Vous êtes sur la page 1sur 6

AKAL DAN WAHYU AKAL DAN WAHYU

DALAM PANDANGAN MU’TAZILAH DAN AHLUSSUNNAH DALAM PANDANGAN MU’TAZILAH DAN AHLUSSUNNAH

Pendahuluan
Makalah Manusia dibedakan dengan makhluk lainnya dikarenakan
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
dianugerahkan kepadanya akal dan pikiran. Dengannya manusia ditetapkan
PEMIKIRAN ISLAM KLASIK
menjadi khalifah di muka bumi. Dengannya pula manusia mengatur dan
membangun peradabannya melebihi makhluk yang lain.
Di sisi yang lain Allah SWT memberikan manusia syariat (aturan)
dalam menjalani kehidupannya dengan mewahyukan agama melalui hamba-
hambanya yang terpilih. Bahkan dapat dikatakan sejak awal manusia
diturunkan ke bumi sudah diiringi dengan wahyu.
Akal dan wahyu adalah suatu yang sangat urgen untuk manusia,
dialah yang memberikan perbedaan derajat manusia dihadapan Allah SWT.
DOSEN PENGAMPU : Akal pun harus dibina dengan ilmu-ilmu yang bersumber dari wahyu sehingga
Drs. Syamsul Hidayat, M.A. menghasilkan perilaku mulia yang menjadi dasar manusia menjalani

Nama Penyusun : kehidupan.


Lantas bagaimana manusia itu sendiri memandang serta mendudukkan akal
Setyadi P dan wahyu dalam kehidupannya. Ternyata manusia memiliki pendapat yang
NIM O. 000090027
Ridho S beragam tentang akal dan wahyu. Keragaman pandangan tersebut yang
NIM O. 000090026 dikemudian hari menempatkan manusia menjadi kelompok dan golongan-
golongan.
Demikian pula kondisi umat Islam dalam memandang akal dan
PROGRAM STUDI MAGISTER PEMIKIRAN ISLAM wahyu. Mereka sama-sama mempergunakan akal dan wahyu dalam
PROGRAM PASCASARJANA menyelesaikan berbagai persoalan agama yang timbul dikalangan umat Islam.
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Masing-masing umat memiliki perbedaan dalam interpretasi mengenai teks
2010 ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits, perbedaan dalam interpretasi inilah yang

0
kemudian menimbulkan aliran-aliran yang berlainan tentang akal dan wahyu. AS ketika menghadapi ahli sihir Fira’un. Dan kami wahyukan kepada Musa:
Namun demikian perbedaan tersebut secara umum terbatas pada perbedaan "Lemparkanlah tongkatmu!" Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan
derajat dalam kekuatan yang diberikan kepada akal dalam hubungannya apa yang mereka sulapkan (Al A’raaf : 117). Dalam ayat ini jelas perbuatan
dengan wahyu. Nabi Musa AS melemparkan tongkatnya bukan disebabkan kemampuan
Ada yang menempatkan akal secara berlebihan melebihi otoritas
akalnya tetapi karena wahyu dari Allah SWT.
wahyu dan ada pula yang menempatkan wahyu secara kaku tak tersentuh akal Bahkan Allah SWT memberikan tantangan kepada manusia
sama sekali. sebagaimana disebutkan dalam firmanNya, ”Maka hendaklah mereka
Pandangan Al Quran tentang Akal dan Wahyu
mendatangkan kalimat yang semisal Al Qur'an itu jika mereka orang-orang
Islam menempatkan akal dalam posisi yang sangat penting. Bahkan
yang benar (Ath Thuur : 34). Dalam ayat yang lain juga ditegaskan manusia
Islam diperuntukkan hanya bagi orang-orang yang berakal. Bagi orang tak
yang ragu dengan al Quran yang diwahyukan kepada Rasulullah SAW,
berakal tidak ada kewajiban menjalankan syariat Allah SWT. Dalam al Quran
ditantang untuk membuat satu surat saja. ”Dan jika kamu (tetap) dalam
pun kata yang berakar dari ’aql terdapat dibanyak ayat. Misalnya Allah
keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami
menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As
(Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan
Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi
ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang
al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan
benar (Al Baqorah : 23).
hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (Al
Demikian pula kedudukan wahyu adalah sangat urgen. Wahyu
Baqoroh : 269).
merupakan salah satu pilar utama dalam Islam. Dengan wahyu Allah SWT
Bahkan Nabi Adam AS sebagai manusia pertama yang diciptakan Allah SWT
mengabarkan, mengatur, memberi petunjuk dan berkomunikasi kepada
pun diberikan kelebihan atas makhluk yang lain dengan pengetahuan.
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, hambaNya. Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan
kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang- yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi
orang yang benar!" (Al Baqoroh : 31). penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang
Sungguhpun demikian akal bukanlah segala-galanya. Akal memiliki
khianat (An Nisa : 105).
keterbatasan. Ada banyak hal yang tidak mampu dicapai dengan akal kecuali Sedangkan kata wahyu dalam al Quran juga tidak kalah banyaknya.
dibimbing oleh wahyu. Salah satu contohnya sebagaimana kisah Nabi Musa Dikarenakan al Quran adalah wahyu itu sendiri. Sebagaimana firman Allah

