Vous êtes sur la page 1sur 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu masalah gizi pada remaja dan dewasa yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat adalah anemia gizi zat besi. Prevalensi anemia di
dunia sangat tinggi, terutama di negara-negara sedang berkembang termasuk
Indonesia. Anemia defisiensi besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di
dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Perkiraan prevalensi anemia
secara global adalah sekitar 51%. Angka tersebut terus bertambah di tahun 1997
yang bergerak dari 13,4% di Thailand ke 85,5% di India.
Tiga puluh enam persen (atau kira-kira 1400 juta orang) dari perkiraan
populasi 3800 juta orang di negara sedang berkembang menderita anemia gizi,
sedangkan prevalensi di negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta
orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang. Menurut data Depkes RI,
prevalensi anemia defisiensi besi pada remaja putri di Indonesia yaitu 28%.Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 menyatakan bahwa prevalensi
anemia defisiensi besi pada remaja putri usia 10-18 tahun yaitu 57,1%.
Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Anggraeni terhadap beberapa remaja
putri di wilayah DKI Jakarta menunjukkan prevalensi anemia remaja putri cukup
tinggi yaitu sebesar 44,6% yang sebagian besar disebabkan oleh kurangnya
asupan zat besi dari makanan yang dikonsumsi. Anemia gizi disebabkan oleh
kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, yang dapat
disebabkan oleh kekurangan konsumsi atu karena gangguan absorpsi. Zat gizi
yang bersangkutan adalah besi, protein, piridoksin (vitamin B6) yang berperan
sebagai katalisator dalam sintesis heme didalam molekul hemoglobin, vitamin C
yang memengaruhi absorpsi dan pelepasan besi dari transferin ke dalam jaringan
tubuh, dan vitamin E yang memengaruhi membran sel darah merah.

1
Akibat jangka panjang anemia defisiensi besi pada remaja putri adalah
apabila remaja putri nantinya hamil, maka ia tidak akan mampu memenuhi zat-zat
gizi bagi dirinya dan juga janin dalam kandungannya serta pada masa
kehamilannya anemia ini dapat meningkatkan frekuensi komplikasi, risiko
kematian maternal, angka prematuritas, BBLR, dan angka kematian perinatal.
Pencegah kejadian anemia defisiensi besi, pada remaja putri maka perlu dibekali
dengan pengetahuan tentang anemia defisiensi besi itu sendiri. Pengetahuan yang
baik merupakan salah satu faktor yang memengaruhi sikap dan perilaku
seseorang.
Pengetahuan gizi berperan dalam memberikan cara memilih pangan dengan
baik sehingga dapat mencapai keadaan gizi yang cukup. Tingkat pengetahuan
yang menentukan perilaku konsumsi pangan salah satunya didapat melalui jalur
pendidikan gizi yang umumnya dipandang lebih baik diberikan sedini mungkin
untuk menambah pengetahuan dan memperbaiki kebiasaan konsumsi pangan.
Berdasarkan pemeriksaan secara acak pada siswa remaja putri siswa
diperoleh bahwa terdapat 50 % siswa memiliki kadar hemoglobin di bawah batas
normal. Hal ini menarik minat untuk mengetahui mengapa hal ini bisa terjadi.
Peneliti membahas dari segi pengetahuan para siswa tentang anemia dan perlu
diketahui apakah terdapat hubungan antara pengetahuan dan kadar hemoglobin
dalam darah.

1.2 Rumusan Masalah


 Bagaimana tingkat pengetahuan siswa remaja putri tentang anemia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
 Mengetahui tingkat pengetahuan siswa remaja putri tentang anemia.

2
1.3.2 Tujuan khusus
 Meningkatkan pengetahuan siswa tentang anemia serta bagaimana cara
penanganan awal pada anemia .
 Meningkatkan pengetahuan siswa tentang tanda anemia pada remaja dan
bagaimana pencegahannya.
 Meningkatkan kesadaran siswa untuk segera memeriksakan diri ke
pelayanan kesehatan jika mengalami gejala anemia.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Siswa
 Siswa mendapatkan informasi tentang bagaimana cara deteksi dini anemia
pada remaja dengan baik dan benar.
 Meningkatkan pengetahuan remaja tentang anemia dan bagaimana
penatalaksanaanya
1.4.2 Bagi Dokter Internsip
 Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi verbal maupun non verbal
dokter internship di bidang promotif dan preventif kesehatan masyarakat.
 Meningkatkan pengetahuan dokter internsip tentang usaha kesehatan
masyarakat.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGETAHUAN
Pengetahuan (knowledge) adalah pesan dalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca inderanya yang berbeda sekali dengan kepercayaan (deliek),
takhayul (superfition) dan penerangan-penerangan yang keliru. Pengetahuan adalah
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap sesuatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,
yakni indera penglihatan, pendengaran, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh malalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo,
2005).
Menurut Notoatmodjo (2005) pengetahuan mencakup didalamnya domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni:
a. Tahu (Know)
Tahu artinya sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari situasi atau kondisi sebenarnya.

