Vous êtes sur la page 1sur 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis,
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak
maupun dewasa. Apendisitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang
paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja.
Apendisitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum
pada anak sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan apendisitis akut
mengalami perforasi setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan
peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik,
apendisitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah masih tetap
memiliki angka morbiditas yang signifikan.
Diagnosis apendisitis akut pada anak kadang sulit ditemukan. Riwayat
perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling
penting dalam mendiagnosis apendisitis.
Semua kasus apendisitis memerlukan tindakan pengangkatan dari
apendiks yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan
laparoscopy. Apabila tidak dilakukan tindakan pembedahan, maka angka
kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena terjadinya peritonitis dan
syok. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang menjelaskan
bahwa apendisitis akut merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut
abdomen di seluruh dunia.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis,
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering terjadi. Pada
masyarakat umum, sering juga disebut dengan istilah radang usus buntu.
Akan tetapi, istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di
masyarakat kurang tepat, karena usus buntu yang sebenarnya adalah sekum
(caecum). Sedangkan apendiks atau yang sering disebut dengan umbai cacing
adalah organ tambahan pada usus buntu. Umbai cacing atau dalam bahasa
Inggris, vermiform appendix (atau hanya apendiks) adalah ujung buntu
tabung yang menyambung dengan caecum. 1,2

2.2 Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi,
apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidensi
apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendikd terletak intraperitoneal.
Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak, dan ruang geraknya
bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Selebihnya,
apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum,di belakang kolon
asenden, atau di tepi lateral kolon asenden. Gejala klinis apendisitis
ditentukan sesuai letak apendiks.1
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti
arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan perssarafan
simpatisnya berasal dari nervus torakalis X. Oleh sebab itu, nyeri viseral pada
apendisitis bermula di sekitar umbilikus.1

2
Pendarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan
arteri tanpa kolateral. Jika terjadi sumbatan atau obstruksi, misalnya karena
trombosis pada infeksi, maka apendiks akan mengalami gangren.1
Terdapat beberapa variasi posisi apendiks, diantaranya adalah retrocaecal
(paling sering), precaecal, subcaecal, pelvic, postileal, dan preileal. Posisi
apendiks dapat ditemukan dengan menelusuri ketiga taenia yang terdapat
pada caecum (dan colon), yaitu taenia colica, taenia libera, dan taenia
omental. Dari topografi anatomi, letak pangkal apendiks berada pada titik Mc
Burney, yaitu titik pada garis antara umbilikus dan SIAS kanan yang berjarak
1/3 dari SIAS kanan. 2,3

Gambar 1. Titik Mc.Burney

Gambar 2. Variasi posisi apendiks

3
2.3 Fisiologi Appendiks
Appendiks menghasilkan lendir/mucus setiap harinya sejumlah 1 – 2 cc
per hari, dimana kelebihan dari mucus akan mengalir dari lumen ke caecum.
Adanya obstruksi pada jalur inilah yang menyebabkan terjadinya peradangan
pada appendix. 1,3
Salah satu hal lain yang dilakukan appendiks adalah menghasilkan
Immunoglobulin sekretoar, yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk
appendiks, yaitu IgA. Immunoglobulin berfungsi sebagai pertahanan terhadap
infeksi. Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar 2
minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap
saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun,
tidak ada jaringan limfoid lagi di appendiks dan terjadi obliterasi lumen
appendiks komplit. Namun demikian, pengangkatan appendix tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfoid disini
sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di
seluruh tubuh, sehingga hilangnya appendix tidak menimbulkan perubahan
yang bermakna.1

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik.1,4,5
1) Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
terjadinya peradangan pada mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala
apendisitis akut ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai
mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa
jam nyeri akan berpindah ketitik Mc.Burney. Disini nyeri dirasakan lebih
tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.

4
2) Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, terbukti adanya radang
kronik apendiks baik secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria
mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks,
sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama dimukosa, dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik
antara 1-5%.

