Vous êtes sur la page 1sur 56

Asuhan Keperawatan Komunitas pada Lansia

Dosen Pengampu : Ns. Diah Ratnawati, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh :

Aggita Cahyani 1610711027

Nada Saskia 1610711028

Leily Muhafilah 1610711030

Mei Diana A 1610711033

Yenti Herawati 1610711034

Sharah Nursa’iidah 1610711038

Erina Rusmiati 1610711040

Auliya Shobah 1610711044

Ester Ronauli S 1610711045

Miftahul Jannah 1610711048

Diana Febriyanti 1610711050

Sinta 1610711054

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN’

JAKARTA

2019
I. Program Kesehatan terkait penyakit
Tujuan umum kebijakan pelayanan kesehatan lansia adalah meningkatkan derajat kesehatan
lansia untuk mencapai lansia sehat, mandiri, akf, produkf dan berdaya guna bagi keluarga dan
masyarakat.
Sementara tujuan khususnya adalah meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan
santun lansia; meningkatkan koordinasi dengan lintas program, lintas sektor, organisasi profesi
dan pihak terkait lainnya; meningkatnya ketersediaan data dan informasi di bidang kesehatan
lansia; meningkatnya peran serta dan pemberdayaan keluarga, masyarakat dan lansia dalam
upaya peningkatan kesehatan lansia; meningkatnya peran serta lansia dalam upaya peningkatan
kesehatan keluarga dan masyarakat.
Sasaran langsung adalah pra lanjut usia (45-59 tahun), lanjut usia (60-69 tahun), dan lanjut
usia risiko tinggi (lanjut usia >70 tahun atau usia >= 60 tahun dengan masalah kesehatan).
Sedangkan sasaran tidak langsung adalah keluarga, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat,
organisasi kemasyarakatan, kelompok khusus, dan swasta, lintasprogram, dan lintas sektor.
1. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM MENDUKUNG USIA LANJUT
 UU no. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
 UU no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
 UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 138 tentang upaya pelayanan
kesehatanusia lanjut
 Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia
 Keputusan Presiden RI No. 52 tahun 2004 tentang Komisi Nasional Lanjut Usia
 Keputusan Presiden RI No. 93 tahun 2005 tentang Keanggotaan Komisi Nasional Lanjut
Usia
 Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No.
05/KepMenko/Kesra/VIII/1989 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Tetap
Kesejahteraan Lansia.
 Rencana Aksi Nasional usia lanjuttahun 2009 – 2014

2. PROGRAM
 Peningkatan dan pemantapan upaya YANKES lansia di sarana yankes dasar
 Peningkatan upaya rujukan kesehatan bagi lansia
 Penyuluhan & penyebaran informasi kesehatan bagi lansia.
 Perawatan kesehatan bagi Lansia dan keluarga di rumah (Home Care).
 Peningkatan pemberdayaan masyarakat melalui Kelompok Lansia
 Pengembangan lembaga tempat perawatan bagi Lansia.

3. PUSKESMAS SANTUN USIA LANJUT


Melakukan pelayanan kepada Usia Lanjut, meliputi :aspek promotif, preventif,
disamping aspek kuratif, rehabilitative Yang dilakukan secara Pro-aktif, Baik Sopan
Memberikan kemudahan dukungan bagi usia lanjut

4. CIRI-CIRI PUSKESMAS SANTUN USIA LANJUT


 Pelayanan baik, berkualitas & sopan
 Memberikan kemudahan dlm yankes kepada usia lanjut
 Memberikan keringanan/penghapusan biaya yankes bagi usila tak mampu
 Memberikan dukungan/bimbingan pd usila dlm memelihara & meningkatkan kes.
 Melakukan yankes secara proaktif

5. PELAYANAN PUSKESMAS SANTUN USIA LANJUT


Promotif:
Dilakukan bagi Lansia, keluarga, masyarakat
 Penyuluhan kesehatan, gizi
 Upaya penyuluhan kebugaran jasmani
 Pemeliharaan kemandirian & produktivitas
Preventif:
 Dilakukan kepada pra Lansia & Lansia
 Deteksi dini
 Pemantauan kondisi kesehatan.
 Sarana kms lansia
Kuratif:
 Berupa pengobatan ringan bagi Lansia di kelompok Lansia
 Pengobatan lanjutan di Puskesmas
 Rujukan kasus ke RS

6. PERAWATAN LANJUT USIA DI RUMAH (HOME CARE)


Bentuk yankes komprehensif yang dilakukan di rumah Lansia dengan memberdayakan
keluarga dan lansia sendiri.Bertujuan memandirikan Lansia dan keluarganya sebagai subyek
Dilakukan dalam bentuk tim .Di Puskesmas merupakan bagian dari Program Perawatan
Kesehatan Masyarakat (Perkesmas).
7. PELAYANAN KESEHATAN DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA
Untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan Lansia dalam menangani kesehatannya
secara mandiri. Memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative. Puskesmas harus melakukan pembinaan dan pelayanan kepada Panti Lansia
yang ada di wilayahnya.
a. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
Lanjut Usia adalah suatuwadah pelayanan kepada lanjut usia di masyarakat, yang
proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakatbersama lembaga
swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta,
organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan kesehatan pada
upayapromotif dan preventif. Disamping pelayanan kesehatan, di PosyanduLanjut Usia
juga dapat diberikan pelayanan sosial, agama, pendidikan,ketrampilan, olah raga dan seni
budaya serta pelayanan lain yangdibutuhkan para lanjut usia dalam rangka meningkatkan
kualitashidup melalui peningkatan kesehatan dan kesejahteraan mereka.Selain itu mereka
dapat beraktifitas dan mengembangkan potensi diri.
Kegiatan pos pelayanan terpadu (posyandu), selama ini lebih banyak dikenal
untuk melayani kesehatan ibu dan anak. Padahal dalam pelayanan kesehatan di
puskesmas, ada juga jenis program posyandu lansia, yang dikhususkan untuk melayani
para lanjut usia. Pemerintah telah merumuskan berbagai peraturan dan perundang-
undangan, yang diantaranya seperti tercantum dalam UU No.23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, dimana pada pasal 19 disebutkan bahwa kesehatan manusia usia lanjut
diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kemampuannya agar tetap
produktif, serta pemerintah membantu penyelenggaraan upaya kesehatan usia lanjut
untuk meningkatkan kualitas hidupnya secara optimal. Seiring dengan semakin
meningkatnya populasi lansia, pemerintah telah merumuskan berbagai kebijakan
pelayanan kesehatan usia lanjut ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan
mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua bahagia dan berdaya guna dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya. Kegiatan pos
pelayanan terpadu (posyandu), selama ini lebih banyak dikenal untuk melayani kesehatan
ibu dan anak. Padahal dalam pelayanan kesehatan di puskesmas, ada juga jenis program
posyandu lansia, yang dikhususkan untuk melayani para lanjut usia. Karena manula
(manusia usia lanjut) juga memerlukan perhatian khusus, mengingat perkembangan fisik
dan mentalnya yang rentan dengan bermacam masalah kesehatan. Sebagai wujud nyata
pelayanan sosial dan kesehatan pada kelompok usia lanjut ini, pemerintah telah
mencanangkan pelayanan pada lansia melalui beberapa jenjang. Pelayanan kesehatan di
tingkat masyarakat adalah Posyandu lansia, pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar
adalah Puskesmas, dan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit.
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu
wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka
bisa mendapatkan pelayanan kesehatan Posyandu lansia merupakan pengembangan dari
kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya
melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh
masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya
Kriteria keterlantaran yaitu, tidak/belum sekolah atau tidak tamat SD, makan
makanan pokok kurang dari 21 kali seminggu, makan lauk pauk berprotein tinggi kurang
dari 4 kaliseminggud, memiliki pakaian kurang dari 4 stele, tidak mempunyai tempat
tinggal tetap untuk tidur, bila sakit tidak diobati.
Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah suatu alat untuk mencatatkondisi kesehatan
pribadi lanjut usia baik fisik maupun mentalemosional. KMS digunakan untuk memantau
dan menilai kemajuankesehatan lanjut usia yang dilaksanakan melalui kegiatan Posyandu
Lanjut usia
Lanjut Usia adalah suatuwadah pelayanan kepada lanjut usia di masyarakat, yang
proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakatbersama lembaga
swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta,
organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan kesehatan pada
upayapromotif dan preventif. Disamping pelayanan kesehatan, di PosyanduLanjut Usia
juga dapat diberikan pelayanan sosial, agama, pendidikan,ketrampilan, olah raga dan seni
budaya serta pelayanan lain yangdibutuhkan para lanjut usia dalam rangka meningkatkan
kualitashidup melalui peningkatan kesehatan dan kesejahteraan mereka.Selain itu mereka
dapat beraktifitas dan mengembangkan potensi diri.
Kegiatan pos pelayanan terpadu (posyandu), selama ini lebih banyak dikenal
untuk melayani kesehatan ibu dan anak. Padahal dalam pelayanan kesehatan di
puskesmas, ada juga jenis program posyandu lansia, yang dikhususkan untuk melayani
para lanjut usia. Pemerintah telah merumuskan berbagai peraturan dan perundang-
undangan, yang diantaranya seperti tercantum dalam UU No.23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, dimana pada pasal 19 disebutkan bahwa kesehatan manusia usia lanjut
diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kemampuannya agar tetap
produktif, serta pemerintah membantu penyelenggaraan upaya kesehatan usia lanjut
untuk meningkatkan kualitas hidupnya secara optimal. Seiring dengan semakin
meningkatnya populasi lansia, pemerintah telah merumuskan berbagai kebijakan
pelayanan kesehatan usia lanjut ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan
mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua bahagia dan berdaya guna dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya. Kegiatan pos
pelayanan terpadu (posyandu), selama ini lebih banyak dikenal untuk melayani kesehatan
ibu dan anak. Padahal dalam pelayanan kesehatan di puskesmas, ada juga jenis program
posyandu lansia, yang dikhususkan untuk melayani para lanjut usia. Karena manula
(manusia usia lanjut) juga memerlukan perhatian khusus, mengingat perkembangan fisik
dan mentalnya yang rentan dengan bermacam masalah kesehatan. Sebagai wujud nyata
pelayanan sosial dan kesehatan pada kelompok usia lanjut ini, pemerintah telah
mencanangkan pelayanan pada lansia melalui beberapa jenjang. Pelayanan kesehatan di
tingkat masyarakat adalah Posyandu lansia, pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar
adalah Puskesmas, dan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit.
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu
wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka
bisa mendapatkan pelayanan kesehatan Posyandu lansia merupakan pengembangan dari
kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya
melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh
masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya
Kriteria keterlantaran yaitu, tidak/belum sekolah atau tidak tamat SD, makan
makanan pokok kurang dari 21 kali seminggu, makan lauk pauk berprotein tinggi kurang
dari 4 kaliseminggud, memiliki pakaian kurang dari 4 stele, tidak mempunyai tempat
tinggal tetap untuk tidur, bila sakit tidak diobati.
Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah suatu alat untuk mencatatkondisi kesehatan
pribadi lanjut usia baik fisik maupun mentalemosional. KMS digunakan untuk memantau
dan menilai kemajuankesehatan lanjut usia yang dilaksanakan melalui kegiatan Posyandu
Lanjut usia.

