Vous êtes sur la page 1sur 33

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

WHO mendefinisikan kesehatan adalah kondisi fisik, mental dan social yang
sempurna, bukan hanya ketidakhadiran penyakit belaka. Jika definisi ini dikaji
lebih jauh, tidak banyak manusia yang benar-benar sakit. Tetapi hal ini bukan
berarti bahwa semua manusia selalu mempunyai penyakit. (Soekidjo
Natoatmodjo. 2007).
Sedangkan penyakit menurut cunningham dan saigo (2001), Penyakit
merupakan perubahan yang mengganggu kondisi tubuh sebagai respon dari faktor
lingkungan yang mungkin berupa nutrisi, kimia, biologi atau psikologi. Dalam hal
ini lingkungan paling berpengaruh pada terjadinya penyakit.
H.L Blum menjelaskan ada empat faktor utama yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat. Keempat faktor tersebut merupakan faktor determinan
timbulnya masalah kesehatan. Keempat faktor tersebut terdiri dari faktor
perilaku/gaya hidup (life style), faktor lingkungan (sosial, ekonomi, politik,
budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan kualitasnya) dan faktor
genetik (keturunan). Keempat faktor tersebut saling berinteraksi yang
mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan masyarakat.
Salah satu penyakit yang terkait dengan faktor determinan di atas adalah TB
(Tuberkulosis) yang merupakan suatu penyakit yang di dapat dari fenomena alam
dan lingkungan yang menyerang organ paru-paru, dan di sebabkan oleh bakteri.
Penyakit Tuberculosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan merupakan salah satu
penyakit infeksi kronis menular yang menjadi masalah kesehatan. Penyakit yang
sudah cukup lama ada ini merupakan masalah global di dunia dan diperkirakan
sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh bakteri ini. Hal-hal yang menjadi
penyebab semakin meningkatnya penyakit TBC di dunia antara lain karena

1
kemiskinan, meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur usia manusia
yang hidup, perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi di negara-negara
miskin, tidak memadainya pendidikan mengenai TBC di antara para dokter,
kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik dan pengawasan kasus TBC serta
adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia.
Di negara maju dapat dikatakan penyakit TBC dapat dikendalikan, namun
adanya peningkatan kasus penyakit HIV merupakan ancaman yang sangat
potensial dalam peningkatan kasus penyakit TBC baru. Pada tahun 1995 di
seluruh dunia terdapat 17 juta kasus infeksi HIV dan kira - kira ada 6 juta kasus
AIDS pada orang dewasa dan anak sejak timbulnya pandemi HIV. Kira-kira
sepertiga dari semua orang yang terinfeksi HIV juga teinfeksi tuberkulosis, Dari
jumlah ini 70% berada di Afrika, 20% di Asia dan 80% di Amerika latin.
WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC pada tahun 1993,
karena di sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC tidak terkendali. Hal ini
disebabkan banyaknya penderita TBC yang tidak berhasil disembuhkan.
Dinegara-negara miskin kematian TBC merupakan 25% dari seluruh kematian
yang sebenarnya dapat dicegah. Daerah Asia Tenggara menanggung bagian yang
terberat dari beban TBC global yakni sekitar 38% dari kasus TBC dunia.
Pada tahun 1995, ada sekitar 9 juta pasien TBC baru dan 3 juta kematian
akibat TBC di dunia. Diperkirakan 7-8 juta yang terkena TBC di negara
berkembang, ini terjadi karena tidak ada peningkatan yang signifikan di dalam
upaya pencegahannya dalam tahun 1999-2020. WHO memperkirakan dalam dua
dekade pertama di abad 20, satu miliar orang akan terinfeksi per 200 orang
berkembang menjadi TBC aktif dan 70 juta orang akan mati akibat penyakit ini.
Penyebab kematian wanita akibat TBC lebih banyak daripada akibat kehamilan,
persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TBC adalah kelompok usia yang paling
produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TBC
dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut
berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 - 30
%. Jika meninggal akibat TBC, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15