2.5 Etiologi
Apendisitis akut dapat disebabkan karena proses radang bakteri yang
dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia jaringan
limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi
mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada
beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks,
diantaranya:1,4,5
1. Faktor sumbatan
Obstruksi merupakan faktor penting terjadinya apendisitis (90%) yang
diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia
jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda
asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-
macam apendisitis akut diantaranya: fekalith ditemukan 40% pada kasus
apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut gangrenosa
tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur.
2. Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis
akut. Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi dapat
memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi
feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan
adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus,

5
lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang
menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.
3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari
organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan
letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan
kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat
memudahkan terjadinya fekalith dan mengakibatkan obstruksi lumen.
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.
Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai risiko
lebih tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat ini,
kejadiannya terbalik, bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke
pola makan tinggi serat. Justru negara berkembang yang dulunya memiliki
tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki risiko
apendisitis yang lebih tinggi.

2.6 Patofisiologi
Patofisiologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian
menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada
apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi
menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke caecum menjadi
terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian
terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan
elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut
akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan
timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di
sekitar umbilikus. 1,5,6,7

6
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus
meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang
timbulpun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga
menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut. 1,5,6,7
Jika kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding
apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami gangren
ini pecah, hal ini menandakan apendisitis berada dalam keadaan perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna,
tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya
perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali
menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini
dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami
eksaserbasi.1,5,6,7
Stadium pada Apendisitis 1,5,6,7
 Stadium awal apendisitis: Obstruksi lumen apendiks mengarah pada
edema mukosa, ulserasi mukosa dengan akumulasi cairan dan peningkatan
tekanan intralumen. Pasien memperlihatkan gejala nyeri periumbilikal atau
epigastrik.
 Apendisitis supuratif: Peningkatan tekanan intralumen mengakibatkan
peningkatan tekanan perfusi kapiler, yang bersamaan dengan obstruksi
limfatik dan drainase vena, diikuti invasi cairan inflamasi dan bakterial
pada dinding apendisitis. Penyebaran transmural bakterial menyebabkan
apendisitis supuratif akut. Ketika inflamasi serosa apendiks bersentuhan
dengan peritoeum parietal secara klinis nyeri pasien berpindah dari
periumbilikus ke kuadran perut kanan bawah, selanjutnya menjadi lebih
berat.
 Apendisitis gangrenosa: Vena intramural dan trombosis arteri,
menghasilkan apendisitis gangrenosa.

7
 Apendisitis perforasi: Hasil dari iskemia jaringan adalah infark apendisitis
dan perforasi. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis terlokalisasi atau
generalisata.
 Phlegmon appendisitis atau abses: Inflamasi atau perforasi apendiks dapat
dilingkupi dengan omentum majus yang berdekatan atau loop usus halus
menghasilkan apendisitis phlegmon atau abses fokal.

Gambar 3. Patofisiologi apendisitis

2.7 Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis untuk kasus apendisitis adalah dengan cara
anamnesis yang tepat, pemeriksaan fisik disertai pemeriksaan penunjang.
Manifestasi klinis1,8
Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan
ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya, nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik

8
Mc.Burney. Di sini, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
a. Pemeriksaan fisik1,8
- Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu
lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan
suhu axillar dan rektal sampai 1C. Pada inspeksi perut tidak
ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita
dengan komplikasi perforasi. Appendicitis infiltrat atau adanya
Appendicular abscess terlihat dengan adanya penonjolan di perut
kanan bawah.
- Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan,
bisa disertai nyeri lepas. Defense muskular menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini
merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan
dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.
Pada Appendicitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam
untuk menentukan adanya rasa nyeri.
- Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa
dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. 2,5
- Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci
diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok
dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji
obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk
mengetahui letak apendiks.
Pemeriksaan tambahan (pemeriksaan khusus) 1,4,5,6,7
1. Rovsing’s Sign :
Penekanan pada kuadran kiri bawah menyebabkan refleks nyeri pada
daerah kuadran kanan bawah.