4
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau subyek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap
suatu materi atau objek. Penelitian itu berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang
telah ada.

Menurut Nasution (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan


dalam masyarakat yaitu :
a. Sosial ekonomi
Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang. Bila
ekonomi baik maka tingkat pendidikan akan tinggi dan pengetahuan akan tinggi
pula.
b. Kultur (budaya dan agama)
Budaya akan sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena
informasi-informasi yang didapat akan disaring terlebih dahulu apakah sesuai atau
tidak dengan budaya atau agama masyarakat tersebut.
c. Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan maka seseorang akan mudah menerima hal baru dan
akan mudah menyesuaikan hal baru tersebut.
d. Pengalaman
Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu. Pendidikan
yang tinggi maka pengalaman yang diperoleh juga akan lebih luas, sedangkan
semakin tua seseorang maka pengalaman akan semakin banyak.

5
2.2 SIKAP
Sikap merupakan respon atau reaksi evaluatif, respon ini muncul ketika
individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi balik dari
individu. Sikap dinyatakan timbul secara sadar oleh proses evaluasi dari individu
terhadap respon dalam nilai baik, buruk, positif, negatif, menyenangkan kemudian
menetapkan dan mengkristal sebagai dasar potensi untuk bereaksi. (Azwar, 2002)
Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup tidak dapat dilihat secara langsung
sehingga sikap hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang tampak (Notoatmodjo,
2005).
Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas akan tetapi adalah merupakan
reaksi yang terbuka dan merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Suatu objek belum
otomatis terwujud dalam suatu tindakan, untuk terwujud sikap menjadi suatu
perbuatan yang nyata, diperlukan suatu pendukung atau kondisi yang memungkinkan
antara lain fasilitas. Dalam interaksi sosial individu bereaksi membentuk pola sikap
tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai
faktor yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain
yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan faktor emosi dalam diri
individu.
Menurut Allport, 1954 (Azwar, 2005) sikap itu terdiri dari komponen pokok,
yaitu:
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek.
Artinya, bagaimana keyakinan. dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap
objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek.
Artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang
tersebut terhadap objek.

6
c. Kecenderungan untuk berindak (tend to behave).
Artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau
perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku
terbuka (tindakan).

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat


berdasarkan intensitasnya sebagai berikut:
a. Menerima (receiving).
Menerima diartikan bahwa seseorang atau objek mau menerima stimulus yang
diberikan (objek).
b. Menanggapi (respoding).
Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c. Menghargai (valuing).
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan
bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon.
d. Bertanggung jawab (responsible).
Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung jawa terhadap apa yang
diyakininya dan dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang
mencemoohkan atau adanya risiko lain.

2.3 PERILAKU
Bloom 1974 menyimpulkan bahwa faktor perilaku mempunyai peranan yang
besar terhadap tingkat kesehatan setelah faktor lingkungan. Sedangkan faktor
pelayanan kesehatan pengaruhnya lebih kecil dari faktor perilaku (Warliana, 2001).
Perilaku adalah sesuatu yang kompleks merupakan resultan dari berbagai
macam aspek internal maupun eksternal, psikologis maupun fisik. Perilaku tidak