1
SWT, ”Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan hawa nafsunya dan menolaknya). Maka kata ma’qul (masuk akal) berarti ma
kepada seorang laki-laki di antara mereka: "Berilah peringatan kepada ta’qiluhu bi qalbika yaitu sesuatu yang kamu nala rdengan hati dan kalbumu.
Makna akal yang berarti suatu yang terikat juga diperkuat oleh kata-
manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai
kata Khalifah Abu Bakar kepada orang yang enggan membayar zakat
kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan mereka". Orang-orang kafir berkata:
”Seandainya mereka enggan membayar kepadaku seutas tali (’iqal) yang
"Sesungguhnya orang ini (Muhammad) benar-benar adalah tukang sihir yang
dulunya mereka bayarkan kepada Rasulullah SAW, sungguh akan aku perangi
nyata." (Yunus : 2)
Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan mereka”.
Sedangkan fungsi akal yang berarti kepastian dan keabsahan dalam
dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan
segara perkara ada dua yaitu:
mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan
a. Mencegah pemiliknya terjerumus dalam kehancuran
seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi b. Membedakan dengan makhluk lainnya
c. Dalam Islam fungsi akal adalah untuk memastikan, mengokohkan dan
Maha Bijaksana. (Asy Syuura : 51)
Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah mengabsahkan suatu keyakinan1.
tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang Sebagai pembanding Muhammad Abduh dalam bukunya berjudul
bercahaya, (Al Hajj ayat 8). Pemahaman Islam menyatakan konsep akal sebagai berikut2 :
Pengertian Akal dan Wahyu
a. Akal adalah sutu daya yang hanya dimiliki manusia dan oleh karena
Dalam ensiklopedia bahasa Arab, Lisan al Arab, pakar bahasa Arab
itu dialah yang memperbedakan manusia dari mahluk lain.
Sibawayh menjelaskan berbagai pengertian akal dari akar kata dan turunannya.
b. Akal adalah tonggak kehidupan manusia yang mendasar terhadap
Ada ’aqala, ’uqila, ’utuqila, ’aqaltu, ’aqil, iqal, ta’qil dan ma’qul. ’Uqila lahu
kelanjutan wujudnya, peningkatan daya akal merupakan salah satu
shay’un berarti dijaga atau diikat akalnya dan dibatasi. ’Utuqila lisanuhu idza
dasar dan sumber kehidupan dan kebahagiaan bangsa-bangsa.
wa murni’a lil kalam berarti ditahan dan diikat lidahnya, yaitu ia dibatasi dan
c. Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah
dilarang berbicara. ’Aqaltu lil ba’ir berarti saya telah mengikat keempat kaki
sempurna kalau tidak didasarkan akal iman harus berdasar pada
unta. Ibnu Bari mengatakan akal dalam syairnya sebagai sesuatu yang
memberikan kesabaran dan wejangan (mau’izhah) bagi orang yang 1
Henri Shalahudin, Kajian Teologi Islam : Mengkaji Klaim Rasionalisme
membutuhkan. Sehingga dikatakan : al-Aqil alladzi yahbisu nafsahuwa Mu’tazilah, Kumpulan Makalah Program Pendidikan dan Pemikiran Islam-Univ.
yarudduha ’an hawaha (orang yang berakal adalah yang mampu mengekang Ibnu Khaldun, Bogor, 2008
2
Nasution, Harun, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, UI-
Press, Jakata’ 1987, Hal. 44