2
tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TBC juga memberikan dampak buruk
lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.
Di Indonesia, TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah
pasien TBC di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan
Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TBC didunia.
Diperkirakan pada tahun XXXX, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan
kematian 101.000 orang sedangkan angka kematian di Indonesia tahun XXXX
sebesar 41/100.000 penduduk.
Survei pravelensi TBC yang di lakukan di enam propinsi pada tahun 1983-
1993. Menunjukan bahwa pravelensi TBC di indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65
%. Sedangkan menurut laporan penanggulangan TBC Global yang di keluarkan
oleh WHO pada tahun 2004, angka insiden TBC pada tahun 2002 mencapai
555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46 % di antaranya di
perkirakan merupakan kasus baru.
Hasil survei kesehatan rumah tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukan
bahwa Tuberkulosis merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan
pada tahun 1986 meruoakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO
Global Surveilance memperkirakan di indonesia terdapat 583.000 penderita
Tuberkulosis baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insiden rate kira-kira
130 per 100.000. penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis di perkirakan menimpa
140.000 penduduk tiap tahun.
Jumlah penderita TBC dari tahun ke tahun di indonesia terus meningkat. Saat
ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit sekali
satu orang meninggal akibat TBC di indonesia.
Berdasarkan data pada puskesmas Wajo, penyakit Tuberkulosis merupakan
salah satu penyakit dari sepuluh penyakit terbesar yang di derita masyarakat
setempat. Pada puskesmas Wajo dari tahun 2006 – 2010 terjadi peningkatan
penderita, hal ini menunjukan bahwa upaya-upaya yang di lakukan pihak
puskesmas mengalami keberhasilan. Adapun upaya-upaya yang di lakukan pihak
puskesmas baik dari segi promotif preventif melalui penyuluhan, maupun kuratif
melalui pemeriksaan dahak dan pemberian obat.

3
1.2. Tujuan Penulisan

1.2.1. Tujuan Umum


Untuk mengetahui gambaran umum penyakit Tuberkulosis di Puskesmas
Wajo.

1.2.2. Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui Distribusi Penyakit Tuberkulosis menurut orang
pada Puskesmas Wajo.
2. Untuk mengetahui Distribusi Penyakit ITuberkulosis menurut tempat
pada Puskesmas Wajo.
3. Untuk mengetahui Distribusi Penyakit Tuberkulosis menurut waktu
pada Puskesmas Wajo.
4. Untuk mengetahui Disrtibusi penyakit tuberkulosis menurut kelompok
umur pada puskesmas Wajo.

1.3. Manfaat Penulisan

1.3.1. Bagi Puskesmas wajo


Sebagai bahan informasi penting dan dapat digunakan untuk penentu
kebijakan selanjutnya.

1.3.2. Bagi Masyarakat


Dapat dijadikan sebagai informasi dan sebagai bahan masukan agar
masyarakat lebih meningkatkan lagi kesehatannya.

1.3.3. Bagi Peneliti


Untuk menambah wawasan,khususnya tentang hal-hal yang berhubungan
dengn penyakit Tuberkulosis.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

4
2.1. Tinjauan Umum Surveilance

2.1.1. Sejarah Singkat Surveilance


Awalnya hanya berkaitan dengan penyakit yang mengancam jiwa manusia,
sehingga kematian karena penyakit tertentu saja yang jadi perhatian Eropa (1348)
Black Death surveilans secara primitif
John Graunt pencatatan secara ilmiah, orang yang pertama kali
mempelajari konsep jumlah dan pola penyakit secara epidemiologi.
William Farr penemu konsep surveilans secara modern. Setelah perang
dunia dua ilmu kesmas berkembang sehingga tidak sebatas penderita saja.