7
berdiri sendiri selalu berkaitan dengan faktor-faktor lain. Pengaruhnya terhadap status
kesehatan dapat langsung maupun tidak langsung.
Perilaku dibentuk dari tiga faktor yaitu :
a. Faktor-faktor predisposisi yaitu terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung yaitu terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak
tersedianya atau sarana kesehatan lain.
c. Faktor-faktor pendorong yaitu terwujud dalam sikap dan perilaku.
Menurut Becker, 1979 (Warliana, 2001) perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Perilaku kesehatan (health behavior)
Adalah hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk tindakan-tindakan untuk
mencegah penyakit, menjaga kesehatan diri, memilih makanan, sanitasi dan
sebagainya.
b. Perilaku sakit (illness behavior)
Adalah segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seorang individu yang
merasa sakit, termasuk juga kemampuan atau pengetahuannya untuk
mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit serta usaha mencegah penyakit
tersebut.
c. Perilaku peran sakit (sick role behavior)
Adalah segala tindakan yang dilakukan individu yang sedang sakit untuk
memperoleh kesembuhannya. Hal ini disamping berpengaruh terhadap
kesehatannya atau kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain
terutama kepada anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung
jawab kesehatannya.
Sarwono (1997) motivasi seseorang timbul karena adanya suatu kebutuhan
atau keinginan yang harus dipenuhi. Faktor eksternal meliputi : 1) Lingkungan
keluarga; 2) lingkungan fisik, adalah lingkungan dimana seseorang itu tinggal
(misalnya di pedesaan atau perkotaan);

8
3) sosial budaya, didalam masyarakat untuk mengatur perilaku individu dalam
kelompok agar sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku.

2.4 REMAJA
Pengertian remaja menurut WHO pada Astri (2008), adalah kelompok
penduduk yang berusia antara 10-19 tahun yang mempunyai ciri-ciri sedang
mengalami transisi biologis (fisik), psikologis (jiwa), maupun sosial ekonomi (dalam
keluarga dan masyarakat). Pada tahun 1998, WHO mengkategorikan remaja menjadi
adolescence usia 10-19 tahun, youth usia 15-24 tahun, dan young people 10-24 tahun.
Secara teoritis beberapa tokoh psikologi mengemukakan tentang batas-batas
umur remaja, tetapi dari sekian banyak tokoh yang mengemukakan tidak dapat
menjelaskan secara pasti tentang batasan usia remaja karena masa remaja ini adalah
masa peralihan.
Pada umumnya masa remaja dapat dibagi dalam 2 periode yaitu (Putri dan
Hadi dalam situs http://www.fpsi.unair.ac.id):
1. Periode Masa Puber usia 12-18 tahun
a. Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal
pubertas. Cirinya:
 Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi
 Anak mulai bersikap kritis
b. Masa Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal. Cirinya:
 Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya
 Memperhatikan penampilan
 Sikapnya tidak menentu/plin-plan
 Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
c. Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa
adolesen. Cirinya:
 Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya
belum tercapai sepenuhnya
 Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria

9
2. Periode Remaja Adolesene usia 19-21 tahun
Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:
 perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
 mulai menyadari akan realitas
 sikapnya mulai jelas tentang hidup
 mulai nampak bakat dan minatnya

2.5 ANEMIA
2.5.1 Pengertian Anemia
Anemia adalah suatu keadaan kekurangan kadar haemoglobin (Hb) dalam darah
yang terutama disebabkan oleh kekurangan zat gizi (khususnya zat besi) yang
diperlukan untuk pembentukan Hb tersebut (Depkes, 1998 pada Hardinsyah dkk,
2007). Di Indonesia sebagian besar anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi (Fe)
sehingga disebut anemia kekurangan zat besi atau anemia gizi besi (Hardinsyah dkk,
2007).
Batasan prevalensi anemia yang menjadi masalah kesehatan masyarakat
menurut WHO (2007) dapat terlihat pada Tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1
Ketentuan masalah kesehatan masyarakat
berdasarkan prevalensi anemia
Masalah Prevalensi anemia
Berat >=40%
Sedang 20,0-39,9%
Ringan 5,0-19,9%
Tidak bermasalah 0-4,9%
Sumber : http://whqlibdoc.who.int

Batasan frekuensi haemoglobin menurut Peters, dkk (2008) menyatakan bahwa


jika haemoglobin >14 gr/dl dinamakan Polycyhemic. Sedangkan WHO (1997)
menyatakan :

10
Tabel 2.2
Ketentuan Frekuensi Haemoglobin berdasarkan batasan frekuensi
Klasifikasi Batasan Haemoglobin
Normal 12 gr/dl-14 gr/dl
Ringan 11 gr/dl-11,9 gr/dl
Sedang 8 gr/dl -10,9 gr/dl
Berat 5 gr/dl -7,9 gr/dl
Sangat Berat <5 gr/d

Sumber : http://www.care.org

2.5.2 Klasifikasi Anemia


Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga jenis
anemia:13,16
1. Anemia normositik normokrom.
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut,
hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi
penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin
(Indeks eritrosit normal pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 –
35 %), bentuk dan ukuran eritrosit.
2. Anemia makrositik hiperkrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom
karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit pada anak
MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada anemia
megaloblastik (defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-
megaloblastik (penyakit hati, dan myelodisplasia)
3. Anemia mikrositik hipokrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan mengandung
konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73 fl,
MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %).