2
keyakinan, bukan pada pendapat dan akal lah yang menjadi sumber a. Wahyu baik berupa Al-Qur’an dan Hadits bersumber dari Tuhan.
b. Wahyu merupakan perintah yang berlaku umum atas seluruh umat
keyakinan pada tuhan.
manusia, tanpa mengenal ruang dan waktu, baik perintah itu
Islam menjadikan akal sebagai salah satu dari lima perkara yang harus
disampaikan dalam bentuk umum atau khusus.
dilindungi yaitu: agama, akal, harta, jiwa dan kehormatan.
c. Wahyu itu adalah nash-nash yang berupa bahasa arab dengan gaya
Untuk konsep wahyu yang berasal dari bahasa Arab difinisinya
ungkap dan gaya bahasa yang berlaku.
haruslah merujuk pada arti lughowi yang diberikan kamus bahasa Arab
d. Apa yang dibawa oleh wahyu tidak ada yang bertentangan dengan
maupun al Quran. Wahy secara umum diartikan seputar al isyarah al sari’ah
akal, bahkan ia sejalan dengan prinsip-prinsip akal.
(isyarat yang cepat), al kitabah (tulisan), al maktub (tertulis), al risalah e. Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak terpisah-
(pesan), al Ilham (ilham), al i’lam al khafi al sari’ (pemberitahuan yang pisah.
f. Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori perbuatan manusia.
bersifat tertutup)3. Dengan demikian kesimpulannya sebagaimana disimpulkan
Baik perintah maupun larangan.
Rasyid Ridha dalam al Wahy al Muhammadi dikatakan sebagai pemberitahuan
g. Sesungguhnya wahyu yang berupa al-Qur’an dan as-Sunnah turun
yang tertutup, tidak diketahui pihak lain, cepat dan khusus hanya kepada yang
secara berangsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.
dituju4. Sejarah Mu’tazilah
Kemudian para ulama mendifinisikan kata Wahy secara istilah sebagai Untuk memahami pemikiran mu’tazilah tentang akal dan wahyu maka
pemberitahuan Allah SWT kepada seorang nabi tentang berita ghoib, syari’at perlu sedikit kita paparkan siapa mereka dan bagaimana latarbelakang sejarah
dan hukum tertentu. Dari definisi ini jelas bahwa konsep ”wahy” dalam Islam munculnya aliran ini. Aliran mu’tazilah muncul di Basra wilayah Irak, di abad
harus menggandung dua unsur utamanya yaitu pemberi berita (Allah SWT) 2 H. Kelahirannya bermula dari tindakan Wasil bin Atho’ (700-750 M) yang
dan penerima berita (nabi), sehingga tidak dimungkinkan terjadinya wahyu berpisah dari gurunya Imam Hasan al-Bashri karena perbedaan pendapat.
5 Mengapa disebut Mu’tazilah ? Mu’tazilah, secara etimologis
tanpa keduanya atau menafikan salah satunya .
Dr. Abdul Majid Al Najjar dalam bukunya menyatakan bahwa6 : bermakna: orang-orang yang memisahkan diri. Wasil bin Atho’ yang
berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin bukan kafir yang
3
Anis Malik Thoha, Konsep Wahyu dan Nabi dalam Islam, Kumpulan Makalah
berarti ia fasik, memisahkan diri dari majelis Imam Hasan al-Bashri yang
Program Pendidikan dan Pemikiran Islam-Univ. Ibnu Khaldun, Bogor, 2008
4
Rasyid Ridha, Al Wahy al Muhammadi, Dar al Kutub al Ilmiyyah, Beirut, 2005, berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin.
hal. 25 Seiring dengan bergulirnya waktu, kelompok Mu’tazilah semakin
5
Anis Malik Thoha, Konsep Wahyu dan Nabi dalam Islam, 2008 berkembang. Hingga kemudian para tokohnya mendalami buku-buku filsafat
6
Al-Majid, Al-Najjar, Pemahaman Islam, PT. Remaja Rodsakarya, Bandung;
1997, hal 19 yang banyak tersebar di masa kekhalifahan Abbasiyah. Maka sejak saat itulah

