Vous êtes sur la page 1sur 8

Uzlah dan Tafakkur

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Akhlak Tasawuf

Dosen: Abdul Kholiq

Oleh :

Isyroqul Mubarok (1803016028)

Ahmad Yuhda R (1803016029)

Thoha Ikhsan (1803016030)

Arifatul Hidayah Litang F (1803016031)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 1A

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2019
BAB I
A. Latar belakang
Tasawuf secara etimologis berasal dari kata bahasa arab, yaitu tashawwafa,
Yatashawwafu, selain dari kata tersebut ada yang menjelaskan bahwa tasawuf berasal
dari kata Shuf yang artinya bulu domba. Maksudnya adalah bahwa penganut tasawuf
ini hidupnya sederhana, tetapi berhati mulia serta menjauhi pakaian sutra dan
memakai kain dari bulu domba yang berbulu kasar atau yang disebut dengan kain wol
kasar. Yang mana pada waktu itu memaki kain wol kasar adalah symbol
kesederhanaan. Kata shuf tersebut juga diartikan dengan selembar bulu yang
maksudnya para Sufi dihadapan Allah merasa dirinya hanya bagaikan selembar bulu
yang terpisah dari kesatuannya yang tidak memiliki arti apa-apa1.
Didalam ilmu tasawuf terdapat uzlah dan tafakkur yang berarti menyendiri dan
berpikir. Uzlah berarti menyepi untuk berdialog dan berteman dengan al-Haqq Allah
SWT dengan menggunakan lisan yang sama sekali tertutup dari semua yang selain
Allah SWT. Caranya adalah dengan membersihkan hati dari semua keyakinan yang
salah, perasaan yang gelap, imajinasi yang buruk, dan segala bentuk khayalan yang
dapat menjauhkan dari Allah SWT
Sedangkan tafakkur adalah berfikir untuk menjawab semua problema
kegundahan yang ada dalam dirinya. Menyendiri ke tempat yang jauh dari halayak
masyarakat untuk kemudian menenagkan hati dan melatih hati agar terjauh dari sifat-
sifat yang menggerogoti hatinya. Makalah ini ditulis untuk menguraikan terkait
penjelasan uzlah, tafakkur, dan hubungan antara keduanya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian uzlah?
2. Apa pengertian tafakkur?
3. Apa yang menjadi keterkaitan antara uzlah dan tafakkur?
C.Tujuan
1. Menjelaskan pengertian uzlah.
2. Menjelaskan pengertian tafakkur.
3. Memaparkan antara keterkaitan uzlah dan tafakkur.

1
Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, Dimensi Esoteris Ajaran Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 9
BAB II
A. Pengertian Uzlah
Uzlah berasal dari kata „azala ya‟zilu, artinya meninggalkan atau menghindari
sesuatu. Dalam tasawuf atau filsafat, uzlah berarti i‟tizal, yang berarti tindakan
mengasingkan diri dari keramaian masyarakat sekitarnya. Uzlah (menyendiri) merupakan
cara terbaik bagi seorang sufi untuk membersihkan hati dari segala kelalaian dan
mendekatkan diri kepada Tuhannya.2
Apabila dikaitkan dengan istilah zuhud, uzlah berarti meninggalkan kehidupan materi.
Sebab sebelum menjadi sufi seseorang haruslah menjadi zahid (meninggalkan
keduniawian dengan bertapa, beribadah, dan sebagainya) lebih dahulu.
Para tokoh Islam memiliki pandangan tentang uzlah sebagai berikut:
A. Hasan Al-Bashri
Dalam pandangannya, Hasan al-Bashri menganjurkan kepada setiap
orang untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu
melaksanakan seluruh perintah Allah SWT.3
B. Al-Qusyairi
Al-Qusyairi merupakan filsuf Muslim yang mengedepankan ajaran
Ahlus Sunnah wal jamaah. Al-Qusyairi berpendapat bahwa uzlah merupakan
perilaku yang memiliki rasa kesedihan. Pendapat al-Qusyairi tersebut
tampaknya tampaknya terlalu berlebihan. Akan tetapi, apapun masalahnya,
hal itu menunjukkan.
pada tasawuf pada masanya mulai menyimpang dari perkembangannya
yang pertama, baik dari segi akidah atau segi-segi moral atau tingkah laku.
Oleh karena itu, al-Qusyairi menyatakan bahwa ia mempunyai pemikiran
tersebut karena ada dorongan rasa sedihnya melihat apa yang menimpa jalan
tasawuf. Ia tidak bermaksud menjelek-jelekkan salah seorang dari kelompok
tersebut dengan mendasarkan diri pada penyimpangan sebagai penyerunya.
Dari uraian ini, tampak jelas bahwa pengembalian arah tasawuf, menurut al-
Qusyairi harus dengan merujuknya pada doktrin Ahlus Sunnah wal Jamaah,
yang dalam hal ini adalah dengan mengikuti para sufi sunni pada abad ketiga
dan keempat Hijriah.