11
Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
a. Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
b. Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.
c. Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.

2.5.3 Etiologi Anemia Zat Besi


Menurut DepKes (2000), penyebab anemia gizi karena kurangnya zat besi atau
Fe dalam tubuh. Karena pola konsumsi masyarakat Indonesia, terutama wanita
kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani yang merupakan sumber heme Iron
yang daya serapnya > 15%. Ada beberapa bahan makanan nabati yang memiliki
kandungan Fe tinggi (non heme Iron), tetapi hanya hanya bisa diserap tubuh < 3%
sehingga diperlukan jumlah yang sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan Fe
dalam tubuh, jumlah tersebut tidak mungkin terkonsumsi. Anemia juga disebabkan
karena terjadinya peningkatan kebutuhan oleh tubuh terutama pada remaja, ibu hamil,
dan karena adanya penyakit kronis. Penyebab lainnya karena pendarahan yang
disebabkan oleh investasi cacing terutama cacing tambang, malaria, haid yang
berlebihan dan pendarahan saat melahirkan (Wijiastuti, 2006).
Anemia gizi besi sering diderita oleh wanita dan remaja putri dan diketahui 1
diantara 3 wanita menderita anemia. Penyebab anemia gizi besi sering diderita oleh
wanita dan remaja putri yaitu dikarenakan oleh:
 Wanita dan remaja putri jarang makan makanan protein hewani seperti hati,
daging dan ikan.
 Wanita dan remaja putri selalu mengalami menstruasi setiap bulan sehingga
membutuhkan zat besi dua kali lebih banyak daripada pria, oleh karena itu wanita
cenderung menderita anemia dibandingkan dengan pria.
 Adanya kecenderungan remaja yang ingin berdiet dengan alasan
mempertahankan bentuk tubuh yang ideal sehingga terjadi pola makan yang
salah, serta adanya pantangan dan tabu (Depkes, 1998). Dengan kata lain bahwa
pola makan akan berpengaruh terhadap status anemia.

12
Disamping itu, tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap
keadaan gizi individu yang bersangkutan. Menurut hasil penelitian Saraswati (1997)
secara umum pengetahuan remaja putri tentang anemia masih rendah. Menurut
Wijiastuti (2006), sarapan pagi termasuk salah satu faktor anemia pada remaja putri
sedangkan menurut Rodiah (2003), remaja yang suka jajan lebih banyak (18,5%)
yang menderita anemia dibandingkan dengan responden yang tidak jajan (9,1%).
Menurut Sunarko (2002) pada Wijiastuti (2006), anemia disebabkan oleh faktor
dominan sebab langsung, sebab tidak langsung, dan sebab mendasar, yaitu :
1. Sebab langsung yaitu disebabkan oleh tidak cukupnya asupan zat gizi (Zat besi
dengan daya serap rendah, adanya zat penghambat, diet) dan penyakit infeksi
(kecacingan, malaria, TBC).
2. Sebab tidak langsung yaitu rendahnya perhatian keluarga terhadapa wanita,
aktifitas wanita yang tinggi, pola distribusi makanan dalam keluarga dimana ibu
dan anak wanita tidak menjadi prioritas.
3. Sebab mendasar yaitu masalah sosial ekonomi yaitu rendahnya pendidikan,
rendahnya pendapatan, status sosial yang rendah dan lokasi goegrafis yang sulit.

Anemia Gizi Besi dapat terjadi karena (Pedoman Penanggulangan Anemia Gizi
Untuk Remaja Putri dan Wanita Usia Subur dalam situs http://www.gizi.net) :
a. Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan.
 Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah : makanan yang berasal
dari hewani (seperti ikan, daging, hati, ayam).
 Makanan nabati (dari tumbuh-tumbuhan) misalnya sayuran hijau tua, yang
walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan
baik oleh usus.
b. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi.
 Pada masa pertumbuhan seperti anak-anak dan remaja, kebutuhan tubuh
akan zat besi meningkat tajam.
 Pada masa hamil kebutuhan zat besi meningkat karena zat besi diperlukan
untuk pertumbuhan janin serta untuk kebutuhan ibu sendiri.

