Vous êtes sur la page 1sur 23

BAB II

SEJARAH BERDIRI DAN PERJUANGAN MUHAMMADIYAH

2.1 Sejarah Berdirinya Muhammadiyah


Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8
Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad
Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan .
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang
Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu
dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat
mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran
Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau
memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai
Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya,
akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya
sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat
ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan
ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan
Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh
pelosok tanah air.
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau
juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang
disebut “Sidratul Muntaha”. Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki
dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922
dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada
rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang
kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu
sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di
kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini
Menjadi Muktamar 5 tahunan.
2.2 Perkembangan Muhammadiyah Di Indonesia
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia.
Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. sehingga
Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut
Nabi Muhammad SAW.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh
penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering
menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu
dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan
pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan
jumlah lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah
ribuan). Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi
dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia
dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk
melakukan perbuatan yang ekstrem.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada
perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh
Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam
menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga
mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-
usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna
pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit,
panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.

2.2.1 Latar Belakang Kelahiran


Muhammadiyah merupakan gerakan umat Islam yang lahir di Yogyakarta
pada tanggal 8 Djulhijah 1330 H, atau tanggal 18 Nopember 1912 M.
Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab “Muhammad” yaitu nama nabi terakhir,
kemudian mendapatkan ‘ya nisbiyah’ yang artinya menjeniskan. Jadi
Muhammadiyah berarti umatnya Muhammad atau pengikutnya Muhammad.
Tujuan : menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenarnya.
Berdasarkan situs resmi Muhammadiyah, Muhammadiyah didirikan oleh
K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah
1330 H/18 November 1912.
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH
Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak
dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis
dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain
itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan
sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan
selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang
dikenal dengan Madrasah Mu’allimin _khusus laki-laki, yang bertempat di
Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Mu’allimaat Muhammadiyah khusus
Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).
Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923), pengaruh
Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta,
Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang. Selain
Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun
1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke
Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo
yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh
Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke
seluruh Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah
telah tersebar keseluruh Indonesia. Terdapat pula organisasi khusus wanita
bernama Aisyiyah.
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar,
berasa Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist. Gerakan Muhammadiyah
bermaksud untuk berta’faul (berpengharapan baik) dapat mencontoh dan
meneladani jejak perjuangan nabi Muhammad SAW, dalam rangka menegakkan
dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya izzul Islam
wal muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan kemuliaan hidup sebagai
realita.
Faktor utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil
pendalaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al Qur’an dalam menelaah,
membahas, meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Dalam surat Ali Imran ayat
104 dikatakan bahwa: “ Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. Memahami
seruan diatas, K.H. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangun sebuah
perkumpulan, organisasi atau perserikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya
berkhidmad pada pelaksanaan misi dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di
tengah masyarakat.

2.2.2 Visi Dan Misi Muhammadiyah


1. Visi
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan
As-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan aktif
dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di semua bidang
dalam upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil’alamin menuju
terciptanya/terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
2. Misi
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar
memiliki misi :
1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT
yang dibawa oleh para Rasul sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad
saw.
2. Memahami agama dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa
ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan
kehidupan.
3. Menyebar luaskan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an sebagai
kitab Allah terakhir dan Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.
4. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan
masyarakat.