3
manhaj mereka benar-benar terwarnai oleh pemikiran ahli kalam yang lebih memahami hakikat agama. Bahkan telah belebihan dalam memberikan
berorientasi pada akal daripada dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah . kekuasaan terhadap akal dan batas-batas pengetahuan manusia. Menurut Dr.
Dukungan dari khalifah Al Makmun semakin memperkuat posisi kaum Ahmad Amin, titik lemah mu’tazilah adalah mereka terlalu mendewakan akal
mu’tazilah. dan percaya penuh pada kekuatan dan kemampuannya8.
Pemahaman mereka yang fenomenal dimasa Al Makmun adalah Point-point pandangan dan pemikiran mu’tazilah secara umum adalah
pandangannya tentang Al Quran adalah makhluk. Menurut mereka, Allah lah sebagai berikut :
a. Mu’tazilah berpendapat akal manusia sesungguhnya telah diberikan
satu-satunya yang qadim. Segala sesuatu selain Nya adalah makhluk 7.
kekuasaan dan kemampuan penuh untuk mengemukakan bukti atau
Keyakinan ini kemudian dijadikan aqidah di seluruh negeri. Bagi mereka yang
dalil sampai terhadap yang berhubungan dengan Allah SWT. Tidak
menolak akan dihukum dengan berat, dipenjara bahkan dibunuh.
Namun ketika membicarakan mu’tazilah pada perkembangannya ada batas-batas bagi akal kecuali dalil-dalilnya dan tidak mungkin
tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Imam Abu Hasan Al Asy’ary. Beliau salah manakala telah benar dalilnya9. Sedangkan menurut ahlusunnah,
pada awalnya adalah tokoh besar mu’tazilah yang sangat ternama. Hingga pada akal terlalu lemah untuk mencapai semua itu. Kekuasaanya sangat
suatu hari di masjid jami’ Bashra beliau merevisi bahkan memformat seluruh dibatasi oleh penemuan terhadap sesuatu yang dapat ia jangkau. Dia
pemahamannya tentang mu’tazilah. Dari seorang tokoh mu’tazilah beliau hanya diberi kekuasaan untuk menemukan bukti akan wujud Allah
berbalik arah menjadi penentang utama. Orang-orang yang sependapat dengan SWT. Bukan untuk menjangkau dzat dan sifat-sifat Allah SWT.
beliau akhirnya disebut Asy’ariyah. Dan pemahaman serta pandangan- Bahkan manusia harus menutup jalan bagi akal yang ingin
pandangan beliau setelah keluar dari mu’tazilah menjadi rujukan dalam mengetahui dzat Allah SWT10.
b. Mu’tazilah berani menggiyaskan sesuatu yang ghoib kepada sesuatu
menghadang dan meluruskan pemahaman tentang pemikiran mu’tazilah.
Akal dan Wahyu menurut Mu’tazilah dan Ahlusunnah yang nyata/empiris. Dan ini menjadi dasar logika mereka melakukan
Kaum mu’tazilah adalah kelompok yang sangat antusias dalam
kajian filsafat agama. Seperti mengqiyaskan Allah SWT dengan
mempelajari berbagai ilmu. Terutama ilmu-ilmu yang berasal dari Yunani.
manusia. Sedangkan ahlusunnah dalam memahami yang ghoib
Mereka juga memiliki kecerdasan yang tinggi. Akan tetapi pada saat yang
disandarkan kepada wahyu11.
sama kecerdasan tersebut tidak diimbangi dengan pengetahuan yang
mendalam. Sehingga banyak dari mereka yang melakukan kesalahan dalam 8
Ibid, hal. 113
9
Ibid
7
Abul Hasan An Nadawi, Tokoh-tokoh Pemikir dan Dakwah Islam, Pustaka 10
Ibid, Hal. 114
Mantiq, Solo, 1995, hal. 118 11
Ibid