b. Jenis Program yang harus dilaksanakan


1. Pelayanan dasar di pukesmas santun lansia
2. Pelayanan rujukan rumah sakit
3. Pelayanan kesehatan preventif , promotif, kuratif dan rehabilatif di semua fasyankes
4. Pelayanan kesehatan jiwa bagi lansia
5. Pelayanan home care yang terintergrasi dalam perawatan kesehatan masyarakat
6. Peningkatan inteligensia kesehatan bagi lansia
7. Penvegahan penyakit tidak menular mealui posbindu
8. Pelayanan gizi bagi lansia
9. Promosi kesehatan

c. Posbindu.
Posbindu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumberdaya
masyarakat (UKBM) yang dibentuk oleh masyarakat berdasarkan inisiatif dan kebutuhan
masyarakat itu sendiri, khususnya penduduk usia lanjut. Posbindu kependekan dari Pos
Pembinaan Terpadu, program ini berbeda dengan Posyandu, karena Posbindu
dikhususkan untuk pembinaan para orang tua baik yang akan memasuki masa lansia
maupun yang sudah memasuki lansia (Depkes, 2007).
Tujuan diadakannya Posbindu adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan
mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat sesuai dengan eksistensinya dalam strata kemasyarakatan. Jadi
dengan adanya Posbindu diharapkan adanya kesadaran dari usia lanjut untuk membina
kesehatannya serta meningkatkan peran serta masyarakat termasuk keluarganya dalam
mengatasi kesehatan usia lanjut. Fungsi dan tugas pokok Posbindu yaitu membina lansia
supaya tetap bisa beraktivitas, namun sesuai kondisi usianya agar tetap sehat, produktif
dan mandiri selama mungkin serta melakukan upaya rujukan bagi yang membutuhkan
(Depkes, 2007).
Pada prinsipnya pembentukan Posbindu didasarkan atas kebutuhan masyarakat
usia lanjut tersebut. Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam pembentukan
posbindu dimasyarakat sesuai dengan kondisi dan situasi masing-masing daerah,
misalnya mengambangkan kelompok-kelompok yang sudah ada seperti kelompok
pengajian, kelompok jemaat gereja, kelompok arisan usia lanjut dan lain-lain.
Pembentukan Posbindu dapat pula menggunakan pendekatan Pembangunan Kesehatan
Masyarakat Desa (PKMD).
Pendekatan PKM merupakan suatu pendekatan yang sudah umum dilaksanakan
dan merupkan pendekatan pilihan yang dianjurkan untuk pembentukan Posbindu baru.
Langkah-langkahnya meliputi:
 Pertemuan tingkat desa
 Survey mawas diri
 Musyawarah Masyarakat Desa
 Pelatihan kader
 Pelaksanaan upaya kesehatan oleh masyarakat
 Pembinaan dan pelestarian kegiatan.

Program Kota Sehat terkait tumbuh kembang pada kasus (lansia)


1. Pengertian
Secara umum pengertian kota sehat adalah suatu pendekatan untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat dengan mendorong terciptanya kualitas lingkungan fisik, sosial,
budaya dan produktivitas serta perekonomian yang sesuai dengan kebutuhan wilayah
perkotaan. Konsep kota sehat merupakan pola pendekatan untuk mencapai kondisi
kota/kabupaten yang aman, nyaman, dan sehat bagi warganya melalui upaya peningkatan
kualitas lingkungan fisik sosial dan budaya secara optimal sehingga dapat mendukung
peningkatan produktivitas dan perekonomian wilayah.

2. Tujuan
Tujuannya kota sehat adalah tercapainya kondisi kota untuk hidup dengan aman,
nyaman, dan sehat bagi warganya melalui upaya peningkatan kualitas lingkungan fisik,
sosial, budaya secara optimal sehingga dapat mendukung peningkatan produktivitas dan
perekomomian wilayah.

3. Undang undang yang mendasari program kota sehat pada lansia


Terdapat 4 perundang undangan, yaitu :
a) UU No. 13 tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
Yang menjadi dasar pertimbangan dalam undang undang ini antara lain adalah
“bahwa pelaksanaan pembangunan yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, telah menghasilkan
kondisi sosial masyarakat yang semakin membaik dan usia harapan hidup makin
meningkat sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah.”
Lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Sebagai penghormatan dan penghargaan kapada lanjut usia
diberikan hak untuk meningkatkan kesejahteraan yang meliputi : pelayanan keagamaan
dan mental spiritual, pelayanan kesehatan, pelayanan kesempatan kerja, pelayanan
pendidikan dan pelatihan, kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana
umum, kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum, perlindungan sosial, bantuan
sosial.

b) Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Upaya


Peningkayan Kesejahteraan Lanjut Usia
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia meliputi :
 Pelayanan keagamaan dan mental spiritual antara lain adalah pembangunan sarana
ibadah dan penyediaan aksestabilitas bagi lanjut usia
 Pelayanan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan upaya penyembuhan
diperluas pada bidang pelayanan geriatrik/geromotologik
 Pelayanan untuk prasarana umum, yaitu mendapatkan kemudahan dalam
penggunaan fasilitas umum, keringanan biaya, kemudahan dalam melakukan
perjalanan, penyediaan fasilitas rekreasi dan olahraga khusus
 Kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum seperti pelayanan administrasi
pemerintahan, memperoleh pelayanan kesehatan dan sarana kesehatan
 Pelayanan dan keringanan biaya untuk tiket perjalanan, akomodasi, pembayaran
pajak, tiket rekreasi, penyediaan loket khusus, penyediaan tempat duduk khusus,
mendahulukan para lanjut usia
 Penyediaan aksestabilitas lanjut usia pada bangunan umum, jalan umum,
pertamanan, tempat rekreasi, serta angkutan umum.

c) Keputusan Presiden No. 52 Tahun 2004 Tentang Komisi Nasional Lanjut Usia
 Keanggotaan komisi lanjut usia terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat yang
berjumlah paling banyak 25 orang
 Unsur pemerintah adalah pejabat yang mewakili dan bertanggungjawab di bidang
kesejahteraan rakyat, kesehatan, sosial, kependudukan dan keluarga berencana,
ketenagakerjaan, pendidikan nasional, agama, pemukiman dan prasarana wilayah,
pemberdayaan perempuan, kebudayaan dan pariwisata, perhubungan dan
pemerintahan dalam negeri
 Di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dapat dibentuk Komisi
Provinsi/Kabupaten/Kota Lanjut Usia
 Pembentukan Komisi Daerah Lanjut Usia ditetapkan oleh Gubernur pada tingkat
provinsi dan oleh Bupati/Walikota pada tingkat kabupaten/kota

d) Keptusan Presiden Ini 93/M Tahun 2005 Tentang Keanggotaan Komisi Lanjut Usia
 Pengangkatan anggota Komnas Lansia oleh Presiden
 Pelaksanaan lebih lanjut dilakukan oleh Menteri Sosial.

4. Program Lansia
a. Posyandu Lansia
Adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah
tertentu yang sudah disepakati dan digerakkan oleh masyarakat dimana mereka abisa
mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu lansia merupakan pengembangan dari
kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya
melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh
masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya.

b. Pembinaan Lansia
Peran serta masyarakat dalam upaya kesehatan usia lanjut adalah peran serta
masyarakat baik dalam pemberi layanan kesehatan maupun penerima pelayanan
kesehatan yang berkaitan dengan mobilisasi sumber daya dalam pemecahan masalah usia
lanjur setempat dalam bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya kesehatan usia
lanjut setempat.

c. Upaya Promotif
1) Kesehatan dan pemeliharaan kebersihan diri serta deteksi dini penurunan kondisi
kesehatannya, teratur dan berkesinambungan memeriksakan kesehatannya di
puskesmas atau instansi kesehatan lainnya
2) Latihan fisik yang dilakukan secara teratur dan disesuaikan dengan kemampuan usia
lanjut
3) Diet seimbang atau makan dengan menu yang mengandung gizi seimbang
4) Pembinaan mental dalam meningkatkan ketaqwaan pada Tuhan Yang Maha Esa
5) Membina keterampilan agar dapat mengembangkan kegemaran atau hobi secara
teratur sesuai dengan kemampuannya
6) Meningkatkan kegiatan sosial di masyarakat atau mengadakan kelompok sosial
7) Hidup menghindarkan kebiasaan yang tidak baik seperti merokok, alkohol, kopi,
kelelahan fisik dan mental

d. Upaya Preventif
 Pemeriksaan kesehatan secara berkala dan teratur
 Kesegaran jasmani yang dilakukan secara teratur dan disesuaikan dengan
kemampuan
 Penyuluhan tentang penggunaan alat bantu seperti kacamata dan alat bantu
pendengaran
 Penyuluhan untuk pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan pada
usia lanjut
 Pembinaan mental

e. Program Kota Sehat Lansia di Depok


1) Program pemberdayaan lansia (Kelurahan Depok Jaya)
Terdapat banyak lansia sekitar 15 persen dari keseluruhan penduduk disana.
Pada RW 02 terdapat banyak lansia yang aktif tergabung dalam Penegri Kota Depok
yang rutin melakukan berbagai kegiatan dan membuat salah satu buletin “sambung
rasa” yang rutin diterbitkan setiap bulan.
2) Peringatan Hari Ibu (Kota Depok)
Dalam peringatan hari ibu, peerintah kota Depok melakukan kegiatan bersama
para lansia yang tergabung dalam Lansia Pregeri. Kegiatan yang dilakukan
diantaranya adalah lomba membacakan puisi oleh lansia, penampilan teater yang
dimainkan oleh anggota Lansia Pergeri.
3) Senam Osteoporosis (Kota Depok)
Peregri cabang kota Depok melakukan kegiatan senam Osteoporosis bagi lansia
guna menjaga kepadatan tulang dengan gerakan yang bersifat aerobic low impact.
Kegiatan ini dilakukan seminggu sekali yaitu pada hari minggu. Tetapi Yulia (ketua
Peregri Depok) menghimbau kepada masyarakat lansia untuk melakukan senam
osteoporosis dalam 3-5 kali seminggu selama 20-60 menit agar tulang tetap sehat
dan kuat di usia lanjut
4) Zebbra Cross Lansia (Kota Depok)
Walikota Depok bekerjasama dengan Dinas Perhubungan Kota Depok
meresmikan penggunaan lampu penyebrangan pertama khusus lansia, ibu hamil dan
difabel di depan kantor Balai Kota Depok. Kepala dishub mengaku peresmian ini
merupakan sebuah penghormatan pada lansia agar lebih mudah menyebrang jalan.
5) Alat bantu untuk lansia (Kota Depok)
Lansia dari 11 kecamatan di kota Depok mendapatkan bantuan dari Disnakersos
berupa alat bantu seperti kursi roda dan tongkat, alat bantu pendengaran, kacamata,
hingga sembako. Kegiatan ini rutin dilakukan setiap tahun dengan syarat yang
mendapatkan bantuan adalah para lansia yang hidup secara mandiri
6) Berbagai program lainnya
Pemerintah bekerjasama dengan Center Of Aging di Universitas Indonesia
mengadakan survei kelayakan kota terhadap sikap memperlakukan lansia.
Pemerintah juga sudah menyiapkan beberapa program kota ramah lansia yang
dimulai dengan menyiapkan antrean khusus lansia di perbankan, kantor pos,
mauppun rumah sakit. Selain itu juga menyiapkan sarana prasarana bagi lansia serta
anggaran, mengedukasi pola makan sehat dan olahraga yang teratur. Pemerintah
memberikan pelatihan dengan membuat bank sampah, paduan suara dan keroncong.
II. Prevalensi
Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun
2017 terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia di Indoneia
(9,03%). Diperdiksi jumlah penduduk lansia tahun 2020
(27, 08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95
juta), dan tahun 2035 (48,19 juta).

