Vous êtes sur la page 1sur 11

AL-QUR’AN DAN WAHYU

A. PENDAHULUAN
Jalan yang benar merupakan tema besar yang menjadi fokus tujuan semua
agama-agama di dunia. Bagi Umat Islam kebenaran yang sejati adalah mengikuti
semua ajaran Tuhan yang telah di ajarkan olehNya kepada Nabi Muhammad
SAW. Ajaran Tuhan ini bersifat langsung dan di sebut wahyu yaitu ajaran Tuhan
yang di sampaikan kepada para utusan. Wahyu atau “Kalam Ilahi” merupakan
ajaran langsung dari Tuhan yang di berikan kepada manusia untuk
membimbingnya menuju jalan yang benar sesuai kehendak Tuhan.
Al-Qur’an dalam sejarahnya merupakan salah satu sumber yang
menempati jantung kehidupan umat Islam di dunia. Sebagai pedoman hidup umat
Islam, al-Qur’an telah membuktikan sebagai Kitab Suci yang sangat berpengaruh
secara mendalam dalam perubahan besar dan kebangkitan umat Islam baik dalam
sisi karakter atau sosialnya. Sebagai Kitab pedoman yang paling utama dari umat
Islam, yang terdiri dari etika, hukum dan praktik agama yang harus di jalani oleh
pemeluk agama Islam. Umat Islam meyakini bahwa Kitab ini adalah ajaran
langsung atau “wahyu” dari Tuhan, yang menyatakan bukan hanya doktrin-
doktrin dan ajaran agama tetapi juga merupakan jalan hidup bagi jutaan manusia.
Karena merupakan ajaran langsung dari Tuhan, maka meyakini dan
menyandarkan semua aspek dalam kehidupan atas dasar Al-Qur’an merupakan
keniscayaan bagi Umat Islam.
Makalah ini akan membahas tentang al-Qur’an dan Wahyu, nama-nama,
fungsi dan otentisitasnya, serta analisis singkat kedudukan serta perannya dalam
Pendidikan Agama Islam.

B. PEMBAHASAN
1. Nama-Nama Al-Qur’an
Al-Qur’an secara bahasa berasal dari lafadh benda bentukan (mashdar) dari
kata kerja (fi‘l ) qara’a (‫)ﻗﺮأ‬, yang berarti al-Jam’u dan aẓ-Ẓammu, yang berarti

1
berkumpul. Sedang Qirā’ah berarti kumpulan kata dan kalimat yang tersusun
pada runtut bacaannya.1
As-Suyuthi menyatakan dalam Kitabnya al-Itqan bahwa Al-Qur’an adalah
nama yang khusus untuk Kalam Allah, seperti Injil dan Taurat, bukan diambil
dari kata “Qira’ah” yang berarti bacaan.2 Pendapatnya ini berbeda dengan
sebagian besar sarjana Muslim yang memandang nama al-Qur’an secara
sederhana merupakan kata benda bentukan (mashdar) dari kata kerja (fi‘l )
qara’a (‫)ﻗﺮأ‬, “membaca.” Dengan demikian al-qur’ãn (‫ )اﻟﻘﺮأن‬bermakna
“bacaan” atau “yang dibaca” (maqrû’).3
As-Suyuthi juga menerangkan sebagian Ulama yang berpendapat bahwa Al-
Qur’an di ambil dari derivasi kata “ al-Qarā’in” yang berarti penanda.4
Sementara itu Para sarjana Barat yang belakangan pada umumnya menerima
pandangan Friedrich Schwally bahwa kata qur’ãn merupakan derivasi (isytiqãq)
dari bahasa Siria atau Ibrani: qeryãnã, qiryãnî (“lectio,” “bacaan” atau “yang
dibaca”), yang digunakan dalam liturgi Kristen.5
Dari pendapat di atas asal-usul kata al-Qur’an justru berasal dari al-Qur’an
sendiri yang sangat berkaitan dengan ayat pertama dari Al-Qur’an “Iqra’” yang
berarti bacaan yang menjadi tugas awal Nabi Muhammad sebagai Nabi dan
Rasul dimulai ketika wahyu pertama ini di turunkan.6 Kata qur’ān, baik dengan
atau tanpa kata sandang tertentu digunakan untuk merujuk wahyu-wahyu
individual yang disampaikan satu-per-satu kepada Nabi, atau sebagai suatu
istilah umum untuk wahyu Ilahi yang diturunkan bagian demi bagian. Sementara
pada sebagian konteks lainnya, al-qur’ān terkadang tanpa artikel penentu (al )
disebut sebagai suatu versi berbahasa Arab dari al-kitãb yang ada di Lawh

1
al-Qatthān, Mabāhiṡ Fi “Ulūm al-Qur”ān, h. 14.
2
Sholahuddin Arqoh Dan, Mukhtashar al-Itqan fi Ulumi al-Qur’an li as-Suyuthi, edisi
digital, (Beirut: Dar an-Nafais, 1987), h. 18.
3
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Edisi Digital, (Jakarta: Yayasan
Abad Demokrasi, 2011), h. 54.
4
Sholahuddin Arqoh Dan, Mukhtashar al-Itqan, h. 18.
5
Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, h. 54.
6
Abdullah Saeed, The Qur’an an Introduction, digital edition, New york: the Taylor &
Francis e-Library, 2008.), h. 38.

2
mahfûzh. (’adãt al-ta‘rîf,yakni al-), muncul sekitar 70 kali di dalam al-Quran.
Sedang penggunaan terma al-qur’ãn yang paling dekat dengan pengertian yang
dipahami dewasa ini yakni sebagai kitab suci kaum Muslimin terdapat di dalam
suatu konteks (9:111), di mana kata ini disebut secara bergandengan dengan dua
kitab suci lain (Tawrat dan Injil) dalam suatu konstruksi (tarkîb)yang memberi
kesan tentang tiga kitab suci yang paralel. 7
Nama-nama Al-Qur’an yang di tuturkan dalam al-Qur’an adalah: Busyrā,
Ilmun, al-Urwat al-Wutsqā, Haq, Hablun min Allah, bayān li an-Nās, Munādiy,
Nūr-Mubīn, Muhaimin, ‘Adl, Shirāth-Mustaqīm, Bashā’ir, Kalām-Allah, Hakīm,
Mau’idhoh, Huda wa Rahmah, Arabiyy, Qaṣaṣ, Balāg, Hudā, Syifā, Qayyim,
wahyun, Żikrun Mubārak, Zabūr, al-Furqān, Tanzīl, Ahsan al-Hadīṡ, Maṡāniy,
Mutasyābih, aṣ-Ṣidqu, Basyīr wa Nażīr, ‘Azīz, Rūh, ‘Aliyyun-Hakīm, Kitāb-
Mubīn, Hikmah, Qur’ān-Karīm, AmruAllah, Tażkirah, ‘Ajab, Naba’un-‘Aẓīm,
Ṣuhuf-Mukarramah, Marfū’at-Muṭahhrah, Majīd, Qaul-Faṣl.8
Mannā’ Qatthān menegaskan bahwa dari nama-nama al-Qur’an yang paling
banyak digunakan adalah al-Qur’ān dan al-Kitāb, yang mengutip keterangan Dr.
Muhammad ‘Abd Allah Darāz bahwa nama al-Qur’an menghimpun makna
bahwa ia selalu di baca dengan lisan, sedang al-Kitāb menghimpun makna
bahwa ia tertulis dalam buku. Keduanya memberi kefahaman bahwa al-Qur’an
terjaga dari dua sisi, di hafalkan dengan lisan dan di tulis dalam buku.9
Secara Istilah menurut kesepatan para ulama al-Qur’an adalah Kalam Allah
yang bersifat i’jāz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang ditulis
dalam Mushaf yang diriwayatkan secara mutawatir, yang membacanya
merupakan Ibadah.10

7
Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, h. 55-56.
8
Sholahuddin Arqoh Dan, Mukhtashar al-Itqan, h. 18-19.
9
Mannā’ al-Qatthān, Mabāhiṡ Fi ‘Ulūm al-Qur’ān, buku digital, (Kairo: Maktabah
Wahbah, 1995), h. 17.
10
Subhi Sholeh, Mabāhiṡ Fi ‘Ulūm al-Qur’ān, buku digital, (Beirut: Dāru al-‘Ilmi li al-
Malāyīn, 1977), h. 21.