13
 Pada penderita penyakit menahun seperti TBC.
c. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh.
Perdarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia. Hal ini terjadi
pada penderita :
 Kecacingan (terutama cacing tambang). Infeksi cacing tambang
menyebabkan perdarahan pada dinding usus, meskipun sedikit tetapi terjadi
terus menerus yang mengakibatkan hilangnya darah atau zat besi.
 Malaria pada penderita Anemia Gizi Besi, dapat memperberat keadaan
anemianya.
 Kehilangan darah pada waktu haid berarti mengeluarkan zat besi yang ada
dalam darah

2.5.4 Gejala Klinis


Gejala anemia biasanya Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai (5L), sering
mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang. Gejala lebih lanjut adalah kelopak
mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat (Pedoman Penanggulangan
Anemia Gizi Untuk Remaja Putri dan Wanita Usia Subur dalam situs
http://www.gizi.net). Penderita anemia selain ditandai dengan mudah lemah, letih,
lesu, nafas pendek, muka pucat juga ditandai dengan susah berkonsentrasi serta
Fatique atau rasa lelah yang berlebihan (Sutomo, 2008).

2.5.5 Akibat Anemia


Anemia yang diderita oleh remaja putri dapat menyebabkan menurunnya
prestasi belajar, menurunnya daya tahan sehingga mudah terkena penyakit infeksi.
Selain itu pada remaja putri yang terkena anemia tingkat kebugarannya pun akan
turun yang berdampak pada rendahnya produktifitas dan prestasi olahraganya dan
tidak tercapai tinggi badan maksimal karena pada masa ini terjadi puncak
pertumbuhan tinggi badan (peak high velocity) (DepKes, 2003 pada Wijiastuti,
2006).

14
Menurut Soekirman (2000) pada Hardinsyah dkk, (2007), anemia pada remaja
dapat menimbulkan berbagai dampak antara lain menurunnya konsentrasi belajar dan
menurunnya stamina dan produktivitas kerja. Tingginya anemia pada remaja ini akan
berdampak pada prestasi belajar siswi karena anemia pada remaja putri akan
menyebabkan daya konsentrasi menurun sehingga akan mengakibatkan menurunnya
prestasi belajar (Kusumawati, 2005). Anemia gizi pada balita dan anak akan
berdampak pada peningkatan kesakitan dan kematian, perkembangan otak, fisik,
motorik, mental dan kecerdasan juga terhambat, daya tangkap belajar menurun,
pertumbuhan dan kesegaran fisik menurun dan interaksi sosial berkurang (Aliefin,
2005).

2.5.6 Zat Besi (Fe)


Zat besi adalah salah satu unsur gizi yang merupakan komponen pembentuk
Hb atau sel darah merah. Zat besi adalah bagian penting dari hemoglobin, mioglobin
dan enzim, namun zat gizi ini tergolong esensial sehingga harus disuplai dari
makanan. Di dalam tubuh zat besi terutama terdapat sekitar 70% Fe dalam
hemoglobin dan 29% dalam feritin. Besi (Fe) adalah mikromin eral yang paling
banyak dalam tubuh manusia dan hewan. Pada tubuh orang dewasa terdapat sekitar
2,5 sampai dengan 4 gram Fe, dimana sekitar 2 – 2,5 gram ada dalam sirkulasi atau
dalam sel darah merah sebagai komponen hemoglobin, 300 mg ada pada beberapa
enzym, myoblobin, dan feritin (Linder, 1992 pada Akhmadi, 2008). Fungsi prinsip
utama zat besi dalam tubuh adalah terlibat dalam pengangkutan oksigen dan sari
makanan dalam darah dan urat daging serta mentransfer elektron (Linder, 1992 pada
Akhmadi, 2008).
Kebutuhan zat besi pada seseorang sangat tergantung pada usia dan jenis
kelamin. Khususnya pada wanita subur (wanita hamil), bayi dan anak-anak lebih
beresiko untuk untuk mengalami anemia zat besi daripada orang lain.
Kebutuhan zat besi pada wanita lebih banyak daripada laki-laki karena mereka
mengalami menstruasi yang datang bulanan. Namun demikian wanita mampu
mengabsorpsi zat besi lebih efisien asalkan makanan lainnya cukup beragam.