2.1.2. Definisi
Bahasa Perancis CDC :“the on going systematic collection,analysis and
interpretation of health data essential to the planning, implementation,and
evaluation of public health practice,closely integrated with the timely
disemanation of these data to those who need to know. The final link of the
surveillance chain is the application of these data to prevention and control”
Noor Nasry Noor : survailance epidemiologi adalah pengamatan secara
teratur dan terus-menerus terhadap semua aspek tertentu baik keadaan maupun
penyebarannnya dalam suatu masyarakat terteentu untuk kepentingan pencegahan
dan penanggulangannya.
Dalam surveilans terdapat kegiatan pokok yaitu :
1) Pengumpulan data
a. Data primer adalah data yang di peroleh secara langsung pada orang
yang yang terlibat langsung.
b. Data sekunder adalah data yang sudah ada dari institusi tertentu
seperti puskesmas dll.
2) Pengolahan data adalah suatu sistem yang akan mengolah masukan berupa
bahan baku dan bahan-bahan yang lain menjadi keluaran berupa bahan
jadi.

5
3) Analisis data adalah proses pengelompokan data menurut orang yang
terdiri dari jenis kelamin, umur, menurut waktu kejadian dan menurut
tempat (lokasi kejadian).dengan menggunakan statistik deskriptif

Sedangkan yang menjadi tujuan dalam surveilans ini yaitu untuk


mengetahui distribusi geografis, penyakit-penyakit endemis dan penyakit-
penyakit yang menimbulkan epedemi, mengetahui periodisitas suatu penyakit dan
situasi penyakit-penyakit tertentu di seluruh wilayah.

2.2. Tinjauan Penyakit Tuberkulosis


2.2.1. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk kedalam
tubuh manusia melalui udara pernapasan kedalam paru. Kemudian kuman tersebut
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah,
sistem saluran limfe, melalui saluran napas (bronchus) atau penyebaran langsung
ke bagian-bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada semua kelompok umur,
baik di paru maupun di luar paru.

2.2.2. Gejala
Gejala penyakit TBC digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala umum
dan gejala khusus. Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa TBC adalah
disebabkan gambaran secara klinis dari si penderita yang tidak khas, terutama
pada kasus-kasus baru.

1. Gejala umum (Sistemik)

6
 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
 Penurunan nafsu makan dan berat badan.Batuk-batuk selama lebih dari
3 minggu (dapat disertai dengan darah).
 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

2. Gejala khusus (Khas)

o Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara
"mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak
o Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
o Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit
di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
o Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
o Pada penderita usia anak-anak apabila tidak menimbulkan gejala, Maka
TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien
TBC dewasa. Sekitar 30-50% anak-anak yang terjadi kontak dengan
penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan
penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30%
terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

Penegakan Diagnosis pada TBC

Apabila seseorang dicurigai menderita atau tertular penyakit TBC,


Maka ada beberapa hal pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk
memeberikan diagnosa yang tepat antara lain :

 Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.

7
 Pemeriksaan fisik secara langsung.
 Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
 Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
 Rontgen dada (thorax photo).
 Uji tuberkulin.

2.2.3. Penyebab

Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa,


Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga
sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Jenis bakteri ini pertama kali ditemukan oleh
seseorang yang bernama Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, Untuk
mengenang jasa beliau maka bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan
penyakit TBC pada paru-paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP).

2.2.4. Cara Penularan

Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh


Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan/dikeluarkan oleh si penderita TBC
saat batuk, dimana pada anak-anak umumnya sumber infeksi adalah berasal dari
orang dewasa yang menderita TBC. Bakteri ini masuk kedalam paru-paru dan
berkumpul hingga berkembang menjadi banyak (terutama pada orang yang
memiliki daya tahan tubuh rendah), Bahkan bakteri ini pula dapat mengalami
penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga
menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran
cerna, tulang, kelenjar getah bening dan lainnya meski yang paling banyak adalah
organ paru.

