Vous êtes sur la page 1sur 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan sekedar
terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh semua orang.
Kesehatan adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat
menerima orang mana adanya, serta mempunyai sifat positif terhadap diri sendiri dan orang lain
(Depkes, 2005). Gangguan jiwa adalah seseorang tentang gangguan jiwa berasal dari apa yang
orang tersebut yakini sebagai faktor penyebab (Struart, 2007).

World Health Organization (WHO) memperkerikan tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan
jiwa ditemukan di dunia. Dari 50 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data
Departemen Kesehatan (Depkes) ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional.
Sedangkan 4% dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya
layanan untuk penyakit kejiwaan ini, krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah
penderita gangguan jiwa di dunia dan Indonesia khusunya kian meningkat, diperkerikan sekitar 50
juta atau 25% dari jumlah penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya
perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai
ideal diri (Yosep, Iyus 2010).

Komunikasi terapeutik dapat menjadi jembatan penghubung antara perawat sebagai pemberi
asuhan keperawatan dan pasien sebagai pengguna mengalami gangguan asuhan keperawatan,
karena komunikasi terapeutik dapat mengakomodasikan perkembangan status kesehatan yang
dialami pasien. Komunikasi terapeutik memperhatikan pasien secara holistic meliputi aspek positif
yang masih dimiliki pasien, dengan cara mendiskusikan bahwa pasien masih memiliki sejumlah
kemampuan dan aspek positif seperti kegiatan pasien di rumah, adanya keluarga dan lingkungan
terdekat pasien.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep harga diri rendah?


2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien harga diri rendah?

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui konsep dan asuhan keperawatan pada pasien dengan harga diri rendah

1.4 Manfaat Penulisan

1. Bagi profesi keperawatan


Diharapkan makalah ini memberikan masukan bagi profesi dalam mengembangkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan harga diri rendah

2. Bagi mahasiswa

Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan, khusunya bagi
ilmu keperawatan

3. Bagi Institusi

Mengetahui tingkat kemampuan mahasiswa dalam melakukan asuhan keperawatan dan sebagai
cara untuk mengevaluasi materi yang telah diberikan kepada mahasiswa

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Harga Diri Rendah

2.1.1 Pengertian

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya
perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai
ideal diri (Yosep, Iyus 2010).

Harga diri seseorang diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Gangguan harga diri rendah akan
terjadi jika kehilangan kasih sayang, perlakuan orang lain yang mengancam dan hubungan
interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah.
Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu
beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman. Individu yang memiliki
harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif dan menganggap sebagai ancaman, hal
ini sesuai dengan pendapat Barbara Kozier berikut:

Level off self esttem range from high to low. A person who has high self esteem deals actively with
the environment, adapts effectively to change, and fells secure. A person with low self esteem the
environment as negative and threatening. (Driever dalam Barbara Kozier, 2003:845)

Menurut Antai Otong (1995: 297), Self Esteem dipengaruhi oleh pengalaman individu dalam
perkembangan fungsi ego, dimana anak-anak yang dapat beradaptasi terhadap lingkungan internal
dan eksternal biasanya memiliki perasaan aman terhadap lingkunagn dan menunjukkan self esteem
yang positif. Sedangkan individu yang memiliki harga diri rendah cenderung untuk
mempersepsikan lingkungannya negatif dan sangan mengancam. Mungkin pernah mengalami
depresi atau gangguan dalam fungsi egonya.

Menurut Patricia D. Barry dalam Mental Health and Mental Illnes (2003), Harga diri rendah
adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak diterima lingkungan dan gambaran-gambaran
negative tentang dirinya. Barry mengemukakan, Self esteem is a feeling of self acceptance and
positif self image. Pengertian lain mengemukakan bahwa harga diri rendah adalah menolak dirinya
sendiri, merasa tidsk berharga dan tidak dapat bertanggung jawab atas kehidupan sendiri. Individu
gagal menyesuaikan tingkah laku dan cita-cita.

2.1.2 Proses Terjadinya Harga Diri rendah

Hasil riset Malhi (2008) menyimpulkan bahwa harga diri rendah diaakibatkan oleh rendahnya cita-
cita seseorang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan
yang rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selanjutnya hal ini menyebabkan penampilan
seseorang yang tidak optimal.

Dalam tinjauan life span history klien, penyebab terjadinya hara diri rendah adalah masa kecil
sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja
keberadaanya kurang dihargai, tidak di beri kesempatan dan tidak di terima. Menjelang dewasa
awal sering gagal disekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan
cenderung mengucilkan dan menuntut lebih kemampuannya.

Reinforces

1. Faktor Presdiposisi

Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orang tua yang tidak realistis,
kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang
lain, ideal diri yang tidak realistis.

2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan
penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produktivitas yang menurun.

Secara umum gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi secara situasional atau
kronik. Secara situasional misalnya karena trauma yang muncul secara tiba-tiba mislnya harus
dioperasi, kecelakaan, perkosaan atau dipenjara termasuk dirawat dirumah sakit bisa menyebabkan
harga diri rendah disbabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat klien
tidak nyaman. Penyebab lainnya adalah harapan fungsi tubuh yang tidak tercapai serta perlakuan
petugas kesehatan yang kurang menghargai klien dan keluarga. Harga diri rendah kronik, basanya
dirasakan oleh klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negative
dan meningkat saat dirawat.

Baik faktor predisposisi maupun presipitasi diatas bila mempengaruhi seseorang dalam berfikir,
bersikap maupun bertindak, maka akan dianggap mempengaruhi terhadap koping individu tersebut
sehingga menjadi tidak efektif (mekanisme koping individu tidak efektif). Bila kondisi pada klien
tidak dilakukan intervensi lebih lanjut dapat menyebabkan klien tidak mau bergaul dengan orang
lain (isolasi sosial: menarik diri), yang menyebabkan klien asyik dengan dunia dan pikirannya
sendiri sehingga dapat muncu resiko perilaku kekerasan.

Menurut Peplau dan Sulvian harga diri berkaitan dengan pengalaman interpersonal dalam tahap
perkembangan bayi sampai lanjut usia seperti good me, bad me, not me, anak sering dipersalahkan,
ditekan sehingga perasaan amannya tidak terpenuhi dan merasa ditolak oleh lingkungan dan
apabila koping yang digunakan tidak efektif akan menimbulka harga diri rendah. Menurut Caplan,
lingkungan social akan mempengaruhi individu, pengalaman seseorang dan adanya perubahan
social seperti perasaan dikucilkan, ditolak oleh lingkungan social, tidak dihargai akan
menyebabkan stress dan menimbulkan penyimpangan perilaku akibat harga diri rendah.

2.1.3 Pohon Masalah

Traumatik Tumbuh Kembang

Koping Individu Tidak Efektif

HARGA DIRI RENDAH KRONIS

Isolasi Sosial

Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

2.1.4 Tanda-Tanda Harga Diri Rendah

 Mengejek dan mengkritik diri


 Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri
 Mengalami gejala fisik, misal tekanan darah tinggi, gangguan penggunaan zat
 Menunda keputusan
 Sulit bergaul
 Menghindari kesenangan yang dapat member rasa puas.
 Manarik diri dari realitas, cemas, panik, cemburu, curiga, halusinasi.
 Merusak diri: harga diri rendah menyokong klien untuk mengakhiri hidup
 Merusak atau melukai orang lain
 Perasaan tidak mampu
 Pandangan hidup yang pesimis
 Tidak menerima pujian
 Penurunan produktivitas
 Penolakan terhadap kemampuan diri
 Kurang memperhatikan perawatan diri
 Berpakaian tidak rapi
 Berkurang selera makan
 Tidak berani menatap lawan bicara
 Lebih banyak menunduk
 Bicara lambat dengan nada suara lemah

2.1.5 Rentang Respons

Respon Adaptif Respon maladaptif


Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kerancuan Depersonalisasi
diri positif rendah identitas

2.1.6 Masalah Keperawatan

1. Harga diri rendah kronis


2. Koping individu tidak efektif
3. Isolasi social
4. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
5. Resiko perilaku kekerasan

2.1.7 Tindakan Keperawatan

1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien, dengan cara
mendiskusikan bahwa klien masih memiliki sejumlah kemampuan dan aspek positif seperti
kegiatan pasien dirumah, adanya keluarga dan lingkungan terdekat klien
2. Beri pujian yang realistis atau nyata dan hindarkan penilaian negative setiap kali bertemu
dengan klien
3. Membantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan saat ini
4. Menyebutkan dan memberi penguatan terhadap kemampuan diri yang diungkapkan klien.
5. Perlihatkan respons yang positif dan menjadi pendengar yang aktif
6. Membantu klien memilih atau menetapkan kegiatan sesuai dengan kemampuan dengan
cara mendiskusikan beberapa aktivitas yang dapat dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan
yang akan dilakukan sehari-hari
7. Bantu klien menetapkan aktivitas mana yang dapat dilakukan secara mandiri, aman
aktivitas yang memerlukan bantuan minimal keluarga dan aktivitas apa saja yang perlu
bantuan penuh dari keluarga atau lingkunag terdekat klien.
8. Berikan contoh cara pelaksanaan aktivitas yang dapat dilakukan klien. Susun bersama
klien dan baut daftar aktivitas atau kegiatan sehari-hari.
9. Melatih kegiatan klien yang sudah dipilih sesuai kemampuan dengan cara
memeperagakan beberapa kegiatan yang akan dilakukan pasien.
10. Berikan dukungan dan pujian yang nyta setiap kempuan yang diperlihatkan klien.
11. Membantu klien dapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya yaitu memberi
kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah dilatihkan.
12. Beri pujian atas aktivitas atau kegiatan yang dilakukan klien setiap hari
13. Tingkatkan kegiatan sesuia dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap aktifitas
14. Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama klien dan keluarga
15. Berikan kesempatan mengungkapkan perasaannya setelah pelaksanaan kegiatan
16. Yakinkan bahwa keluarga mendukung stiap aktifitas yang dilakukan klien

 Tindakan dan Peran Keluarga dalam Meningkatkan Harga Diri Klien

 Meningkatkan harga diri klien


 Menjalin hubungan saling percaya
 Memberi kegiatan sesuai kemampuan lien
 Meningkatkan kontak dengan orang lain
 Menggali kekuatan klien
 Dorong mengungkapkan pikiran dan perasaannya
 Bantu melihat prestasi dan kemampuan klien
 Bantu mengenal harapan
 Mengevaluasi diri
 Membantu klien mengungkapkan upaya yang bisa digunakan dalam menghadapi masalah
 Menetapkan tujuan nyata
 Bantu klien mengungkapkan beberapa rencana menyelesaikan masalah
 Membantu memilih cara yang sesuai untuk klien
 Bantu klien untuk mengubah perilaku negative dan mempertahankan perilaku positif
 Sikap keluarga empati, mengontrol klien, member pujian pada klien.

2.2 Asuhan Keperawatan pada Pasien Harga Diri Rendah

Peristiwa traumatik, seperti kehilangan pekerjaan, harta benda, dan orang yang di cintai dapat
meninggalkan dampak yang serius. Dampak kehilangan tersebut sangat mempengaruhi persepsi
individu akan kemampuan dirinya sehingga mengganggu harga diri seseorang. (Anna, Budi dan
Akemat. 2009)

 Pengkajian Pasien Harga Diri Rendah

Bagian ini berisi pedoman agar perawat dapat menangani pasien yang mengalami diagnosis
keperawatan harga diri rendah, baik menggunakan pendekatan secara individual maupun
kelompok. Bagian ini juga memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga pasien dengan harga
diri rendah.

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi negative terhadap diri sendiri dan kemampuan diri. Berikut ini
adalah tanda dan gejala harga diri rendah:
 Mengkritik diri sendiri
 Perasaan tidak mampu
 Pandangan hidup yang pesisimis
 Penurunan produktivitas
 Penolakan terhadap kemampuan diri

Selain tanda dan gejala tersebut, kita juga dapat mengamati penampilan seseorang dengan harga
diri rendah yang tampak kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera
makan menurun, tidak berani menatap lawan bicara, lenih banyak menunduk, dan bicara lambat
dengan nada suara lemah.

Pendokumentasian asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan format yang telah dibuat
(lihat kotak 1) untuk mendokumentasikan pasien harga diri rendah.

Kotak 1 Format Pengkajian Pasien Harga Diri Rendah

 Keluhan utama:
 Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
 Konsep diri

1. Gambaran diri
2. Ideal diri
3. Harga diri
4. Identitas
5. Peran

Jelaskan:

Masalah Keperawatan:

 Alam perasaan

[ ] Sedih [ ] Putus Asa

[ ] Ketakutan [ ] Gembira berlebihan

Jelaskan:

Masalah keperwatan:

 Interaksi selama wawancara

[ ] Bermusuhan [ ] Tidak kooperatif

[ ] Mudah tersinggung [ ] Kontak mata kurang


[ ] Defensif [ ] Curiga

Jelaskan:

Masalah Keperawatan:

 Penampilan

Jelaskan:

Masalah keperawatan:

 Diagnosis Keperawatan

Berdasarkan tanda dan gejala yang di dapat melalui observasi, wawancara atau pemeriksaan fisik
bahkan melalui sumber sekunder, perawat dapat merumuskan diagnosis keperawatan gangguan
konsep diri: Harga diri rendah.

 Tindakan Keperawatan

Setelah menegakkan diagnosa keperawatan, perawat melakukan beberapa tindakan keperawatan,


baik pada pasien maupun keluarganya.

1. Tindakan keperawatan pada pasien


2. Tujuan keperawatan
3. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
4. Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
5. Pasien dapat memilih kegiatan sesuai dengan kemampuan
6. Pasien dapat melatih kegiatan yang dipilih sesuai dengan kemampuan
7. Pasien dapat melakukan kegiatan yang sudah dilatih sesuai jadwal
8. Tindakan keperawatan
9. Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien. Untuk membantu
pasien mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliknya, perawat
dapat melakukan hal-hal berikut ini.

 Diskusikan tentang sejumlah kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien seperti
kegiatan pasien dirumah sakit, dan dirumah, adanya keluarga dan lingkungan terdekat
pasien.
 Beri pujian yang realistis dan hindarkan penilaian yang negatif.

1. Bantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan dengan cara-cara berikut.

 Diskusikan dengan pasien mengenai kemampuannya yang masih dapat digunakan saat ini.
 Bantu pasien menyebutkannnya dan beri penguatan terhadap kemampuan diri yang
diungkapkan pasien.
 Perhatikan respon yang kondusif dan upayakan menjadi pendengar yang aktif.
1. Membantu pasien untuk memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih. Tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan adalh sebagai berikut.

 Diskusikan dengan pasien kegiatan yang akan dipilih sebagai kegiatan yang akan dilakukan
sehari-hari.
 Bantu pasien untuk memilih kegiatan yang dapat pasien lakukan dengan mandiri atau
dengan bantuan minimal.

1. Latih kemampuan yang dipilih pasien dengan cara berikut.

 Diskusikan dengan pasien langkah-langkah pelaksanaan kegiatan.


 Bersama pasien peragakan kegiatan yang ditetapkan.
 Berikan dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang dapa dilakuka pasien.

1. Bantu pasien menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih.

 Beri kesempatan kepada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah dilatih
 Beri pujian atas kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap hari.
 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap kegiatan
 Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah dilatih.
 Berikan pasien kesempatan mengungkapkan perasaan setelah pelaksanaan kegiatan.

SP 1 pasien: mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien, membantu pasien
menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, membantu pasien memilih/ menetapkan
kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan yang sudah dipilih dengan menyusun jadwal
pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian.

Orientasi

“Selamat pagi! Bagaimana keadaan T hari ini? T terlihat segar.”

“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kemapuan dan kegiatan yang pernah T lakukan?
Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih dapat T lakukan dirumah sakit. Setelah kita
nilai, kita akan pilih salah satu kegiatan untuk kita latih.”

“Dimana kita duduk? Bagaimana kalau diruang tamu? Berapa lama?Bagaimana kalau 20 menit?”

Kerja

“T, apa saja kemampuan yang T miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya ya! Apa pula
kegiatan rumah tangga yang biasa T lakukan? Bagaimana dengan merapikan kamar? Menyapu?
Mencuci piring dan seterusnya. Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang T
miliki!”
“T, dari kelima kegiatan/kemampuan ini, yang masih dapat dikerjakan dirumah sakit? (mis, ada
tiga yang masih dapat dilakukan). Bagus sekali ada kegiatan yang masih bisa dikerjakan dirumah
sakit ini!”

“Sekarang, coba T pilih salah satu kegiatan yang masih bis dikerjakan dirumah sakit ini. baik, yang
nmor satu, merapikan tempat tidur? Kalau begitu, bagaimana kalau kita sekarang latihan
merapikan tempat tidur T. Mari kita lihat tempat tidur T! Coba lihat, sudah rapikah tempat
tidurnya?”

“Nah, kalau kita mau merapikan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal dan selimutnya.
Bagus! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita balik. Nah sekarang kita pasang lagi
spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus! Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu
sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal,rapikan dan letakkan disebelah atas/kepala. Mari
kita lipat selimut! Bagus!”

