apendiks segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada apendiks normal
adalah 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan
intraluminal sekitar 60cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri
viseral yang mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di
bawah epigastrium. 2
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan
bakteri yang cepat di apendiks. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi
9
tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan
tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual,
muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa apendiks
dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke
abdomen kanan bawah. 2,6,7
Mukosa gastrointestinal termasuk apendiks, sangat rentan terhadap kekurangan
suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah
dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan
adanya distensi, invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi
biasanya pada salah satu daerah infark di batas antemesenterik. 1,2,6,7
Di awal proses peradangan apendiks, pasien akan mengalami gejala gangguan
gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB, dan
kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis apendisitis khususnya
pada anak-anak.6
Distensi apendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf viseral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilikalis. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpul
di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah
dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri
perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.6
Apendiks yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfatik sehingga terjadi edema yang lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin
meningkatan tekanan intraluminal apendiks. Peningkatan tekanan ini menyebabkan
gangguan aliran sistem vaskularisasi apendiks yang menyebabkan iskemia jaringan
intraluminal apendiks, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke
dinding apendiks; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator
inflamasi karena iskemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding
apendiks berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi
dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi apendiks, khususnya di titik Mc Burney’s.
Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri viseral
sebelumnya. Pada apendiks yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik

10
biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sebelum
terjadi perforasi apendiks dan penyebaran infeksi. Nyeri pada apendiks yang berlokasi di
retrocaecal dapat timbul di punggung atau pinggang.
Apendiks yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah
testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya.
Inflamasi ureter atau vesika urinaria akibat penyebaran infeksi apendiks dapat
menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urin.
Perforasi apendiksakan menyebabkan terjadinya abses lokal atau peritonitis difus.
Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan tubuh
pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi apendiks mencakup
peningkatan suhu melebihi 38.5oc, leukositosis >14.000, dan gejala peritonitis pada
pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat
menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi
karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang
melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih
tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat
diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering
dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi
Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess
pelvis.6

b. Bakteriologi
Flora pada apendiks yang meradang berbeda dengan flora apendiks normal. Sekitar
60% cairan aspirasi yang didapatkan dari apendisitis didapatkan bakteri jenis anaerob,
dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi apendiks yang normal. Diduga
lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa
terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal kolon
memainkan peranan penting pada perubahan apendisitis akut ke apendisitis gangrenosa dan
apendisitis perforata.1,2,7

11
Apendisitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan
lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi.
2
Flora normal pada apendiks sama dengan bakteri pada kolon normal. Flora pada apendiks
akan tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya
terlihat pada orang dewasa.
Bakteri yang umumnya terdapat di apendiks, apendisitis akut dan apendisitis
perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi dan
bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan.1,2,7

Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acuta2

Bakteri Aerob dan Fakultatif Bakteri Anaerob


Batang Gram (-) Batang Gram (-)
Eschericia coli Bacteroides fragilis
Pseudomonas aeruginosa Bacteroides sp.
Klebsiella sp. Fusobacterium sp.
Coccus Gr (+) Batang Gram (-)
Streptococcus anginosus Clostridium sp.
Streptococcus sp. Coccus Gram (+)
Enteococcus sp. Peptostreptococcus sp.

Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien apendisitis perforata dan
nonperforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai, seringkali pasien
telah mengalami perbaikan. Organisme yang dikultur dan kemampuan laboratorium untuk
mengkultur organisme anaerob secara spesifik pun sangat bervariasi. Kultur peritoneal
harus dilakukan pada pasien dengan keadaan imunosupresi, sebagai akibat dari obat-obatan
atau penyakit lain, dan pasien yang mengalami abses setelah terapi apendisitis.
Perlindungan antibiotik terbatas sekitar 24-48 jam pada kasus apendisitis nonperforata.
Pada apendisitis perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara intravena hingga leukosit
normal atau pasien tidak demam dalam 24 jam. 2,6

12
c. Peranan lingkungan: diet dan higiene 7
Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan
kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan kondisi
tertentu pada pencernaan. Apendisitis, penyakit Divertikel, karsinoma kolorektal lebih
sering pada orang dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan
makanan dengan kandungan serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah
serat berperan pada perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang
mempunyai kecenderungan untuk timbul fecalith.

KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis menurut klinikopatologis:
 Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan pembedahan
segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk jika telah terjadi perforasi, maka
komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum, terjadinya abses, dan komplikasi pasca
operasi seperti fistula dan infeksi luka operasi (Jaffe & Berger, 2005).
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai
rangsangan peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul
yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Dalam beberapa
jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney (Burkit et al, 1992). Di sini
nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik
setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
seperti memerlukan obat pencahar.Bila dilakukan penekanan kemudian dilepaskan pada
titik McBurney maka pasien apendisitis akut akan merasa sangat nyeri. Penekanan juga
dapat dilakukan di abdomen kiri bawah, dikatakan apendisitis bila merasa nyeri pada
abdomen kanan bawah.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan
menurun. Klasifikasi apendisitis akut:

13
1) Apendisitis akut simple: peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa. Gejala
diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilicus, mual, muntah, anoreksia, malaise,
dan demam ringan. Apendisitis hiperemia dan tidak ada eksudat serosa.
2) Apendisitis supuratif: Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti, nyeri
tekan tekan, nyeri lepas di titik MC Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak
aktif dan pasif
3) Apendisitis akut gangrenosa: didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks
mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau
keabuan atau merah kehitaman.

 Apendisitis infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk
gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya
 Apendisitis abses
Apendisitis abses terjadi bila massa local yang terbentuk berisi nanah.Biasanya di
fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.
 Apendisitis perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum.
Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
 Apendisitis kronik
Apendisitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu atau terjadi
secara menahun. Apendisitis kroniksangat jarang terjadi. Prevalensi hanya 1-5%.
Diagnosis apendisitis kronik sulit ditegakkan. Terdapat riwayat nyeri perut kanan
bawah yang biasa terjadi secara berulang (Pieter, 2005). Pemeriksaan fisik hampir sama
dengan apendisitis akut. Walaupun ada beberapa kriteria yg berbeda. Pada pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologi terkadang menggambarkan hasil yang normal.
Setelah dilakukan apendektomi, gejala akan menghilang pada 82-93% pasien.
Patologi anatomi digunakkan untuk menegakkan apendisitis kronik karena
diagnosis sebelum operasi sangat sulit ditetapkan. Ciri apendisitis kronikadalah fibrosis

14
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik

GEJALA KLINIS
Gejala umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri perut yang
didahului anoreksia.12,13 Gejala utama apendisitisakutadalahnyeri perut. Awalnya, nyeri
dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang disertai kram yang hilang
timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri yang
menetap ini umumnya terlokalisasi di abdomen kuadran kanan bawah. Variasi dari lokasi
anatomi apendiks berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh; apendiks yang
panjang dengan inflamasi di abdomen kuadran kiri bawah menyebabkan nyeri di daerah
tersebut, apendiks di daerah pelvis menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal apendiks
dapat menyebabkan nyeri testikular.8
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi apendiks, biasanya
suhu naik hingga 38oC. Pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga> 39oC.
Anoreksia hampir selalu menyertai apendisitis. Pada 75% pasien dijumpaimuntah yang
umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan
ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala apendisitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut
dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis apendisitis diragukan.
2,8
Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis.
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak
pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa
2,3,8
pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi
apendiks.12,13

Tabel 2. Gejala apendisitis9


Gejala* Frekuensi (%)
Nyeri perut 100
Anoreksia 100
Mual 90

15
Muntah 75
Nyeri berpindah 50
Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/ mual/
muntah kemudian nyeri berpindah ke abdomen kuadran kanan bawah 50
kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24 - 36 jam

Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek apendisitis akut dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan
apakah akan dilakukan apendiktomi. Setelah apendiktomi, dilakukan pemeriksaan PA
terhadap jaringan apendiks dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu
inflamasi akut dan noninflamasi akut.11)

Tabel 3. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2


Gejala Klinik Value
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri abdomen kuadran kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Lab Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.2