2
Ibn A’thaillah, Al-Hikam: Kitab Tasawuf Sepanjang Masa (Jakarta Selatan: Khazanah Pustaka Islam, 2013), 20.
3
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: CV Pustaka setia, 2010), 232
B. Pengertian Tafakkur
Makna tafakkur berarti “memikirkan dan merenungkan”. Kata ini berasal dari kata
fakkara, yufakkiru, tafkiran, tafakkuran yang seakar dengan kata fikr atau
“pikiran/renungan”. Kata ini tersebut di dalam Al-Qur’an maupun hadis.
Dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 191 dijelaskan tafakkur sebagai renungan
cerdas yang bersifat spirirtual dan intelektual. Dan perluasan makna tafakkur semacam ini
dimaksudkan untuk memperluas cakupan tafakkur konteks universal yang tengah merajut
gerak-gerak perubahan dalam peradaban. Dengan demikian, tidak benar jika dikatakan
bahwa tafakkur hanya dimiliki dan dilakukan oleh para penempuh jalan sufi. 4
Dalam tradisi tasawuf, tafakkur merupakan salah satu konsep yang sangat penting.
Namun dalam tasawuf, tafakkur atau fikr lebih sering bermakna dengan dzikir. Dalam
tradisi tasawuf kekekntalan tafakkur berada di dalam “bangunan dzikir” sehingga tidak
ada tafakkur tanpa dzikir. Hal ini terjadi karena dalam tasawuf dzikir adalah dimensi
penting yang menghubungkan jiwa dan hati dengan Allah. Hati-lah yang menjadi fokus
kaum sufi untuk dibangun dan ini hanya dicapai melalui dzikir. Karena tekanan yang
lebih pada makna batin, dzikir dalam tasawuf menjadi pusat yang sejati.
Bila di hati sebagai pusat dzikir sengaja ‘berbuat dosa’, maka sejak itu dzikir hilang.
Selain itu hati adalah tempat di mana Allah mengungkapkan diri-Nya sendiri pada
manusia. Kehadiran-Nya terasa di dalam hati. Hati merupakan fokus tempat Tuhan
mengungkapkan diri-Nya. Itulah sebabnya, membangun hati menjadi tujuan para sufi.
Ibnul Qayyim, bahkan menegaskan bahwa tasawuf adalah akhlak. Siapa yang bertambah
tasawuf-nya, maka akan bertambah akhlaknya. Pernyataan ini menjelaskan bahwa hati
yang bersih seperti yang ada dalam Al-Qur’an diistilahkan dengan “qalbun salim” adalah
cerminan dari akhlak yang mulia yang gerakannya selalu dipenuhi dengan dzikir.
Karena itu, ketika para sufi melakukan tafakkur, sesungguhnya mereka berdzikir dan
sedang menghiasi hatinya. Renungan-renungan sufistik mereka menghasilkan karya-
karya mistik yang kaya dan banyak kearifan menuju ridha-Nya. Ungkapan-ungkapan
kecintaan mereka pada Allah, disampaikan melalui bait-bait puisi yang dirumuskan
sebagai medium dzikir di samping tentu saja formula-formula dzikir yang ada di dalam
Al-Qur’an maupun hadis.
Kita mengenal metode al-hubb dari Rabi’ah Al-Adawiyah, yang mengembangkan
konsep dzikir cinta kepada Allah. Konsep hubb-nya sangat mutlak sehingga selain
mencintai Allah itu tidak penting. Meski metode Rabi’ah ini sedikit berlibihan dilihat dari