2.2.3 Faktor Internal dan Eksternal Lahirnya Muhammadiyah


1. Faktor obyektif yang bersifat Internal
a. Kelemahan dan praktek ajaran Islam.
Kelemahan praktek ajaran agama Islam dapat dijelaskan melalui dua bentuk
1. Tradisionalisme
Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan
pengukuhan yang kuat terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan
menutup kemungkinan untuk melakukan ijtihad dan pembaharuan-pembaharuan
dalam bidang agama. Paham dan praktek agama seperti ini mempersulit agenda
ummat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan baru yang banyak datang
dari luar (barat). Tidak jarang, kegagalan dalam melakukan adaptasi itu
termanifestasikan dalam bentuk-bentuk sikap penolakan terhadap perubahan dan
kemudian berapologi terhadap kebenaran tradisional yang telah menjadi
pengalaman hidup selama ini.
2. Sinkretisme
Pertemuan Islam dengan budaya lokal disamping telah memperkaya
khasanah budaya Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format-format
sinkretik, percampuradukkan antara sistem kepercayaan asli masyarakat-budaya
setempat. Sebagai proses budaya, percampuradukkan budaya ini tidak dapat
dihindari, namun kadang-kadang menimbulkan persoalan ketika
percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
dalam tinjauan aqidah Islam. Orang Jawa misalnya, meski secara formal mengaku
sebagai muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli mereka yang animistis
tidak berubah. Kepercayaan terhadap roh-roh halus, pemujaan arwah nenek
moyang, takut pada yang angker, kuwalat dan sebagainya menyertai kepercayaan
orang Jawa. Islam, Hindu, Budha dan animisme hadir secara bersama-sama dalam
sistem kepercayaan mereka, yang dalam aqidah Islam banyak yang tidak dapat
dipertanggung jawabkan secara Tauhid.
b. Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan sistem
pendidikan Islam yang khas Indonesia. Transformasi nilai-nilai keIslaman ke
dalam pemahaman dan kesadaran umat secara institusional sangat berhutang budi
pada lembaga ini. Namun terdapat kelemahan dalam sistem pendidikan Pesantren
yang menjadi kendala untuk mempersiapkan kader-kader umat Islam yang dapat
tumbuh dan berkembang sesuai dengan zaman. Salah satu kelemahan itu terletak
pada materi pelajaran yang hanya mengajarkan pelajaran agama, seperti Bahasa
Arab, Tafsir, Hadist, Ilmu Kalam, Tasawwuf dan ilmu falak. Pesanteren tidak
mengajarkan materi-materi pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia,
fisika, ekonomi dan lain sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat
Islam untuk memahami perkembangan zaman dan dalam rangka menunaikan
tugas sebagai khalifah di muka bumi ini. Ketiadaan lembaga pendidikan yang
mengajarkan kedua materi inilah yang menjadi salah satu latar belakang dan sebab
kenapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, yakni untuk melayani
kebutuhan umat terhadap ilmu pengetahuan yang seimbang antara ilmu agama
dan ilmu duniawi.
2. Faktor Objektif yang Bersifat Eksternal
a. Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi
kelahiran Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang
terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang
muslim maupun bukan, menjadi kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang
bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Missi
Kristen, baik Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang
kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini
didukung dan dibantu oleh dana-dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran
agama Kristen inilah yang terutama mengguggah KH. Ahmad Dahlan untuk
membentengi ummat Islam dari pemurtadan.
b. Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi
perkembangan Islam di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi
maupun kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia
Belanda yang secara sadar dan terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam,
semakin menyadarkan umat Islam untuk melakukan perlawanan. Menyikapi hal
ini, KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan
perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama
upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.
c. Gerakan Pembaharuan Timur Tengah
Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu
mata rantai dari sejarah panjang gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Ibnu
Taymiyah, Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al-Afgani,
Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya. Persentuhan itu terutama
diperolah melalui tulisan-tulisan Jamaluddin al-Afgani yang dimuat dalam
majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh KH. Ahmad Dahlan. Tulisan-tulisan
yang membawa angin segar pembaharuan itu, ternyata sangat mempengaruhi KH.
Ahmad Dahlan, dan merealisasikan gagasan-gagasan pembaharuan ke dalam
tindakan amal yang riil secara terlembaga.
Dengan melihat seluruh latar belakang kelahiran Muhammadiyah, dapat
dikatakan bahwa KH. Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan besar dalam
beritijtihad. Prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat
pada al-Quran dan Sunnah, namun implementasi dalam operasionalisasinya yang
memeiliki karakter dinamis dan terus berubah-ubah sesuai dengan perkembangan
zaman Muhammadiyah banyak memungut dari berbagai pengalaman sejarah
secara terbuka (misalnya sistem kerja organisasi yang banyak diilhami dari
yayasan-yayasan Katolik dan Protestan yang banyak muncul di Yogyakarta waktu
itu.

2.2.4 Tokoh-Tokoh Muhammadiyah Dari Masa ke Masa


Berikut Tokoh-tokoh Muhammadiyah dari masa ke masa sebagai berikut :
1. KH. Ahmad Dahlan 1912-1923
2. KH. Ibrahim 1923-1932
3. KH. Hisyam 1932-1936
4. KH. Mas Mansur 1936-1942
5. Ki Bagoes Hadikoesoemo 1942-1953
6. Buya AR Sutan Mansur 1953-1959
7. KH. M Yunus Anis 1959-1962
8. KH. Ahmad Badawi 1962-1968
9. KH. Faqih Usman 1968-1971
10. KH. AR. Fachruddin 1971-1990
11. KH. A. Azhar Basyir 1990-1995
12. Prof. Dr. H. Amien Rais 1995-2000
13. Prof. Dr. H. Ahmad Syafi’i Ma’arif 2000-2005
14. Prof. Dr. H. Din Syamsuddin 2005 Sampai Sekarang dan habis masa
jabatannya tahun 2015

2.2.5 Perkembangan Muhammadiyah Di Indonesia


1. Perkembanngan secara Vertikal
Dari segi perkembangan secara vertikal, Muhammadiyah telah berkembang
ke seluruh penjuru tanah air. Akan tetapi, dibandingkan dengan perkembangan
organisasi NU, Muhammadiyah sedikit ketinggalan. Hal ini terlihat bahwa jamaah
NU lebih banyak dengan jamaah Muhammadiyah. Faktor utama dapat dilihat dari
segi usaha Muhammadiyah dalam mengikis adat-istiadat yang mendarah daging
di kalangan masyarakat, sehingga banyak menemui tantangan dari masyarakat.
2. Perkembangan secara Horizontal
Dari segi perkembangan secara Horizontal, amal usaha Muhamadiyah telah
banyak berkembang, yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Perkembangan
Muhamadiyah dalam bidang keagamaan terlihat dalam upaya-upayanya, seperti
terbentukanya Majlis Tarjih (1927), yaitu lembaga yang menghimpun ulama-
ulama dalam Muhammadiyah yang secara tetap mengadakan permusyawaratan
dan memberi fatwa-fatwa dalam bidang keagamaan, serta memberi tuntunan
mengenai hukum. Majlis ini telah bayak memberi manfaat bagi jamaah dengan
usaha-usahanya yang telah dilakukan:
1. Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai dengan contoh
yang telah diberikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Memberi pedoman dalam penentuan ibadah puasa dan hari raya dengan jalan
perhitungan “hisab” atau “astronomi” sesuai dengan jalan perkembangan ilmu
pengetahuan modern.
3. Mendirikan mushalla khusus wanita, dan juga meluruskan arah kiblat yang ada
pada amasjid-masjid dan mushalla-mushalla sesuai dengan arah yang benar
menurut perhitungan garis lintang.
4. Melaksanakan dan menyeponsori pengeluaran zakat pertanian, perikanan,
peternakan, dan hasil perkebunan, serta amengatur pengumpulan dan
pembagian zakat fitrah.
5. Memberi fatwa dan tuntunan dalam bidang keluarga sejahtera dan keluarga
berencana.
6. Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia juga termasuk peran
dari kepeloporan pemimpin Muhammadiyah.
7. Tersusunnya rumusan “Matan Keyakinan dan Cita-Cita hidup
Muhammadiyah”, yaitu suatu rumusan pokok-pokok agama Islam secara
sederhana, tetapi menyeluruh.