9
Gambar 4. Pemeriksaan Rovsing’s sign

2. Psoas sign :
Mengindikasikan adanya iritasi ke muskulus psoas. Tes ini dilakukan
dengan rangsangan otot psoas dengan hiperekstensi sendi panggul kanan
atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha ditahan. Tes ini
dilakukan dengan cara pasien terlentang. Secara perlahan tungkai kanan
pasien diekstensikan kearah kiri pasien sehingga menyebabkan
peregangan m. psoas. Rasa nyeri pada maneuver ini menandakan tes
positif.

Gambar 5. Pemeriksaan Psoas sign

10
3. Obturator sign
Dilakukan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan
m. Obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan
fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan
menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika. Positif dari nyeri
hipogastrik pada peregangan m. Obturator internus yang menandakan
iritasi pada daerah tersebut. Tes dilakukan dengan cara pasien berbaring
terlentang, tungkai kanan difleksikan dan dilakukan rotasi interna secara
pasif.

Gambar 6. Pemeriksaan Obturator sign

4. Rectal Toucher (RT)


Pada RT menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai dengan jari
telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika, pada apendisitis pelvika,
tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas
sewaktu dilakukan rectal toucher.
Pada pemeriksaan rectal toucher, akan didapatkan :
- Nyeri tekan positif pada arah jam 9-12.
- Pada yang mengalami komplikasi, ampula teraba distensi/cenderung
kolaps.
Pada anak-anak, tidak perlu dilakukan RT, karena apendiksnya berbentuk
konus atau pendek.

11
Gambar 7. Pemeriksaan Rectal Toucher

5. Alvarado score
Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai apendisitis akut atau
bukan, menjadi 3 gejala, 3 tanda dan 2 laboratorium.
Alvarado Score :
Skor
Gejala
Nyeri pindah ke kuadran kanan bawah 1
Mual, muntah 1
Anoreksia 1
Tanda
Tenderness 2
Rebound tenderness 1
Demam 1
Pemeriksaan laboratorium
Lekositosis 2
Netrofil bergeser ke kiri 1
Total 10

12
Keterangan :
1-4 : dipertimbangkan sebagai apendisitis akut observasi
5-6 : kemungkinan appendisitis akut, tetapi tidak memerlukan operasi
segerapertimbangkan pemberian antibiotik
7-8 : appendisitis akut, perlu operasi
>7  apendisitis akut

b. Pemeriksaan penunjang1
 Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan
umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya
pada apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan
apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran kekiri. Pada
pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan
eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada
ureter atau vesika.
 Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesis atau pemeriksaan
fisik meragukan. Gambaran perselubungan mungkin terlihat ”ileal atau
caecal ileus” (gambaran garis permukaan air-udara disekum atau ileum).
 USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan
kuadran kanan bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita.
Adanya peradangan pada apendiks menyebabkan ukuran apendiks lebih
dari normalnya (diameter 6mm). Kondisi penyakit lain pada kuadran
kanan bawah seperti inflammatory bowel desease, diverticulitis cecal,
divertikulum meckel’s, endometriosis dan Pelvic Inflammatory Disease
(PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG.

13
Gambar 8. USG Apendisitis akut, Gambaran transverse graded
compression yang menunjukkan inflamasi akut dari
apendiks. Adanya gambaran target like appearance karena penebalan dari
dinding appendiks dan cairan pada sekelilingnya.

 Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG.


Selain dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi
(diameter lebih dari 6 mm) juga dapat melihat adanya perubahan akibat
inflamasi pada periapendik.
 Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan
awal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon. Tetapi
untuk apendisitis akut pemeriksaan barium enema merupakan
kontraindikasi karena dapat menyebabkan ruptur apendiks.