Suatu Negara dikatakan berstruktur tua jika mempunyai


populasi lansia di atas tujuh persen (Soeweno). Gambar di
atas memperlihatkan presentase lansia di Indonesia 2017
telah mencapai 9,03% dari keseluruhan penduduk. Selain
itu, terlihat pula bahwa presentase penduduk 0-4 tahun
lebih rendah dibandingkan presentase penduduk 5-9
tahun. Sementara presentase penduduk produktif 10-44
tahun terbesar jika dibandingkan kelompok umur lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia termasuk Negara
dengan struktur penduduk menuju tua (ageing poplation).
Dari data di atas menunjukkan bahwa belum seluruh provinsi Indonesia berstruktur tua.
Ada 19 provinsi (55,88%) provinsi Indonesia yang memiliki struktur penduduk tua. Dari gambar
di atas dapat dilihat tiga provinsi dengan presentase lansia terbesar adalah DI Yogyakarta
(13,81%), Jawa Tengah (12,59%), dan Jawa Timur (12,25%). Sementara itu, tiga provinsi dengan
presentase lansia terkecil adalah Papua (3.02%), Papua Barat (4,33%), dan Kepulauan Riau
(4,35%).
Berobat jalan dapat dilakukan dengan mendatangi tempat-tempat pelayanan kesehatan
modern atau tradisional tanpa menginap, termasuk mendatangkan petugas kesehatan.
Tabel di atas memperlihatkan 10 penyakit terering yang diderita kelompok lansia, tahun
2013. Nampak jenis penyakit yang mendominasi adalah golongan penyakit tidak mneular,
penyakit kronik dan degenerative, terutama golongan penyakit kardiovaskuler.
III. Pengertian, Etiologi, dan tanda gejala
A. Pengertian
Definisi Hipertensi
Hipertensi arterial, disederhanakan dengan sebutan, tekanan darah tinggi. Didefinisikan
sebagai elevasi persisten dari tekanan darah sistolik (TDS) pada level 140 mmHg atau lebih
dan tekanan darah diastolik (TDD) pada level 90 mmHg atau lebih.

Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi benigna dan
hipertensi maligna. Hipertensi benigna merupakan keadaan hipertensi yang tidak
menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan saat penderita cek up. Hipertensi maligna
merupakan keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai keadaan kegawatan
sebagai akibat komplikasi pada organ-organ seperti otak, jantung dan ginjal.
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII), klasifikasi hipertensi pada
orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat I dan
derajat II. (Tabel 2.)

Di Indonesia berdasarkan konsensus yang dihasilkan Pertemuan Ilmiah Nasional Pertama


Perhimpunan Hipertensi Indonesia tanggal 13-14 Januari 2007, belum dapat membuat
klasifikasi hipertensi untuk orang Indonesia. Hal ini dikarenakan data penelitian hipertensi di
Indonesia berskala nasional sangat jarang, sehingga Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(Pernefri) memilih klasifikasi sesuai WHO/ISH karena memiliki sebaran yang lebih luas.
Definisi Diabetes Mellitus
Arti Diabetes Mellitus dalam bahasa Indonesia adalah sirkulasi darah madu. Kata
Diabetes Mellitus adalah gangguan kronik yang ditandai dengan hiperglikemia (gula darah
tinggi), yang disertai abnormalitas utama pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein
akibat kelaianan sekresi insulin, kelainan kerja insulin atau keduanya. Pasien diabetes
memiliki kecenderungan mengalami penyakit ginjal, ocular,neurologi, dan penyakit
kardiovaskular prematur.
Diabetes mellitus dibagi menjadi dua tipe yaitu DM tipe I (DM tergantung
insulin=DMTI) dan DM tipe II (DM tidak tergantung insulin/DMTTI)
1. DM tipe I
Kelompok ini adalah penderita DM yang sangat tergantung pada suntikan
insulin. Kebanyakan penderitanya masih muda dan tidak gemuk. Gejala biasanya timbul
pada anak-anak dan puncakya pada usia akil balik. Begitu penyakitnya terdiagnosis,
penderita langsung memerlukan suntikan insulin karena pankreasnya sangat sedikit atau
sama sekali tidak membentuk insulin. Umumnya penyakit berkembang kearah
ketoasidosis diabetic yang menyebabkan kematian.
Tipe ini disebabkan kerusakan sel Beta (insulitis) karena pancreas tidak bisa
memproduksi insulin akibat reaksi auto imun.
Penderita DMTI tergantung pada terapi insulin dan tidak dianjurkan
mengonsumsi obat antidiabetik oral. Penderita tidak dapat disembuhkan dan tergantung
pada injeksi insulin selama hidupnya. DMTI juga dapat muncul dari diabetes tipe II jika
obat antidiabetika oral sudah tidak mampu lagi menurunkan kadar gula darah pasien.

2. DM tipe II
Kelompok diabetes mellitus tipe II tidak tergantung insulin. Kebanyakan timbul
pada penderita berusia di atas 40 tahun. Penderita DM tipe II inilah yang terbanyak di
Indonesia. Pada tipe ini, insulin normal, tetapi jumlah reseptor kurang (misalnya insulin
adalah kunci pintu, maka lubang kunci pintu yang masuk ke sel adalah reseptornya),
akibatnya gula hanya sedikit yang masuk ke dalam sel sehingga gula darah meningkat,
keadaan ini disebut resisten insulin. Penyakit DM tipe II biasanya dapat terkendali
dengan menurunkan obesitas. Pengobatan diutamakan dengan perencanaan menu
makanan yang baik dan latihan jasmani secara teratur. Obat semacam oral hipoglikemik
dan suntikan insulin kadang menjadi kebutuhan bagi penderita tipe ini. Bagi penderita
yang sudah kronis, penurunan kadar gula darah harus dibantu dengan injeksi insulin.
DMTTI disebabkan oleh faktor genetis dan dipicu oleh pola hidup yang tidak sehat,
tetapi munculnya terlambat. Dengan pola hidup modern saat ini, prevalensi DMTTI
semakin meningkat dengan penderita berusia dibawah 40 tahun. Proses penuaan juga
menjadi penyebab akibat penyusutan sel-sel beta yang progresif sehingga insulin
semakin berkurang dan kepekaan reseptornya semakin menurun. Penyebab lain diduga
akibat inveksi virus sewaktu muda. DM tipe II dibagi lagi menjadi dua, yaitu penderita
tidak gemuk (non-obese) dan penderita gemuk (obese).
Selain DM tipe I dan DM tipe II, DM dapat dibagi lagi menjadi DM terkait
malnutrisi (DMTM) dan DM pada kehamilan (gestational DM).

Definisi Stroke
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular (Muttaqin, 2008).
Stroke hemoragic adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah
sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain:
hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun (Ria Artiani, 2009)
Stroke hemoragic adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat
aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian
merusaknya (M. Adib, 2009).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragic adalah salah satu jenis stroke
yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak dapat
mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir
dengan kelumpuhan.
B. Etiologi
Etiologi Hipertensi
a. Etiologi
 Berdasarkan penyebabnya hipertensi diabgi menjadi 2 golongan.
 Hipertensi primer (esensial)
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor
yang mempengaruhinya yaitu: genetik, lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis
sistem renin. Angiotensin dan peningkatan Na+ Ca intraseluler. Faktor-faktor yang
meningkatkan resiko: obesitas, merokok, alkohol, dan polisitemia.
 Hipertensi sekunder
Penyebab yaitu: penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom cushing dan
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.

 Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:


 Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebiuh besar dari 140 mmHg dan atau
tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
 Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg
dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan:
 Elastisitas dinding aorta menurun.
 Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
 Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun sesudah berumur
20 tahun kemampuan jantung memompa darah mnurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
 Kehilangan elastisitas pembuluh darah hal ini terjadi karena kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
 Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

b. Factor risiko
Faktor-faktor risiko ini di golongkan menjadi yang dapat diubah dan yang tidak
dapat diubah.
1. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah
a) Riwayat keluarga
Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial yaitu, pada seseorang
dengan riwayat hipertensi keluarga, beberapa gen mungkin berinteraksi dengan
yang lainnya dan juga lingkungan yang dapat menyebabkan tekanan darah naik
dari waktu ke waktu. Kecenderungan genetis tyang mebuat keluarga tertentu lebih
rentan terhadap hipertensi mungkin berhubungan dengan peningkatan kadar
natrium intraselular dan penurunan rasio kalsium natrium, yang lebih sering
ditemukan pada orang berkulit hitam. Klien dengan orang tua yang memilki
hipertensi berada pada risiko hipertensi yang lebih tinggi pada usia muda.

b) Usia
Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun. Peristiwa
hipertensi meningkat dengan usia: 50-60% klien yang berumur lebih dari 60 tahun
memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Penelitian epidemiologi, telah
menunjukkan prognosis yang lebih buruk pada klien yang hipertensinya mulai
pada usia muda. Hipertensi sistolik terisolasi umumnya terjadi pada orang yang
berusia lebih dari 50 tahun, dengan hampir 24 % dari semua orang terkena pada
usia 80 tahun. Diantara orang dewasa, pembacaan TDS lebih baik daripada TDD
karena merupakan prediktor yang lebih baik untuk kemungkinan kejadian di masa
depan seperti penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung, dan penyakit ginjal.

c) Jenis kelamin
Pada keseluruhan insiden, hipertensi lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan wanita sampai kira-kira usia 55 tahun. Risiko pada pria dan wanita
hampir sama antara usia 55 sampai 74 tahun; kemudian, setelah usia 74 tahun,
wnaita berisiko lebih besar.