Dalam bidang pendidikan, usaha yang ditempuh Muhammadiyah meliputi:


1. Mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya ilmu-
ilmu keagamaan, dan
2. Mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-
ilmu pengetahuan umum.

Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan mana ilmu
agama dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama.
Dalam bidang kemasyarakatan, usaha-usaha yang telah dilakukan
Muhammadiyah meliputi:
1. Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan,
membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotek, dan sebagainya.
2. Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim, baik putra maupun putri untuk
menyantuni mereka.
3. Mendirikan perusahaan percetakan, penerbitan, dan toko buku yang banyak
memublikasikan majalah-majalah, brosur dan buku-buku yang sangat
membantu penyebarluasan paham-paham keagamaan, ilmu, dan kebudayaan
Islam.
4. Pengusahaan dana bantuan hari tua, yaitu dana yang diberikan pada saat
seseorang tidak lagi bisa abekerja karena usia telah tua atau cacat jasmani.
5. Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluarga mengenai hidup sepanjang
tuntunan Ilahi.

Dalam bidang politik, usaha-usaha Muhammadiyah meliputi:


1. Menentang pemerintah Hindia Belanda yang mewajibkan pajak atas ibadah
kurban. Hal ini berhasil dibebaskan.
2. Pengadilan agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan penjajah yang
tentu saja beragama Kristen. Agar urusan agama di Indonesia, yang sebagian
besar penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh orang Islam,
Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita itu.
3. Ikut memelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Pada tahun 1945 termasuk
menjadi pendukung utama berdirinya partai Islam Masyumi dengan gedung
Madrasah Mu’alimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tempat
kelahirannya.
4. Ikut menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air Indonesia di kalangan
umat Islam Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam tabligh-
tablighnya, dalam khotbah ataupun tulisan-tulisannya.
5. Pada waktu Jepang berkuasa di Indonesia, pernah seluruh bangsa Indonesia
diperintahkan untuk menyembah dewa matahari, tuhan bangsa Jepang.
Muhammadiyah pun diperintah untuk melakukan Sei-kerei, membungkuk
sebagai tanda hormat kepada Tenno Heika, tiap-tiap pagi sesaat matahari
sedang terbit. Muhammadiyah menolak perintah itu.
6. Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) dan
menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) agar
Indonesia mempunyai parlemen di zaman penjajahan. Begitu juga pada
kegiatan-kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi Islam Asia Afrika,
Muktamar Masjid se-Dunia, dan sebagainya, Muhammadiyah ikut aktif di
dalamnya.
7. Pada saat partai politik yang bisa amenyalurkan cita-cita perjuangan
Muhammadiyah tidak ada, Muhammadiyah tampil sebagai gerakan dakwah
Islam yang sekaligus mempunyai fungsi politik riil. Pada saat itu, tahun
1966/1967, Muhammadiyah dikenal sebagai ormaspol, yaitu organisasi
kemasyarakatan yang juga berfungsi sebagai partai politik.

Dengan semakin luasnya usaha-usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah,


dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu
pemimpin persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis
dan badan-badan. Selain majelis dan lembaga, terdapat organisasi otonom, yaitu
organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan amasih tetap
memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam
persyarikatan Muhammadiyah, organisasi otonom (Ortom) ini ada beberapa buah,
yaitu:
1. ‘Aisyiyah
2. Nasyiatul ‘Aisyiyah
3. Pemuda Muhammadiyah
4. Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)
5. Ikatan Mahasiswa Muhamadiyyah (IMM)
6. Tapak Suci Putra Muhamadiyah
7. Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan

Organisasi-organisasi otonom tersebut termasuk kelompok Angkatan


Muda Muhammadiyah (AMM). Keenam organisasi otonom ini berkewajiban
mengemban fungsi sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha
Muhammadiyah.

2.2.6 Pemikiran/Gagasan Tokoh-Tokoh Muhammadiyah


1. K.H. Ahmad Dahlan, lahir di Yogjakarta 1 Agustus 1868, ia berasal adari elit
keagamaan kesultanan Yogjakarta, menjadi haji tahun 1890, sekembalinya dari
Mekkah, gagasanya memperbaharui Islam melalui organisasi yang
dibentuknya. Hingga tahun 1925 Muhammadiyah telah mendirikan 50 buah
sekolah dengan jumlah murid 4000 orang, balai pengobatan dan panti asuhan.
2. K.H. Ibrahim,lahir 7 Mei 1874 di Yogjakarta, beliau adik Nyai Ahmad Dahlan.
Pada masa ini Muhammadiyah mengalami perkembangan yang pesat.
Gagasannya adalah 1) kaum ibu supaya rajin beramal dan beribadah,
senantiasa mengingat Allah, rajin menjalankan perintah agama Islam, 2)
pengajian model sorogan, yaitu belajar prifat bersifat sindividual terutama
untuk anak-anak muda, dan model weton, yaitu cara mengajar mengaji kyai
membaca sedang santri-santrinya mendengarkan dengan memegang kitabnya
masing-masing, 3) konggres mulai diadakan secara bergiliran diseluruh kota
Indonesia, seperti konggres Muhammadiyah ke 15di Surabaya, kemudian
berturut-turut setelah itu di selenggarakan di kota Pekalongan, Solo,
Bukittinggi, Makasar dan Semarang, 4) bea siswa, khitanan massal,
memperbaiki badan perkawinan dan menjodohka putra-putri Muhammadiyah,
penurunan gambar KH. Ahmad Dahlan, karena ada indikasi mengkultuskan
beliau, 5) member kebebasan pada golongan muda untuk mengekspresikan
cara-cara berdakwah.
3. KH. Hisyam, lahir Yogjakarta, 10 November 1883, pada pereode ini
perekembangan sekolah sekolah Muhammadiyah tumbuh subur bak jamur,
karena beliau lebih memperhatikan tentang pendidikan dan pengajaran
.Gagasannya, tentang 1) ketertiban administrasi dan menejemen organisasi, 2)
modernisasi sekolah-sekolah Muhammadiyah, sampai masa berakhir
kepemimpinannya tahun 1932 telah berdiri 103 volkschool, 47
Standaardschool, 69 hollandschool Inlandsche School ( HIS), dan 25 Schael
School , yaitu sekolah lima tahun yang menyambung ke MULO ( Meer
Uitgedbreid lager Onderwijs) setara dengan SMP saat ini., 5) menerima subsidi
dari pemerintah Hindia Belanda.
4. Mas Mansyur, lahir Surabaya 25 Juni 1896, pahlawan nasional dan anggota 4
serangkai dalam pergerakan Nasional Indonesia. Gagasannya, 1) membentuk
majlis diskusi bersama (Tawsir al- Afkar) berdiri karena latar belang kekolotan
masyarakat Surabaya 2) membebaskan tanah air dari penjajahan, 3)
menerbitkan majalah Suara Santri, 4) memperbolehkan bunga bank.
5. Ki Bagus Hadikoesoemo, lahir Yogjakarta, dengan nama R Hidayat, 24
November 1890, merupakan tokoh kuat patriotik, anggota BPUPKI dan PPKI.
Gagasanya, 1) sangat besar peranannya dalam mukodimah UUD 1945, dengan
memberikan landasan ketuhanan, kemanusiaan, keberadaban, dan keadilan, 2)
merumuskan pokok-pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan yang dijadikan
muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, 3) memperlakukan hukum
agama Islam, 4) menentang penghormatan kepada dewa matahari pada masa
pemerintahan Jepang,
6. Prof. Dr. Amin Rais, lahir di Solo, 26 April 1944, ia politikus yang pernah
menjabat ketua MPR pereode 1999 -2004, seorang yang kritis pada kebijakan
pemerintah, dijuluki “King Maker” dalam jabatan Presiden Indonesia saat awal
reformasi. Gagasanya, 1) mendirikan PAN dan membawa organisasi ke partai
politik, 2) mendukung evaluasi kontrak karya terhadap PT Freeport Indonesia.
7. Prof. Dr.Ahmad Syafi’i Ma’arif, lahir Sijunjung Sumatera Barat, 31 Mei 1935,
tokoh ilmuwan yang mempunyai komitmen kebangsaan yang kuat, sikap yang
plural, kritis dan bersahaja. Gagasannya tertuang dalam tulisan-tulisannya
seperti dalam buku Dinamika Islam dan Islam Mengapa Tidak ?
8. Prof. Dr. Din Syamsudin, lahir Sumabawa Besar, Nusatengara Tenggara Barat,
31 Agustus 1958, politisi yang saat ini masih menjabat sebagai ketua Umum
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Gagasannya, ia memandang bahwa terorisme
lebih relevan bila dikaitkan dengan isu poliik dibanding dengan isu idilogi, ia
juga tidak senang bila sebagian kelompok umat Islam menggunakan label
Islam dalam melakukan aksi terorisme, menurutnya, aksi terorisme yang
mengatasnamakan Islan akan merugikan umat Islam baik dalam tingkat
internal umat Islam atau pada skala global
9. HAMKA, nama singkatan dari Haji Abdul Malik Karim ‘Amrullah ( Maninjau,
Sumatera Barat 16 Februari 1908 – Jakarta, 24 Juli 1981), tokoh dan pengarang
Islam. Putera seorang ulama terkemuka, terkenal dengan Haji Rasul dan
medapat gelar doctor dari Al- Azhar ( 1955), membawa pembaharuan dalam
soal agama di Minangkabau , pendidikan formal SD tetapi banyak belajar
sendiri , terutama dalam bidang agama. Keahlian dalam Islam diakui oleh
Internasional sehingga mendapat gelar kehormatan dari Al-Azhar tahun 1955
dan Universitas Kebangsaan Malaysia ( 1976). Tahun 1924 beliau merantau di
pulau Jawa, untuk belajar antara lain kepada H.O.S. Tjokroaminoto dan aktif
dalam organisasi Muhammadiyah. Karya tulisnya adalah, Di Bawah Lindungan
Ka’bah, Tenggelamnya Kapal van der Wijck, Merantau ke Deli, Di Dalam
Lembah Kehidupan.
10. H. Abul Karim Oei ( Oei Tjen Hien ), lahir di Padang Panjang, 1905,
mantan anggota parlemen RI dan mendirikan organisasi etnis Tionghoa Islam
dengan nama Persatuan Islam Tionghoa Indonesia/ PITI. Mantan komisaris
BCA dan akktif dalam pembauran / asimilasi Gagasannya, kesadaran harus
hidup keluar dari lingkungan etnisnya.