3
2. Sifat-Sifat Al-Qur’an
a. An-Nūr bermaksud cahaya yang menerangi kegelapan. Al-Quran disifatkan
sebagai nur (cahaya) karena ia memberikan cahaya keimanan kepada orang yang
berada di dalam kegelapan serta kekufuran. Selain itu, al-Quran juga menjadi
cahaya yang menerangi jiwa orang yang selalu membacanya dan menghayati isi
kandungannya. Firman Allah:
Wahai sekalian umat manusia! Sesungguhnya telah datang kepada kamu:
Bukti dari Tuhan kamu, dan Kami pula telah menurunkan kepada kamu (Al-
Quran sebagai) Nur (cahaya) Yang menerangi (segala apa jua Yang
membawa kejayaan di dunia ini dan kebahagiaan Yang kekal di akhirat
kelak). (surah an-Nisaa' 4:174)
b. Al-Mubīn bermaksud menerangkan sesuatu. Al-Quran disifatkan sebagai
penerang karena ia menguraikan ajaran Islam kepada seluruh umat. Firman Allah:
Wahai ahli Kitab! Sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami
(Muhammad, s.a.w) Dengan menerangkan kepada kamu banyak dari
(keterangan-keterangan dan hukum-hukum) Yang telah kamu sembunyikan
dari Kitab suci, dan ia memaafkan kamu (dengan tidak mendedahkan)
banyak perkara (yang kamu sembunyikan). Sesungguhnya telah datang
kepada kamu cahaya kebenaran (Nabi Muhammad) dari Allah, dan sebuah
Kitab (Al-Quran) Yang jelas nyata keterangannya. (surah al-Maa'idah 5:15)
c. Al-Huda bermaksud petunjuk. Al-Quran disifatkan sebagai petunjuk karena
ia menunjukkan jalan yang lurus kepada umat manusia. Firman Allah:
Wahai umat manusia! Sesungguhnya telah datang kepada kamu Al-Quran
Yang menjadi nasihat pengajaran dari Tuhan kamu, dan Yang menjadi
penawar bagi penyakit-penyakit batin Yang ada di Dalam dada kamu, dan
juga menjadi hidayah petunjuk untuk keselamatan, serta membawa rahmat
bagi orang-orang Yang beriman. (surah Yunus 10:57)
d. Ar-Rahmah bermaksud kerahmatan. Allah menyifatkan al-Quran sebagai
rahmat karena ia membawa rahmat kepada orang Mukmin yang senantiasa
membaca, mempelajari dan mengamalkan isi kandungannya. Firman Allah:

4
Wahai umat manusia! Sesungguhnya telah datang kepada kamu Al-Quran
Yang menjadi nasihat pengajaran dari Tuhan kamu, dan Yang menjadi
penawar bagi penyakit-penyakit batin Yang ada di Dalam dada kamu, dan
juga menjadi hidayah petunjuk untuk keselamatan, serta membawa rahmat
bagi orang-orang Yang beriman. (surah Yunus 10:57)11
3. Fungsi Al-Qur’an
Al-Quran mempunyai sekian banyak fungsi. Di antara fungsinya menurut
Quraisy Syihab adalah menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad saw. Bukti
kebenaran tersebut dikemukakan dalam tantangan yang sifatnya bertahap.
Pertama, menantang siapa pun yang meragukannya untuk menyusun
semacam Al-Quran secara keseluruhan (baca QS 52:34). Kedua, menantang
mereka untuk menyusun sepuluh surah semacam Al-Quran (baca QS 11:13).
Seluruh Al-Quran berisikan 114 surah. Ketiga, menantang mereka untuk
menyusun satu surah saja semacam Al-Quran (baca QS 10:38). Keempat,
menantang mereka untuk menyusun sesuatu seperti atau lebih kurang sama
dengan satu surah dari Al-Quran (baca QS 2:23).
Paling tidak ada tiga aspek dalam Al-Quran yang dapat menjadi bukti
kebenaran Nabi Muhammad saw., sekaligus menjadi bukti bahwa seluruh
informasi atau petunjuk yang disampaikannya adalah benar bersumber dari Allah
SWT. Pertama, aspek keindahan dan ketelitian redaksi-redaksinya. Ditemukan
adanya keseimbangan yang sangat serasi antara kata-kata yang digunakannya,
seperti keserasian jumlah dua kata yang bertolak belakang. Menukil dari
Abdurrazaq Nawfal dalam Al-Ijaz Al-Adabiy li Al-Qur'an Al-Karim beberapa
contoh, di antaranya: Al-hayah (hidup) dan al-mawt (mati), masing-masing
sebanyak 145 kali; Al-naf' (manfaat) dan al-madharrah (mudarat), Al-
Thumaninah (kelapangan/ketenangan) dan al-dhiq (kesempitan/kekesalan),
masing-masing 13 kali; Al-kufr (kekufuran) dan al-iman (iman) dalam bentuk
definite, masing-masing 17 kali; dan lain sebagainya. Keseimbangan jumlah
bilangan kata dengan sinonimnya makna yang dikandungnya, seperti Al-harts dan

11
http://ms.wikipedia.org/wiki/Al-Quran, diakses tanggal 24 Januari 2014

5
al-zira'ah (membajak/bertani), masing-masing 14 kali; Al-'ushb dan al-dhurur
(membanggakan diri/angkuh), masing-masing 27 kali; Keseimbangan antara
jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya,
seperti Al-infaq (infak) dengan al-ridha (kerelaan), masing-masing 73 kali; Al-
bukhl (kekikiran) dengan al-hasarah (penyesalan), masing-masing 12 kali; Di
samping keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbangan
khusus. (1) Kata yawm (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak
hari-hari dalam setahun. Sedangkan kata hari yang menunjuk kepada bentuk
plural (ayyam) atau dua (yawmayni), jumlah keseluruhannya hanya tiga puluh,
sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Disisi lain, kata yang berarti "bulan"
(syahr) hanya terdapat dua belas kali, sama dengan jumlah bulan dalam setahun.
Kedua adalah pemberitaan-pemberitaan gaibnya. Seperti awetnya jasad
Fir'aun, pada ayat 92 surah itu, ditegaskan bahwa "Badan Fir'aun tersebut akan
diselamatkan Tuhan untuk menjadi pelajaran generasi berikut." Tidak seorang pun
mengetahui hal tersebut, karena hal itu telah terjadi sekitar 1200 tahun S.M. Nanti,
pada awal abad ke-19, tepatnya pada tahun 1896, ahli purbakala Loret
menemukan di Lembah Raja-raja Luxor Mesir, satu mumi, yang dari data-data
sejarah terbukti bahwa ia adalah Fir'aun yang bernama Maniptah dan yang pernah
mengejar Nabi Musa a.s. Selain itu, pada tanggal 8 Juli 1908, Elliot Smith
mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-pembalut Fir'aun
tersebut. Apa yang ditemukannya adalah satu jasad utuh, seperti yang diberitakan
oleh Al-Quran.
Ketiga, isyarat-isyarat ilmiahnya. Banyak sekah isyarat ilmiah yang
ditemukan dalam Al-Quran. Misalnya diisyaratkannya bahwa "Cahaya matahari
bersumber dari dirinya sendiri, sedang cahaya bulan adalah pantulan (dari cahaya
matahari)" (perhatikan QS 10:5); atau bahwa jenis kelamin anak adalah hasil
sperma pria, sedang wanita sekadar mengandung karena mereka hanya bagaikan
"ladang" (QS 2:223); Kesemua aspek tersebut tidak dimaksudkan kecuali menjadi
bukti bahwa petunjuk-petunjuk yang disampaikan oleh Al-Quran adalah benar,
sehingga dengan demikian manusia yakin serta secara tulus mengamalkan
petunjuk-petunjuknya.