“T sudah bisa merapikan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan bedakan dengan
sebelum dirapikan! Bagus!”

“Coba T lakukan dan jangan lupa member tanda dikertas daftar kegiatan, tulis M (mandiri) kalau
T lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) kalau T melakukan dengan dibantu, dan tulis T (tidak)
kalau T tidak melakukan (perawat memberi kertas berisi daftar kegiatan harian).”

Terminasi

“Bagaiman perasaan T setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapikan tempat tidur? Ya, T
ternyata banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan dirumah sakit ini. salah satunya,
merapikan tempat tidur, yang sudah T praktikkan dengan baik sekali. Nah, kemampuan ini dapat
dilakukan juga dirumah setelah pulang. Sekarang mari kita masukkan di jadwal harian. T mau
berapa kali sehari merapikan tempat tidur. Bagus dua kali, yaitu pada jam berapa? Lalu pada
sehabis istirahat jam 4 sore.”

“Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. T masih ingat kegiatan apalagi yang mampu
dilakukan dirumah sakit selain merapikan tempat tidur? Ya bagus, cuci piring… kalau begitu kita
akan latihan mencuci piring besok jam 8 pagi didapur ruangan ini sehabis makan pagi. Sampai
jumpa ya!”

SP 2 pasien: Melatih pasien melakukan kegiatan lain sesuai dengan kemampuan pasien. Latihan
dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai kemampuan dilatih. Setiap kemampuan yang
dimiliki akan meningkatkan harga diri pasien.

Orientasi

“Selamat pagi, bagaimana perasaan T pagi ini? Wah, T tampak cerah! Bagaimana T, sudah
mencoba merapikan tempat tidur tadi pagi? Bagus kalau sudah dilakukan (jika pasien belum
mampu melakukannya, ulang dan bantu kembali) sekarang kita akan latihan kemampuan kedua,
masih ingat apa kegiatan itu T?”
“Ya benar, sekarang kita akan latihan mencuci piring di dapur.”

“Waktunya sekitar 15 menit. Mari kita kedapur!”

Kerja

“T, sebelum mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya, yaitu sabut atau spons untuk
membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring dan air untuk membilas, T dapat
menggunakan air yang mengalir dari keran ini. oh ya, jangan lupa sediakan tempat sampah untuk
membunag sisa makanan.”

“sekarang saya perlihatkan dulu caranya. Setelah semua perlengkapan tersedia, T ambil satu piring
kotor, lalu buang dulu sisa kotoran yang ada dipirimg tersebut ke tempat sampah. Kemudian
bersihkan piring tersebut dengan enggunakan sabut atau spons yang sudah diberikan sabun pencuci
piring. Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di
piring tersebut. Setelah itu T bisa mngeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah
tersedia di dapur. Nah selesai…!”

“Sekarang coba T yang melakukan…”

“Bagus sekali, T dapat mempraktikkan cuci piring dengan baik! Sekarang dilap tangannya.”

Terminasi

“ Bagaimana perasaan T setelah latihan cuci piring?”

“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-hari.”

“T, mau berapa kali T mencuci piring? Bagus sekali T mencuci piring tiga kai setelah makan.”

“Besok kita akan latihan untuk krmampuan ketiga, setelah merapikan tempat tidur dan cuci piring.
Masih ada kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan latian mengepel.”

“Mau jam berapa? Sama seperti sekarang? Sampai jumpa!”

1. Tindakan keperawatan pada keluarga


2. Tujuan keperawatan
3. Keluarga dapat membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
4. Keluarga dapat memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih dimiliki pasien
5. Keluarga dapat memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih dan
memberikan pujian atas keberhasilan pasien.
6. Keluarga mamou menilai perkembangan perubahan kemampuan pasien.
7. Tindakan keperawatan
8. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
9. Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang dalami pasien
10. Diskusi dengan keluarga mengenai kemampuan yang dimiliki pasien den puji pasien atas
kemampuannya.
11. Jelaskan cara merawat pasien harga diri rendah
12. Demonstrasikan cara merawat pasien harga diri rendah
13. Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikkan cara merawat pasien harga diri
rendah seperti yang telah perawat demonstrasikan sebelumnya.
14. Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien dirumah.

SP 1 keluarga: Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien diru,ah,
menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah, menjelaskan cara merawat
pasien dengan harga diri rendah, mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan harga diri
rendah dan member kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikkan cara merawat. Peragakan
komunikasi dibawah ini!