2.2 Asas dan Tujuan Muhammadiyah


Maksud dan Tujuan Muhammadiyah: Menegakkan dan menjunjung tinggi
agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
1. Asas Muhammadiyah
Asas Muhammadiyah didirikan pada mulanya berasas Islam, sebagaimana
terdapat dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah pada tahum 1950. Baru pada
tahun 1985 asas Muhammadiyah mengalami perubahan menjadi asas Pancasila.
Hal ini disebabkan berdasarkan U No.8 tahun 1958 yang mewajibkan setiap
organisasi harus menyesuaikan asas organisasinya dengan Pancasila sebagai satu
– satuntya asas. Lalu setelah terbit TAP MPR nomor XVIII/MPR/1998
Muhammadiyah kembali berasaskan Islam.
2. Tujuan Muhammadiyah
Semua yang dikerjakan Muhammadiyah didahului oleh adanya maksud dan
tujuan tertentu untuk mengarahkan gerak perjuangan, menetukan besar kecilnya
kegiatan serta macam – macam amal usaha Muhammadiyah. Sejak didirikannya
Muhammadiyah sudah berapa kali mengalami perubahan tujuan. Menurut Ibnu
Salimi, dkk (1998: 56-57) bahwa tujuan Muhammadiyah didirikan.
Pertama kalinya adalah menyebarkan pengajaran agama Nabi Muhammad
SAW kepada penduduk bumi putera dalam residen Yogyakarta, dan kedua
mamajukan hal agama kepada anggota – anggotanya.
Sifat organisasi Muhammadiyah bergerak di bidang keagamaan, pendidikan,
dan sosial budaya yang menjurus kepada tercapainya kebahagian lahir dan batin.
Maksud atau latar belakang berdirinya Muhammadiyah dalam anggaran dasar
disebutkan untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga
terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Tujuan pokok yang tercantum dalam anggaran dasar tersebut dapat
dijabarkan lagi menjadi tujuan yang bersifat operasional antara lain sebagai
berikut...
 Pengembalian ajaran Islam pada ajaran murni menurut Al-Qur'an dan hadist.
 Peningkatan pendidikan dan pengajaran yang berlandaskan agama Islam.
 Pendorong umat Islam untuk hidup selaras dengan ajaran agama Islam.
 Pembinaan dan penyiapan generasi muda agar kelak dapat menjadi pemimpin
masyarakat, agama, dan bangsa yang adil dan makmur.
 Berusaha meningkatkan kesejahteraan hidup umat manusia pada umumnya dan
umat Islam pada khususny.
 Ikut menyantuni anak-anak yatim piatu.

2.3 Perjuangan-perjuangan Muhammadiyah


2.3.1 Muhammadiyah Periode Sebelum Kemerdekaan (Masa Penjajahan
Belanda) Tahun 1912 - 1942
Sejak didirikan K.H. Ahmad Dahlan tahun 1912, Muhammadiyah telah
melewati berbagai peristiwa sejarah, seperti pemilu tahun 1955 yang banyak
diwarnai partai-partai Islam. Keberadaan partai Masumi, didukung oleh
organisasi-organisai Islam termasuk Muhammadiyah. Tokoh-tokoh
Muhammadiyah seperti Ki Bagus Hadi Kusuma, Buya HAMKA, K.H. Faqih
Usman, Prof. K.H. Kahar Muzakkir, K.H. Hasan Basri aktif falam Masyumi.
Peristiwa tersebut salah satu potret perjalanan Muhammadiyah pada masa awal
setelah kemerdekaan.
Berdirinya Muhammadiyah diawalai dengan pendirian sekolah oleh K.H.
Ahmad Dahlan yang mengajarkan agama Islam dan pengetahuan biasa. Lalu ada
organisasi pendukungnya yang dibantu oleh para pengurus Budi Utomo
cabang Yogyakarta. Nama organisasi yang dipilih adalah “Muhammadiyah”.
Untuk menyusun Anggaran Dasar Muhammadiyah banyak mendapat bantuan ari
R. Sosrosugondo guru Bahasa Melayu Kweekschool Budi Utomo, rumusannya
dibuat dalam bahasa Belanda dan Melayu. Kesepakatan bulat pendirian
Muhammadiyah tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H). Proses
permintaan pengakuan kepada pemerintah sebagai badan hukum diusahakan oleh
Budi Utomo cabang Yogyakarta.
Pada tanggal 20 Desember 1912 diajukan surat permohonan kepada
Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Surat tersebut berisi agar persyarikatan
mempunyai izin resmi dan diakui sebagai badan hukum dengan wilayah se-Jawa –
Madura. Surat tersebut juga dilampiri rancangan statuen atau anggaran dasarnya.
Namun, pemerintah Hindia Belanda sangat berhati-hati menanggapinya. Oleh
karena itu, Gubernur Jenderal lalu mengirim surat permintaan pertimbangan
kepada empat pejabat: Direktur Van Justite, Adviseur Voor Indlandsche Zaken,
Residen Yogyakarta dan Sri Sultan Hamengkubuwono VI.
Surat untuk Sri Sultan dari Residen Yogkarta diteruskan
kepada Rijksbestuurder (Pepatih Dalem Sri Sultan). Oleh karena surat tersebut
mengenai urusan agama maka diteruskan kepadaHoofd Penghulu, waktu itu
Penghulu dijabat H. Muhammad Khalil Kamaludiningrat.
Residen Yogyakarta Liefrinck pada 21 April 1913 menyurati Gubernur
Jenderal bahwa Ia menyetujui permohonan Muhammadiyah. Namun dengan
catatan kata “Jawa dan Madura” diganti dengan “Residentie Yogyakarta”, daerah
kelahirannya.
Gubernur Jenderal Idenburg meminta HoodbestuurMuhammadiyah untuk
mengubah kata-kata “Jawa dan Madura” menjadi Residentie Yogyakarta. Tertera
dalam statuen artikel 2, 4 dan 7.
Hal ini dipenuhi setelah rapat anggota tanggal 15 Juni 1914. Demikianlah
proses surat menyurat selama 20 bulan dengan pemerintah Hindia Belanda,
akhirnya Muhammadiyah diakui sebagai badan hukum resmi. Tertuang
dalam Gouvernement Besluittanggal 22 Agustus 1914 No. 81 beserta
lampiran statuennya.
Sejak resmi diakui itu, 4 pemimpin Muhammadiyah yang tampil menjadi
pemimpin selama periode 1912 – 19142, sebagai berikut:
1. Periode K.H. Ahmda Dahlan (1912 – 1923)
Merupakan masa perintisan, pembentukan jiwa dan amal usaha organisasi
Muhammadiyah yang mendapat kedudukan terhormat pemerintah karena
pergerakan Islam yang modern.
2. Periode K.H. Ibrahim (1923 – 1932)
K.H. Ibrahim adalah adik Nyai Walidah/Nyai Ahmad Dahlan. Beliau adalah
adik ipar K.H. Ahmad Dahlan, merupakan ulama pondok pesantren tidak pernah
mengenyam pendidikan model barat. Pada masa ini Muhammadiyah makin
berkembang dan meluas hingga luar Jawa. Lalu terbentuk Majelis Tarjih,
mengadakan penelitian pengembangan hukum-hukum agama. Para pemuda
mendapat bentuk organisasi yang nyata. Beridiri Nasyiyatul Aisyiyah dan Pemuda
Muhammadiyah.
3. Periode K.H. Hisyam (1932 – 1936)
Bidang pendidikan mendapat perhatian yang besar. Diadakan juga
penertiban dan pemantaban administrasi organisasi, jadi Muhammadiyah lebih
kuat dan lincah.
4. Periode K.H. Mas Mansur (1936 – 1942)
Pengukuhan kembali hidup beragama dan penegasan paham agama dalam
Muhammadiyah. Wujudnya pengaktifan Majelis Tarjih yang mampu merumuskan
“Masalah Lima” mengenai dunia, agama, qiyas, sabilillah dan ibadah. Dan
disusun pula “Langkah Dua Belas”:
1. Memperdalam masuknya Iman.
2. Memperbuahkan paham agama.
3. Memperbuahkan budi pekerti.
4. Menuntun amal intiqad.
5. Menguatkan persatuan.
6. Menegakkan keadilan.
7. Melakukan kebijaksanaan.
8. Menguatkan Majelis Tanwir.
9. Mengadakan konferensi bagian.
10. Mempermusyawaratkan putusan.
11. Mengawasi gerakan jalan.
12. Mempersambungkan gerakan luar.

2.3.2 Muhammadiyah Periode Sebelum Kemerdekaan (Masa Penjajahan


Jepang) Tahun 1942 - 1945
Jepang memberi ruang gerak yang sempit terhadap Muhammadiyah. Ki
Bagus Hadikusumo mampu mempertahankan misi pergerakan Muhammadiyah.
Periodenya tahun 1942 – 1953, kondisi politik masih masa transisi Belanda ke
Jepang.
Tahun 1944 Muhammadiyah mengadakan Muktamar darurat di
Yogyakarta. Di masa pendudukan Jepang yang Fasis, Ki Bagus Hadikusumo
selain memimpin Muhammadiyah juga digunakan untuk memikirkan nasib
bangsa.
Beliau dengan gigih menentang instruksi “Sei Kerei” dari Jepang. Sei Kerei
adalah membungkukkan badan ke arah timur (Negeri Jepang) menghormati Dewa
Matahari, sebagai “Dewa penitis para Kaisar Jepang”. Upacara ini wajib
dilakukan para siswa setiap pagi.
Selaku Ketua PP Muhammadiyah, terpanggil menyelamatkan generasi
Muslim Indonesia dari syirik itu. Melalui debat yang seru dengan Pemerintah
Jepang, akhirnya pemerintah Jepang memberikan dispensasi. Khusus bagi semua
sekolah Muhammadiyah untuk tidak melakukan upacara Sei Kerei. Ki Bagus
Hadikusumo juga tercatat sebagai anggota Chuo Sangiin (Dewan Penasehat
Pusat) buatan Jepang.