Gambar 9. Apendikogram

14
2.8 Diagnosis Banding
Terdapat banyak penyakit akut abdomen yang mempunyai tanda dan
gejala yang mirip dengan apendisitis akut :1
a. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit
perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistalsis sering
ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan
apendisitis akut.
b. Infeksi Panggul
Salpingitis akut kanan sering di kacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tingi daripada apendesitis dan nyeri perut bagian bawah
perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan
dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat dipanggul jika
uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur bila perlu untuk
diagnosis banding
c. Urolitiasis pelium/ureter kanan
Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke
perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas.
Eritrosituria serung ditemukan. Foto perut polos atau urografi intravena
dapat meyakinkan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan
demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral disebelah kanan, dan piuria.
d. Demam Dengue
Demam Dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini
didapatkan hasil tes positif untuk Rumple Leede, trombositopenia, dan
hematokrit yang meningkat.
e. Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri peurt
kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri
yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri
biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu
selama dua hari.

15
f. Penyakit saluran cerna lainnnya
Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan diperut, seperti
divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau kolon, obstruksi usus
awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel
apendiks.

2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan
terapi bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan
antibiotik. Namun sebuah penelitian prospektif menemukan bahwa dapat
terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa bulan kemudian pada pasien yang
diberi terapi medis saja. Selain itu terapi medis juga berguna pada pasien
apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang tinggi.1,4,5,7
Apendektomi terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks.
mencakup McBurney, Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan
diseksi melalui oblique eksterna, oblique interna dan transversal untuk
membuat suatu muscle spreading atau muscle splitting, setelah masuk ke
peritoneum, apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan
dipotong. Mukosa yang terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan,
beberapa orang melakukan inversi pada ujungnya, kemudian sekum
dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup.1,4,5,6,7,8
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan
apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses
perforasi. Insidens apendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%.
Pada apendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah. 1,4,5,6,7,8

16
Gambar 10. Teknik operasi apendisitis

Laparoskopik apendektomi mulai diperkenalkan pada tahun 1987, dan


telah sukses dilakukan pada 90-94% kasus apendisitis dan 90% kasus
apendisitis perforasi. Saat ini laparoskopik apendektomi lebih disukai. 1,4,5,6,7,8

Teknik operasi Appendectomy9,10


a. Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit:
Horizontal Oblique

3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:


a. Pararectal/ Paramedian
Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot
disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M.

17
rectus abdominis karena fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada
waktu penjahitan. Bila yang terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat
terjadi hernia cicatricalis.

sayatan
M.rectus abd. M.rectus abd.

ditarik ke medial
2 lapis

b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting


Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.
1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral
atas ke medial bawah.

Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi
kedua mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus
abdominis externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke
lateral bawah.

18
Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi
searah dengan seratnya ke arah lateral.
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.

Keterangan gambar:
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar
tak terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N.
iliohipogastricus dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di
sebelah lateral di antara M. obliquus externus dan internus. Tarikan
yang terlalu keras akan merobek pembuluh dan membahayakan
saraf.

19
4) Peritoneum dibuka.

Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang
terpapar. Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan
proses yang ada di bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan
pinset. Yang nampak di sini ialah pinset jaringan De Bakey.
Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama pada sisi di
sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang
lagi sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.
5) Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera
ditelusuri untuk mencari Appendix. Setelah Appendix ditemukan,
Appendix diklem dengan klem Babcock dengan arah selalu ke atas
(untuk mencegah kontaminasi ke jaringan sekitarnya).
Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:
Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua
sisinya, diklem, kemudian dipotong di antara 2 ikatan.

20
Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang.
Klem Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan
lewat mesenterium seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan
mengklem ujung bebas mesenterium di bawah ujung appenddix.
Appendix tak boleh terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak
menyebarkan kontaminasi.
6) Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga
ikatan jadi lebih kuat karena mukosa terputus sambil membuang
fecalith ke arah Caecum). Klem dipindahkan sedikit ke distal, lalu
bekas klem yang pertama diikat dengan benang yang diabsorbsi
(supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk rongga dan bila
terbentuk pus akan masuk ke dalam Caecum).

21
7) Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi
betadine.

8) Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:


a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix
diinversikan ke dalam Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan
jahitan Z.
b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko
kontaminasi dan adhesi.
c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila
puntung rapuh, dapat dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada
perforasi usus.

9) Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu,


baru dilepaskan dan mesenteriolumnya (retrograde).

