Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
Akibat jangka panjang anemia defisiensi besi pada remaja putri adalah
apabila remaja putri nantinya hamil, maka ia tidak akan mampu memenuhi zat-zat
gizi bagi dirinya dan juga janin dalam kandungannya serta pada masa
kehamilannya anemia ini dapat meningkatkan frekuensi komplikasi, risiko
kematian maternal, angka prematuritas, BBLR, dan angka kematian perinatal.
Pencegah kejadian anemia defisiensi besi, pada remaja putri maka perlu dibekali
dengan pengetahuan tentang anemia defisiensi besi itu sendiri. Pengetahuan yang
baik merupakan salah satu faktor yang memengaruhi sikap dan perilaku
seseorang.
Pengetahuan gizi berperan dalam memberikan cara memilih pangan dengan
baik sehingga dapat mencapai keadaan gizi yang cukup. Tingkat pengetahuan
yang menentukan perilaku konsumsi pangan salah satunya didapat melalui jalur
pendidikan gizi yang umumnya dipandang lebih baik diberikan sedini mungkin
untuk menambah pengetahuan dan memperbaiki kebiasaan konsumsi pangan.
Berdasarkan pemeriksaan secara acak pada siswa remaja putri siswa
diperoleh bahwa terdapat 50 % siswa memiliki kadar hemoglobin di bawah batas
normal. Hal ini menarik minat untuk mengetahui mengapa hal ini bisa terjadi.
Peneliti membahas dari segi pengetahuan para siswa tentang anemia dan perlu
diketahui apakah terdapat hubungan antara pengetahuan dan kadar hemoglobin
dalam darah.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui tingkat pengetahuan siswa remaja putri tentang anemia.
2
1.3.2 Tujuan khusus
Meningkatkan pengetahuan siswa tentang anemia serta bagaimana cara
penanganan awal pada anemia .
Meningkatkan pengetahuan siswa tentang tanda anemia pada remaja dan
bagaimana pencegahannya.
Meningkatkan kesadaran siswa untuk segera memeriksakan diri ke
pelayanan kesehatan jika mengalami gejala anemia.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Siswa
Siswa mendapatkan informasi tentang bagaimana cara deteksi dini anemia
pada remaja dengan baik dan benar.
Meningkatkan pengetahuan remaja tentang anemia dan bagaimana
penatalaksanaanya
1.4.2 Bagi Dokter Internsip
Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi verbal maupun non verbal
dokter internship di bidang promotif dan preventif kesehatan masyarakat.
Meningkatkan pengetahuan dokter internsip tentang usaha kesehatan
masyarakat.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGETAHUAN
Pengetahuan (knowledge) adalah pesan dalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca inderanya yang berbeda sekali dengan kepercayaan (deliek),
takhayul (superfition) dan penerangan-penerangan yang keliru. Pengetahuan adalah
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap sesuatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,
yakni indera penglihatan, pendengaran, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh malalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo,
2005).
Menurut Notoatmodjo (2005) pengetahuan mencakup didalamnya domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni:
a. Tahu (Know)
Tahu artinya sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari situasi atau kondisi sebenarnya.
4
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau subyek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap
suatu materi atau objek. Penelitian itu berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang
telah ada.
5
2.2 SIKAP
Sikap merupakan respon atau reaksi evaluatif, respon ini muncul ketika
individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi balik dari
individu. Sikap dinyatakan timbul secara sadar oleh proses evaluasi dari individu
terhadap respon dalam nilai baik, buruk, positif, negatif, menyenangkan kemudian
menetapkan dan mengkristal sebagai dasar potensi untuk bereaksi. (Azwar, 2002)
Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup tidak dapat dilihat secara langsung
sehingga sikap hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang tampak (Notoatmodjo,
2005).
Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas akan tetapi adalah merupakan
reaksi yang terbuka dan merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Suatu objek belum
otomatis terwujud dalam suatu tindakan, untuk terwujud sikap menjadi suatu
perbuatan yang nyata, diperlukan suatu pendukung atau kondisi yang memungkinkan
antara lain fasilitas. Dalam interaksi sosial individu bereaksi membentuk pola sikap
tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai
faktor yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain
yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan faktor emosi dalam diri
individu.