Masuknya Mikobakterium tuberkulosa kedalam organ paru menyebabkan


infeksi pada paru-paru, dimana segeralah terjadi pertumbuhan koloni bakteri yang
berbentuk bulat (globular). Dengan reaksi imunologis, sel-sel pada dinding paru
berusaha menghambat bakteri TBC ini melalui mekanisme alamianya membentuk
jaringan parut. Akibatnya bakteri TBC tersebut akan berdiam/istirahat (dormant)
seperti yang tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-ray atau photo rontgen.

8
Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (Imun) yang baik, bentuk
tuberkel ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Lain hal pada orang yang
memilki sistem kekebelan tubuh rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami
perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Sehingga tuberkel yang
banyak ini berkumpul membentuk sebuah ruang didalam rongga paru, Ruang
inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (riak/dahak). Maka orang
yang rongga parunya memproduksi sputum dan didapati mikroba tuberkulosa
disebut sedang mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif terinfeksi TBC.

2.2.5. Pengobatan

Pengobatan bagi penderita penyakit TBC akan menjalani proses yang


cukup lama, yaitu berkisar dari 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan bisa lebih.
Penyakit TBC dapat disembuhkan secara total apabila penderita secara rutin
mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter dan memperbaiki daya tahan
tubuhnya dengan gizi yang cukup baik.

Selama proses pengobatan, untuk mengetahui perkembangannya yang


lebih baik maka disarankan pada penderita untuk menjalani pemeriksaan baik
darah, sputum, urine dan X-ray atau rontgen setiap 3 bulannya. Adapun obat-
obtan yang umumnya diberikan adalah Isoniazid dan rifampin sebagai pengobatan
dasar bagi penderita TBC, namun karena adanya kemungkinan resistensi dengan
kedua obat tersebut maka dokter akan memutuskan memberikan tambahan obat
seperti pyrazinamide dan streptomycin sulfate atau ethambutol HCL sebagai satu
kesatuan yang dikenal 'Triple Drug'.

2.2.6. Pencegahan

Pencegahan penyakit TB dengan cara yaitu : Pola hidup sehat adalah


kuncinya, karena kita tidak tahu kapan kita bisa terpapar dengan kuman TBC.
Dengan pola hidup sehat maka daya tahan tubuh kita diharapkan cukup untuk
memberikan perlindungan, sehingga walaupun kita terpapar dengan kuman TBC

9
tidak akan timbul gejala. Pola hidup sehat adalah dengan mengkonsumsi makanan
yang bergizi, selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan hidup kita, rumah
harus mendapatkan sinar matahari yang cukup (tidak lembab), dll. Selain itu
hindari terkena percikan batuk dari penderita TBC.

2.2.7. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tuberkulosis

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit tuberkulosis adalah


sebagai berikut :

1) Faktor umur
Faktor umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
penyakit Tuberkulosis. Dari hasil penelitian yang di laksanakan di New
York pada panti penempungan orang-orang gelandangan menunjukan
bahwa kemungkinan mendapat infeksi Tuberkulosis aktif meningkat
bermakna sesuia dengan umur. Insiden tertinggi Tuberkulosis paru
mengenai usia dewasa muda.

2) Faktor jenis kelamin

Selain faktor umur, jenis kelamin uga sangat mempengaruhi


penyakit tuberkulosis. Berdasarkan beberapa penelitian, penderita
tertinggi penderita tuberkulosis adalah laki-laki di bandingkan dengan
perempuan karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan
merokok sehingga memudahkan terjangkitnya penyakit tuberkulosis.

3) Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap
pengetahuan seseorang di antaranya mengenai rumah yang memenuhi
syarat kesehatan dan pengetahuan pentakit TBC, sehingga dengan
pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk
mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu, tingkat
pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaanya.