15
Tabel 2.3
Kebutuhan zat besi berdasarkan zat besi yang
terserap menurut umur dan jenis kelamin
Usia/jenis kelamin μg/kg/hari Mg/hari
4 – 12 bulan 120 0,96
13 – 24 bulan 56 0,61
2 – 5 tahun 44 0,70
6 – 11 tahun 40 1,17
12 – 16 tahun (wanita) 40 2,02
12 – 16 tahun (lelaki) 34 1,82
Lelaki dewasa 18 1,14
Wanita menyusui 24 1,31
Wanita haid 42 2,38
Wanita pasca menopause 18 0,96
Sumber : Akhmadi, 2008

2.5.7 Jenis dan penyerapan zat besi


Sumber utama zat besi adalah bahan pangan hewani dan kacang-kacangan serta
sayuran berwarna hijau tua. Kesulitan utama untuk memenuhi kebutuhan zat
besi adalah rendahnya tingkat penyerapan zat besi di dalam tubuh, terutama sumber
zat besi nabati hanya diserap 1-2%. Sedangkan tingkat penyerapan zat besi makanan
asal hewani dapat mencapai 10-20% (Latief dkk, 2002 pada Patimah, 2007). Sumber
zat besi yang berasal dari hewani (heme iron) lebih dari dua kali lebih mudah diserap
dibandingkan dengan sumber nabati (Wardlaw dkk, 1992 pada Patimah, 2007). Ini
berarti bahwa zat besi pangan asal hewani (heme) lebih mudah diserap dari pada zat
besi pangan asal nabati (non hem). Kecukupan intake Fe tidak hanya dipenuhi dari
konsumsi makanan sumber zat besi (daging sapi, ayam, ikan, telur, dan lain-lain),
tetapi dipengaruhi oleh variasi penyerapan zat besi. Keanekaragaman konsumsi
makanan berperan penting dalam membantu meningkatkan penyerapan zat besi di
dalam tubuh. Jenis Fe yang dikonsumsi jauh lebih penting daripada jumlah zat besi
yang dimakan. Bioavailabilitas non heme iron dipengaruhi oleh beberapa faktor
inhibitor (menghambat) dan enhancer (mempercepat). Inhibitor utama penyerapan zat
besi adalah fitat dan polifenol. Fitat terutama ditemukan pada biji-bijian seral, kacang
dan beberapa sayuran seperti bayam.

16
Polifenol dijumpai dalam minuman kopi, teh, sayuran dan kacang-kacangan.
Enhancer penyerapan zat besi antara lain asam askorbat atau vitamin C dan protein
hewani dalam daging sapi, ayam, ikan karena mengandung asam amino pengikat zat
besi untuk meningkatkan absorpsi zat besi. Alkohol dan asam laktat kurang mampu
meningkatkan penyerapan zat besi (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat,
2007).

17
BAB III

METODE MINI PROJECT

3.1 Rancangan Mini Project

Kuisioner dibagikan sebelum penyuluhan dimulai sebagai pretest


kepada peserta penyuluhan yang bersedia menjadi responden dalam mini
project, kemudian kuisioner yang sama dibagikan kembali sebagai posttest
pada saat penyuluhan dan sesi tanya – jawab selesai. Seluruh proses
pembagian kuisioner dan penyuluhan dilakukan di SMA NEG.12
BOMBANA

3.2 Lokasi dan Waktu Mini Project

Mini project ini dilaksanakan pada bulan Maret 2019 di SMA NEG.12
BOMBANA

3.3 Populasi Mini Project

Populasi mini project adalah siswa kelas X-XII di SMA


NEG.12 BOMBANA

3.4 Subyek Mini Project

Subjek mini project diambil dari siswa kelas X-XII sebanyak 202
siswa.

18
BAB IV
HASIL MINI PROJECT

4.1 Profil Komunitas Umum


Profil komunitas wilayah SMA NEG.12 BOMBANA Desa Lantari Jaya
secara umum adalah masyarakat pedesaan.
4.3 Data Demografi
4.3.1 Jumlah Siswa
Dari kelas X-XII sebanyak 202 siswa remaja putri
4.4 Sumber Daya Kesehatan yang Ada
Posyandu
4.5 Sarana Pelayanan Kesehatan yang Ada
Di Desa Mlilir terdapat 1 buah polindes dan 3 kelompok posyandu.