Menurut Allport, 1954 (Azwar, 2005) sikap itu terdiri dari komponen pokok,
yaitu:
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek.
Artinya, bagaimana keyakinan. dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap
objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek.
Artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang
tersebut terhadap objek.
6
c. Kecenderungan untuk berindak (tend to behave).
Artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau
perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku
terbuka (tindakan).
2.3 PERILAKU
Bloom 1974 menyimpulkan bahwa faktor perilaku mempunyai peranan yang
besar terhadap tingkat kesehatan setelah faktor lingkungan. Sedangkan faktor
pelayanan kesehatan pengaruhnya lebih kecil dari faktor perilaku (Warliana, 2001).
Perilaku adalah sesuatu yang kompleks merupakan resultan dari berbagai
macam aspek internal maupun eksternal, psikologis maupun fisik. Perilaku tidak
7
berdiri sendiri selalu berkaitan dengan faktor-faktor lain. Pengaruhnya terhadap status
kesehatan dapat langsung maupun tidak langsung.
Perilaku dibentuk dari tiga faktor yaitu :
a. Faktor-faktor predisposisi yaitu terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung yaitu terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak
tersedianya atau sarana kesehatan lain.
c. Faktor-faktor pendorong yaitu terwujud dalam sikap dan perilaku.
Menurut Becker, 1979 (Warliana, 2001) perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Perilaku kesehatan (health behavior)
Adalah hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk tindakan-tindakan untuk
mencegah penyakit, menjaga kesehatan diri, memilih makanan, sanitasi dan
sebagainya.
b. Perilaku sakit (illness behavior)
Adalah segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seorang individu yang
merasa sakit, termasuk juga kemampuan atau pengetahuannya untuk
mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit serta usaha mencegah penyakit
tersebut.
c. Perilaku peran sakit (sick role behavior)
Adalah segala tindakan yang dilakukan individu yang sedang sakit untuk
memperoleh kesembuhannya. Hal ini disamping berpengaruh terhadap
kesehatannya atau kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain
terutama kepada anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung
jawab kesehatannya.
Sarwono (1997) motivasi seseorang timbul karena adanya suatu kebutuhan
atau keinginan yang harus dipenuhi. Faktor eksternal meliputi : 1) Lingkungan
keluarga; 2) lingkungan fisik, adalah lingkungan dimana seseorang itu tinggal
(misalnya di pedesaan atau perkotaan);
8
3) sosial budaya, didalam masyarakat untuk mengatur perilaku individu dalam
kelompok agar sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku.
2.4 REMAJA
Pengertian remaja menurut WHO pada Astri (2008), adalah kelompok
penduduk yang berusia antara 10-19 tahun yang mempunyai ciri-ciri sedang
mengalami transisi biologis (fisik), psikologis (jiwa), maupun sosial ekonomi (dalam
keluarga dan masyarakat). Pada tahun 1998, WHO mengkategorikan remaja menjadi
adolescence usia 10-19 tahun, youth usia 15-24 tahun, dan young people 10-24 tahun.
Secara teoritis beberapa tokoh psikologi mengemukakan tentang batas-batas
umur remaja, tetapi dari sekian banyak tokoh yang mengemukakan tidak dapat
menjelaskan secara pasti tentang batasan usia remaja karena masa remaja ini adalah
masa peralihan.
Pada umumnya masa remaja dapat dibagi dalam 2 periode yaitu (Putri dan
Hadi dalam situs http://www.fpsi.unair.ac.id):
1. Periode Masa Puber usia 12-18 tahun
a. Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal
pubertas. Cirinya:
Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi
Anak mulai bersikap kritis
b. Masa Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal. Cirinya:
Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya
Memperhatikan penampilan
Sikapnya tidak menentu/plin-plan
Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
c. Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa
adolesen. Cirinya:
Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya
belum tercapai sepenuhnya
Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria
9
2. Periode Remaja Adolesene usia 19-21 tahun
Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:
perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
mulai menyadari akan realitas
sikapnya mulai jelas tentang hidup
mulai nampak bakat dan minatnya
2.5 ANEMIA
2.5.1 Pengertian Anemia
Anemia adalah suatu keadaan kekurangan kadar haemoglobin (Hb) dalam darah
yang terutama disebabkan oleh kekurangan zat gizi (khususnya zat besi) yang
diperlukan untuk pembentukan Hb tersebut (Depkes, 1998 pada Hardinsyah dkk,
2007). Di Indonesia sebagian besar anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi (Fe)
sehingga disebut anemia kekurangan zat besi atau anemia gizi besi (Hardinsyah dkk,
2007).