22
10) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk
pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta.
Laparoscopy sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan
abdomen bagian bawah. Dengan menggunakan laparoscope akan mudah
membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta.9-10

2.10 Komplikasi1
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
pendndingan sehingga berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks,
caecum, dan lekuk usus halus.
Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi
penyakit ini tidak dapat diramalkan dan memiliki kecenderungan menjadi
progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8
jam pertama, observasi aman dilakukan dalam masa tersebut.
Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding
perut kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang
terlokalisir, ileus, demam, malaise, dan leukositosis semakin jelas.

2.11 Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan
berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat.

23
BAB III

ILUSTRASI KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn.H
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Belum bekerja
Alamat : Tj. Rambutan, Bangkinang
Tanggal Masuk RS : 11 Februari 2019

3.2 KELUHAN UTAMA


Nyeri pada perut kanan bawah sejak 3 hari yang lalu

3.3 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RSUD Bangkinang dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah sejak kurang lebih 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Bangkinang dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah sejak kurang lebih 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit, dan terasa
memberat sejak 1 hari ini. Awalnya, pasien merasa nyeri di ulu hati, kemudian,
semakin terasa nyeri di sekitar pusar dan perut kanan bawah dalam 1 hari ini.
Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk, terus menerus dan kadang menyebar ke
seluruh lapang perut. Keluhan ini menyebabkan terganggunya aktivitas keseharian
pasien. Nyeri bertambah berat dengan perubahan posisi, terutama saat pasien
berjalan, sehingga pasien harus membungkuk ketika berjalan untuk mengurangi
nyeri pada perutnya, keluhan akan terasa ringan bila dibawa istirahat. Keluhan
nyeri perut pada pasien juga disertai dengan demam (+) dalam 2 hari ini dan
muntah (+) bewarna kehijauan dalam 1 hari ini. Keluhan BAB (-), BAK (-), buang
angin (-).

24
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
- Riwayat trauma abdomen (-)
- Riwayat sakit maag disangkal
- Riwayat perdarahan saluran cerna/BAB berdarah disangkal
- Riwayat penyakit gula (-)
- Riwayat penyakit darah tinggi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan keluhan serupa.

Riwayat Psikososial
- Jarang makan makanan berserat

3.4 PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Komposmentis
Keadaan gizi : Baik

Vital sign
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi napas : 20 x/menit
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 38 0C
Pemeriksaan kepala
• Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
• Mulut : kering (-), sianosis (-)
Pemeriksaan leher
• Pemebesaran KGB (-)
Pemeriksaan toraks
• Inspeksi: simestris kanan-kiri, tidak tampak jejas trauma

25
• Palpasi: vokal fremitus simestris kanan-kiri, tidak teraba krepitasi
• Perkusi : sonor dikedua lapangan paru
• Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+) , ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Pemeriksaan jantung
• Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
• Palpasi : Iktus kordis teraba
• Perkusi : Batas jantung kanan : Para strernal dekstra ICS IV
Batas jantung kiri : Midclavicula sinistra ICS V,
Batas atas: Para sternal sinistra ICS II
• Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan abdomen
• Inspeksi: Tanda-tanda radang (-), distensi (-), jejas trauma (-)
• Auskultasi : Bising Usus (+) normal
• Perkusi : nyeri ketok (+)
• Palpasi : defens muskular (-), nyeri tekan (+) kuadran kanan bawah,
nyeri lepas (+)
• Mc. Burney Sign (+)
• Psoas sign (+)
• Obturator sign (-)
• Blumberg sign (-)
• Rovsing sign (-)

Pemeriksaan ekstremitas
• Superior : Akral hangat, CRT <2”, edema (-)
• Inferior : Akral hangat, CRT <2”, edema (-)

26
3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 14.4 gr% 13-18
Leukosit 20.8 103/mm3 5-11
Hematokrit 41.7 % 37-47
Trombosit 310 103/mm3 150-450
Hitung jenis leukosit :
 Eosinofil  0  %  1-3
 Basofil  0  %  0-1
 Netrofil stab  5  %  2-6
 Netrofil segmen  78  %  50-70
 Lymfosit  10  %  20-40
 Monosit  7  %  2-8

Hemostasis Hasil Satuan Nilai Rujukan


Masa pembekuan (CT) 7 menit <15
Masa perdarahan (BT) 3 menit <5

Diabetes Hasil Satuan Nilai Rujukan


Gula darah sewaktu 125 mg/dl <=150

 USG abdomen: tanggal 11/02/19

Kesan : tampak lesi hipoechoic dan menebal, ukuran 1,7 cm  appendicitis akut

27
3.6 DIAGNOSIS KERJA : Appendicitis acute

3.7 TATALAKSANA
Penatalaksanaan IGD
- IVFD RL loading 1000cc
- Inj. Cefotaxim 1gr
- Inj. Ranitidin (07.20)
- Inj. Ondansetron 4mg (10.25)
- PCT infus 1 gram
Penatalaksanaan di Bangsal Bedah
- IVFD D5:NaCL (3:1)28 gtt/menit
- Inj. Cefotaxim 2x1gr
- Inj. Metronidazol 3x1fls
- Inj. Ranitidin 2x50mg
- Inj. Ketorolac 2x30mg
3.8 PROGNOSIS
Dubia ad bonam

28
Follow Up

Tanggal Follow up
Keluhan Pemeriksaan fisik Diagnosis Terapi
11/02/19 Nyeri perut kanan  TD:130/80mmHg Appendisitis akut - IVFD RL loading
(07.15 wib) bawah (+) ± 3  HR : 80 x/menit 1000cc
hari yll, memberat  RR: 20 x/menit - Inj. Cefotaxim 1gr
dalam 1 hari ini.  T: 38.0 o C - Inj. Ranitidin (07.20)
(IGD) demam (+), - Inj. Ondansetron 4mg
muntah (+), Status lokalis: (10.25)
keluhan BAB, defens muskular (-), - PCT infus 1 gram
BAK, buang nyeri tekan (+),
angin (-) nyeri lepas (+), *pasien dipuasakan
psoas sign (+), *rencana dilakukan
Mc.Burney sign (+), tindakan operatif 18.30
bising usus (+)

12/02/19 Nyeri perut kanan  TD:120/80mmHg Appendisitis akut Medikamentosa


bawah (+)  N : 88 x/menit (Post - IVFD D5:NaCL
berkurang,  RR : 20 x/menit Appendectomy
(3:1)28 gtt/menit
demam (-), nyeri  T : 36,1o C hari-1)
kepala(-),mual (-), - Inj. Cefotaxim 2x1gr
muntah (-), Status lokalis: - Inj.Metronidazol 3x1fls
keluhan BAB, defens muskular(-),
BAK, buang nyeri tekan (+) - Inj. Ranitidin 2x50mg
angin (-) bekas operasi, bising - Inj. Ketorolac 2x30mg
usus (+)
Non medikamentosa
 Diet makan lunak

13/02/19 Nyeri perut kanan  TD:110/70mmHg Appendisitis akut - Ciprofloxacine


bawah (+), sudah  N : 88 x/menit (Post
2x500mg
berkurang,  RR : 18 x/menit Appendectomy
demam (-), nyeri  T : 36,0o C hari-2) - Asam mefenamat
kepala(-),mual (-),
3x500
muntah (-), Status lokalis :
keluhan BAB, defens muskular(-), *ganti perban
BAK, buang nyeri tekan (+) bekas *pasien diperbolehkan
angin (-) operasi, bising usus
(+) pulang, dan kontrol
ulang ke Poli Bedah
RSUD Bankinang