d) Etnis
Statistik mortalitas mengindikasikan bahwa angka kematian pada wanita
berkulit putih dewasa dengan hipertensi lebih rendah pada angka 4,7 % pria
berkulit putih pada tingkat terendah berikutnya yaitu 6,3 % dan pria berkulit hitam
pada tingkat terendah berikutnya yaitu 22,5 %; angka kematian tertinggi pada
wanita berkulit hitam pada angka 29,3%. Alasan peningkatan prevalensi hipertensi
di antara oang berkulit hitam tidaklah jelas, akan tetapi peningkatannya dikaitkan
dengan kadar renin yang lebih rendah, sinsitivitas yang lebih besar terhadap
vasopresin, tingginya asupan garam, dan tingginya stres lingkungan.
2. Faktor-faktor risiko yang dapat diubah
a) Diabetes
Hipertensi telah terbukti terjadi lebih dari dua kali lipat pada klien diabetes
menurut beberapa studi penelitian terkini. Diabetes mempercepat aterosklerosis
dan menyebabkan hipertensi karena kerusakan pada pembuluh darah besar. Oleh
karena itu hipertensi akan menjadi diagnosis yang lazim pada diabetes, meskipun
diabetesnya terkontrol dengan baik. Ketika seorang klien diabtes didiagnosis
hipertensi, keputusan pengobatan dan perawatan tindak lanjut harus benar-benar
individual dan agresif.
b) Stress
Stres meningkatkan resistansi vaskular perifer dan curah jantng serta
menstimulasi aktivitas sistem saraf simpatis. Dari waktu ke waktu hipertensi dapat
berkembang. Stresor bisa banyak hal, mulai dari suara, infeksi peradangan, nyeri
berkurangnya suplai oksigen, panas, dingin, trauma, pengerahan tenaga
berkepanjangan, respons pada peristiwa kehidupan, obesitas, usia tua, obat-obatan,
penyakit, pembedahan dan pengobatan medis dapat meicu respons stres.
Rangsangan berbahaya ini dianggap oleh seseorang sebagai ancaman atau dapat
menyebabkan bahaya; kemudian, sebuah respon psikopatologis “melawan-atau-
lari” (fight or flight) dipraksrasi di dalam tubuh. Jika respon stres menjadi
berlebihan atau berkepanjangan, disfungsi organ sasaran atau penyakit akan
dihasilkan. Sebuah laporan dari Lembaga Stress Amerika (American Institute Of
Stress) memperkirakan 60 % sampai 90 % dari selurub kunjungan perawatan
primer meliputi keluhan yang berhubungan dengan stres. Oleh karena stres adalah
permasalahan persepsi, interpretasi orang terhadap kejadian yang menciptakan
banyak stresor dan respon stres.
c) Obesitas
Obesitas, terutama pada tubuh bagian atas (tubuh bebentuk “apel”), dengan
meningkatnya jumlah lemak sekitar diafragma, pinggang, dan perut, dihubungkan
dengan pengembangan hipertensi. Orang dengan kelebihan berat badan tetapi
mempunyai kelebihan paling banyak di pantat, pinggul, dan paha (tubuh berbentuk
“pear”) berada pada risiko jauh lebih sedikit untuk pengembangan hipertensi
sekunder daripada peningkatan berat badan saja. Kombinasi obesitas dengan
faktor-faktor lain dapat ditandai dengan sindrom metabolis, yang juga
meningkatkan risiko hipertensi.
d) Nutrisi
Konsumsi natrium bisa menjadi faktor penting dalam perkembangan
hipertensi esensial. Paling tidak 40 % dari klien yang akhirnya terkena hipertensi
akan sensitif terhadap garam dan kelebihan garam mungkin menjadi penyebab
pencetus hipertensi pada individu ini. Diet tinggi garam mungkin menyebabkan
pelepasan hormon natriuretik yang berlebihan, yang mungkin secara tidak
langsung meningkatkan tekanan darah. Muatan natrium juga menstimulasi
mekanisme vasopresor di dalam sistem saraf pusat (SSP). Penelitian juga
menunjukkan bahwa asupan diet rendah kalsium, kalium, dan magnesium dapat
berkontribusi dalam pengembangan hipertensi.
e) Penyalahgunaan obat
Merokok sigaret, mengonsumsi banyak alkohol, dan beberapa penggunaan
obat terlarang merupakan faktor-faktor risiko hipertensi. Pada dosis tertentu
nikotin dalam rokok sigaret serta obat seperti kokain dapat menyebabkan naiknya
tekanan darah secara langsung namun bagaimanapun juga, kebiasaan memakai zat
ini telah turut meningkatkan kejadian hipertensi juga tinggi di antara orang yang
minum 3 ons etanol per hari. Pengaruh dari kafein adalah kontreversial. Kafein
meningkatkan tekana darah akut tetapi tidak menghasilkan efek berkelanjutan.

Etiologi Diabetes Mellitus


Insulin Dependent Mellitus (IDDM) atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI)
disebabkan oleh destruksi sel B pulau Langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus (DMTTI) disebabkan kegagalan relatif sel B dan
resitensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh
hati. Sel B tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi
defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi
insulin lain. Berarti sel B pancreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

Etiologi Stroke
Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan dari salah satu
tempat kejadian, yaitu:
1. Trombosis ( Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian
otak atau dari bagian tubuh lain).
3. Isiansia (Penurunan aliran darh ke arah otak).
4. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke dalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke otak ,
menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau
permanen.

Faktor risiko terjadinya stroke menurut (Arif 2000), adalah sebagai berikut :
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat
stroke, penyakit jantung koroner.
2. Faktor risiko yang dapat diubah : Hipertensi, diabetes mellitus, merokok, hematokrit
meningkat, penyalahgunaan obat dan konsumsi alkohol.

C. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala Hipertensi
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi,
tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat, penyempitan
pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema pada diskus
optikus).
Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang, kaku kuduk,
sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan
pusing (Price, 2005).
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada
seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah, jantung
berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk
terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi
yang pernah dijumpai meliputi gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan
gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak
yang mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008).
Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami
hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat terjaga kadang kadang disertai mual dan
muntah yang disebabkan peningkatan tekanan darah intrakranial (Corwin, 2005).

Tanda dan gejala Diabetes Mellitus


Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita Diabetes Melitus,
yaitu:
a. Gejala awal pada penderita DM adalah
 Polyuria (peningkatan volume urin)
Penyakit Diabetes Melitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen
sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat
menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg%
sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan
mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang
menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urin yang disebut
glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urin
(Price,1995).
 Polydipsia (peningkatan rasa haus)
Akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan
dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air
intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke
plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran
ADH (antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
 Polyphagia (peningkatan rasa lapar)
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa
ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak
dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran
dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan
(Price,1995)
 Rasa lelah dan kelemahan otot
Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes
lama, katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energi.
Penurunan berat badan juga menjadi dapat menjadi gambaran DM tipe 2 ini,
tetapi penurunan berat bada ntersebut tidak ekstrem bahkan mungkin tidak
diperhatikan. Sebagian besar penyandang yang baru didiagnosis mengalami DM tipe
2 mengalami kelebihan berat badan (Brooker, 2008). Gejala Somnolen juga akan
terlihat pada penderita yang mengalami DM tipe 2, dimana terjadi penurunan
kesadaran, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur (Price, 2006).

b. Gejala lain yang muncul:


1. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan
antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun
dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
2. Adanya kelainan kulit seperti gatal-gatal, bisul.
3. Kelainan ginekologis seperti keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur
terutama candida.
4. Kesemutan, rasa baal akibat neuropati.
5. Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak
dapat berlangsung secara optimal.
6. Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar
utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak
diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk
penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
7. Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun
karena kerusakan hormon testosteron.
8. Terjadi pengaburan atau kehilangan penglihatan karena katarak atau gangguan
refraksi akibat perubahan pada lensa oleh hiperglikemia.
9. Kelemahan tubuh

Tanda dan gejala Stroke


Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah
kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya (Muttaqin 2008).
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia).
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”.
3. Tonus otot lemah atau kaku.
4. Menurun atau hilangnya rasa.
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”.
6. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia:
bicara defeksif/kehilangan bicara).
7. Gangguan persepsi.
8. Gangguan status mental

IV. Akibat dan komplikasi


A. Hipertensi
 Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak atau akibat embolus
yang terlepas dari pembuluh non otak yang terkena tekanan darah.
 Dapat terjadi infrak miokardium apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut.
 Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler-kapiler ginjal, glomelurus. Dengan rusaknya glomelurus, darah akan mengalir
ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi
hipoksik dan kematian.
 Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna. Tekanan
yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan
mendorong cairan ke dalam ruang interstisium di seluruh susunan saraf pusat (Huda
Nurarif & Kusuma H, 2015).

B. Diabetes Militus
1. Risiko Kardiovaskuler
Faktor-faktor risiko kardiovaskuler harus segera diatasi mengingat kebanyakan
pasien dengan diabetes banyak yang meninggal akibat penyakit kardiovaskuler.
Faktor-faktor risiko ini diatasi dengan menggunakan statin, antihipertensi, dan
antiplatelet. Penggunaan obat-obatan ini juga harus diawasi efek sampingnya seperti
hipotensi postural, bradikardia dan mialgia, pendarahan, serta risiko terjatuh dan
fraktur pada orang tua yang lemah.
2. Peripheral arterial disease (PAD)
Risiko PAD meningkat pada usia yang lebih tua dan 3-6 kali lebih sering
dijumpai pada yang diabetes. Akibat kalsifikasi pada pembuluh darah pada
ekstremitas bawah, tekanan disana cenderung meninggi. PAD menyebabkan kaki
sakit saat digunakan, ulserasi, dan gangrene, atau nyeri saat istirahat akibat iskemia,
dengan potensi amputasi pada ekstremitas bawah. Penatalaksanaan PAD diawali
dengan pemberian obat-obatan seperti antiplatelet, antihipertensi, statin, dan
pengkontrolan diabetes. Program olahraga untuk berjalan dapat dicoba, termasuk
menggunakan sepatu yang sesuai dan nyaman, perhatikan juga higienis kaki dan
pencegahan yang tepat apabila terdapat infeksi, untuk meminimalkan risiko
amputasi.
3. Komorbiditas dan kelemahan fungsional
Masalah-masalah pada orang tua termasuk lemahnya penglihatan, kelemahan
kognitif, dan masalah sendi, yang mana dapat menghambat kemampuan pasien untuk
mengkontrol glukosa darah atau menginjeksi insulin. Mereka lebih mudah terkena
defisiensi nutrisi dan mungkin melewatkan makan yang membuat mereka berisiko
terkena serangan hipoglikemi. Infeksi yang rekurens biasa terjadi pada orang tua
dengan episode hiperglikemia sebagai akibat polifarmasi, yang berbarengan dengan
kelemahan ginjal dan hati, yang menyebabkan efek samping obat dapat meningkat.
4. Kehilangan penglihatan
Risiko berkembangnya retinopati dapat diminimalisir oleh pengkontrolan kadar
glukosa darah yang baik dan penatalaksanaan dengan menggunakan ACE inhibitor
dianjurkan. Untuk memonitor terjadinya ini, skrining retina harus dilakukan secara
rutin.
5. Perawatan kaki
Masalah-masalah di kaki mungkin akan menyebabkan rasa sakit, morbiditas,
dan kelainan fungsional. Lemahnya penglihatan, berkurangnya ketangkasan, dan
kelemahan kognitif mungkin akan memperlambat rekognisi adanya masalah pada
kaki yang akhirnya memperlambat untuk mendapat penanganan yang sesuai,
akhirnya menyebabkan komplikasi yang membahayakan tungkai. Sebagai tambahan
untuk melihat adanya risiko kaki diabetic, pasien harus di edukasi untuk bisa
memeriksa kakinya, memperhatikan kebersihan daerah kaki, dan penggunaan sandal
atau sepatu yang nyaman.
6. Gait dan Keseimbangan
Neuropati perifer, penyakit vascular perifer, penglihatan yang berkurang serta
polifarmaasi pada pasien diabetes orang tua dapat berkontribusi pada peningkatan
risiko terjatuh dengan konsekuensi fisik dan psikologik. Dalam hal ini dibutuhkan
peranan dari berbagai multidisiplin.
7. Kelemahan
Pasien diabetes dengan kelemahan fisik dan kognitif harus diperhatikan karena
pasien-pasien ini rentan terhadap infeksi. (British Geriatrics Society, 2009)

C. Stroke
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
a. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi.
b. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas, terjatuh.
c. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
d. Hidrosefalus
Komplikasi pada strok hemoragik adalah :
a. Infark serebri.
b. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif.
c. Fistula caroticocavernosum.
d. Epistaksis.
e. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal.
f. Gangguan otak berat.
g. Kematian bila tidak dapat mengontrol respon pernafasan atau kardiovaskuler.
(Batticaca, 2008)

II. Cara pencegahan


A. CARA PENCEGAHAN HIPERTENSI PADA LANSIA
1. Mengatasi Obesitas/ Menurunkan Kelebihan Berat Badan
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas
jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan sesorang yang badannya normal. Sedangkan, pada
penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight).
Dengan demikian, obesitas harus dikendalikan dengan menurunkan berat badan (Depkes,
2006). Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai kelebihan berat
badan lebih dari 20% dan hiperkolestrol mempunyai risiko yang lebih besar terkena
hipertensi (Rahajeng, 2009).
2. Mengurangi Asupan Garam
Nasehat pengurangan garam harus memperhatikan kebiasaan makan penderita.
Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dirasakan. Batasi sampai dengan kurang
dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada saat memasak (Depkes, 2006).
3. Ciptakan Keadaan Rileks /Kurangi Stress
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem
saraf yang akan menurunkan tekanan darah (Depkes, 2006).