2.3.3 Muhammadiyah Periode Kemerdekaan Sampai Orde Lama (1945 –


1968)
1. Periode Ki Bagus Hadikusumo (1942 – 1953)
Di awal kemerdekaan NKRI, Muhammadiyah ikut aktif dalam perjuangan.
Terjun dalam kancah revolusi di berbagai laskar kerakyatan hingga tahun 1953.
Kegiatan-kegiatan keorganisasiannya antara lain:
a. Tahun 1946 mengadakan silaturrahim cabang-cabang se-Jawa.
b. Tahun 1950 mengadakah sidang Tanwir perwakilan.
c. Tahun 1951 sidang Tanwir di Yogyakarta.
d. Tahun 1952 mengadakah sidang Tanwir di Bandung
e. Tahun 1953 mengadakah sidang Tanwir di Solo dengan keputusan
Muhammadiyah hanya boleh memasuki partai yang berdasarkan Islam.

2. Periode A. R. Sutan Mansyur (1952 – 1959)


A. R. Sutan Mansyur dipilih sebagai Ketua Muhammadiyah pada Muktamar
Muhammadiyah ke-32 di Purwokerto meskipun tidak termasuk Sembilan
Terpliih. 9 terpilih itu adalah H.M.Yunus Anies, H.M. Farid Ma’ruf, Hamka, K.H.
Ahmad Badawi, K.H. Fakih Usman, Kasman Singodimejo, DR. Syamsudin, A.
Kahar Muzakir dan Muljadi Djojomartono.
Masa ini “ruh Tauhid” ditanamkan kembali. Disusun langkah kurun waktu
tertentu, yang pertama tahun 1956 – 1959 yang dikenal dengan nama Khittah
Palembang.

3. Periode H.M. Yunus Anies (1959 – 1962)


Negara Indonesia sedang dalam kegoncangan politik yang secara langsung
dan tidak langsung mempengaruhi gerak perjuangan Muhammadiyah.
Tetapi Muhammadiyah mampu merumuskan Kepribadian Muhammadiyah yang
menempatkan kembali kedudukan Muhammadiyah sebagai gerakan Dakwah
Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar.

4. Periode K.H. Ahmad Badawi (1962 – 1968)


K.H. Ahmad Badawi dipilih dalam Muktamar ke-35 di Jakarta tahun 1962.
Muhammadiyah berjuang keras untuk mempertahankan eksistensinya agar tidak
dibubarkan. Karena waktu itu politik dikuasai oleh PKI dan Bung Karno tahun
1965. Pada saat itu seluruh barisan Orde Baru termasuk Muhammadiyah ikut
tampil memberantas Komunis.

2.3.4 Muhammadiyah Periode Orde Baru sampai Orde Reformasi


Periode ini merupakan rentang waktu 1968 – 2000, yang tampil sejumlah
pemimpin karismatik. Ada 5 orang yang silih berganti memegang pucuk pimpinan
Muhammadiyah:
1. Periode K.H. Fakih Usman dan K.H. A.R. Fakhrudin (1968 – 1971)
K.H. Fakih Usman dipilih Ketua Muhammadiyah pada Muktamar ke-37 di
Yogyakarta. Tidak lama kemudian meninggal, lalu diganti K.H. A.R. Fakhrudin
(nama lengkapnya K.H. Abdul Razak Fakhrudin)
Usaha me-Muhammadiyahkan kembali Muhammadiyah. Usaha untuk
mengadakan pembaruan (tajdid) dalam bidang ideologinya, dengan merumuskan
“Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah”. Di bidang organisasi
dan usaha perjuangan menyusun “Khittah Perjuangan dan Bidang-bidang
lainnya”.

2. Periode K.H. A.R. Fakhrudin (1971 – 1990)


Beliau dipilih sebagai Ketua Muhammadiyah ditetapkan dalam tanwir
Ponorogo tahun 1969. Dalam Muktamar Muhammadiyah ke-38 di Ujung Pandang
tahun 1971, muktamar ke-40 tahun 1978 di Surabaya dan ke-41 tahun 1985 di
Surakarta.
Terjadi krisis yaitu keharusan untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-
satunya asas. Muhammadiyah mengatasi imbauan dari pemerintah tentang asas
tunggal pancasila dengan mengadakan perubahan AD Muhammadiyah dengan
menetapkan Pancasila sebagai asas organisasi.
Pada masa itu juga terjadi peristiwa penting adalah kunjungan Paus
Yohanes Paulus II. Sebagai reaksi atas kunjungan itu beliau mengeluarkan buku
”Mangayubagya Sugeng Rawuh lan Sugeng Kondur”. Isinya adalah bahwa
Indonesia adalah negara yang penduduknya sudah beragama Islam jadi jangan
rakyat menjadi obyek Kristenisasi.