6
Walaupun Al-Quran menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad, tapi
fungsi utamanya adalah menjadi "petunjuk untuk seluruh umat manusia."
Petunjuk yang dimaksud adalah petunjuk agama, atau yang biasa juga disebut
sebagai syari'at. Syari'at, dari segi pengertian kebahasaan, berarti ' jalan menuju
sumber air." Jasmani manusia, bahkan seluruh makhluk hidup, membutuhkan air,
demi kelangsungan hidupnya. Ruhaninya pun membutuhkan "air kehidupan." Di
sini, syari'at mengantarkan seseorang menuju air kehidupan itu.12
4. Otentisitas Al-Qur’an
Al-Qur’an menurut Gary Miller dalam bukunya The Amazing Al-Qur’an
menjawab semua tantangan para penentangnya. Dalam asumsi penantangnya al-
Qur’an adalah hasil pemikiran Muhamad, tetapi di dalamnya jika benar asumsi
tersebut tentu isinya mencerminkan sebagian besar pengalaman psikis nabi
Muhammad. Dalam sejarah beliau yang melalui berbagai kejadian pahit dalam
kehidupannya pasti ada dalam al-Qur’an, seperti kematian anak-anak dan istrinya,
tetapi semua tidak tercantum di dalam al-Qur’an.13 Apabila kitab suci itu
merupakan rekayasa yang sadar dari imajinasi kreatif Nabi, maka sumber-
sumbernya secara pasti dapat dilacak dalam milieunya. Prasangka semacam ini,
seperti telah disinggung di atas, justeru disangkal dengan tegas oleh al-Quran
sendiri ketika menolak dakwaan-dakwaan senada yang diajukan oposan
kontemporer Nabi. 14 As-Suyūṭy menjelaskan bahwa para cendikia bersepakat
bahwa al-Qur’an adalah Mu’jizat terbesar Nabi Muhammad yang tidak ada
satupun yang berhasil menandinginya setelah tantangan al-Qur’an.15
Al-Quran al-Karīm memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan
sifat. Salah satu di antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang
keotentikannya dijamin oleh Allah, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara.

12
Quraish Syihab, Membumikan Al-Qur’an :Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, Bandung : Mizan, 1996, Edisi Digital oleh M. Arifin, ISNET.
13
Dr. Gary Miller,"The Amazing Quran,"Abul Qasim Publishing House (AQPH). All
Rights Reserved ©1992, h. 4.
14
Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, h. 71.
15
Sholahuddin Arqoh Dan, Mukhtashar al-Itqan, h. 154.

7
Inna nahnu nazzalna al-dzikra wa inna lahu lahafizhun (Sesungguhnya Kami yang
menurunkan Al-Quran dan Kamilah Pemelihara-pemelihara-Nya) (QS 15:9).16