Batasan prevalensi anemia yang menjadi masalah kesehatan masyarakat
menurut WHO (2007) dapat terlihat pada Tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1
Ketentuan masalah kesehatan masyarakat
berdasarkan prevalensi anemia
Masalah Prevalensi anemia
Berat >=40%
Sedang 20,0-39,9%
Ringan 5,0-19,9%
Tidak bermasalah 0-4,9%
Sumber : http://whqlibdoc.who.int
10
Tabel 2.2
Ketentuan Frekuensi Haemoglobin berdasarkan batasan frekuensi
Klasifikasi Batasan Haemoglobin
Normal 12 gr/dl-14 gr/dl
Ringan 11 gr/dl-11,9 gr/dl
Sedang 8 gr/dl -10,9 gr/dl
Berat 5 gr/dl -7,9 gr/dl
Sangat Berat <5 gr/d
Sumber : http://www.care.org
11
Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
a. Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
b. Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.
c. Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.
12
Disamping itu, tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap
keadaan gizi individu yang bersangkutan. Menurut hasil penelitian Saraswati (1997)
secara umum pengetahuan remaja putri tentang anemia masih rendah. Menurut
Wijiastuti (2006), sarapan pagi termasuk salah satu faktor anemia pada remaja putri
sedangkan menurut Rodiah (2003), remaja yang suka jajan lebih banyak (18,5%)
yang menderita anemia dibandingkan dengan responden yang tidak jajan (9,1%).
Menurut Sunarko (2002) pada Wijiastuti (2006), anemia disebabkan oleh faktor
dominan sebab langsung, sebab tidak langsung, dan sebab mendasar, yaitu :
1. Sebab langsung yaitu disebabkan oleh tidak cukupnya asupan zat gizi (Zat besi
dengan daya serap rendah, adanya zat penghambat, diet) dan penyakit infeksi
(kecacingan, malaria, TBC).
2. Sebab tidak langsung yaitu rendahnya perhatian keluarga terhadapa wanita,
aktifitas wanita yang tinggi, pola distribusi makanan dalam keluarga dimana ibu
dan anak wanita tidak menjadi prioritas.
3. Sebab mendasar yaitu masalah sosial ekonomi yaitu rendahnya pendidikan,
rendahnya pendapatan, status sosial yang rendah dan lokasi goegrafis yang sulit.
Anemia Gizi Besi dapat terjadi karena (Pedoman Penanggulangan Anemia Gizi
Untuk Remaja Putri dan Wanita Usia Subur dalam situs http://www.gizi.net) :
a. Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan.
Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah : makanan yang berasal
dari hewani (seperti ikan, daging, hati, ayam).
Makanan nabati (dari tumbuh-tumbuhan) misalnya sayuran hijau tua, yang
walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan
baik oleh usus.
b. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi.
Pada masa pertumbuhan seperti anak-anak dan remaja, kebutuhan tubuh
akan zat besi meningkat tajam.
Pada masa hamil kebutuhan zat besi meningkat karena zat besi diperlukan
untuk pertumbuhan janin serta untuk kebutuhan ibu sendiri.
13
Pada penderita penyakit menahun seperti TBC.
c. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh.
Perdarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia. Hal ini terjadi
pada penderita :
Kecacingan (terutama cacing tambang). Infeksi cacing tambang
menyebabkan perdarahan pada dinding usus, meskipun sedikit tetapi terjadi
terus menerus yang mengakibatkan hilangnya darah atau zat besi.
Malaria pada penderita Anemia Gizi Besi, dapat memperberat keadaan
anemianya.
Kehilangan darah pada waktu haid berarti mengeluarkan zat besi yang ada
dalam darah
14
Menurut Soekirman (2000) pada Hardinsyah dkk, (2007), anemia pada remaja
dapat menimbulkan berbagai dampak antara lain menurunnya konsentrasi belajar dan
menurunnya stamina dan produktivitas kerja. Tingginya anemia pada remaja ini akan
berdampak pada prestasi belajar siswi karena anemia pada remaja putri akan
menyebabkan daya konsentrasi menurun sehingga akan mengakibatkan menurunnya
prestasi belajar (Kusumawati, 2005). Anemia gizi pada balita dan anak akan
berdampak pada peningkatan kesakitan dan kematian, perkembangan otak, fisik,
motorik, mental dan kecerdasan juga terhambat, daya tangkap belajar menurun,
pertumbuhan dan kesegaran fisik menurun dan interaksi sosial berkurang (Aliefin,
2005).
15
Tabel 2.3
Kebutuhan zat besi berdasarkan zat besi yang
terserap menurut umur dan jenis kelamin
Usia/jenis kelamin μg/kg/hari Mg/hari
4 – 12 bulan 120 0,96
13 – 24 bulan 56 0,61
2 – 5 tahun 44 0,70
6 – 11 tahun 40 1,17
12 – 16 tahun (wanita) 40 2,02
12 – 16 tahun (lelaki) 34 1,82
Lelaki dewasa 18 1,14
Wanita menyusui 24 1,31
Wanita haid 42 2,38
Wanita pasca menopause 18 0,96
Sumber : Akhmadi, 2008
16
Polifenol dijumpai dalam minuman kopi, teh, sayuran dan kacang-kacangan.
Enhancer penyerapan zat besi antara lain asam askorbat atau vitamin C dan protein
hewani dalam daging sapi, ayam, ikan karena mengandung asam amino pengikat zat
besi untuk meningkatkan absorpsi zat besi. Alkohol dan asam laktat kurang mampu
meningkatkan penyerapan zat besi (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat,
2007).
17
BAB III
Mini project ini dilaksanakan pada bulan Maret 2019 di SMA NEG.12
BOMBANA
Subjek mini project diambil dari siswa kelas X-XII sebanyak 202
siswa.
18
BAB IV
HASIL MINI PROJECT
19
Karakteristik Responden
USIA RESPONDEN
(TAHUN)
JUMLAH PERSEN (%)
≤ 15 tahun 58 3,33 %
15 – 16 tahun 76 56,66 %
Dari data diatas, diketahui bahwa responden terbanyak pada urutan pertama
yaitu pada rentang usia 15-16 tahun sebanyak 76 responden (56,66%). Selanjutnya
pada urutan kedua yaitu usia >17 tahun sebanyak 58 responden (6,66 %). Kemudian
pada urutan keempat yaitu usia ≤ 15 tahun sebanyak 58 responden (3,33%).
20
BAB V
DISKUSI
Simpulan yang didapat dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara
pengetahuan dengan konsumsi tablet Fe saat menstruasi pada remaja putri di SMA N
12 Bombana.
Untuk institusi sekolah diharapkan diharapkan dapat meningkatkan peran dan
fungsi UKS dengan membuat program-program penyuluhan oleh tenaga kesehatan,
untuk meningkatkan pengetahuan siswi terhadap tablet Fe sehingga bisa berperilaku
konsumsi tablet Fe saat menstruasi.
Kerjasama pihak sekolah dengan dinas kesehatan terdekat melalui program
UKS untuk mensosialisasikan dan merealisasikan pemberian suplementasi tablet Fe
pada remaja putri saat menstruasi. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan meneliti
lebih lanjut mengenai pengetahuan dengan konsumsi tablet Fe dengan menambahkan
penilaian kecukupan asupan zat besi individu melalui food recall, dengan metode
penelitian secara preeksperimen atau kualitatif untuk meneliti faktor-faktor lain yang
berpengaruh terhadap konsumsi tablet Fe pada remaja
21
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
2. Behrman, Kliegman dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
3. Depkes. Pedoman Tatalaksana Penderita Diare.pdf. Diunduh dari:
http://www.pppl.depkes.go.id/images_data/Pedoman%20Tata%20Laksana
%20Diare.pdf
4. IDAI. (2008). Diare pada Anak. Diunduh dari: http://idai.go.id
23
Foto Kegiatan:
24