3. Periode K.H. Ahmad Azhar Basyir, M.A. (1990 – 1995)


Didominasi oleh kaum intelektual produk Muhammadiyah. K.H. Ahmad
Azhar Basyir, M.A. alumnus Universitas Al Azhar dan pakar dalam bidang
hukum Islam. Pada muktamar Muhammadiyah ke-42 di Yogyakarta menjadi
ketua PP Muhammadiyah.
Pada periode ini telah dirumuskan program jangka panjang 25 tahun, yang
meliputi 3 hal: bidang konsolidasi gerakan, pengkajian dan pengembangan serta
kemasyarakatan.
4. Periode Prof. Dr. H.M. Amien Rais, M.A. dan Prof. Dr. H.A. Syafi’i Maarif,
M.A. (1995 – 2000)
Tokoh reformasi Indonesia ini, lahir di Surakarta, 26 April 1944. Di
Muhammadiyah sejak muktamar tahun 1985 di Surakarta yang menjabat sebagai
ketua majelis tabligh Muhammadiyah. Dipilih menjadi wakil ketua PP
Muhammadiyah pad Muktamar ke-42 tahun 1990 di Yogyakarta. Tahun 1994
dipilih menjadi Ketua hingga akhir periode 1990 – 1995. 1995 pada Muktamar
ke-43 di Banda Aceh kembali menjadi Ketua PP Muhammadiyah periode 1995 –
2000.
Pada periode Prof. Dr. H.M. Amien Rais, M.A. telah dirumuskan program
Muhammadiyah tahun 1995 – 2000, Rumusannya mengacu kepada masalah
global, dunia Islam, nasional, Muhammadiyah, dan pengembangan pemikiran.
Adapun pengembangan pemikiran terdiri atas pemikiran keagamaan, ilmu dan
teknologi, basis ekonomi, gerakan social kemasyarakatan, dan PTM sebagai basis
gerakan keilmuan atau pemikiran.

5. Periode Prof. Dr. H.A. Syafi’i Maarif, M.A.


Hasil Muktamar ke-44 di Jakarta tahun 2000 Prof. Dr. H.A. Syafi’i Maarif,
M.A. terplih menjadi ketua PP Muhammadiyah. Beliau seorang guru besar Ilmu
Sejarah di IKIP Yogyakarta. Lahir di Sumpurkudus Sumatera Barat tanggal 31
Mei 1935.
Program kerja masa periode 2000 – 2005 secara garis besar adalah
melanjutkan program Muhammadiyah sebelumnya, secara ringkas dirumuskan:
1. Visi, Misi dan Usaha Muhammadiyah.
2. Program Muhammadiyah yang meliputi Program Konsolidasi Gerakan dan
Program Per Bidang.

2.3.4 Muhammadiyah Paska Muktamar ke-45 di Malang 2005


Prof. Dr. Din Syamsudin terpilin sebagai ketua PP Muhammadiyah periode
2005 – 2010 pada Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang tahun 2005 yang
dilaksanakn 3 – 8 Juli 2005.
Dalam muktamar ini telah ditanfidzkan putusan-putusan, sebagai berikut:
1. Menerima laporan PP Muhammadiyah masa jabatan 2000 – 2005.
2. Pernyartaan pikiran Muhammadiyah jelang Satu Abad.
3. Program persyarikatan periode 2005 – 2010.
4. Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
5. Rekomendasi Anggaran Dasar Muhammadiyah.

Adapun program persyarikatan Muhammadiyah periode ini, sebagai berikut:


1. Gambaran Umum Program
Merupakan penjabaran program jangka panjang untuk 5 tahun pertama masa
berlakunya program jangka panjang. Sebagai program kerja 5 tahunan tahap I,
program Nasional Muhammadiyah 2005 – 2010 menitikberatkan pada 3 hal
utama: penguatan organisasi, pemantapan perencanaan dan pengembangan
konsistensi serta kesungguhan jajaran persyarikatan untuk merealisasikan
program kerja.

2. Tujuan Program
Terbangunnya sistem organisasi yang dinamis, efektif dan efisien serta
produktif sehingga dapat menguatkan Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah
amar ma’ruf nahi munkar dan bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia.

3. Prioritas
Urutan prioritas dirumuskan sebagai berikut:
a. Penguatan organisasi di semua hal.
b. Peningkatan kualitas lembaga dan amal usaha Muhammadiyah.
c. Pengembangan tajdid di bidang tarjih dan pemikiran Islam.
d. Peningkatan peran serta persyarikatan dalam penguatan masyarakat.
e. Pengembangan kaderisasi.
f. Peningkatan peran Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan negara
serta percaturan global.

4. Program Nasional di Berbagai Bidang


a. Tarjih, Tajdid dan pemikiran Islam.
b. Tabligh dan Kehidupan Islami.
c. Pendidikan, Iptek dan Litbang.
d. Kaderisasi.
e. Kesehatan, kesejahteraan dan pemberdayaan Masyarakat.
f. Wakaf, ZIS (Zakat, Infaq dan Shodaqah) dan Pemberdayaan Ekonomi.
g. Partisipasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
h. Pemberdayaan Masyarakat dan Lingkungan Hidup.
i. Organisasi.
j. Pustaka dan Informasi.
k. Seni Budaya.
l. Ukhuwah dan kerja sama

Vous aimerez peut-être aussi