5. Tentang Wahyu
Di dalam kata “Wahyu” terkandung dua arti yang bersifat mendasar, sesuatu
yang samar dan cepat. Mannā’ Qatthān menyatakan definisi wahyu dengan
memberikan penekanan tekanan terhadap informasi yang bersifat cepat.17 Imam
Zarqāny menyatakan bahwa makna wahyu secara syara’ adalah pengajaran Allah
kepada hambaNya yang dipilih segala sesuatu tentang petunjuk dan ilmu dengan
jalan yang rahasia dan tersembunyi. 18
Kata wahyu (‫ )اﻟﻮﺣﻰ‬telah menjadi istilah teknis dalam terminologi Islam,
khususnya untuk merujuk komunikasi pesan Ilahi kepada para nabi. Di dalam al-
Quran sendiri, penggunaan kata wahy dan kata-kata bentukannya tidak hanya
dibatasi bagi para nabi, tetapi juga digunakan secara umum untuk melukiskan
bentuk komunikasi yang dijalin antara sesama manusia atau antara Tuhan dengan
makhluk-Nya termasuk para nabi. Berbagai terma lain juga digunakan di dalam
al-Qur’an untuk menunjukkan kandungan wahyu. Di antara nama-nama lain dari
Wahyu adalah al-kitãb yang berarti kumpulan kebenaran yang
mengkonfirmasikan kitab-kitab sebelumnya dan pelindung atasnya,‘ilm (ilmu),
hikmah, (hikmah), hudã (petunjuk), syifã’ (penawar), nûr (cahaya), dan lain-
lain.19
6. Fungsi Wahyu
Fungsi wahyu adalah sebagai bentuk komunikasi atau transfer
pengetahuan yang di butuhkan manusia dari Tuhan. Manusia sangat
membutuhkan peraturan-peraturan demi memelihara keselamatan dirinya. Untuk
itu diperlukan pengetahuan dari "Sesuatu" yang tidak bersifat egoistis, yang tidak
mempunyai sedikit kepentingan pun, sekaligus memiliki pengetahuan yang

16
Syihab, Membumikan Al-Qur’an.,
17
al-Qatthān, Mabāhiṡ Fi ‘Ulūm al-Qur’ān, h. 26.
18
Az-Zarqāny, Manāhilu al-‘Irfān Fi Ulūm al-Qur’ān, buku digital, Beirut : Dār al-Kitāb
al-‘Arabiy, 1995, h. 55.
19
Ibid., h. 74.

8
Mahaluas. "Sesuatu" itu adalah Tuhan Yang Mahaesa, dan peraturan yang
dibuatnya itu dinamai "agama".20
7. Otentisitas Wahyu
Imam Zarqāniy telah memberikan banyak bukti dalam kebenaran adanya
wahyu serta kemungkinan-kemungkinan adanya secara akal dan ilmu.
Diantaranya dikatakan bahwa adanya fenomena telepati yang bisa di buktikan
secara ilmiah adalah bentuk pengaruh dari pribadi yang kuat kepada pribadi yang
lebih lemah, maka dari teori tersebut Nabi Muhammad ketika menerima wahyu
lewat malaikat Jibril pada teorinya adalah proses penerimaan pengaruh yang kuat
dari Jibril terhadap diri Nabi sehingga dalam proses penerimaannya Nabi dalam
kondisi yang luar biasa, secara akal jika seseorang bisa mempengaruhi dan
mentransfer pengetahuan kepada orang lain maka proses interaksi Nabi
Muhammad dengan Malaikat Jibril juga sangat memungkinkan adanya.21
Adanya teknologi mutakhir abad 20 yang seperti telepon, radio, internet
memungkinkan mengirimkan suara dan gambar kepada orang lain di tempat yang
jauh dan berlainan daerah, juga menunjukkan sangat memungkinkan jika Tuhan
yang membuat alam seisinya memberikan informasi kepada hamba pilihanNya.
Serta teknologi penyimpanan suara dan gambar pada benda-benda padat dan kecil
seperti kaset, flaskdisk dan kartu memori dengan hasil yang menyamai aslinya
juga menunjukkan kemungkinan secara akal proses seperti ini pada diri nabi
Muhammad SAW. 22
Adanya kejeniusan yang menurut Platon adalah kondisi Ketuhanan yang
melahirkan petunjuk-petunjuk yang tinggi bagi manusia. Para ahli filsafat
menyatakan bahwa ini adalah di luar akal manusia, para ahli biologi menyatakan
hal ini bersifat alamiah bukan berasal dari proses belajar juga menunjukkan
bahwa pada diri manusia ada potensi-potensi di luar kontrol manusia tersebut,
yang menunjukkan adanya Tuhan dan segala kehendakNya, yang ditunjukkan

20
Syihab, Membumikan Al-Qur’an, th.
21
Az-Zarqāny, Manāhilu al-‘Irfān Fi Ulūm al-Qur’ān, buku digital, Beirut : Dār al-Kitāb
al-‘Arabiy, 1995, h. 59.
22
Ibid., h. 60.

9
oleh beberapa penelitian seperti tulisan profesor Myers dari universitas
Cambridge dan lain sebagainya.23
Secara akal sehat bahwa Nabi Muhammad SAW yang terkenal dari masa
kecilnya tidak pernah berbohong dan mempunyai akhlak mulia bahkan mendapat
gelar al-Amīn (yang terpercaya) ketika mengaku mendapatkan sesuatu di luar
pengetahuan manusia, yang pada saat itu manusia tidak bisa memberikan sesuatu
yang sebanding, sangat masuk akal untuk mengimani dan mempercayainya.
8. Analisis Kritis
Al-Qur’an sebagai wahyu Ilahi merupaka mu’jizat terbesar Nabi
Muhammad SAW yang menjadi pedoman dasar, yang mendorong perubahan-
perubahan besar yang pada diri manusia, seperti yang terlihat pada diri bangsa
Arab pada saat di turunkan al-Qur’an tersebut. Dalam pendidikan Islam, al-Qur’an
sebagai wahyu Ilahi adalah kitab petunjuk dan mukjizat yang mempunyai peran-
peran besar sebagai berikut:
a) Sebagai pedoman dasar dan mukjizat Ilahiah dan kenabian, al-Qur’an
mendorong manusia untuk menggunakan potensi dasarnya untuk belajar
dan membaca dengan ayat pertamanya Iqra’ yang melahirkan ekplorasi
dan pengembangan keilmuan yang sangat penting dalam sejarah keilmuan
dan perkembangan dunia. Ini juga merupakan pengembangan aspek
kognitif dalam pendidikan dasar modern.
b) Sebagai pedoman jalan hidup umat Islam, al-Qur’an dalam banyak tempat
telah menyatakan keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat seperti
dalam doa robbanā ātinā fi ad-dunya hasanah, wa fi al-ākhirati hasanah
wa qinā ‘ażāba an-nār, yang menjadi pedoman dasar bagi dasar
pendidikan Islam yang bersifat holistik yang mencakup aspek jasmani dan
rohani.
c) Wahyu dalam pendidikan Islam mempunyai peran terpenting sebagai
sumber pengetahuan transenden yang menempati hirarki tertinggi dalam
struktur sumber pengetahuan dalam diri manusia, setelah indera, imajinasi,

23
Ibid.

10
dan berpikir. 24 Wahyu secara spiritual menjadi sumber terpenting
mengembangkan segala potensi manusia sesuai tujuan pendidikan Islam.

C. KESIMPULAN
Al-Qur’an adalah kitab suci yang di turunkan kepada Nabi Muhammad
yang mempunyai nama-nama yang menunjukkan bahwa ia merupakan wahyu dari
Allah untuk petunjuk dan pedoman hidup bagi manusia. Diantaranya al-kitab, dan
at-Tanzil. Fungsinya adalah sebagai bukti pembenar atau mukjizat bagi Nabi
Muhammad serta petunjuk keselamatan kehidupan dunia dan akhirat.
Otentisitasnya ditunjukkan oleh berbagai bukti ilmiah dan sejarah.
Wahyu adalah pengajaran Allah kepada hambaNya yang dipilih segala
sesuatu tentang petunjuk dan ilmu dengan jalan yang rahasia, cepat dan
tersembunyi. Fungsinya sebagai bentuk komunikasi atau transfer pengetahuan
yang di butuhkan manusia dari Tuhan. Otentisitasnya adalah kemuliaan akhlak
Nabi dan kejujurannya sejak kecil serta berbagai temuan ilmiah manusia yang
memungkinkan adanya wahyu sebagai bentuk komunikasi tertinggi dari Tuhan.

24
JasaUngguh Muliawan, Pendidikan Islam Integratif; Upaya Mengintegrasikan Kembali
Dikotomi Ilmu dan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 28-37.

11

Vous aimerez peut-être aussi