16
Gejala apendisitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang
menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri lokal pada
perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis.Pasien dengan peritonitis difus biasanya
bernafas mengorok.Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien dapat diobservasi dulu
selama 6 jam.Pada penderita apendisitis biasanya menunjukkan peningkatan nyeri dan
tanda inflamasi yang khas.12,13
Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkat
inflamasi pada apendiks. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik Mc
Burney’s. Tetapi pasien dengan apendiks retrocaecal menunjukkan gejala lokal yang
minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsing’s sign bersifat konfirmasi
dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi dibanding
diagnostik, khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur apendiks.12
Diagnosis apendisitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu tua.
Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga apendisitis
sudah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada bayi, hanya dijumpai
gejala letargi, iritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala muntah, demam, dan
nyeri.13
Anak-anak dengan apendisitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakan
yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarang
didiagnosis sebagai apendisitis, kecuali pada anak dengan apendisitis letak retrocaecal.
Pada apendisitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga nyeri yang timbul
menyerupai nyeri pada kolik renal.6
Penderita apendisitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan,
karena pada sikap itu Caecum tertekansehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut akan
mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang. 6

17
Gambar 1. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut10

Apendiks umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa


letak anatomis apendiks sebenarnya dapat pada semua titik, 360o mengelilingi pangkal
Caecum.Apendisitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costae 12
dan spina iliaka posterior superior. Apendisitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri
rektal.6
Secara teori, peradangan akut apendiks dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada
pemeriksaan rektum (Rectal toucher).Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk
apendisitis. Jika tanda-tanda apendisitis lain telah positif, maka pemeriksaan rectal toucher
tidak diperlukan lagi.6
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 10
 Rovsing’s sign
Jika abdomen kiri bawa ditekan, maka terasa nyeri di abdomen kanan bawah. Hal ini
menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif pada Appendicitis namun tidak
spesifik.

Gambar 2. Pemeriksaan Rovsing’s sign

18
 Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan
tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan
dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan
musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari peradangan
apendiks. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.
Ada 2 cara memeriksa:
Aktif: pasien telentang, tungkai kanan lurus di tahan pemeriksa, pasien memfleksikan
articulatio coxae kanan maka akan terasa nyeri perut kanan bawah.

Gambar 3. Pemeriksaan Psoas sign

Pasif: pasien miring ke kiri, paha kanan di hiperekstensikan pemeriksa akan terasa
nyeri perut kanan bawah.

Gambar 4. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign10

19
 Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan
pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya.Kemudian pemeriksa memposisikan
sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi
kemudian eksorotasi.Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat
eksorotasi.Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi apendiks, abses
lokal, iritasi M. Obturatorius oleh apendisitis letak retrocaecal, atau adanya hernia
obturatoria.

Gambar 5. Pemeriksaan Obturator sign

Gambar 6. Dasar anatomis terjadinya Obturator sign

20
 Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)
Pemeriksa menekan di abdomen kiri bawah kemudian melepaskannya. Manuver
ini dikatakan positif bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di abdomen
kanan bawah.
 Wahl’s sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan
perkusi di abdomen kanan bawah, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga
Scherren pada auskultasi.
 Baldwin’s test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai
kanannya ditekuk.
 Defans muskular
Defans muskular bersifat lokal sesuai letak apendiks.
 Nyeri pada daerah cavum Douglasi
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abses di cavum Douglasi
atau apendisitis letak pelvis.
 Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
 Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium2,3,6,7
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan pada
keadaan akut, apendisitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan PMN sedang.
Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the left pergeseran ke kiri,
diagnosis apendisitis akut harus dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih
dari 18.000/ mm3 pada apendisitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas
jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi apendiks dengan atau
tanpa abses.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati
sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-12
jam inflamasi jaringan.

21
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP ≥ 8 mcg/mL, hitung leukosit ≥
11000, dan persentase neutrofil ≥ 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90%.
Pemeriksaan urin bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran
kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi uretra atau
vesika urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi apendiks, pada apendisitis akut
dalam sample urinkateter tidak akan ditemukan bakteriuria.