4. Melakukan Olahraga Teratur


Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4
kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah kebugaran dan memperbaiki
metabolisme tubuh yang akhirnya mengontrol tekanan darah (Depkes, 2006).
5. Berhenti Merokok
Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat memperburuk
hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui
rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak jaringan endotel pembuluh darah
arteri yang mengakibatkan proses arterosklerosis dan peningkatan tekanan darah. Merokok
juga dapat meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot
jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko
kerusakan pada pembuluh darah arteri. Tidak ada cara yang benar-benar efektif untuk
memberhentikan kebiasaan merokok.
6. Berhenti/Mengurangi Konsumsi Alkohol
7. Kurangi Asupan Lemak Jenuh Dan Kolesterol Dalam Makanan
8. Mempertahankan Asupan Kalium (90 Mmol/Hari), Kalsium Dan Magnesium Yang
Adekuat.

B. CARA PENCEGAHAN STROKE


Diantara sekian banyak faktor resiko stroke, hipertensi dianggap yang paling berperan.
Intervensi terhadap hipertensi dibuktikan mampu memengaruhi penurunan stroke dalam
komuniti. Namun demikian, upaya pencegahan stroke tidak semata ditujukan kepada hipertensi
stroke. Ada pendekatan yang menggabungkan ketiga bentuk upaya pencegahan dengan empat
faktor utama yang memengaruhi penyakit ( gaya hidup, lingkungan, biologis, dan pelayanan
kesehatan ) ( Bustan, 2007 ).
1. Pencegahan primer
 Gaya hidup
 Menghindari : rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebih,
obat-obatan golongan amfetamin, kokain, dan sejenisnya
 Mengurangi : kolesterol dan lemak dalam makanan
 Mengendalikan : hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung ( mis, fibrilasi
atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik ), penyakit vaskular
aterosklerosis lainnya.
 Menganjurkan konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur
 Lingkungan : kesadaran atas stres kerja
 Biologi : perhatian terhadap faktor resiko biologi ( jenis kelamin, riwayat keluarga ), efek
aspirin.
 Pelayanan kesehatan : health education, strategi kampanye nasional yang terintegritas
dengan program pencegahan penyakit vaskular lainnya dan pemeriksaan tekanan darah

2. Pencegahan sekunder
 Gaya hidup
 Hipertensi : diet, obat antihipertensi yang sesuai
 Diabetes melitus : diet, obat hipoglikemik oral/insulin
 Penyakit jantung aritmia nonvalvular ( antikoagulan oral )
 Dislipidemia : diet rendah lemak dan obat antidislipidemia
 Hiperurisemia : diet, antihiperurisemia
 Berhenti merokok
 Hindari alkohol, kegemukan, dan kurang gerak
 Manajemen stres
 Lingkungan : penggantian kerja jika diperlukan, famili counseling
 Biologi : pengobatan yang patuh dan cegah efek samping
 Pelayanan kesehatan : pendidikan pasien dan evaluasi penyebab sekunder

3. Pencegahan tersier
 Gaya hidup : reduksi stres, olahraga ringan, stop merokok
 Lingkungan : jaga keamanan dan keselamatan ( rumah lantai pertama, pakai wheelchair )
dan family support
 Biologi : kepatuhan berobat, terapi fisik dan terapi bicara
 Pelayanan kesehatan : emergency medical technic, asuransi

C. PENCEGAHAN DIABETES MELITUS\


Usaha pencegahan pada DM sebenarnya terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Pencegahan Primer
Tindakan yang dilakukan pada pencegahan primer agar tidak timbul DM meliputi :
 Mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang.
 Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan kemampuan.
 Menghindari obat yang dapat menyulut terjadinya diabetes.

2. Pencegahan Sekunder
Bila sudah ada DM, maka yang harus dilakukan adalah pengobatan diabetes agar tidak
timbul komplikasi, dengan berbagai upaya yang dilakukan untuk tujuan:
 Jangka pendek : Menghilangkan keluhan/gejala dan mempertahankan rasa nyaman
dan sehat.
 Jangka panjang : Mencegah timbul dan berlanjutnya penyulit (komplikasi) dengan
tujuan akhir menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat diabetesnya.
Orang dengan diabetes bisa berolahraga, makan dan minum seperti orang lain tanpa
diabetes dengan sedikit pengaturan.
Kadar gula darah yang tinggi dalam waktu yang lama, merupakan awal perjalanan
terjadinya komplikasi, disamping menimbulkan keluhan-keluhan yang sangat mengganggu
seperti sering kencing, haus, lapar dan berat badan turun. Oleh karena itu, tindakan
pertama yang harus selalu diupayakan ialah menurunkan kadar gula darah.
Secara garis besar upaya menurunkan gula darah dalam pencegahan sekunder
meliputi:
 Perencanaan makan yang baik dan seimbang untuk mendapatkan berat badan idaman
sesuai dengan umur dan jenis kelamin
 Kegiatan jasmani cukup sesuai umur dan kemampuan pasien
 Bila dengan pengaturan makan dan aktifitas fisik belum berhasil mengontrol gula
darahnya, maka diperlukan obat-obatan, baik yang diminum atau suntik insulin
 Perlu penyuluhan kepada pasien mengenai berbagai hal berkaitan dengan diabetes dan
komplikasinya

3. Pencegahan Tersier
Usaha pencegahan tersier dilakukan bila komplikasi telah terjadi, untuk mencegah
agar tidak terjadi bila komplikasi berlanjut, antara lain:
 Pembuluh darah otak : stroke dengan segala akibatnya
 Pembuluh darah jantung : penyakit jantung koroner dan segala konsekuensinya
termasuk gagal jantung
 Pembuluh darah mata : kebutaan
 Pembuluh darah ginjal : penyakit ginjal kronik sehingga memerlukan cuci darah
 Pembuluh darah kaki : kaki busuk yang perlu amputasi
Pemantauan dan pemeriksaan yang diperlukan untuk pencegahan tersier, antara lain:
 Mata : pemeriksaan mata secara berkala
 Paru : pemeriksaan rontgen paru secara bekala
 Jantung : pemeriksaan rekam jantung/uji latih jantung secara berkala
 Ginjal : pemeriksaan urin dan fungsi ginjal untuk mendeteksi adanya kebocoran
protein
 Kaki : pemeriksaan dan perawatan kaki secara berkala

III. Penatalaksanaan di masyarakat


b. Penatalaksanaan Hipetensi dalam masyarakat
Untuk mengelola penyakit hipertensi termasuk penyakit tidak menular lainnya,
Kemenkes membuat kebijakan yaitu:
1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif (skrining)
2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini melalui kegiatan Posbindu
PTM
3. Meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui revitalisasi Puskesmas
untuk pengendalian PTM melalui Peningkatan sumberdaya tenaga kesehatan yang profesional
dan kompenten dalam upaya pengendalian PTM khususnya tatalaksana PTM di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas; Peningkatan manajemen pelayanan pengendalian
PTM secara komprehensif (terutama promotif dan preventif) dan holistik; serta Peningkatkan
ketersediaan sarana dan prasarana promotif-preventif, maupun sarana prasarana diagnostik dan
pengobatan.
Selain itu, Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena
olah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran
darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk
mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang
berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit). Pengobatan hipertensi secara garis besar
dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Pengobatan non obat (non farmakologis)
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)

Pengobatan non obat (non farmakologis)

Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga


pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda.
Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis
dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
1. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Nasehat pengurangan garam, harus
memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan
sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal,
tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
3. Ciptakan keadaan rileks Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat
mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
4. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-
4 kali seminggu.
5. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol

Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)


Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat
ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter.
1. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat
kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa
jantung menjadi lebih ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
2. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang
bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan
Reserpin.
3. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung.
Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan
pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan
Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala
hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang
bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme
(penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
4. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos
(otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin.
Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala
dan pusing.
5. Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat
yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan
ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit
kepala dan lemas.
6. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi
jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan
Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan
muntah.
7. Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk
dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah :
sakit kepala, pusing, lemas dan mual. Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta
menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini
bisa ditekan.

c. Penatalaksanaan Diabetes Melitus dalam Masyarakat


Ada satu hal yang pertama kali harus kita ingat saat terkena diabetes, yaitu tetaplah
percaya bahwakita masih bisa menikmati hidup dan berprestasi. Kuncinya: pola hidup sehat
(baca: yang juga harus fun!).
Selain memiliki keyakinan kuat kalau kita tidak akan kalah dengan diabetes, kita juga
kita semua sudah sering mendengar bahwa diabetes tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat
dikendalikan. Pernyataan tersebut memang merupakan fakta yang perlu kita ketahui. Apabila
diabetes dapat kita kendalikan, hidup penderita boleh dibilang sama dengan orang tanpa
diabetes.
Pengontrolan diabetes memerlukan kerja sama antara penderita dan tenaga kesehatan.
Obat-obatan saja bukan merupakan jawaban untuk hidup yang berkualitas untuk penderita
diabetes. Bahkan, obat merupakan pilihan terakhir apabila gaya hidup saja tidak cukup untuk
mengendalikan diabetes. Penderita yang sudah menggunakan obat pun masih harus menjaga
gaya hidupnya agar tetap bugar dan kesehatan organ-organ lain tetap terjaga.
Tatalaksana diabetes terangkum dalam 4 pilar pengendalian diabetes. Empat pilar
pengendalian diabetes tersebut yaitu edukasi, pengaturan makan, olahraga, dan obat. Berikut
uraian satu per satu mengenai masing-masing pilar.
1. Edukasi
Penderita diabetes perlu mengetahui seluk beluk penyakit diabetes. Dengan
mengetahui faktor risiko diabetes, proses terjadinya diabetes, gejala diabetes, komplikasi
penyakit diabetes, serta pengobatan diabetes, penderita diharapkan dapat lebih menyadari
pentingnya pengendalian diabetes, meningkatkan kepatuhan gaya hidup sehat dan
pengobatan diabetes. Penderita perlu menyadari bahwa mereka mampu menanggulangi
diabetes, dan diabetes bukanlah suatu penyakit yang di luar kendalinya. Terdiagnosis
sebagai penderita diabetes bukan berarti akhir dari segalanya.
2. Pengaturan makan
Pengaturan makan pada penderita diabetes bertujuan untuk mengendalikan gula darah,
tekanan darah, kadar lemak darah, serta berat badan ideal. Dengan demikian, komplikasi
diabetes dapat dihindari, sambil tetap mempertahankan kenikmatan proses makan itu
sendiri. Pada prinsipnya, makanan perlu dikonsumsi teratur dan disebar merata dalam
sehari. Seperti halnya prinsip sehat umum, makanan untuk penderita diabetes sebaiknya
rendah lemak terutama lemak jenuh, kaya akan karbohidrat kompleks yang berserat
termasuk sayur dan buah dalam porsi yang secukupnya, serta seimbang dengan kalori yang
dibutuhkan untuk aktivitas sehari-hari penderita.
3. Olahraga
Pengendalian kadar gula, lemak darah, serta berat badan juga membutuhkan aktivitas
fisik teratur. Selain itu, aktivitas fisik juga memiliki efek sangat baik meningkatkan
sensitivitas insulin pada tubuh penderita sehingga pengendalian diabetes lebih mudah
dicapai. Porsi olahraga perlu diseimbangkan dengan porsi makanan dan obat sehingga
tidak mengakibatkan kadar gula darah yang terlalu rendah. Panduan umum yang
dianjurkan yaitu aktivitas fisik dengan intensitas ringan-selama 30 menit dalam sehari yang
dimulai secara bertahap. Jenis olahraga yang dianjurkan adalah olahraga aerobik seperti
berjalan, berenang, bersepeda, berdansa, berkebun, dll. Penderita juga perlu meningkatkan
aktivitas fisik dalam kegiatan sehari-hari, seperti lebih memilih naik tangga ketimbang lift,
dll. Sebelum olahraga, sebaiknya penderita diperiksa dokter sehingga penyulit seperti
tekanan darah yang tinggi dapat diatasi sebelum olahraga dimulai.

