Vous êtes sur la page 1sur 3

D.

Sosialisme Islam Agus Salim

Prof. Schermerhorn (1970) dalam buku hariannya menuliskan, “Saya khusus ingat kepada Salim
(H. Agus Salim), yang pada suatu hari saya undang ke istana sini. Orang tua yang sangat pintar
ini seorang jenius dalam bahasa, bicara, dan menulis dengan sempurna paling sedikit dalam
sembilan bahasa. Ia hanya mempunyai satu kelemahan yaitu: bahwa selama hidupnya
melarat ”Perjuangan Islam muncul atas keprihatinan Agus Salim terhadap bentuk kapitalisme
yang sangat eksploitatif. Islam yang disandingkannya dengan sosialisme seakan hendak
menunjukan cara seorang muslim untuk melawan hegemoni penjajah yang terus menyingkirkan
mayoritas rakyat. Guna memperkuat alasan apa yang dikemukakan terakhir mengenai sikap
Agus Salim terhadap Sosialisme, kita dapat melihat pendapat A. P. E. Korver. Tokoh ini
menjelaskan empat sikap yang sekaligus menjadi ciri-ciri organisasi SI tempat Agus Salim
bergiat. Pertama, penolakan berbagai macam prasangka terhadap pribumi dan penolakan sikap
diskriminatif Belanda terhadap pribumi. Kedua, penghargaan positif terhadap identitas pribumi.
Ketiga, cita - cita penentuan nasib sendiri. Keempat, antikapitalisme. Empat faktor inilah,
terutama faktor keempat—bersama faktor lain—yang membuat tokoh - tokoh SI termasuk
Agus Salim mau menoleh kepada sosialisme. Mohammad Hatta bahkan yakin The Grand Old
Man menganut sosialisme Islam yang dipelajarinya pada tahun 1906. Dalam penuturan Hatta,
Agus Salim banyak membaca buku sosialisme, dan Nabi Muhammad diutus ke muka bumi
untuk, antara lain, mengajarkan sosialisme tersebut. Tanpa menolak bentuk kapitalisme yang
juga membangun kesejahteraan, sosialisme Islam sebenarnya bentuk perjuangan ekonomi yang
mengupayakan pemerataan distribusi ekonomi. Hatta dan Agus Salim sebagai seorang muslim
tentunya sangat memahami bagaimana Islam memperhatikan kaum mustadafin. Sebagai
seorang pejuang muslim, Agus Salim menjadikan spirit agama Islam untuk bangkit dan melawan
berbagai penindasan dan penjajahan terhadap bangsanya.Pemikiran Haji Agus Salim tentang
sosialisme bermula dari pertemuannya dengan Tjokroaminoto yang memang sejak berumur 18
tahun telah menyelesaikan membaca De Socialisten karya Quack. Buku yang terdiri dari 6 jilid
ini konon menjadi bacaan Mohammad Hatta. Ketertarikan TJokroaminoto terhadap sosialisme
karena menurutnya sejalan dengan konsep Nabi Muhammad yang memang berjiwa sosial.
Tjokroaminoto berkeyakinan sosialisme merupakan alat yang ampuh untuk memerangi
kolonialisme, feodalisme, dan kapitalisme yang dikembangkan Belanda. Tak heran menjelang
kongres Al-Islam di Garut pada tahun 1922, Tjokroaminoto mulai memasarkan gagasan
sosialisme berdasarkan Islam melalui koran milik SI. Selain itu, Tjokroaminoto juga giat
memberikan kursus-kursus mengenai sosialisme dan akhirnya menerbitkan buku berjudul Islam
dan Sosialisme pada tahun 1924.Selanjutnya Dawam Rahardjo menjelaskan bahwa proses
belajar yang lebih intensif di kalangan gerakan Islam, baru terjadi dengan bergabungnya Agus
Salim dalam Sarekat Islam. Sebelumnya, Agus Salim adalah seorang birokrat kolonial yang
hanya mendapatkan didikan Islam secara tradisional di alam Minangkabau, dan lebih banyak
dibentuk oleh pendidikan di sekolah Belanda. Ia mulai belajar politik dari Tjokroaminoto dan
belajar Islam yang lebih modern dari K.H Ahmad Chatib, rekan K.H Ahmad Dahlan di Mekkah.
Agus Salim adalah tokoh otodidak dalam mempelajari ilmu-ilmu keislaman. Tetapi Salim-lah
yang kemudian membangun segi keislaman dalam SI, setelah berhasil menguasai ilmu-ilmu
agama secara otodidak itu. Dalam suasan kekosongan ide-ide Islam modern, maka masuk ke
Indonesia ide sosialisme lewat Snevlieet. Lewat ajaran-ajaran sosialisme dari Snevlieet, tokoh-