 Ultrasonografi1,2,6,7
USG cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Apendiks
diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik
yang berasal dari caecum. Dengan penekanan yang maksimal, apendiks diukur dalam
diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran
anterior-posterior apendiks 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan
mendukung diagnosis.
Gambaran USG dari apendiks normal, yang dengan tekanan ringan merupakan struktur
akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan diagnosis
apendisitis. Penilaian dikatakan negatif bila apendiks tidak terlihat dan tidak tampak
adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis apendisitis akuttersingkir dengan
USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus dilakukan untuk
mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ panggul harus
dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar dapat
menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen.
Diagnosis apendisitis akut dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96%
dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan wanita
hamil, walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai.
Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari peradangan
sekitarnya, dilatasituba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat menyerupai
appendicolith, dan pasien obesitas apendiks mungkin tidak tertekan karena proses
inflamasi apendiks yang akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu

22
dapat terjadi bila apendisitis terbatas hanya pada ujung apendiks, letak retrocaecal,
apendiks dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila apendiks mengalami
perforasi oleh karena tekanan.

Gambar 7. USG pada potongan longitudinal apendisitis10

 Pemeriksaan radiologi1,2,6,7
Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis apendisitisakut, tetapi dapat
sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien apendisitisakut,
kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan temuan
yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan
sangat mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk menyingkirkan adanya
nyeri alih dari proses pneumoni lobus kanan bawah.
Teknik radiografi tambahan meliputi CT scan, barium enema, dan radioisotop
leukosit. Meskipun CT scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi
jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT scan diperiksa terutama saat
dicurigai adanya abses apendiks untuk melakukan percutaneousdrainage secara tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema (Apppendicogram) tergantung
pada penemuan yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan apendiks
yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %.
Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek apendisitis harus dipersiapkan untuk pasien

23
yang diagnosisnya diragukan dan tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi
segera saat ada indikasi klinis.

24
Tabel 4. Perbandingan USG dan CT Scan Appendix pada Appendicitis1

USG CT Scan Appendix


Sensitivitas 85% 90-100%
Spesifitas 92% 95-97%
Penggunaan Evaluasi pasien pada Evaluasi pasien pada
pasien apendisitis pasien apendisitis
Aman
Lebih akurat
Relatif murah
Lebih baik dalam
Dapat menyingkirkan
mengidentifikasi
Keuntungan penyakit pelvis pada
apendiks normal dan
wanita
abses
Lebih baik pada anak-
anak
Tergantung operator
Secara teknik tidak Mahal
Kerugian adekuat dalam menilai Radiasi ionisasi
gas Kontras
Nyeri

DIAGNOSIS
Riwayat klasik Appendicitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang
nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa
atau abscess apendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik
maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma
Caecum, penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu
juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan
kelainan ginekolog seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adnexitis dan
Kista Ovarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang
khas.18
Tumor Caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan
umum jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan
colon in loop dan benzidin test. Pada anak-anak tumor Caecum yang sering adalah
sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada Appendicitis tuberkulosa, klinisnya
antara lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan
atau tanpa muntah dan waktu serangan dapat timbul panas badan, leukositosis
sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah
kanan, kadang-kadang teraba massa.17
Massa Appendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
1. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
2. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda-tanda peritonitis;
3. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Massa Appendix dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai
dengan:
1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi;
2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis
dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.1

PENATALAKSANAAN
Tata Laksana di IGD Bhayangkara:
 Infus RL 20tpm dengan blood set
 Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram (skin test)
 Injeksi Ondancentron 3x4mg
 Injeksi Ranitidin 3x1ampul
 Cek Darah lengkap
 USG Abdomen

Penatalaksanaan pasien apendisitis yaitu 1,2,3,6,7


1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala
klinis dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.