4. Obat
Obat oral ataupun suntikan perlu diresepkan dokter apabila gula darah tetap tidak
terkendali setelah 3 bulan penderita mencoba menerapkan gaya hidup sehat di atas. Obat
juga digunakan atas pertimbangan dokter pada keadaan-keadaan tertentu seperti pada
komplikasi akut diabetes, atau pada keadaan kadar gula darah yang terlampau tinggi.
Hal tersebut pada praktiknya mungkin tidak semudah seperti yang tertulis. Akan
tetapi, dengan motivasi, gaya hidup sehat dapat diterapkan dan dapat dimulai secara
bertahap. Dengan memperhatikan keempat pilar tersebut, penderita diharapkan dapat terus
menikmati kualitas hidup sehat dan terhindar dari komplikasi yang diakibatkan diabetes.

d. Penatalaksanaan Stroke dalam Masyarakat


Perawatan rumah
Poin utamanya adalah sebagai berikut:
1. Latihan domestik: untuk meningkatkan kemampuan perawatan diri
2. Pencegahan jatuh dan kecelakaan: memerhatikan keterampilan untuk
3. kegiatan yang berbeda-beda
4. Mengonsumsi obat pada waktunya
5. Pembatasan pola makan sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh ahli kesehatan
profesional
6. Mencegah dan menangani sembelit
7. Memerhatikan perawatan kulit untuk mencegah rasa sakit akibat tekanan
8. Menerapkan keterampilan perawatan diri (pergi ke toilet, mandi, danmencuci)
9. Mencegah terulangnya stroke: dari berbagai aspek, termasuk pola makan,emosi,
kebiasaan hidup, dan obat-obatan.
10. Menghadapi hidup baru dengan sikap positif

Perhatian dari anggota keluarga / perawat


Partisipasi anggota keluarga sangat penting dalam pengobatan rehabilitasi, dan
menjadi tantangan berat bagi perawat untuk hidup dengan penderita stroke yang sedang
memulihkan dirinya. Ketika pasien merasa tertekan dan tidak berdaya, dorongan dan
dukungan dari anggota keluarga adalah hal yang tidak tergantikan, dan membutuhkan
kesabaran dan pengertian dari mereka semua. Namun pengasuh juga harus merawat diri
mereka sendiri dengan baik. Mereka harus menerapkan keterampilan yang benar untuk
menghindari cedera dan memberi diri mereka sendiri ruang dan waktu untuk
beristirahat. Berbagi perasaan dengan orang lain dan mencari bantuan sangat
disarankan. Dengan demikian, mereka akan bias mendukung pemulihan diri pasien
secara terus menerus.

IV. Karakteristik dan tumbuh kembang


1. CIRI-CIRI LANSIA
a. Sikap sosial terhadap usia lanjut.
b. Mempunyai status kelompok minoritas.
c. Adanya perubahan peran.
d. Penyesuaian diri yang buruk.
e. Ada keinginan untuk menjadi muda kembali.
2. Tahapan Pertumbuhan Dan Perkembangan Pada Lansia
a. Fisik
Perkembangan fisik pada masa lansia terlihat pada perubahan perubahan
fisiologis yang bisa dikatakan mengalami kemunduran, perubahan perubahan biologis
yang dialami pada masa lansia yang terlihat adanya kemunduran tersebut sangat
berpengaruh terhadap kondisi kesehatan dan terhadap kondisi psikologis.
1) Daerah kepala
 Hidung menjulur lemas
 Bentuk mulut akan berubah karena hilangnya gigi
 Mata kelihatan pudar
 Dagu berlipat dua atau tiga
 Kulit berkerut/keriput dan kering
 Rambut menipis dan menjadi putih

2) Daerah Tubuh
 Bahu membungkuk dan tampak mengecil
 Perut membesar dan tampak membuncit
 Pinggul tampak mengendor dan tampak lebih besar
 Garis pinggang melebar
 Payudara pada wanita akan mengendor

3) Daerah persendian
 Pangkal tangan menjadi kendor dan terasa berat
 Kaki menjadi kendor dan pembuluh darah balik menonjol
 Tangan menjadi kurus kering
 Kaki membesar karena otot-otot mengendor
 Kuku tangan dan kaki menebal, mengeras dan mengapur.

b. Kognitif
Kecerdasan dan Kemampuan Memproses Kecepatan memproses informasi
mengalami penurunan pada masa dewasa akhir. Ada beberapa bukti bahwa orang-orang
dewasa lanjut kurang mampu mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan
dalam ingatannya. Meskipun kecepatan tersebut perlahan-lahan menurun, namun
terdapat variasi individual di dalam kecakapan ini. Dan ketika penurunan itu terjadi hal
ini tidak secara jelas menunjukkan perngaruhnya terhadap kehidupan kita dalam
beberapa segi substansial.

c. Pekerjaan
Satu perubahan penting dari pola pekerjaan orang-orang dewasa lanjut adalah
meningkatnya perkejaan-pekerjaan paruh waktu. Mis: dari tiga juta lebih orang dewasa
berusia di atas 65 tahun yang pekerja pada tahun 1986, lebih dari separuhnya merupakan
pekerja-pekerja paruh waktu.

d. Pengaturan Tempat Tinggal


Para lansia mereka biasanya tinggal di dalam institusi-institusi-rumah sakit,
rumah sakit jiwa, panti jompo (nursing home), dan sebagainya. Semakin tua seseorang,
semakin besar hambatan mereka untuk tinggal sendirian. Mayoritas orang dewasa lanjut
yang tinggal sendirian adalah janda, tinggal sendirian sebagai orang dewasa lanjut
tidaklah berarti kesepian. Karena para lansia yang dapat menopang dirinya sendiri ketika
hidup sendiri seringkali memiliki kesehatan yang baik dan sedikt ketidakmampuan, dan
mereka selalu memiliki hubungan sosial dengan sanak keluarga, teman-teman, dan para
tetangga.

e. Perkembangan Psikis
1) Perkembangan Intelektual
Menurut david Wechsler dalam Desmita (2008) kemunduran kemampuan mental
merupakan bagian dari proses penuaan organisme sacara umum, hampir sebagian
besar penelitian menunjukan bahwa setelah mencapai puncak pada usia antara 45-55
tahun, kebanyakan kemampuan seseorang secara terus menerus mengalami
penurunan, hal ini juga berlaku pada seorang lansia.
Kemerosotan intelektual lansia ini pada umumnya merupakan sesuatau yang
tidak dapat dihindarkan, disebabkan berbagai faktor, seperti penyakit, kecemasan atau
depresi. Tatapi kemampuan intelektual lansia tersebut pada dasarnya dapat
dipertahankan. Salah satu faktor untuk dapat mempertahankan kondisi tersebut salah
satunya adalah dengan menyediakan lingkungan yang dapat merangsang ataupun
melatih ketrampilan intelektual mereka, serta dapat mengantisipasi terjadinya
kepikunan.
2) Perkembangan Emosional
Memasuki masa tua, sebagian besar lanjut usia kurang siap menghadapi dan
menyikapi masa tua tersebut, sehingga menyebabkan para lanjut usia kurang dapat
menyesuaikan diri dan memecahkan masalah yang dihadapi (Widyastuti, 2000).
Munculnya rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan
baru seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan, merupakan
sebagian kecil dari keseluruhan perasaan yang tidak enak yang harus dihadapi lanjut
usia.
Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadinya gangguan fungsional, keadaan
depresi dan ketakutan akan mengakibatkan lanjut usia semakin sulit melakukan
penyelesaian suatu masalah. Sehingga lanjut usia yang masa lalunya sulit dalam
menyesuaikan diri cenderung menjadi semakin sulit penyesuaian diri pada masa-masa
selanjutnya. Yang dimaksud dengan penyesuaian diri pada lanjut usia adalah
kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi tekanan akibat perubahan
perubahan fisik, maupun sosial psikologis yang dialaminya dan kemampuan untuk
mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari lingkungan,
yang disertai dengan kemampuan mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat
sehingga dapat memenuhi kebutuhan– kebutuhan dirinya tanpa menimbulkan masalah
baru.

3) Perkembangan Spiritual
Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dengan agama
menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri dan
optimisme. Kebutuhan spiritual (keagamaan) sangat berperan memberikan ketenangan
batiniah, khususnya bagi para Lansia.

f. Perkembangan kepribadian
a) Freud
Percaya bahwa pada usia lanjut, kita kembali kepada kecenderungan2 narsistik
masa kanak-kanak awal (Santrock, 2002: 250). Artinya tindakan yang dibuat harus
diperlihatkan kepada orang lain. Ketika itu tidak bisa dilakukan maka tidak akan
memperoleh kepuasan

b) Carl Jung
Mengatakan bahwa pada usia lanjut, pikiran tenggelam jauh di dalam
ketidaksadaran (Santrock, 2002: 250). Berdasarkan pendapat Jung ini, mungkin saja
hal ini yang membuat orang yang sudah tua mudah lupa, karena sulit untuk
memanggilnya kembali ke alam sadar. Hal ini mungkin saja disebabkan oleh
sedikitnya kontak dengan realitas, sehingga pikirannya terpendam dalam
ketidaksadaran.

c) Erikson
Integritas versus Keputusasaan.
Masa Usia Tua, berlangsung diatas usia 65 tahun. Tahap terakhir dalam proses
epigenetis perkembangan disebut Integritas. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai
suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-benda dan orang-
orang, produk-produk dan ide-ide, dan setelah berhasil menyesuaikan diri dengan
keberhasilan-keberhasilan dan kegagalan-kegagalan dalam hidup. Sedangkan
keputusasaan tertentu menghadapi perubahan-perubahan siklus kehidupan individu,
terhadap kondisi-kondisi sosial dan historis, belum lagi kefanaan hidup dihadapkan
kematian, ini dapat memperburuk perasaan bahwa kehidupan ini tak berarti, bahwa
ajal sudah dekat, ketakutan akan, dan bahkan keinginan untuk mati.
Masa ini menunjukkan positif, jika memiliki kepribadian yang bulat utuh yang
ditandai sikap bijaksana, rasa puas terhadap masa hidupnya dan tidak takut
menghadapi kematian. Sebaliknya,kepribadian yang pecah selalu menunjukkan
pribadi yang penuh keraguan, merasa selalu akan menerima kegagalan dan merasa
selalu dibayangi kematian

3. Tugas dan Perkembangan Pada Lansia


Adapun tugas perkembangan pada masa dewasa akhir ini, diantaranya:
o Menciptakan kepuasan dalam keluarga sebagai tempat tinggal di hari tua.
o Menyesuaikan hidup dengan penghasilan sebagai pensiunan.
o Membina kehidupan rutin yang menyenangkan.
o Saling merawat sebagai suami-istri.
o Mampu menghadapi kehilangan (kematian) pasanan dengan sikap yang positif (menjadi
janda atau duda).
o Melakukan hubungan dengan anak-anak dan cucu-cucu.
o Menemukan arti hidup dengan nilai moral yang tinggi.

4. Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan lansia


Ciri-cirinya Lansia adalah sebagai berikut:
o Daya akomodasi mata menurun
o Tulang rapuh dan tidak lentur
o Penyembuhan luka lambat
o Jaringan ikat elastic bawah kulit hilang sehingga kulit tipis dan keriput
o Rambut memutih dan rontok
o Pendengaran berkurang
o Bungkuk, sendi lemah
o Gigi tanggal, dll.

V. Asuhan keperawatan komunitas pada lansia


A. TINJAUAN KASUS
Dari pengkajian yang dilakukan oleh perawat komunitas di Desa Bahagia didapatkan
data 24% penduduk merupakan lansia. Warga mengatakan bahwa tidak ada posbindu.
Kader mengatakan bahwa senam lansia dan posbindu tidak pernah dilakukan. 64% lansia
mempunyai keluhan adanya penyakit antara lain: Stroke (8%), Hipertensi 30%), DM
(13%), penyakit jantung (1%), dll. Warga mengatakan bahwa lansia hanya
memeriksakan kesehatannya ketika sakit karena jarak puskesmas dan rumah sakit
yang jauh yaitu di pusat kota. Setelah selesai bekerja banyak warga yang: 48%
berkebun/melakukan pekerjaan rumah, 26% jalan-jalan, 5% senam, dan 23% tidak
memiliki kegiatan. tidak ada kegiatan senam untuk warga atau lansia karena tidak ada
posbindu atau layanan sosial lainnya di desa bahagia. saat dilakuakn pengkajian
mayoritas warga mengatakan lebih sering makan ikan asin dan makanan
bersantan. Warga juga sangat menyukai teh / kopi dibanding air mineral dan
warga mengkonsumsi 2-3x kopi dalam sehari. dari 72 lansia di desa Bahagia ada
yang beragama islam, kristen, hindu dan budha tetapi lansia di Desa Bahagia
dominan beragama islam. Rata rata pendidikan terakhir warga desa bahagia
adalah SMP sederajat. Saat dilakukan pemeriksaan oleh perawat Di Desa Bahagia
banyak lansia yang memiliki tekanan darah tinggi, kadar kolesterol yang tinggi,
dan kadar gula yang tinggi.

B. PENGKAJIAN

Format Penulisan Hasil Pengkajian Komunitas

Variabel Sub Variabel Hasil Pengkajian


Core Demografi 1. Jumlah penduduk: 300 jiwa
2. 72 penduduk nya lansia (24%)
3. Kepadatan penduduk: padat
Etnis Ada berbagai etnis dan ras di desa bahagia mulai dari
jawa,sunda,bali,batak,dayak dll. Namun yang dominan
adalah etnis jawa.
Nilai dan Keyakinan atau agama nya pun bervariasi sekali dari
Keyankinan mulai islam, Kristen, hindu, budha dll yang dominan
adalah agama islam
Data statistik Dari pengkajian yang dilakukan oleh perawat komunitas
di Desa Bahagia didapatkan data:
 24% penduduk merupakan lansia
 >14% lansia berjenis kelamin wanita
 64% lansia mempunyai keluhan adanya penyakit
antara lain: Stroke (8%), Hipertensi 30%), DM
(13%), penyakit jantung (1%), dll.
 Penggunaan waktu senggang lansia : 48%
berkebun/melakukan pekerjaan rumah, 26% jalan-
jalan, 5% senam, dan 23% tidak memiliki kegiatan

Subsystem Lingkungan 1. Keadaan tanah: tanah kering namun tidak berdebu


Fisik 2. Rumah sebagian besar masih menggunakan kayu
3. Luas daerah: 8 Ha
4. Batas wilayah: Utara: desa Sentosa ,Barat: desa
Taruma Jaya ,Selatan: RT 1 RW 2, Timur: desa
Abadi Selalu.
Layanan Ada satu puskesmas dan rumah sakit ada di pusat kota,
Kesehatan dan tidak ada POSBINDU atau layanan social lainnya di desa
Sosial bahagia
Ekonomi Keadaan ekonomi masyarakat desa Bahagia dalam
kategori baik dan diatas garis kemiskinan. Warga
masyarakat juga tidak yang menganggur di rumah. Rata-
rata pekerjaan warga setempat adalah pedagang, baik di
rumah maupun masyarakat, berkebun, petani, tukang
becak.
Transportasi dan 1. Tidak ada pemadam kebakaran
Keamanan 2. Ada pos polisi tapi jarang ada polisi yang berjaga
tapi siskamling berjalan dengan rutin
3. Kebanyakan warga memakai sepeda motor
sebagai transportasi utama tapi ada juga yang
menggunakan becak dan sepeda onthel sebagai
transportasinya
4. Keadaan jalannnya sudah diaspal tapi tidak begitu
rata, jalan raya nya ramai
Politik dan 1. Pemilihan kepala desa dilakukan secara voting
Pemerintahan oleh warga
2. Remaja aktif mengikuti karang taruna
3. Ada kader desa berjumlah 5 orang
4. Tidak ada posbindu atau perkumpulan untuk para
lansia
Komunikasi Komunikasi baik setiap warga sering mengobrol satu
sama lain.
Pendidikan Rata rata pendidikan terakhir warga desa bahagia adalah
SMP sederajat
Rekreasi Karang taruna dari wilayah setempat sering mengadakan
wisata bersama-sama ke suatu tempat. Tapi belum ada
agenda atau program kerja untuk lansia.
 Warga mengatakan bahwa lansia hanya
memeriksakan kesehatannya ketika sakit karena
jarak puskesmas dan rumah sakit yang jauh
yaitu di pusat kota.
 Saat dilakukan pengkajian mayoritas warga
persepsi
lebih sering makan ikan asin dan makanan
bersantan. Warga juga sangat menyukai teh /
kopi dibanding air mineral dan warga
mengkonsumsi 2-3x kopi dalam sehari
 Saat dilakukan pemeriksaan oleh perawat Di
Desa Bahagia banyak lansia yang memiliki
tekanan darah tinggi, kadar kolesterol yang
tinggi, dan kadar gula yang tinggi.
 Banyak lansia yang mengkonsumsi kopi
setelah bekerja

C. DATA FOKUS

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


- Warga mengatakan bahwa tidak ada - Ada satu puskesmas dan rumah sakit ada di
posbindu pusat kota
- Warga mengatakan bahwa senam lansia dan - Tidak adanya posbindu atau pelayanan sosial
posbindu tidak pernah dilakukan lainnya di Desa Bahagia
- Warga mengatakan bahwa lansia hanya - Lansia jarang memperhatikan dan mengecek
memeriksakan kesehatannya ketika sakit kesehatannya
karena jarak puskesmas dan rumah sakit - 24% penduduk merupakan lansia
yang jauh yaitu di pusat kota. - Penggunaan waktu senggang lansia : 48%
- Kader mengatakan bahwa senam lansia dan berkebun/melakukan pekerjaan rumah, 26%
posbindu tidak pernah dilakukan jalan-jalan, 5% senam, dan 23% tidak memiliki
- 64% Lansia mempunyai keluhan adanya kegiatan.
penyakit antara lain : Stroke (8%), - 64% lansia mempunyai keluhan adanya
Hipertensi 30%), DM (13%), penyakit penyakit antara lain : stroke (8%), hipertensi
jantung (1%), dll. (30%), DM (13%) penyakit jantung (1%), dll.

Data tambahan: Data tambahan:


- Warga mengatakan lebih sering - Saat dilakukan pemeriksaan oleh
makan ikan asin dan makanan perawat Di Desa Bahagia banyak lansia
bersantan. yang memiliki tekanan darah tinggi,
- Warga mengatakan sangat menyukai kadar kolesterol yang tinggi, dan kadar
teh / kopi dibanding air mineral dan gula yang tinggi.
warga mengkonsumsi 2-3x kopi dalam - Banyak lansia yang minum kopi setelah
sehari selesai bekerja
D. ANALISA DATA

DATA FOKUS MASALAH


DS: Ketidakefektifan manajemen
- DS: Warga mengatakan bahwa tidak ada posbindu kesehatan pada lansia dengan
- Warga mengatakan bahwa senam lansia dan posbindu stroke, hipertensi, DM, penyakit
tidak pernah dilakukan jantung di desa bahagia
- Warga mengatakan bahwa lansia hanya
memeriksakan kesehatannya ketika sakit karena
jarak puskesmas dan rumah sakit yang jauh yaitu
di pusat kota.
- Kader mengatakan bahwa senam lansia dan posbindu
tidak pernah dilakukan

DO:
- Ada satu puskesmas dan rumah sakit ada di pusat
kota
- tidak ada POSBINDU atau layanan sosial lainnya di
desa bahagia
DS : Ketidakefektifan pemeliharaan
- Warga mengatakan bahwa tidak ada posbindu kesehatan pada lansia dengan
- Warga mengatakan bahwa senam lansia dan posbindu Stroke , Hipertensi , DM ,
tidak pernah dilakukan penyakit jantung , di desa bahagia
- Warga mengatakan bahwa lansia hanya
memeriksakan kesehatannya ketika sakit
DO :
- 24% penduduk merupakan lansia
- Penggunaan waktu senggang lansia : 48%
berkebun/melakukan pekerjaan rumah, 26% jalan-
jalan, 5% senam, dan 23% tidak memiliki kegiatan.
DS: Resiko peningkatan penyakit
Lansia di Desa Bahagia mengatakan : stroke pada lansia di desa Bahagia
1. Menghabiskan sekitar 1 bungkus rokok / hari
2. Mengonsumsi kopi 2-3 kali sehari.
3. 64 % lansia mempunytai keluhan adanya penyakit
stroke 8%

DO:

1. Saat dilakukan pemeriksaan tekanan darah oleh


perawat Di Desa Bahagia banyak lansia yang
memiliki tekanan darah tinggi, kadar kolesterol yang
tinggi, dan kadar gula yang tinggi
E. SKORING DIAGNOSA KEPERAWATAN KOMUNITAS

NO PEMBOBOTAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN JUMLAH
A B C D E F G H I J K

Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada lansia


1 dengan Stroke , Hipertensi , DM , penyakit jantung , di 4 4 3 3 2 3 4 3 4 4 4 38
desa bahagia

Ketidakefektifan manajemen kesehatan pada lansia


2 dengan stroke, hipertensi, DM, penyakit jantung di desa 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 40

bahagia

3 Resiko peningkatan penyakit stroke pada lansia di desa 34


3 3 3 3 2 3 3 3 4 4 3
bahagia

Keterangan Pembobotan:
1. Sangat Rendah
2. Rendah
3. Cukup
4. Tinggi
5. Sangat Tinggi
A. Risiko terjadi F. Sesuai program pemerintah I. Dana
B. Risiko parah G. Tempat J. Fasilitas kesehatan
C. Potensial penkes H. Waktu K. Sumber daya
D. Minat masyarakat E. Kemungkinan diatasi

FORMAT SKORING STANHOPE AND LANDCASTER

Diagnose : Ketidakefektifan manajemen kesehatan pada lansia dengan stroke, hipertensi, DM, penyakit jantung di desa bahagia