4
Abdullah Mudhofir, Mukjizat Tafakkur (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2012), Hlm.2-3
kaca mata fikih, namun ia mencerminkan fakta tradisi sufi yang sangat ber-tafakkur
tentang Tuhannya.
Sementara itu, metode zuhud dari Hasan al-Bisri menyajikan cara lain. Menurutnya
mengapa harus memperdulikan dunia yang akan lenyap, dia bersikap terhadap dunia ini
seolah-olah tidak pernah ada di dunia ini, dan dia malah bersikap terhadap akhirat seolah-
olah akan di sini selamnya dan tidak pernah meninggalkan alam akhirat. Hal ini
merupakan tafakkur atas kondisi kemegahan masyarakat yang mulai melupakan Allah. 5
Tafakkur bermakna sebagai jalan terbaik untuk menemukan makna dan hakikat
kehidupan. Sebuah makna tidak dapat dialami secara kebetulan. Ia memerlukan renungan,
refleksi, dan penghayatan. Inilah yang disebut tafakkur. Dengan tafakkur sembari terus
mendekatkan diri kepada-Nya, ia akan menghasilkan rasa percaya diri, keyakinan,
prasangka baik, dan kesadaran yang positif akan sebuah makna kehidupan. Tafakkur akan
menghindarkan diri dari sikap menyalahkan Tuhan atau orang lain, serta rasa putus asa.
Sebaliknya, tafakkur dapat menjadi instrumen menggali hikmah dan mendorong
kebangkitan dalam hidup. Tafakkur juga menjadi media penghubung antara seorang
hamba dengan Tuhannya. Tafakkur akan terus menerus menjadi pengingat agar seorang
hamba terus memproduksi kebaikan, prestasi, kemanfaatan, dan keberhasilan karena
melalui cara ini lah hamba itu bermakna di mata Allah dan makhluk lainnya. 6

C. Hubungan Uzlah dan Tafakkur


Sejarah awal uzlah dan tafakkur adalah dari Rasulullah Muhammad ‫ ﷺ‬ketika beliau
menyendiri di Gua Hira. Hal tersebut beliau lakukan dikarenakan kondisi kota Mekkah
dan penduduknya yang semakin parah tenggelam pada lembah kemusyrikkan. Oleh sebab
itulah beliau memutuskan ber-‘uzlah dan ber-tafakkur untuk mendekatkan diri kepada
Allah dengan harapan adanya ketenangan pada hati beliau yang sedang dilanda kerisauan
dan berfikir tentang nasib kaummnya..

Beliau menyendiri, berfikir dan ber-dzikir di gua tersebut selama beberapa malam.
Beliau menjauhi keramaian kehidupan, menghindari kelezatan dan kemewahan duniawi,
mengindari makan dan minum berlebihan, mengurangi tidur, serta merenungi alam
semesta. Terkadang beliau kembali ke rumah untuk mengambil bekal dan menjenguk
istrinya, kemudian beliau kembali menyendiri di gua Hira.

5
Ibid, Hlm.10-13
6
Ibid, Hlm.15-17
Tampak jelas bahwa yang dilakukan oleh Rasulullah ‫ﷺ‬., tersebut bertujuan untuk
mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati. Beliau berusaha untuk memperoleh
petunjuk dan hidayah dari Allah dan mencari hakikat kebenaran yang dapat mengatur
segalanya dengan baik dan benar.

Didalam Alquran tema ‘uzlah tidak dideskripsikan secara gamblang dan rinci.
Penafsiran ‘uzlah hanya tersirat dari isyarat yang ditunjukkan oleh beberapa ayat Alquran.
Ayat tentang ‘uzlah terdapat dalam surah al-Kahfi yang di dalamnya menerangkan kisah
Ashhabul kahfi, dalam ayat 16 Allah berfirman:

﴾١٦﴿ ً ‫ش ْر لَ ُك ْم َربُّ ُكم ِمن ارحمته ويُ َهيِ ْئ لَ ُكم ِم ْن أ َ ْم ِر ُكم ِم ْرفَقا‬ ِ ‫َّللاَ فَأ ْ ُووا إِلَى ْال َك ْه‬
ُ ‫ف يَن‬ ‫َوإِ ِذ ا ْعت َزَ ْلت ُ ُمو ُه ْم َو َما يَ ْعبُد ُونَ إِ اَّل ا‬

Banyak ayat Al-Qur’an dan hadits yang menganjurkan dan menjelaskan keutamaan
tafakur. Ali Imran ayat 190 menyebut keutamaan orang yang ber-dzikir dan ber-tafakkur
dalam situasi apa pun, baik dalam duduk, berdiri, maupun berbaring.

ِ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬
‫ض‬ ِ ‫س َم َاوا‬ ِ ‫َّللاَ قِيَا ًما َوقُعُودًا َو َعلَى ُجنُوبِ ِه ْم َويَتَفَ اك ُرونَ فِي خ َْل‬
‫ق ال ا‬ ‫الاذِينَ يَذْ ُك ُرونَ ا‬

Artinya, “Mereka adalah orang yang berzikir kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk,
dan berbaring. Mereka merenungkan penciptaan langit dan bumi,” (Ali Imran ayat 190).

Oleh karenanya, uzlah dan tafakkur tidak dapat dipisahkan. Karena kerika seseorang
menyendiri untuk mencari ketenangn, pastilah orang tersebut juga berfikir tentang
keadaannya sebelum memperoleh ketenangandan memikirkan tentang apa yang harus
dilakukannyaagar setiap perilakunya itu mendatangkan ridha dan ketenangan dari Allah
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Uzlah berasal dari kata „azala ya‟zilu, artinya meninggalkan atau menghindari
sesuatu. Dalam tasawuf atau filsafat, uzlah berarti i‟tizal, yang berarti tindakan
mengasingkan diri dari keramaian masyarakat sekitarnya. Uzlah (menyendiri) merupakan
cara terbaik bagi seorang sufi untuk membersihkan hati dari segala kelalaian dan
mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Tafakkur adalah konsep berpikir logis dan cerdas dalam pengambilan keputusan
secara matang dan telah mempertimbangkan baik atau buruknya terhadap suatu masalah
yang sedang dihadapi untuk menemukan sebuah jawaban ataupun penyelesaian.

Hubungan uzlah dan tafakkur tidak dapat dipisahkan. Karena kerika seseorang
menyendiri untuk mencari ketenangn, pastilah orang tersebut juga berfikir tentang
keadaannya sebelum memperoleh ketenangandan memikirkan tentang apa yang harus
dilakukannyaagar setiap perilakunya itu mendatangkan ridha dan ketenangan dari Allah
Daftar Pustaka

Abdullah Mudhofir. Mukjizat Tafakkur. Yogyakarta: Penerbit Teras, 2012.

Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, Dimensi Esoteris Ajaran Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012.

Ibn A’thaillah, Al-Hikam, Kitab Tasawuf Sepanjang Masa. Jakarta Selatan: Khazanah
Pustaka Islam, 2013.

Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka setia, 2010.

Vous aimerez peut-être aussi