1. Pengertian Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008). Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam. Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008). 2. Patofisiologi Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah (Ganong & William, 2009). 3. Etiologi Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orang usia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit (Setiati dan Roosheroe, 2008). Penyebab secara umum: a) Kelainan postur b) Gangguan perkembangan otot c) Kerusakan system saraf pusat d) Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular e) Kekakuan otot Menurut Alimul (2010) kondisi-kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain: a) Fall b) Fracture c) Stroke d) Postoperative bed rest e) Dementia and Depression f) Instability g) Hipnotic medicine h) Impairment of vision i) Polipharmacy j) Fear of fall 4. Faktor – faktor yang mempengaruhi mobilisasi : a) Gaya Hidup Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai- nilai yang dianut, serta lingkungan tempat ia tinggal (masyarakat). b) Ketidakmampuan Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum ketidakmampuan dibagi menjadi dua yaitu : 1) Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau trauma (misalnya : paralisis akibat gangguan atau cedera pada medula spinalis). 2) Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari ketidakmampuan primer (misalnya : kelemahan otot dan tirah baring). Penyakit-penyakit tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh terhadap mobilitas. 3) Tingkat Energi Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi. Dalam hal ini cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu bervariasi. 4) Usia Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan (Mubarak, 2008). 5. Batasan karakteristik a. Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan, termasuk mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi. b. Keengganan untuk melakukan pergerakan. c. Keterbatasan rentang gerak. d. Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot. e. Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol mekanis dan medis f. Gangguan koordinasi 6. Diagnosa keperawatan a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal. b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik. 7. Intervensi keperawatan (Tujuan dan kriteria hasil menggunakan pendekatan NOC, intervensi menggunakan NIC) 1) Gangguan mobilitas fisik NOC : a. Joint Movement : Active b. Mobility Level c. Self care : ADLs d. Transfer performance Kriteria Hasil : a. Aktivitas fisik klien meningkat b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas c. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah d. Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi NIC : Exercise Therapy : Ambulation a. Monitor vital sign sebelum/sesudah latihan dan respon pasien saat latihan b. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera. c. Ajarkan pasien terhadap teknik ambulasi d. Kolaborasi dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan. 2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik NOC : a. Pain Level b. Pain Control c. Comfort Level Kriteria Hasil : a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri) b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang NIC : Pain Management a. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualias dan faktor presipitasi) b. Observasi reaksi nonverbal klien c. Ajarkan tentang teknik non farmakologi d. Kolaborasi pemberian analgetik DAFTAR PUSTAKA
Alimul H, A Aziz. 2010. Pengantar KDM Aplikasi Konsep & Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Ganong, William F. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Herdman, T.H & Kamitsuru, S. 2018. NANDA International Nursing Diagnosis : Definition and Classification, 2018-2020. Oxford : Wiley Blackwell. Mubarak, W.I. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia : Teori dan aplikasi dalam praktik. Jakarta : Media Aesculapius. Setiati S, Harimurti K, Roosheroe A., 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI.