Vous êtes sur la page 1sur 28

PORTOFOLIO 1

KASUS OBGYN

PREEKLAMPSIA BERAT

Disusun sebagai syarat kelengkapan program dokter internship


Oleh:
dr.Tince Susantri Saragih
Pembimbing:
dr.Nurkamilawati Sp.OG

Pendamping:
dr.Gustian Zahran

RSUD KABUPATEN BOMBANA


PROVINSI SULAWESI TENGGARA
2018
BERITA ACARA DISKUSI PORTOFOLIO

Nama Peserta : dr.Tince Susantri Saragih

Dengan judul/topik: Preeklampsia Berat

Nama Pembimbing: dr.Nurkamilawati Sp.OG

Nama Pendamping: dr.Gustian Zahran

Nama Wahana : RSUD KABUPATEN BOMBANA,SULAWESI TENGGARA

NO NAMA PESERTA PERSENTASI NO TANDA TANGAN

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya

Pembimbing Pendamping

(dr.Nurkamilawati Sp.OG) (dr.Gustian Zahran)


LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

 Nama : Ny. Marlina

 Umur : 33 Tahun

 Jenis Kelamin : Perempuan

 Alamat : Lameroro

 Pekerjaan : Ibu rumah tangga

 Status : Menikah

 Pendidikan terakhir : SMA

 MRS : 01 Oktober 2018

 No. Rekam Medik : 04-02-80

2. Anamnesis

a. Keluhan Utama : nyeri di ulu hati

b. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien seorang wanita usia 30 Tahun, G3P2A0 Gravid Aterm bekerja sebagai Ibu rumah
tangga masuk rumah sakit tanggal 01 Oktober 2018 nomor rekam medis 040280. Pasien kiriman
dari Puskesmas dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 2 hari yang lalu, pada hari pertama nyeri
dirasakan hilang timbul namun pada hari kedua nyeri yang dirasakan semakin sering, nyeri yang
dirasakan seperti diremas-remas, memberat ketika pasien bekerja dan membaik ketika istirahat,
ketika nyerinya datang pasien merasa agak susah bernafas, nyeri kepala,dan penglihatan mulai
kabur, selain itu pasien mengeluh 2 minggu terakhir tekanan darahnya tinggi,
pasien mengaku rutin memeriksa kandungannya di bidan dan tekanan darahnya tidak
pernah tinggi berkisar antara 110-120, dan 2 minggu terakhir tekanan darah pasien berkisar 150-
160. Karena tekanan darahnya yang tinggi tersebut pasien pergi memeriksakan dirinya ke dokter,
pasien mengaku kalau dia diberikan obat penurun tekanan darah, pasien lupa nama obatnya
namun tekanan darah pasien tidak kunjung turun.

c. Riwayat Persalinan

No Tempat Penolong Thn Aterm Jenis Penyulit Anak


bersalin Persalinan JK Keadaan

1. Di rumah Bidan 2007 Aterm Persalinan - Laki-laki Sehat


normal

2. Di rumah Bidan 2012 Aterm Persalinan - Perempuan Sehat


normal

3. Hamil
Sekarang

d. Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat hipertensi sebelumnya (-), riwayat diabetes (-),

e. Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat tekanan darah tinggi saat hamil dalam keluarga (-), diabetes (-), riwayat tekanan
darah tinggi (-).

f. Riwayat Alergi :
Pasien menyangkal adanya alergi obat dan makanan

g. Riwayat Pengobatan :
Pasien hanya mengkonsumsi obat penurun tekanan darah yang diberikan oleh dokter
selama 2 minggu terakhir namun pasien lupa nama obatnya, pasien menyangkal
mengkonsumsi obat sebelum-sebelumnya.

3. Pemeriksaan Fisik

a) Tanggal pemeriksaan : 01 Oktober 2018


b) Status generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Kesan gizi : Cukup

c) Pemeriksaan tanda vital


TD : 160/100 mmHg
Nadi : 80x/ menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Kepala : Normocephali, simestris, tumor (-), jejas (-)
Mata :Anemis (-/-), ikterus (-/-), Eksophtalmus (-),pupil isokor,
reflek cahaya (+/+), pergerakan mata ke segala arah baik.
Hidung : Septum lurus, deformitas (-),deviasi septum (-)
Mulut : Sariawan (-), atrofi papil (-), lidah Kotor (-),sianosis (-).
Gigi : gigi palsu (-), gigi goyang (-).
Telinga : Bentuk telinga normal, simetris antara kiri dan kanan,
tanda-tanda infeksi (-)
Leher :Simetris, trakea ditengah, pembesaran KGB (-)kaku kuduk
(-),penggunaan otot SCM (-).
Thorax : pulmo : inspeksi : Bentuk dada simetris, dada kanan = dada kiri;
pergerakan dinding dada simetris, dada kanan = dada kiri,
massa (-), sikatriks (-).
Palpasi : Tidak teraba adanya massa (-), krepitasi (-), edema
(-), nyeri tekan (-),Pergerakan simetris, dada kanan = dada
kiri
Perkusi : Sonor didapatkan pada seluruh lapangan paru kiri.
Auskultasi : Vesikular +/+ di seluruh lapang paru, rhonki
-/- di seluruh lapang paru, wheezing -/-.
Cor : Iktus cordis tidak tampak, S1S2 tunggal regular, murmur
(-), gallop (-).
Extremitas : Akral hangat : +/+, deformitas (-/-), sianosis (-/-)

d) Status lokalis
Region abdomen
Inspeksi : kesan hamil, striae gravidarum (+)
Auskultasi : bising usus (+), DJJ (+) 139 x/menit
Palpasi : Tinggi fundus Uterus (TFU) 28 cm, taksiran berat janin
(TBJ) 2635 gram , His (-)

Leopold I : Teraba bagian besar, bulat, lunak


Leopold II : Teraba tahanan memanjang di kanan, Teraba bagian kecil di
kiri
Leopold III : Teraba bagian besar, bulat , keras
Leopold IV : Hodge I
VT : VT ф 2 cm,portio tebal,lunak

4. Pemeriksaan Penunjang

Hasil Nilai rujukan Satuan

Hemoglobin 9,8 12-14 g/dl%

Hematokrit 30,2 37-43 %

Leukosit 15600 4000-11000 mm3

Trombosit 333.000 150 rb- 400 rb mm3

GDS 110 <180 Mg/dl

Protein +3 - -

Ureum 19 10-50

Creatinin 0.9 0,5-1,9

SGOT 12 <21 uL

SGPT 12 <22 uL

Gol Darah B+
5. Diagnosis

G3P2A0 gravid Aterm + PEB + CPD + Gagal Induksi

6. Tindakan

 4 g MgSO4 40% dibuat dengan cara mengencerkan 10 ml larutan


MgSO4 dalam 10ml aquades, diberikan bolus (IV) selama 10-15
menit, Segera dilanjutkan dengan 6 g MgSO4 40% dibuat dengan
cara melarutkan 15ml larutan MgSO4 ke dalam 500 ml RL, habis
dalam 6 jam,

 Misoprostol 1/8 per vaginam

 Tindakan yang dilakukan : Sectio Caesarea, Tanggal : 02 Oktober 2018

7. Laporan Anastesi

Status anastesi

 Persiapan Anastesi

1. Informed consent

2. Stop makan dan minum selama minimal 6 jam pre-operatif

3. Guyur Inf.RL 1 kolf

4. Injeksi meteklopramide 1A/iv


5. Injeksi ranitidin 1A/iv

6. Injeksi ondansentrone 1A/iv

7. Injeksi dexamethasone II A/iv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kematian Ibu dan Angka Kematian Perinatal di Indonesia masih sangat tinggi. Menurut
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2002-2003) Angka kematian ibu adalah 307 per
100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan target yang ingin dicapai oleh pemerintah
pada tahun 2010 sebesar 125/100.000 kelahiran hidup angka tersebut masih tergolong tinggi.

Yang menjadi sebab utama kematian ibu di Indonesia di samping perdarahan adalah pre-
eklampsia atau eklampsia dan penyebab kematian perinatal yang tinggi. Pre-eklampsi ialah
penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan,
penyebabnya belum diketahui. Pada kondisi berat pre-eklamsia dapat menjadi eklampsia dengan
penambahan gejala kejang-kejang.

Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia adalah iskemia
plasenta. Akan tetapi dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bertalian dengan
penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya preeklampsia dan eklampsia (multiple causation). Faktor yang sering ditemukan
sebagai faktor risiko antara lain nulipara, kehamilan ganda, usia kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun, punya riwayat keturunan, dan obesitas. Namun diantara faktor- faktor yang
ditemukan sering kali sukar ditentukan mana yang menjadi sebab dan mana yang menjadi akibat.

Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit, yakni yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal ini terjadi, istilah kesatuan penyakit
diartikan bahwa kedua peristiwa dasarnya sama karena eklamsia merupakan peningkatan dari
pre-eklamsia yang lebih berat dan berbahaya dengan tambahan gejala-gejala tertentu.

Pre-eklampsia berat dan eklampsia merupakan risiko yang membahayakan ibu di samping
membahayakan janin melalui placenta. Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal di dunia
karena eklampsia. Incidens eklampsia di negara berkembang berkisar dari 1:100 sampai 1:1700.

Beberapa kasus memperlihatkan keadaan yang tetap ringan sepanjang kehamilan. Pada
stadium akhir yang disebut eklampsia, pasien akan mengalami kejang. Jika eklampsia tidak
ditangani secara cepat akan terjadi kehilangan kesadaran dan kematian karena kegagalan
jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau perdarahan otak. Oleh karena itu kejadian kejang
pada penderita eklampsia harus dihindari. Karena eklampsia menyebabkan angka kematian
sebesar 5% atau lebih tinggi.

Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994 Angka Kematian Ibu (AKI)
masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran. Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%)
adalah perdarahan dan eklampsia. Kedua sebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan
pemeriksaan kehamilan (antenatal care/ANC) yang memadai, atau pelayanan berkualitas dengan
standar pelayanan yang telah ditetapkan.

Untuk memenuhi target penurunan Angka Kematian Ibu pada Indonesia Sehat 2010 menjadi
125 per 100.000 kelahiran hidup adalah cukup memprihatinkan, oleh karenanya perlu adanya
antisipasi terhadap faktor risiko yang dapat menyebabkan kematian ibu. Salah satu upaya untuk
menurunkan angka kematian maternal dan perinatal yaitu dengan peningkatan kuantitas dan
kualitas pelayanan kehamilan yang erat kaitannya dengan kemajuan ilmu kedokteran, fasilitas
dan keterampilan serta pengetahuan tenaga kesehatan yang memeberikan pelayanan. Sectio
caesarea (bedah caesar) merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan.
Relative mudah dan nyamannya tindakan ini mendorong semakin banyaknya cara ini dipilih
sebagai cara pengakhiran kehamilan.

Semakin meningkatnya kecenderungan persalinan Sectio caesarea khususnya atas


permintaan tentu bukan tanpa alasan walaupun Dirjen Yanmed dan WHO telah menetapkan
standar pelayanan persalianan Sectio caesarea tidak boleh melebihi dari 15% dari seluruh
persalinan di rumah sakit..

Sectio caesarea memberikan jalan keluar bagi kebanyakan kesulitan yang timbul bila
persalinan pervaginam tidak memungkinkan atau berbahaya, menurut statistic tentang 3.509
kasus Sectio caesarea, indikasi untuk Sectio caesarea adalah disproporsi janin-panggul 21%,
gawat janin 15%, plasenta previa 11%, pernah Sectio caesarea 10%, kelainan letak janin 10%,
preeklamsia dan hipertensi 7%, dengan angka kematian ibu yang belum dikoreksi sebesar 17%
dan sudah dikoreksi 0,5%, sedangkan kematian janin 14,5%.

WHO (World Health Organization) memperkirakan bahwa angka persalinan dengan


sectiocaesarea sekitar 10-15% dari semua proses persalinan di negara-negara berkembang
dibandingkan dengan 20% di Britania Raya dan 23% di Amerika Serikat. Kanada pada 2003
memiliki angka 21%. Data statistik dari 1990-an menyebutkan bahwa kurang dari 1 kematian
dari 2.500 yang menjalani bedah caesar, dibandingkan dengan 1 dari 10.000 untuk persalinan
normal.

Bedah cesar paling umum dilakukan dalam anestesi epidural atau spinal. Kedua blok tersebut
membuat ibu untuk tetap sadar. Anestesi regional dihubungkan dengan berkurangnya morbiditas
dan mortalitas maternal dibandingkan dengan anestesi umum. Yang secara besar dikarenakan
pengurangan insiden dari aspirasi pulmo dan intubasi yang gagal.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pre-eklamsia

2.1.1 Definisi

Pre-eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda khas tekanan darah tinggi (hipertensi),
pembengkakan jaringan (edema), dan ditemukannya protein dalam urin (proteinuria) yang timbul
karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat
juga terjadi pada trimester kedua kehamilan. Sering tidak diketahui atau diperhatikan oleh wanita
hamil yang bersangkutan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat pre-eklampsia berat
bahkan dapat menjadi eklampsia yaitu dengan tambahan gejala kejang-kejang dan atau koma.

Kejadian eklampsia di negara berkembang berkisar antara 0,3% sampai 0,7%.


Kedatangan penderita sebagian besar dalam keadaan pre-eklampsia berat dan eklampsia.

Perkataan “eklampsia” berasal dari Yunani yang berarti “halilintar” karena gejala
eklampsia datang dengan mendadak dan menyebabkan suasana gawat dalam kebidanan.
Dikemukakan beberapa teori yang dapat menerangkan kejadian preeklampsia dan eklamsia
sehingga dapat menetapkan uapaya promotif dan preventif.

2.1.2 Epidemiologi
Di negara-negara sedang berkembang, angka kematian ibu jauh lebih tinggi. Di Afrika
sub-Sahara, angka kematian ibu rata-rata 600 per 100.000 kelahiran hidup; di Asia selatan, 500
per 100.000 per kelahiran; di Asia Tenggara dan Amerika Latin 300 per 100.000 kelahiran
hidup. Beberapa neraga maju telah menerbitkan hasil penyelidikan konfidensial atas kematian
ibu setiap 3 tahun, dengan menganalisa sebab-sebab kematian ibu dan dibuat saran-saran untuk
mencegah kematian yang terjadi, ini telah diterbitkan di Inggris sejak 1952 dan di Australia
sejak 1965. Pada tahun 1990, diterbitkan sebuah laporan yang menganalisis semua kematian ibu
yang terjadi di Amerika Serikat yang terjadi antara tahun 1979 dan 1986. Studi dari ketiga
laporan tersebut menunjukkan bahwa penyebab kematian ibu sama pada ketiga negara tersebut.

Dalam grafik berikut dapat ditunjukan turunnya penyebab utama kematian ibu di
England dan Wales.
Periode tiga tahun

Sumber: Derek Lewellyn John, Dasar-dasar obstetric dan ginekologi

Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara
berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur usia disebabkan
berkaitan dengan hal kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama
mortalitas wanita muda pada masa puncak produktifitasnya. Tahun 1996, WHO memperkirakan
lebih dari 585.000 ibu per tahunnya meninggal saat hamil atau persalinan.

Di Afrika yang beriklim tropis ini dapat timbul dengan cepat, mlai dari tanda fisik yang
dini eklampsia berat dapat terjadi dalam 24 jam. Sekolompok peneliti memperkirakan bahwa
mulai dari timbulnya gejala eklampsia sampai dengan kematian rata-rata memerlukan waktu
hanya 2 hari.

Menurut data dari Departement Obstetrics & Ginacology, india, dari 271 ibu hamil
dengan eklampsia di “Tertiary Level Teaching Institution South India “ tercatat 70% pasien
primigravida dan lebih dari 95% dari mereka tidak melaksanakan antenatal care dan tidak
menyadari bahaya eklampsia.
2.1.3 Gejala – gejala

Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Bila peningkatan
tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali dalam trimester pertama atau kedua
awal, ini mungkin menunjukkan bahwa penderita menderita hipertensi kronik. Tetapi bila
tekanan darah ini meninggi dan tercatat pada akhir trimester kedua dan ketiga, mungkin
penderita menderita preeklampsia.

Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mm Hg, atau peningkatan tekanan


diastolik sekurang-kurangnya 15 mm Hg, atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140
mmHg, atau tekanan diastolik sekurang-kurangnya 90 mm Hg atau lebih atau dengan kenaikan
20 mm Hg atau lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnose. Penentuan tekanan darah
dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Tetapi bila
diastolik sudah mencapai 100 mmHg atau lebih, ini sebuah indikasi terjadi preeklampsia berat.

Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam jaringan tubuh, dan
biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta penbengkakan pada kaki, jari-jari
tangan, dan muka, atau pembengkan pada ektrimitas dan muka.

Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak
seberapa berarti untuk penentuan diagnosa pre-eklampsia.

Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter dalam
air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau +2 (menggunakan
metode turbidimetrik standard) atau 1g/liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan
dengan kateter atau midstream untuk memperoleh urin yang bersih yang diambil minimal 2
kali dengan jarak 6 jam. Proteinuri biasanya timbul lebih lambat dari hipertensi dan tambah
berat badan. Proteinuri sering ditemukan pada pre-eklampsia, rupa-rupanya karena vasospasmus
pembuluh-pembuluh darah ginjal. Karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup
serius. Disamping adanya gejala yang nampak diatas pada keadaan yang lebih lanjut timbul
gejala-gejala subyektif yang membawa pasien ke dokter.

Gejala subyektif tersebut ialah:

1. Sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau oedema otak.


2. Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau edema, atau
sakit kerena perubahan pada lambung.

3. Gangguan penglihatan: Penglihatan menjadi kabur malahan kadang-kadang pasien


buta. Gangguan ini disebabkan vasospasmus, edema atau ablatio retina. Perubahan
ini dapat dilihat dengan ophtalmoskop.

4. Gangguan pernafasan sampai sianosis

5. Pada keadaan berat akan diikuti gangguan kesadaran

Pre-eklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat, tanda /gejala


preeklampsia ringan adalah:

1. Tekanan darah sistol 140 mmHg atau kenaikan 30 mmHg dengan interval
pemeriksaan 6 jam.

2. Tekanan darah diastol 90 mmHg atau kenaikan 15 mmHg dengan interval


pemeriksaan 6 jam

3. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu

4. Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2 pada urin
kateter atau urin aliran pertengahan.

Sedangkan penyakit preeklampsia digolongkan berat apabila satu atau lebih tanda / gejala
dibawah ini ditemukan:

1. Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110 mmHg atau
lebih

2. Proteinuria 5 gram atau lebih dalam 24 jam, +3 atau +4 pada pemeriksaan


semikuantitatif.

3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam.

4. Keluhan cerebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium.


5. Edema paru-paru atau sianosis

Disamping terdapat preeklampsia ringan dan berat / eklampsia, dapat pula ditemukan
hipertensi cronis yaitu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang menetap.
Kebanyakan wanita dengan hipertensi kronik (Hipertensi esensial) telah didiognose sebelum
kehamilan; kebanyakan wanita didapat menderita hipertensi pada kunjungan antenatal pertama.
Bila tanpa penyebab sekunder hipertensi (misalnya stenosis arteri renalis atau feokromositoma),
peninggian tekanan darah (> 140/90) yang menetap dan terjadi sebelum kehamilan atau dideteksi
sebelum kehamilan minggu ke 20, diagnosis hipertensi esensial dapat ditegakkan.

Tanda klinik dan diagnosis:

1. Hipertensi terjadi pada awal kehamilan

2. Fungsi ginjal normal atau hanya terdapat sedikit albuminuria

3. Jika kehamilan kebelakang terdapat peningkatan tekanan darah dan albuminuria


secara bermakna, maka akan sulit dibedakan dengan preeklampsia berat
(Superimposed preeklampsia).
2.1.4 Etiologi dan Patofisiologi

Sebab preeklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Telah banyak
teori yang mencoba menerangkan sebab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang
memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang diterima harus dapat menerangkan hal-hal
berikut: (1) sebab bertambahnya frekuensi pada primigrafiditas, kehamilan ganda, hidramnion
dan mola hidatidosa; (2) sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan; (3)
sebab terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus; (4) sebab
jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya; dan (5) sebab timbulnya
hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.

Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa eklampsia disebabkan ischaemia rahim
dan plascenta (ischemaemia uteroplacentae). Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih
banyak. Pada molahidatidosa, hydramnion, kehamilan ganda, multipara, pada akhir kehamilan,
pada persalinan, juga pada penyakit pembuluh darah ibu, diabetes , peredaran darah dalam
dinding rahim kurang, maka keluarlah zat-zat dari placenta atau decidua yang menyebabkan
vasospasmus dan hipertensi. Tetapi dengan teori ini tidak dapat diterangakan semua hal yang
berkaitan dengan penyakit tersebut. Rupanya tidak hanya satu faktor yang menyebabkan pre-
eklampsia dan eklampsia.

Pada pemeriksaan darah kehamilan normal terdapat peningkatan angiotensin, renin, dan
aldosteron, sebagai kompensasi sehingga peredaran darah dan metabolisme dapat berlangsung.
Pada pre-eklampsia dan eklampsia, terjadi penurunan angiotensin, renin, dan aldosteron,
tetapi dijumpai edema, hipertensi, dan proteinuria. Berdasarkan teori iskemia implantasi
plasenta, bahan trofoblas akan diserap ke dalam sirkulasi, yang dapat meningkatkan sensitivitas
terhadap angiotensin II, renin, dan aldosteron, spasme pembuluh darah arteriol dan tertahannya
garam dan air.

Teori iskemia daerah implantasi plasenta, didukung kenyataan sebagai berikut:

1. Pre-eklampsia dan eklampsia lebih banyak terjadi pada primigravida, hamil ganda,
dan mola hidatidosa.

2. Kejadiannya makin meningkat dengan makin tuanya umur kehamilan

3. Gejala penyakitnya berkurang bila terjadi kamatian janin.

Dampak terhadap janin, pada pre-eklampsia / eklampsia terjadi vasospasmus yang


menyeluruh termasuk spasmus dari arteriol spiralis deciduae dengan akibat menurunya aliran
darah ke placenta. Dengan demikian terjadi gangguan sirkulasi fetoplacentair yang berfungsi
baik sebagai nutritive maupun oksigenasi. Pada gangguan yang kronis akan menyebabakan
gangguan pertumbuhan janin didalam kandungan disebabkan oleh mengurangnya pemberian
karbohidrat, protein, dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang seharusnya diterima oleh janin.

2.1.5 Patogenesis PIH ( Pregnancy-Induced Hypertension )

Etiologi PIH tidak diketahui tetapi semakin banyak bukti bahwa gangguan ini
disebabkan oleh gangguan imunologik dimana produksi antibodi penghambat berkurang. Hal
ini dapat menghambat invasi arteri spiralis ibu oleh trofoblas sampai batas tertentu hingga
mengganggu fungsi placenta. Ketika kehamilan berlanjut, hipoksia placenta menginduksi
proliferasi sitotrofoblas dan penebalan membran basalis trofoblas yang mungkin menggangu
fungsi metabolik placenta. Sekresi vasodilator prostasiklin oleh sel-sel endotial placenta
berkurang dan sekresi trombosan oleh trombosit bertambah, sehingga timbul vasokonstriksi
generalisata dan sekresi aldosteron menurun.

Akibat perubahan ini terjadilah pengurangan perfusi placenta sebanyak 50 persen,


hipertensi ibu, penurunan volume plasma ibu, Jika vasospasmenya menetap, mungkin akan
terjadi cedera sel epitel trofoblas, dan fragmen-fragmen trofoblas dibawa ke paru-paru dan
mengalami destruksi sehingga melepaskan tromboplastin. Selanjutnya tromboplastin
menyebabkan koagulasi intravaskular dan deposisi fibrin di dalam glomeruli ginjal (endoteliosis
glomerular) yang menurunkan laju filtrasi glomerulus dan secara tidak langsung meningkatkan
vasokonstriksi. Pada kasus berat dan lanjut, deposit fibrin ini terdapat di dalam pembuluh darah
sistem saraf pusat, sehingga menyebabkan konvulsi.

Vasospasme merupakan dasar patofisiologi untuk preeklampsia-eklampsia. Konsep ini,


yang pertama kali diajukan oleh Volhard (1918) , dibuat berdasarkan hasil pengamatan langsung
terhadap pembuluh darah kecil pada pangkal kuku, fundus okuli serta konjungtiva bulbi, dan
juga sudah diperkirakan dari perubahan histologi pada berbagai organ yang terkena. Pada
preeklampsia, Hinselmann (1924), dan lalu beberapa ahli lainnya menemukan beberapa
perubahan ukuran arteriol pada dasar kuku, dengan bukti adanya spasmesegmental
yang menghasilkan daerah - daerah kontriksi dan dilatasi yang silih berganti. Landesman dkk
(1954) menjelaskan adanya penyempitan arteriol yang nyata pada konjungtiva bulbi, yang
bahkan terjadi hingga sirkulasi kapiler secara intermiten menghilang. Bukti selanjutnya
menunujukkan bahwa perubahan vaskuler memegang peranan penting pada preeklampsia-
eklampsia ditunjukkan oleh frekuensi ditemukannya spasme arteriol retina, yang biasanya
segmental (Cunningham et all, 1995).

Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah dan menerangkan proses


terjadinya hipertensi arteriol. Kemungkinan vasospasme membahayakan pembuluh darah sendiri,
karena peredaran darah dalam vasa vasorum terganggu, sehingga terjadi kerusakan vaskuler.
Pelebaran segmental, yang biasanya disertai penyempitan arteriol segmental, mungkin
mendorong lebih jauh timbulnya kerusakan vaskuler mengingat keutuhan endotel dapat
terganggu oleh segmen pembuluh darah yang melebar dan teregang. Lebih lanjut, angiotensin II
tampaknya mempengaruhi langsung sel endotel dengan membuatnya berkontraksi. Semua faktor
ini dapat menimbulkan kebocoran sel antar endotel, sehingga melalui kebocoran tersebut, unsur-
unsur pembentuk darah, seperti trombosit dan fobrinogen, tertimbun pada lapisan subendotel
(Bruner dan Gavras, 1975). Perubahan vaskuler yang disertai dengan hipoksia pada jaringan
setempat dan sekitarnya, diperkirakan menimbulkan perdarahan, necrose dan kelainan organ
akhir lainnya yang sering dijumpai pada pre-eklampsia berat (Cunningham et all, 1995).

 Respon Presor yang Meningkat

Pada keadaan normal, wanita hamil memiliki resistensi terhadap efek presor dari pemberian
angiotensin II (Abdul karim dan Assali, 1961). Kepekaan pembuluh darah yang meningkat
terhadap hormon presor ini dan hormon lainnya pada wanita yang menderita preeklampsia dini
telah diamati oleh Raab dkk. (1956) dan Talledo dkk. (1968), dengan menggunakan angiotensin
II atau norepinefrin, dan oleh Diekmann serta Michel (1937) dan Browne (1946) dengan
menggunakan vasopresin.

Selanjutnya, Gant dkk. (1973) menunjukkna bahwa kepekaan pembuluh darah yang
meningkat terhadap angiotesin II jelas mendahului awal terjadinya hipertensi karena
kehamilan. Nulipara normal yang tensinya tetap normal (normotensif) tidak rentan terhadap efek
presor angiotensin II. Namun, wanita yang kemudian menjadi hipertensi akan kehilangan
resistensi, yang seharusnya ada terhadap angiotensin II selama kehamilan, dalam waktu beberapa
minggu sebelum timbulnya hipertensi.

2.1.6 Faktor Predisposisi

Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami pre-eklampsia biala mempunyai


faktor-faktor predisposisi sebagai berikut:

1. Nulipara

2. Kehamilan ganda

3. Usia < 20 atau > 35 thn


4. Riwayat pre-eklampsia, eklampsia pada kehamilan sebelumnya

5. Riwayat dalam keluarga pernah menderita pre-eklampsia

6. Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada sebelum kehamilan

7. Obesitas.

2.1.7 Diagnosis Preeklampsia

Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan


laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2
golongan yaitu :
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat
tekanan darah normal.
b) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif +1 atau +2 pada urine kateter atau
midstearm.
2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif +3 atau +4
c) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
d) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.
e) Terdapat edema paru dan sianosis
f) Trombositopeni
g) Gangguan fungsi hati

2.1.8. Penatalaksanaan
1) Perawatan aktif
Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan
medisinal.
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal
assesment (NST dan USG). Indikasi :
Ibu
 Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
 Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu
setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam
perawatan medisinal, ada gejala-gejala tidak ada perbaikan.
Janin
 Hasil fetal assesment jelek
 Adanya tanda IUGR (janin terhambat)
Laboratorium
 Adanya “HELLP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia)

2) Pengobatan medisinal
Pengobatan medisinal pasien preeklampsia berat adalah
 Segera masuk rumah sakit.
 Tirah baring miring ke satu sisi.
 Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap jam.
 Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc.
 Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
 Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4).

1. Dosis Inisial

 4 g MgSO4 40% dibuat dengan cara mengencerkan 10 ml larutan


MgSO4 dalam 10ml aquades, diberikan bolus (IV) selama 10-15 menit,
Segera dilanjutkan dengan 6 g MgSO 4 40% dibuat dengan cara
melarutkan 15ml larutan MgSO4 ke dalam 500 ml RL, habis dalam 6
jam, Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan 2 g MgSO 440%
dibuat dengan cara mengencerkan 5 ml larutan MgSO4 dalam 5 ml
aquades, diberikan bolus (IV) selama 5 menit.

2. Dosis Rumatan

 Larutan MgSO4 40% 1 g/jam dimasukkan melalui cairan infus Ringer


Laktat (RL) yang diberikan sampai 24 jam pascapersalinan

Syarat-syarat pemberian MgSO4


- Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10% dalam 10 cc)
diberikan IV dalam 3 menit.
- Refleks patella positif kuat.
- Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit.
- Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam)

MgSO4 dihentikan bila :


- Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis menurun, fungsi
jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan
kematian karena kelumpuhan otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada
dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10
mEq/liter. Kadar 12-15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan dan > 15
mEq/liter terjadi kematian jantung.
- Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 :
Hentikan pemberian MgSO4
Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit
Berikan oksigen.

Alternatif Antikonvulsan

Alternatif antikonvulsan lain selain magnesium sulfat yang dapat dipakai adalah
diazepam. Diazepam IV 10 mg diberikan secara perlahan kurang lebih selama 2 menit. Jika
kejang berulang dapat diulang sesuai dosis awal. Jika kejang sudah teratasi, dosis rumatan yang
dipakai adalah 40 mg diazepam dilarutkan dalam 500 ml RL dihabiskan dalam 24 jam.

Pemberian diazepam harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena risiko depresi
pernapasan (Dosis maksimal diazepam >30 mg/jam). Perlu menjadi catatan bahwa pemberian
diazepam sebagai antikonvulsan pada preeklampsia dilakukan jika memang betul-betul dalam
kondisi tidak tersedia magnesium sulfat.

Antihipertensi

Obat antihipertensi mulai diberikan pada preeklampsia berat dengan tekanan darah
≥160/100 mm Hg. Obat hipertensi yang dapat digunakan pada kasus preeklampsia
adalah hidralazin, labetalol, nifedipin, dan sodium nitroprusside. Di Indonesia, karena tidak
tersedia hidralazin dan labetalol IV, obat antihipertensi yang menjadi lini pertama adalah
nifedipin.
Dosis awal nifedipin adalah 10-20 mg per oral, diulangi setiap 30 menit bila perlu
(maksimal 120 mg dalam 24 jam). Nifedipin tidak boleh diberikan secara sublingual karena efek
vasodilatasi yang sangat cepat.

Untuk obat antihipertensi lini kedua jika tidak tersedia nifedipin, dapat juga digantikan
dengan labetalol oral atau sodium nitroprusside IV. Dosis inisial labetalol oral adalah 10 mg. Jika
setelah 10 menit respon tidak membaik, dapat diberikan lagi labetalol 20 mg.

Untuk sodium nitroprusside IV, dosis yang dipakai adalah 0.25 μg/kg/menit (infus)
kemudian dapat ditingkatkan menjadi 0.25 μg/kg/5 menit.

Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung
kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg IM.
Anti hipertensi diberikan bila :
- Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg.
Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolik <105 mmHg (bukan < 90 mmHg) karena
akan menurunkan perfusi plasenta.
- Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
- Bila diperlukan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-obat
antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang dapat dipakai 5
ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
- Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara
sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian
sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral.

Perawatan Pascapersalinan
Preeklampsia akan berakhir setelah persalinan. Namun, masih dibutuhkan observasi yang
ketat pascapersalinan karena tekanan darah yang masih tinggi dan kemungkinan terjadinya
kejang pascapersalinan (mayoritas terjadi 24 jam pascapersalinan walaupun ada juga yang terjadi
48 jam pascapersalinan). Oleh karena itu, profilaksis kejang dengan magnesium sulfat harus
dilanjutkan sampai 24 jam pascapersalinan.

2.1.9. Komplikasi
Nyeri epigastrium menunjukkan telah terjadinya kerusakan pada liver dalam bentuk
kemungkinan :
a. Perdarahan subkapsular
b. Perdarahan periportal system dan infark liver
c. Edema parenkim liver
d. Peningkatan pengeluara enzim liver

Tekanan darah dapat meningkat sehingga dapat menimbulkan kegagalan dari kemampuan
system otonom aliran darah system saraf pusat dan menimbulkan berbagai bentuk kelainan
patologis sebagai berikut:

a. Edema otak karena permeabilitas kapiler bertambah


b. Iskemia yang menimbulkan infark serebral
c. Edema dan perdarahan menimbulkan nekrosis
d. Edema dan perdarahan pada batang otak dan retina
e. Dapat terjadi herniasi batang otak yang menekan pusat vital medulla oblongata

Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama adalah melahirkan bayi hidup
dari ibu yang menderita preeclampsia dan eklampsia. Komplikasi dibawah ini yang biasa terjadi
pada preeclampsia berat :

a. Solusio plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada
preeclampsia.
b. Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada preeclampsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk pemeriksaan
kadar fibrinogen secara berkala.
c. Hemolisis
Penderita dengan preeclampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis
yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui secara pasti apakah ini merupakan
kerusakan sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering
ditemukan pada autopsy penderita preeclampsia dapat menerangkan hal tersebut.
d. Perdarahan otak
Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita preeclampsia berat dan
eklampsia.
e. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan sementara, yang berlangsung sampai seminggu. Perdarahan
biasanya terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksi serebri.
f. Edema paru-paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena bronkopneumonia
sebagai akibat aspirasi. Terkadang ditemukan abses paru-paru.
g. Nekrosis hati
Hal ini disebabkan adanya vasospasme arteriole. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui
dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
h. Sindrom HELLP (haemolysis, elevated liver enzymes and low platelet)
Merupakan kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati, hepatoselular
(peningkatan enzim hati SGOT dan SGPT), gejala subjektif berupa cepat lelah, mual,
muntah, nyeri epigastrium, hemolisis terjadi akibat kerusakan membrane eritrosit oleh
radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia, agregasi (adhesi
trombosit di dinding vaskular), kerusakan tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom.
i. Kelainan Ginjal
Berupa endotelioasis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endothelial tubulus
ginjal tanpa kelainan struktur lain. Kelainan yang dapat timbul adalah oligouria, anuria
sampai gagal ginjal.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

 Pada pasien ini ditegakkan diagnosis preeklamsia berat dimana tekanan darah
pasien 160/100mmHg dengan adanya proteinuria +3.
 Penatalaksanaan preeklamsia diberikan langsung setelah dilakukan penegakan
diagnosis.
 Pada pasien ini masih dilakukan pemantauan untuk menentukan janin di
pertahankan sampai aterm atau di terminasi pada usia kehamilan saat ini. Jika
kondisi membaik perlu pemantauan secara rutin kondisi ibu.
 Rencana terminasi kehamilan perlu di pertimbangkan untuk menyelamatkan
kondisi ibu dari komplikasi preeklamsia yang bisa menyebabkan kematian.
 Evaluasi TTV dan produksi urin menjadi tolak ukur dan alat evaluasi keadaan
pasien.
 Penyebab preeklamsia dewasa ini masih belum ditemukan secara pasti.

SARAN

 Penyuluhan bagi para ibu dengan kehamilan untuk melakukan Ante Natal Care
secara teratur di RS atau Bidan.
 Pemeriksaan USG minimal 3x selama kehamilan, 1x pada setiap trimester untuk
mendeteksi dini adanya kelainan pada kehamilannya dan untuk pemantauan
kesejahteraan janin.
 Penyuluhan pada para ibu dengan kehamilan untuk dapat melakukan pemantauan
kesejahteraan janinnya sendiri dengan cara yang sederhana, misalnya menghitung
gerakan janin dengan cara Cardif count, sehingga bila terjadi penurunan
kesejahteraan janin dapat di deteksi dini.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan lima. Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 1999. 357-8, 785-790.

2. Cunningham, FG. Williams Obstetrics 21 st Edition. McGraw Hill.USA. 1073-1078,


1390-94, 1475-77

3. De Cherney, Alan. Nathan,Lauren. Current. Obstetry & Gynecology.LANGE.


Diagnosis and Treatment. Page 173-4, 201

4. Scott, James. Disaia, Philip. Hammond, B. charles, Danforth Buku Saku Obstetri dan
Ginekologi. Cetakan pertama, Jakarta ; Widya Medika, 2002.

5. Ultrasonography in Obstetry and Gynecology. Fifth Edition. Saunders Elsevier. Page


747.

6. Wardhani, dyah P, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-4. Media
aeusclapius: Jakarta

Vous aimerez peut-être aussi