29
BAB IV
ANALISIS KASUS

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki dengan diagnosis appendisitis


akut, ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang.
4.1 ANAMNESIS
TEORI TEMUAN
Gambaran Klinis Gambaran Klinis
 Tanda awal  Awalnya pasien merasakan nyeri di
- Nyeri diawali di epigastrium ulu hati (nyeri dirasakan 3 hari
atau regio umbilikus SMRS)
- Disertai mual dan anoreksia  Dalam 1 hari ini, keluhan dirasakan
 Nyeri pindah ke kanan bawah dan semakin memberat. Nyeri berpindah
menunjukkan tanda rangsangan ke sekitar umbilikus dan kuadran
peritoneum lokal di titik McBurney kanan bawah
- Nyeri tekan  Keluhan disertai muntah, demam,
- Nyeri lepas dan berkurangnya nafsu makan
- Defens muskular  Nyeri yang dirasakan seperti
 Nyeri rangsangan peritoneum tidak tertusuk-tusuk, terus menerus,
langsung sehingga mengganggu aktivitas
- Nyeri kanan bawah pada keseharian pasien, menyebabkan
tekanan kiri (Rovsing Sign) pasien berjalan dengan
- Nyeri kanan bawah bila tekanan membungkuk untuk mengurangi
di sebelah kiri dilepaskan nyeri perutnya
(Blumberg Sign)  Sering mengonsumsi makanan
- Nyeri kanan bawah bila rendah serat
peritoneum bergerak, seperti
bernapas dalam, berjalan, batuk Pemeriksaan fisik :
dan mengedan  Defens muskular (-)
 Gejala klasik :  Nyeri tekan kuadran kanan
- Nyeri samar-samar dan tumpul bawah(+)
(nyeri viseral di daerah  Nyeri lepas (+)
epigastrium dan di sekitar  Nyeri bertambah jika berjalan, batuk
umbilikus) dan mengedan
- Disertai mual dan muntah
- Nafsu makan menurun
- Dalam beberapa jam, nyeri

30
berpindah ke titik
Mc.Burneynyeri dirasakan
lebih tajam dan jelas (nyeri
somatik setempat)

Berdasarkan anamnesis yang dilakukan pada pasien, tanda dan gejala yang
didapatkan pada pasien mengarahkan diagnosis ke appendisitis akut. Hal ini
didukung dengan didapatkannya gejala klasik appendisitis berupa nyeri samar-
samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar
umbilikus. Keluhan juga disertai demam, muntah, dan nafsu makan menurun.
Selain itu, juga terdapat faktor risiko berupa makanan yang dikonsumsi pasien
sering makanan dengan rendah serat.

4.2 PEMERIKSAAN FISIK


TEORI TEMUAN
Vital Sign Vital sign
Demam (37,5-38,5C) Keadaan umum : sakit berat
Kesadaran : Komposmentis
Keadaan gizi : Baik
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi napas : 20 x/menit
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 38 0C
Inspeksi Inspeksi
Tidak ada gambaran spesifik • Tanda-tanda radang (-), distensi(-),
Mungkin ditemukan penonjolan pada jejas trauma (-)
perut kanan bawah •

Auskultasi • Auskultasi
Peristaltik usus sering normal • Bising usus + normal
Palpasi • Palpasi
Nyeri pada regio iliaka kanan• Nyeri tekan (+) kuadran kanan bawah,
(Mc.burney Sign) bisa disertai nyeri nyeri lepas (+),
lepas •
Teraba massa yang fixed •

Defence muscular jika telah terjadi Defence muscular (-)
rangsang peritoneum parietale •
Perkusi Perkusi
Nyeri ketok (+) Nyeri ketok (+)
Pemeriksaan Tambahan

31
Rovsing’s sign (+) • Rovsing sign (-)
Psoas sign (+) • Psoas sign (+)
Obturator sign (+) • Obturator sign (-)
Rectal Toucher  Nyeri arah jam 9-12 • Rectal toucher tidak ditemukan nyeri
Mc .burney sign (+) arah jam 9-12
• Mc. Burney Sign (+)

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien, didapatkan


beberapa pemeriksaan yang positif sesuai dengan teori. Diantara pemeriksaan
tersebut adalah adanya nyeri tekan pada kuadran kanan bawah, nyeri lepas saat
palpasi, nyeri ketok pada saat perkusi. Pada pemeriksaan tambahan apendisitis
didapatkan Psoas Sign (+) dan Mc.Burney Sign (+).