26
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan
didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika
profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan
single dose dipilih antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.
Jika penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi
untuk membuang apendiks yang mungkin gangren, dari dalam massa perlekatan
ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan karena massa ini telah menjadi lebih
terfiksasi, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu
pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.7
Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa
periappendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran
pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta
generalisata. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja.
Pasien dewasa dengan massa periappendikular yang terpancang dengan
pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik
sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak
ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh
pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar
perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi
perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu
dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukosit. 7
Tatalaksana apendikular infiltrat pada anak-anak sampai sekarang masih
kontroversial. Dari hasil penelitian kasus terapi apendikular infiltrat pada anak-
anak, kebanyakan adalah konservatif yaitu dengan observasi ketat dan antibiotik,
dengan cairan intravena, dan pemasangan NGT bila diperlukan. Konservatif
berlangsung selama ± 6 hari di rumah sakit, lalu direncanakan untuk dilakukan
apendiktomi elektif setelah 4-6 minggu kemudian untuk mencegah kemungkinan
risiko rekurensi dan perforasi yang lebih luas. Dari hasil penelitian komplikasi

27
setelah operasi dengan penanganan konservatif terlebih dahulu lebih sedikit bila
dibandingkan dengan terapi pembedahan segera seperti cedera pada ileum (Ileal
injury), abses intrabdominal, infeksi karena luka saat operasi. Sehingga terapi non-
operatif pada appendicular infiltrat yang diikuti dengan apendiktomi elektif
merupakan metode yang aman dan efektif. Terapi tersebut sama dengan pada orang
dewasa yaitu dengan konservatif terlebih dahulu yang diikuti dengan apendiktomi
elektif. Hal ini dikarenakan untuk mencegah komplikasi post operasi dan risiko dari
prosedur pembedahan yang besar (extensive).20
Pada anak-anak, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang
menjadi abses, dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada penderita dewasa,
apendiktomidirencanakan pada apendikular infiltrat tanpa pus yang telah
ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8
minggu kemudian dilakukan apendiktomi.20
Akhir-akhir ini terdapat manajemen terapi yang terbaru yaitu dengan PLD
(Primary Laparoscopic Drainage) yang dapat diikuti dengan LA (Laparoscopic
Appendectomy). PLD ini rata-rata memakan waktu operasi sekitar 80-100 menit,
makanan oral dapat diberikan 2-3 hari setelah PLD, penurunan panas badan pasien
menjadi afebril pada 4-7 hari setelah PLD, antibiotik intravena dapat dilepas 4-5
hari setelahnya, perawatan di rumah sakit antara 7-15 hari. PLD ini tidak terbukti
terdapat komplikasi selama intra maupun post operasi, sedangkan bila dilanjutkan
dengan LA, komplikasi yang dapat terjadi adalah adhesi obstruksi usus.20
Bila sudah terjadi abses, dianjurkan untuk drainase saja dan apendiktomi
dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ditemukan keluhan
atau gejala apapun, dan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak menunjukkan
tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.20

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, R dan de Jong, Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

2. Heller, Jacob L. 2008. Appendectomy - series: Normal anatomy. Retrieved


May22, 2010, from Medline Plus:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/presentations/100001_1.htm

3. Hackam, David. 2008. Appendicitis. Retrieved May22, 2010, from Knol – A


Unit of Knowledge : http://knol.google.com/k/dr-david-
hackam/appendicitis/RNKGbbtd/Z1o0Yg

4. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acute. Retrieved May22, 2010, from


eMedicine : http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview

5. Brunicardi, F.C., et al. 2007. Schwartz`s Principle of Surgery. USA : The Mc


Graw Hill Company.

6. Bedah Digestif. 2008. Apendicitis akut. Retrieved May22, 2010, from Ilmu
Bedah UGM: http://bedahugm.net/Bedah-Digesti/Apendicitis-akut.html

7. Hardin, Mike. 1999. Acute Appendicitis Review and Update. Retrieved May22,
2009, from American Academy of Family Physicians.:
http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.htm

8. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, AcutDifferential Diagnoses & Workup.


Retrieved May22, 2010, from eMedicine :
http://emedicine.medscape.com/article/773895-diagnosis

9. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acut- Follow-up. Retrieved May22, 2010,


from eMedicine : http://emedicine.medscape.com/article/773895-followup

29

Vous aimerez peut-être aussi