4.7 Hasil Mini Project

Hasil kegiatan ini adalah sebagai berikut :

NO. TANGGAL TEMPAT PESERTA


1 19 Maret 2019 SMA NEG.12 202 Orang
BOMBANA

19
 Karakteristik Responden

 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

USIA RESPONDEN
(TAHUN)
JUMLAH PERSEN (%)

≤ 15 tahun 58 3,33 %

15 – 16 tahun 76 56,66 %

> 17 tahun 68 6,66 %

TOTAL 202 100 %

Dari data diatas, diketahui bahwa responden terbanyak pada urutan pertama
yaitu pada rentang usia 15-16 tahun sebanyak 76 responden (56,66%). Selanjutnya
pada urutan kedua yaitu usia >17 tahun sebanyak 58 responden (6,66 %). Kemudian
pada urutan keempat yaitu usia ≤ 15 tahun sebanyak 58 responden (3,33%).

20
BAB V
DISKUSI

Simpulan yang didapat dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara
pengetahuan dengan konsumsi tablet Fe saat menstruasi pada remaja putri di SMA N
12 Bombana.
Untuk institusi sekolah diharapkan diharapkan dapat meningkatkan peran dan
fungsi UKS dengan membuat program-program penyuluhan oleh tenaga kesehatan,
untuk meningkatkan pengetahuan siswi terhadap tablet Fe sehingga bisa berperilaku
konsumsi tablet Fe saat menstruasi.
Kerjasama pihak sekolah dengan dinas kesehatan terdekat melalui program
UKS untuk mensosialisasikan dan merealisasikan pemberian suplementasi tablet Fe
pada remaja putri saat menstruasi. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan meneliti
lebih lanjut mengenai pengetahuan dengan konsumsi tablet Fe dengan menambahkan
penilaian kecukupan asupan zat besi individu melalui food recall, dengan metode
penelitian secara preeksperimen atau kualitatif untuk meneliti faktor-faktor lain yang
berpengaruh terhadap konsumsi tablet Fe pada remaja

21
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari mini project ini adalah :


1. Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku ibu mengenai penanganan awal
diare pada balita secara keseluruhan sudah tergolong tinggi, tetapi masih
belum merata.
2. Terdapat peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu mengenai
penanganan awal diare pada balita sesudah diadakan penyuluhan.

6.2 Saran

1. Untuk institusi sekolah diharapkan dapat meningkatkan peran dan fungsiUKS


dengan membuat program–programpenyuluhan oleh tenaga kesehatan,untuk
meningkatkan pengetahuan siswi terhadap tablet Fe sehingga bisa berperilaku
konsumsi tablet Fe saat Menstruasi
2. Kerjasama pihak sekolah dan dinas kesehatan terdekat melaui program UKS
untuk mensosialisasikan dan merealisasikan pemberian suplementasi tablet Fe
pada remaja putri saat menstruasi
3. U n t u k p e n e l i t i a n s e l a n j u t n y a d i h a r a p k a n m e n e l i t i l e b i h
lanjut m e n g e n a i pengetahuan dengan konsumsi tablet Fe dengan
menambahkan penilaian kecukupan asupan zat besi individu melalui food
recall, d e n g a n m e t o d e penelitian secara preeksperimen atau kualitatif
untuk menelitifaktor– faktor lain yang berpengaruh terhadap konsumsi tablet
Fe pada remaja.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Amiruddin, R. (2008). Current Issue Kematian Anak karena Penyakit


Diare. Diunduh dari: http://ridwanamiruddin.wordpress.com

2. Behrman, Kliegman dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
3. Depkes. Pedoman Tatalaksana Penderita Diare.pdf. Diunduh dari:
http://www.pppl.depkes.go.id/images_data/Pedoman%20Tata%20Laksana
%20Diare.pdf
4. IDAI. (2008). Diare pada Anak. Diunduh dari: http://idai.go.id

5. Mulyadi, S. (2008). Pengetahuan, Diare, Sikap dan Perilaku Keluarga.


Diunduh dari: http://sahabatpintarq.blogspot.com
6. Subijanto, Ranuh, Djupri, dan Soeparto. (2005). Managemen Diare pada
Bayi dan Anak.pdf Divisi Gastroenterologi Lab/SMF Ilmu Kesehatan
Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya.

23
Foto Kegiatan:

24

Vous aimerez peut-être aussi