tokoh pergerakan Indonesia mulai menganal musuhnya, yaitu kapitalisme, yang dianggap
sebagai ibu kolonoalisme abad ke-20. Dalam kefakuman alam pikiran seperti itu, gagasan
sosialisme menemukan buminya yang subur. Ajaran-ajaran sosialisme itu mampu memberi
warna pada gerakan Islam. Di sinilah persepsi tentang Islam mulai bergeser dari nilai budaya
yang mulai menyatu dalam kepribumian dan kebangsaan menjadi nilai-nilai yang universal.
Islam mulai diterjemahkan dalam kerangka ideologi barat oleh Tjokroaminoto dan Agus
Salim.Bersama Tjokroaminoto yang bergerak di SI, Agus Salim membangun narasi besar tantang
bersatunya rakyat bersama sosialisme berdasarkan Islam. Maka gerakan ini tentu sangat
berbeda dengan Marx yang memperjuangkan sosialisme dalam perjuangan kelas secara radikal.
Sosialisme Islam lebih mengawali bentuknya pada upaya membangun narasi besar tentang
keadilan ekonomi yang memihak pada rakyat. SI yang sebagian besar anggotanya adalah
pedagang muslim juga menanamkan komitmen bersama untuk membangun etos kerja sebagai
seorang muslim.Maka sikap sosialisme Islam Agus Salim inilah yang pada gilirannya dianggap
mempengaruhi hidupnya sehingga dia tidak sanggup untuk memperkaya diri. Dengan jabatan
menteri luar negeri, dia kesana-kemari hanya naik sepeda tua. Melarat, bukan karena dirinya
tidak mampu menjadi kaya, tapi karena pilihan hidupnya untuk ikut merasakan kesusahan
rakyat. Apalagi saat itu Indonesia baru saja merdeka. Jadi tidak pantas jika dirinya mengusir
kapitalisme dari Indonesia, dan merubah dirinya menjadi kapitalisme lokal yang menjajah
bangsanya sendiri. Sikap Agus Salim ini adalah bentuk sosialisme Islam yang selama ini
diyakininya bersama Mohammad Hatta dan Tjokroaminoto.Dalam catatannya, Roem yang telah
mengenal Agus Salim sejak 1925, mengatakan bahwa salah satu tokoh idolanya adalah Haji
Agus Salim. Sosok idolanya itu kelak menjadi sangat penting bagi masa muda Roem dalam
pentas pergerakan. Sebagai kawan perjuangan juga sebagai penuntun jalan Roem pada masa
pergerakan kemerdekaan. Sejak 1925, pengaruh Agus Salim diterima oleh Roem lewat tulisan-
tulisan di surat kabar Hindia Baroe,Tajoek, dan Mimbar Joem’at. Kesadaran Roem pada tanah
Hindia yang merdeka terinspirasi dari pidato-pidato Salim yang menyatakan betapa masyarakat
Hindia terutama kalangan intelektual dicekam di bawah sugesti superior barat. Karenanya,
Roem menyadari bahwa ia dan kawan-kawannya di Jong Java dan JIB, menyadari bahwa hanya
dengan berorganisasi kelak mereka akan menjadi pimpinan bangsa. Agus Salim termasuk pak
tua kedua setelah Tjokroaminoto yang mengawali perlawanan dengan narasi besar melawan
kapitalisme Belanda. Bisa dibayangkan saat itu ketika banyak orang yang haus spirit untuk
optimistis, Agus Salim mampu memainkan peran besar membangun semangat juang. Dia juga
senantiasa berdiri tegar, terus berfikir, dan memobilisasi massa lewat SI. Secara nalar, sadar
semua mustahil untuk dilakukan, tapi lewat sosialisme Islam yang digelorakan, narasi
perlawanan terhadap kolonialisme perlahan semakin menguat. Sosialisme Islam Agus Salim ini
jugalah yang menuntunnya meninggalkan pekerjaan sebagai inteligen Belanda dengan gaji
besar dan memilih untuk berjuang bersama SI. Sosialisme Islam inilah yang menjadi alat ukur
ideologi Agus Salim, kenapa ia lebih memilih sederhana bahkan melarat saat dirinya menjabat
menjadi menteri luar negeri. Sosialisme Islam inilah yang menjadi jawaban kenapa ketika SI
pecah menjadi merah dan putih. Agus Salim berkeyakinan bahwa Islam pada dasarnya dapat
bekerjasama dengan siapa pun, ideologi apa pun, sepanjang ditujukan demi kebaikan bersama.
Dia bersama Tjokroaminoto sesunggguhnya adalah sosok figur sosialisme Islam sejati.

Vous aimerez peut-être aussi