Orientasi

“Selamat pagi, bagaiman keadaan Bapak/Ibu pagi ini?”

“Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat T? Berapa lama bagaimana
kalau tiga puluh menit? Baik, mari duduk diruangan wawancara!”

Kerja

“Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang masalah T?”

“Ya, memang benar sekali Pak/Bu. T itu memang terlihat tidak percaya diri dan sering
menyalahkan dirinya sendiri, T sering mengatakan dirinya adalah orang paling bodoh sedunia.
Dengan kata lain anak Bapak/Ibu memiliki masalah harga diri rendah yang ditandai dengan
munculnya pikiran-pikirang yang selalu negative tergadap diri sendiri. Jika keadaannya terus-
menerus seperti itu, T dapat mengalami masalah yang lebih berat lagi, misalnya T jadi malu
berteman dengan orang lain dan memilih mengurung diri.”

“Sampai disini, Bapak.Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri rendah? Bagus sekali Bapak/Ibu
sudah mengerti!”

“Setelah kita mengerti bahwa masalah T dapat menjadi masalah serius, kita perlu memberikan
perawatan yang baik untuk T.”

“Bapak/Ibu apa saja kemampuan yang dimiliki T? ya benar, dia juga menyatakan hal yang sama.”
(jika sama dengan kemampuan yang dikatakan T)

“T telah berlatih dua kegiatan, yaitu merapikan tempat tidur dan cuci piring. T juga telah dibuatkan
jadwal untuk kegiatan tersebut. Untuk itu, Bapak/Ibu dapat mengingatkan T untuk melakukan
kegiatan tersebut sesuai jadwal. Tolong bantu menyiapkan alat-alatnya ya Pak/Bu. Jangan lupa
memberikan pujian agar harga dirinya meningkat. Ajak pula member tanda contreng pada jadwal
kegiatannya. Selain itu, jika T sudah tidak lagi dirawat dirumah sakit, Bapak/Ibu tetap perlu
memantau perkembangan T. jika masalah harga dirinya kembali muncul dan tidak tertangani lagi,
Bapak/Ibu dapat membawa T ke puskesmas.”

“Nah, bagaimana kalau sekarang kita praktikkan cara memberikan pujian kepada T, temui T dan
tanyakan kegiatan yang sudah dilkukan lalu berikan pujian seperti, “ Bagus sekali T, kamu sudah
semakin terampil mencuci piring!”

“Coba Bapak/Ibu praktikkan sekarang. Bagus!”

Terminasi

“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setalah percakapan kita ini?”

“Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali masalah yang diahdapi T dan bagaimana cara
merawatnya?”

“Bagus sekali Bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah, setiap kali Bapak/Ibu mengunjungi
T lakuan seperti itu. Nanti dirumah juga demikian.”

“Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk latihan cara mamberi pujian
langsung kepada T?”

“Pukul berapa Bapak/Ibu datang? Baik akan saya tunggu. Sampai jumpa!”

SP 2 keluarga: melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien harga diri rendah langsung
pada pasien.

Orientasi

“Selamat pagi Pak/Bu! Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”

“Bapak/Ibu masih ingat latihann merawat anak Bapak/Ibu seperti yang kita pelajari dua hari yang
lalu?”

“Baik, hari ini kita akan mempraktikkannya langsung pada T.”

“Bagaimana kalau 20 menit? Sekarang mari kita temui T!”

Kerja

“Selamat pagi T. Bagaimana perasaan T hari ini? Hari ini saya datang dengan orang tua T. Seperti
yang sudah saya katakana sebelumnya, orang tua T juga ingin merawat T agar T cepat pulih.”
(Kemudian anda berbicara kepada keluarga sebagai berikut)

“Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa mempraktikkan apa yang sudah kita latihan beberapa hari
yang lalu, yaitu memberikan pujia terhadap perkembangan anak Bapak/Ibu.” (perawat
mengobservasi keluarga mempraktikkan cara merawat pasien seperti yang telah dilakukan pada
pertemuan selanjutnya.)

“Bagaimana perasaan T setelah berbincang-bincang dengan orang tua T?”

“Baiklah, sekarang suster dan orang tua T ke runag perawat dulu.” (Perawat dan keluarga
meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga.)

Terminasi

“Bagaimana perasaan Bpak/Ibu setelah kita latihan tadi?”

“Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah dapat melakukan cara perawatan tadi pada T.”

“Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak/Ibu melakukan cara
merawat yang sudah kit ape;ajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekrang ya?”

SP 3 keluarga: Membuat perencanaan pulang bersama keluarga. Peragakan komunikasi dibawah


ini!

Orientasi

“Selamat pagi Pak/Bu, karena hari ini T sudah boleh pulang, kita akan membicarakan jadwal T
selama dirumah.”

“Berapa lama Bapak/Ibu ada waktu? Mari kita bicarakan di kantor!”

Kerja

“Pak/Bu ini kegiatan T selama dirumah sakit. Coba diperhatikan apakah semua dapat dilaksanakan
dirumah? Pak/Bu jadwal yang telah dibuat selama T dirawat dirumah sakit tolong dilanjukan
dirumah, baik jadwal kegiatan mauoun jadwal minum obatnya.”

“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh T selama
dirumah. Contohnya kalau T terus menerus menyalahkan diri sendiri dan berpikiran negative
terhadap diri sendiri, menolak minum obat atau memperlihatnkan perilaku membahayakn orang
lain. Jika itu terjadi silahkan hubungi perawat K di Puskesma Indara Puri, Puskesmas terdekat dari
rumah Bapak/Ibu, ini nomor telepon puskesmasnya: (0341) 453xxx.”

“Selanjutnya perawat K tersebut yang kan memantau perkembangan T selama dirumah.”

Terminasi

“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas?”


“Ini jadwal kegiatan harian T untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat K di
Puskesmas Indera Puri. Jangan lupa kontrol ke puskesmas sebelum obat habis atau ada gejala yang
terlihat. Silahkan selesaikan adsministrasinya!”

Terapi aktivitas kelompok (TAK)

TAK untuk pasien harga diri rendah adalah TAK stimulasi presepsi yang terdiri dari dua hal
berikut.

1. Sesi I: Mengidentifikasi hal positif diri


2. Sesi II: Melatih positif pada diri

 Evaluasi Keperawatan

Selanjunya setelah tindakan keperawatan, evaluasi dilakukan terhadap kemampuan pasien harga
diri rendah dan keluarganya serta kemampuan perawat dalam merawat pasien harga diri rendah.

Evaluasi Kemampuan Pasien Harga Diri Rendah dan Keluarganya

Nama pasien :

Ruangan :

Nama perawat :

Petunjuk :

Berilah tanda checklist (Ö) jika pasien mapu melakukan kemampuan di bawah ini. Tuliskan
tanggal setiap dilakukan supervisi.

No Kemampuan Tanggal

A Pasien
1 Menyebutkan kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
2 Menilai kemampuan yang masih dapat di
gunakan
3 Memilih kegiatan yang akan dilatih
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
4 Melatih kemampuan yang telah dipilih
5 Melaksanakan kemampuan yang telah
dilatih
6 Melakukan kegiatan sesuai jadwal
B Keluarga
1 Menjelaskan pengertian dan tanda-tanda
orang yang mengalami harga diri rendah
2 Menyebutkan tiga cara merawat pasien
harga diri rendah (memberikan pujian,
menyediakan fasilitas untuk pasien, dan
melatih melakukan kemampuan
3 Mampu mempraktekkan cara merawat
pasien
4 Melakukan tindak lanjut sesuai rujukan

Evaluasi Kemampuan Perawat dalam Merawat Pasien Harga Diri Rendah

Nama pasien :

Ruangan :

Nama perawat :

Petunjuk :

1. Berilah tanda checklist (Ö) jika pasien mapu melakukan kemampuan di bawah ini.
2. Evaluasi tindakan keperawatan untuk setiap SP dilakukan menggunakan instrument
evaluasi penampilan klinik perawat MPKP.
3. Masukkan nilai tiap evaluasi penampilan klinik perawat MPKP kedalam baris nilai SP.

BAB III

PENUTUP

 Kesimpulan

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya
perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai
ideal diri (Yosep, Iyus 2010).

Dalam melakukan perawatan jiwa sangat penting sekali membina hubungan saling percaya dan
juga membutuhkan kolaborasi yang baik dengan tenaga medis (dokter dan perawat)., keluarga dan
juga lingkungan (tetangga dan masyarakat) terapeutik, agar semua maksud dan tujuan klien
dirawat maupun perawat yang merawat tercapai.

Vous aimerez peut-être aussi