Kriteria Kriteria
Problem
No Kriteria Berat rating Rasional
ranking
(1-10) (1-10)
Lansia tidak memiliki kebiasaan olahraga dan tidak pernah
1 Kesadaran masyarakat terhadap masalah 8 10 70
memeriksakan anaknya kepelayanan kesehatan
Motivasi komunitas untuk mengatasi
2 10 4 Mayoritas lansia mengatakan malas berolahraga 40
masalah
Kemampuan perawat untuk mengatasi Keterampilan perawat dalam meningkatan kesadaran dan
3 6 8 48
masalah dukungan arahan
Posbindu yang belum aktif di desa tersebut Akses kepuskesmas
4 Ketersediaan ahli untuk mengatasi masalah 3 9 cukup jauh dan anggota kader yang tidak akif dalam 27
memberikan pelayanan kesehatan
Efek dari komplikasi penyakit tersebut dapat menyebabkan
5 Keparahan masalah jika masih tetap ada 7 10 70
kematian
6 Cepat masalah teratasi 4 4 Waktu untuk mengarahkan masyarakat cukup lama 16
Total ranking : 281

Diagnose : Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada lansia dengan Stroke , Hipertensi , DM , penyakit jantung , di desa bahagia

Kriteria berat Kriteria rating Problem


No Kriteria Rasional
(1-10) (1-10) ranking
1 Kesadaran masyarakat terhadap 7 10 Lansia tidak memiliki kebiasaan olahraga dan tidak 70
masalah pernah memeriksakan anaknya kepelayanan kesehatan

2 Motivasi komunitas untuk 8 4 Mayoritas lansia mengatakan malas berolahraga 32


mengatasi masalah
3 Kemampuan perawat untuk 6 8 Keterampilan perawat dalam meningkatan kesadaran dan 48
mengatasi masalah dukungan arahan
4 Ketersediaan ahli untuk mengatasi 3 9 Posbindu yang belum aktif di desa tersebut Akses 27
masalah kepuskesmas cukup jauh dan anggota kader yang tidak
akif dalam memberikan pelayanan kesehatan
5 Keparahan masalah jika masih 7 10 Efek dari komplikasi penyakit tersebut dapat 70
tetap ada menyebabkan kematian
6 Cepat masalah teratasi 4 5 Waktu untuk mengarahkan masyarakat cukup lama 20
Total ranking : 267
Diagnose : Resiko Peningkatan Penyakit Stroke Pada Lansia Di Desa Bahagia

No Kriteria Kriteria Kriteria Rasional Problem


Berat rating ranking
(1-10) (1-10)
1 Kesadaran masyarakat terhadap 7 10 Lansia tidak memiliki kebiasaan olahraga dan tidak pernah 70
masalah memeriksakan anaknya kepelayanan kesehatan
2 Motivasi komunitas untuk 8 4 Mayoritas lansia mengatakan malas berolahraga 32
mengatasi masalah
3 Kemampuan perawat untuk 6 8 Fasilitas kesehatan di puskesmas kurang memadai 48
mengatasi masalah
4 Ketersediaan ahli untuk mengatasi 3 9 Akses kepuskesmas cukup jauh dan anggota kader yang tidak akif 27
masalah dalam memberikan pelayanan kesehatan

5 Keparahan masalah jika masih 7 10 Efek dari defisiensi kesehatan komunitas akan mengganggu kesehatan 70
tetap ada komunitas tersebut
6 Cepat masalah teratasi 4 4 Waktu untuk mengarahkan masyarakat cukup lama 16
Total ranking : 263

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan manajemen kesehatan pada lansia dengan stroke, hipertensi, DM, penyakit jantung di desa bahagia
2. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada lansia dengan Stroke , Hipertensi , DM , penyakit jantung di desa bahagia
3. Resiko Peningkatan Penyakit Stroke Pada Lansia Di Desa Bahagia
G. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA LANSIA DENGAN STROKE , HIPERTENSI , DM , PENYAKIT
JANTUNG DI DESA BAHAGIA

Diagnosa Rencana Kegiatan Evaluasi


Tujuan
Keperawatan Strategi Kegiatan Kriteria Standar Evaluator

Ketidakefektifan Tujuan umum : Pendidikan 1. Pendidikan kesehatan Kognitif 1. Peningkatan Supervisor


manajemen Kesehatan mengenai pentingnya pengetahuan
Setelah dilakukan tindakan Mahasiswa
kesehatan pada pemeriksaan kesehatan kader dan warga
keperawatan komunitas, Fasilitas
lansia dengan sebagai upaya pencegahan terutama lansia
diharapkan manajemen kesehatan Kesehatan
stroke, stroke atau komplikasi mengenai
pada lansia di desa bahagia dapat Setempat
hipertensi, DM, lainnya terutama pada lansia. pentingnya
berjalan dengan efektif setelah
penyakit jantung 2. Penyebaran leaflet/poster pemeriksaan rutin Pejabat
dilakukan pembinaan selama 3
di desa bahagia pentingnya pemeriksaan 2. Informasi dapat Desa
bulan Afektif
kesehatan tersampaikan
Proses
Tujuan khusus : 3. Rekrutmen kader untuk secara luas
Kelompok
pemeriksaan kesehatan rutin 3. Teridentifikasi
1. Peningkatan pemahaman pada Afektif
pada lansia sebagai upaya kader untuk
kader desa untuk dilaksanakan
pencegahan stroke , pemeriksaan
program pemeriksaan kesehatan
hipertensi, DM, penyakit rutin.
rutin pada lansia sebagai upaya Psikomotor
jantung atau komplikasi 4. Mampu
pencegahan stroke.
lainnya dan penyediaan meningkatkan
2. Meningkatnya sarana dan fasilitas menuju pusat keterampilan
prasarana kesehatan di desa kesehatan. dalam kegiatan
setempat sebagai upaya 4. Pelatihan kader untuk pemeriksaan
pendukung dalam melakukan meningkatkan keterampilan kesehatan rutin.
pemeriksaan kesehatan terhadap dalam upaya 5. Terpenuhinya
Afektif fasilitas dalam
lansia. mengoptimalkan kesehatan
menangani
terutama kesehatan lansia masalah
3. Meningkatnya keterampilan
5. Bekerja sama dengan hipertensi, stroke
secara aktif serta kerjasama antara dan diabetes
pimpinan desa untuk melitus pada lansia
kader kesehatan dengan warga
memenuhi fasilitas dalam
untuk mencapai kesehatan yang Psikomotor
6. Mampu
menangani masalah
optimal terutama pada lansia. mengadakan
hipertensi, stroke dan
4. mengetahui tentang penyakit, senam lansia
diabetes melitus pada lansia
tanda den gejaja, komplikasi, dan setiap satu kali
6. Bekerja sama untuk
pengobatan seminggu
mengadakan kegiatan senam
lansia pada lansia di Desa
Bahagia

Ketidakefektifan Tujuan Umum: Penyuluhan - Penyuluhan mengenai Kognitif Tiap lansia di desa Supervisor
pemeliharaan kesehatan penyakit hipertensi, stroke, bahagia terpapar
Setelah dilakuakan tindakan Mahasiswa
kesehatan pada DM sosialisasi dan 90%
keperawatan komunitas ,
lansia dengan - Penyuluhan mengenai cara lansia memahami Fasilitas
Stroke , diharapkan masalah Pemeliharaan mencegah penyakit edukasi mahasiswa Kesehatan
Hipertensi , DM kesehatan pada lansia dengan hipertensi, stroke, DM. Setempat
Kognitif Terjadi peningkatan
, penyakit Stroke , Hipertensi , DM , - Penyuluhan mengenai cara
pengetahuan
jantung di desa penyakit jantung di desa bahagia mengatasi akibat /
mengenai cara
bahagia dapat berjalan optimal setelah komplikasi penyakit
mencegah penyakit
dilakukan pembinaan selama 3 hipertensi, stroke dan DM
stroke, Hipertensi ,
bulan - Meletakan iklan (poster)
DM , penyakit
yang menarik dan ditempat
Tujuan Khusus : jantung .
strategis
- Meningkatnya pengetahuan - Melibatkan individu, Terjadi peningkatan
mengenai stroke/komplikasi keluarga dan kelompok pemahaman tentang
Kognitif
lainnya. dalam perencanaan dan cara mengatasi
- Meningkatnya pengetahuan rencana implementasi akibat dari penyakit
mengenai cara mencegah stroke Hipertensi ,
terkena stroke/komplikasi DM , penyakit
lainnya Kognitif jantung
- Meningkatkan perilaku
Lansia memahami
kesehatan
pendidikan
- memeriksakan kesehatan Kognitif
kesehatan dan
yang telah direkomendasikan
tersebar leaflet
- sumber informasi peningkatan
kesehatan secara merata.

Resiko Tujuan Umum : Pendidikan 1. Penyuluhan mengenai Kognitif 1. Peningkatan Supervisor


peningkatan Kesehatan faktor-faktor yang dapat pengetahuan
Angka kejadian penyakit stroke Mahasiswa
penyakit stroke meningkatkan risiko mengenai faktor
pada lansia di Desa Bahagia tidak
pada lansia di penyakit stroke yang dapat Fasilitas
meningkat setelah dilakukan
desa bahagia 2. Penyuluhan mengenai berisiko terkena Kesehatan
intervensi selama 3 bulan.
perilaku yang dapat penyakit stroke Setempat

Tujuan khusus: meningkatkan risiko Kognitif 2. Peningkatan


penyakit stroke pengetahuan
Meningkatnya pengetahuan
3. Penyuluhan mengenai gaya mengenai gaya
mengenai faktor-faktor yang dapat
hidup atau perilaku yang hidup atau
meningkatkan resiko stroke
sehat untuk menurunkan perilaku yang
2. Meningkatnya pengetahuan risiko penyakit stroke dapat
mengenai perilaku yang dapat 4. Penyebarluasan leaflet dan meningkatkan
meningkatkan resiko terkena poster tentang penerapan dan menurunkan
stroke. gaya hidup sehat untuk risiko terkena
menurunkan risiko terkena penyakit stroke
3. Meningkatnya pengetahuan
penyakit stroke 3. Perbaikan sikap
mengenai perilaku atau gaya Afektif
pada perempuan
hidup yang sehat untuk
menurunkan resiko terkena stroke. di desa A
sebagai upaya
penurunan risiko
terkena penyakit
stroke
4. Mampu
Psikomotor melakukan gaya
hidup yang sehat
untuk
menurunkan
risiko terkena
penyakit stroke

VI. Daftar Pustaka


Stanley, Mickey. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC.
Kowalski, Robert E. 2010. Terapi Hipertensi. Bandung : Mizan Pustaka.
Huda Nurarif & Kusuma H,. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Jogja: Medi Action
British Geriatrics Society. 2009. Best Practice Guide: Diabetes.
http://www.bgs.org.uk/Publications/Publication%20Downloads/good_practice_full/Diabetes_6-4.pdf (18 Desember 2011)
Batticaca, F. B. 2008. Asuan Keperawatan Klien dengan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
https://www.academia.edu/30558447/DIABETES_MELITUS_PADA_LANSIA
https://www.academia.edu/34359449/ASUHAN_KEPERAWATAN_GERONTIK_PADA_LANSIA_Ny._K_DENGAN_HIPERTENSI_DI
_WISMA_A_BPSTW_YOGYAKARTA_UNIT_BUDHI_LUHUR

Vous aimerez peut-être aussi