4
c. Mu’tazilah memandang Al Quran sebagai makhluk dan bukan Demikianlah akal dan wahyu dalam pandangan aliran Mu’tazilah dan
kalamullah. Sebagaimana apa yang ditulis Al Makmun, ”Sungguh ahlusunnah. Dimana masing-masing aliran mempunyai pendapat yang sangat
besar kebodohan mereka yang mengatakan Al Quran Kalamullah, kontradiktif dalam memberikan pendapat tentang akal dan wahyu. Dari
bukan makhluk”. Sementara ahlusunnah menyakini bahwa wahyu pemaparan diatas dapat kami simpulkan sebagai berikut :
a. Mu’tazilah dalam pemahamannya lebih beraliran rasional dengan
yang diterima oleh Rasulullah SAW dari Allah SWT berupa Al Quran
menguatkan pendapat akal dibandingkan wahyu. Wahyu menjadi
adalah kalamullah12.
d. Dalam hal kekuatan akal mu’tazilah lebih banyak percaya pada akal sekedar legitimasi akal dan bahkan ketika bertentangan dengan
manusia. Sikap yang mu’tazilah ialah mempergunakan akal dan akal wahyu yang dikalahkan dengan ditafsir/dita’wil ulang.
b. Ahlusunnah dalam pandangannya menempatkan wahyu dalam
kemudian memberikan interpretasi pada teks /nash wahyu sesuai
kedudukan yang lebih penting diatas akal manusia. Wahyu yang
dengan pendapat akal. Mereka juga lebih banyak melakukan ta’wil
membimbing akal manusia.
/interpretasi dalam memahami wahyu. Sementara ahlusunah lebih
banyak mendasarkan pada wahyu. Teks wahyu menjadi patakon Daftar Pustaka :
1. Henri Shalahudin, Kajian Teologi Islam : Mengkaji Klaim
utama dan kemudian membawa argumen rasional untuk teks wahyu
Rasionalisme Mu’tazilah, Kumpulan Makalah Program Pendidikan
tersebut. Dalam hal memahami teks wahyu, ahlusunnah lebih
dan Pemikiran Islam-Univ. Ibnu Khaldun, Bogor, 2008
berpegang pada arti lafal yang tersurat13.
2. Nasution, Harun, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional
e. Mu’tazilah menjadikan akal sebagai hakim dalam masalah aqidah.
Mu’tazilah, UI-Press, Jakata’ 1987
Menundukkan wahyu pada hukum akal. Seperti terlihat pada
3. Anis Malik Thoha, Konsep Wahyu dan Nabi dalam Islam, Kumpulan
konsepnya Al Quran bersifat temporal dan menolak keyakinan Allah
Makalah Program Pendidikan dan Pemikiran Islam-Univ. Ibnu
SWT dapat dilihat dihari kiamat. Sementara ahlusunah meyakini al
Khaldun, Bogor, 2008
Quran bersifat kekal dan Allah SWT dapat dilihat dengan mata14. 4. Rasyid Ridha, Al Wahy al Muhammadi, Dar al Kutub al Ilmiyyah,
Beirut, 2005
Kesimpulan
5. Al-Majid, Al-Najjar, Pemahaman Islam, PT. Remaja Rodsakarya,
Bandung; 1997
12
Ibid, hal. 119 6. Abul Hasan An Nadawi, Tokoh-tokoh Pemikir dan Dakwah Islam,
13
Henri Shalahudin, Kajian Teologi Islam : Mengkaji Klaim Rasionalisme Pustaka Mantiq, Solo, 1995
Mu’tazilah, 2008
14
Ibid

Vous aimerez peut-être aussi