4.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


TEORI TEMUAN
LABORATORIUM LABORATORIUM
Leukositosis Leukositosis (20.800 mm3)
Hitung jenis leukosit dengan shift to the
left
Sedimen urin dapat normal atau
dijumpai leukosituria bahkan hematuria
jika apendiks yang meradang
menempel pada vesika atau ureter.
FOTO POLOS ABDOMEN
Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan
bawah. Gambaran perselubungan
mungkin terlihat ”ileal atau caecal
ileus” (gambaran garis permukaan air-
udara disekum atau ileum).
USG
Gambaran transverse graded tampak lesi hipoechoic dan menebal,
compression yang menunjukkan inflamasi ukuran 1,7 cm  susp. appendicitis
akut dari appendiks. Adanya gambaran target akut
like appearance karena penebalan dari dinding
appendiks dan cairan pada sekelilingnya.

32
Berdasarkan temuan pada pemeriksaan penunjang laboratorium, didapatkan
leukositosis dan pemeriksaan penunjang USG, didapatkan adanya lesi hipoechoic
dan menebal berukuran 1,7 cm yang semakin mendukung diagnosis menuju
appendisitis akut.
Skor Yang ditemukan pada pasien
Gejala
Nyeri pindah ke kuadran kanan bawah 1 +
Mual, muntah 1 +
Anoreksia 1
Tanda
Tenderness 2 +
Rebound tenderness 1 +
Demam 1 +
Pemeriksaan laboratorium
Lekositosis 2 +
Netrofil bergeser ke kiri 1
Total 10 8

Selain itu, pada pasien didapatkan Alvarado skor >7, sehingga dapat
ditegakkan diagnosis dari apendisitis akut.

4.4 TATALAKSANA
Tatalaksana yang diberikan pada pasien telah sesuai dengan rekomendasi.
Pada pasien dilakukan apendektomi segera setelah pasien dipuasakan selama 6
jam, karena diagnosis klinis yang sudah jelas pada pasien. Hal ini sesuai teori,
dimana tindakan yang paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan terbaik
pada pasien dengan appendisitis yaitu dilakukannya apendektomi. Dalam
apendektomi, biasanya insisi McBurney yang paling banyak dipilih oleh ahli
bedah.

33
BAB V
SIMPULAN

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks versiformis dan merupakan


kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Apendisitis akut
merupakan peradangan pada apendiks yang timbul mendadak dan dicetuskan
berbagai faktor. Diantaranya hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks
dan cacing ascaris yang dapat menimbulkan penyumbatan. Jika diagnosis
terlambat ditegakkan, dapat terjadi ruptur pada apendiks sehingga mengakibatkan
terjadinya peritonitis atau terbentuknya abses di sekitar apendiks.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Temuan spesifik pada foto
polos abdomen adalah adanya apendikolith.
Bila diagnosis klinis sudah jelas, maka tindakan paling tepat dan merupakan
satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi, pada apendisitis tanpa
komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, penundaan tindak bedah
sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.

34
DAFTAR PUTAKA

1. Sjamsuhidajat. R; de Jong. 2017. Appendisitis Akut, dalam Buku Ajar Ilmu


Bedah. Sistem Organ dan Tindak Bedahnya (2). Edisi 4. Vol 3. Hal : 777-
82. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
2. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran
Edisi 6. EGC : Jakarta.
3. A. Mansjoer, Suprohaita, W.K. Wardhani, W. Setiowulan. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000. Hal 313-317
4. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Univeristas Indonesia. 2012
5. Grace, Borley, At a Glance ILMU BEDAH. Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit
Erlangga. 2011
6. Schwartz. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC 2010.
7. Tjandra JJ, Clunie GJA, Kaye AH, Smith JA. Textbook of Surgery. .
Blackwell Publishing; 2011.
8. BMJ Best Practice. Acute Appendicitis. 2018
9. Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa
Aksara. Jakarta.
10. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent
edition. Mc-Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies.
Enigma an Enigma Electronic Publication.

35

Vous aimerez peut-être aussi