10
4) Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor resiko apa yang harus di
hadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang
berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi
terjadinya gangguan pada saluran pernapasan. Paparan kronis udara
yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya
gejala penyakit saluran pernapasan dan umumnya TBC. Jenis
pekerjaan sesorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga
yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari di
antara kondisi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan
mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala
keluarga yang mempunyai pendapatan di bawah UMR akan
mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan
kebutuhan bagi anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang
kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi di
antaranya TB paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan
mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumahyang
dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan
mempengaruhi terjadinya penularan penyakit TBC.

5) Kebiasaan merokok
Merokok di ketahui mempunyai hubungan dengan
meningkatkan resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penykit
jantun koroner, brinchhitis kronik dan kanker kandung kemih.
Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terjadi infeksi TBC.

6) Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan
penyakit TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat
perkembangbiakan kuman. Lantai dan dinding yang sulit di bersihkan
akan memyebabkan penumpukan debu, sehingga akan di jadikan

11
sebagai media yang baik bagi berkembang biakan kuman
mycobacterium tuberkulosis.

7) Status gizi
Hasil penelitian menunjukan bahwa orang dengan status gizi
kurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB paru berat di
bandingkan dengan orang yang berstatus gizinya cukup atau lebih.
Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan
daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.

8) Keadaan sosial ekonomi


Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan,
keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan
kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya
kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga
akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka
akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga
memudahkan terkena infeksi TBC.

9) Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan.
Pengetahuan penderita TBC yang kurang tentang cara penularan,
bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku sebagai orang sakit dan akhirnya berakibat menjadi sumber
penularan bagi orang di sekelilingnya.

2.2.8. Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis di Indonesia

Di Indonesia, TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.


Jumlah pasien TBC di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India
dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TBC didunia.

12
Diperkirakan pada tahun XXXX, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan
kematian 101.000 orang sedangkan angka kematian di Indonesia tahun XXXX
sebesar 41/100.000 penduduk.
Survei pravelensi TBC yang di lakukan di enam propinsi pada tahun 1983-
1993. Menunjukan bahwa pravelensi TBC di indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65
%. Sedangkan menurut laporan penanggulangan TBC Global yang di keluarkan
oleh WHO pada tahun 2004, angka insiden TBC pada tahun 2002 mencapai
555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46 % di antaranya di
perkirakan merupakan kasus baru.
Hasil survei kesehatan rumah tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukan
bahwa Tuberkulosis merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan
pada tahun 1986 meruoakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO
Global Surveilance memperkirakan di indonesia terdapat 583.000 penderita
Tuberkulosis baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insiden rate kira-kira
130 per 100.000. penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis di perkirakan menimpa
140.000 penduduk tiap tahun.
Jumlah penderita TBC dari tahun ke tahun di indonesia terus meningkat.
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit
sekali satu orang meninggal akibat TBC di indonesia.

13
BAB 3

ANALISIS SITUASI

3.1. Gambaran Umum Puskesmas Wajo

3.1.1. Letak Geografis Dan Jangkauan

Puskesmas Wajo terletak di kelurahan Lamangga yang merupakan salah satu


Puskesmas dari tiga buah Puskesmas yang berada di Kecamatan Murhum.
Puskesmas Wajo berjarak kurang lebih 2 kilometer ke arah Selatan dari Pusat
Kota Bau-Bau. Wilayah kerja Puskesmas Wajo sebagian terdiri dari daerah
dataran dan sebahagian lagi adalah daerah yang berbukit-bukit namun masih dapat
dijangkau oleh kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat.

3.1.2. Batas Dan Luas Wilayah Kerja


Puskesmas Wajo mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :
o Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Meo – Meo
o Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas
Katobengke.
o Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Betoambari.
o Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Bataraguru.
dan wilayah kerja puskesmas Waborobo.

Adapun wilayah kerja Puskesmas Wajo terdiri dari 5 Kelurahan yang


masing-masing adalah sebagai berikut :
1. Kelurahan Lamangga dengan luas wilayah kurang lebih 1,00 km2
2. Kelurahan Wajo dengan luas wilayah kurang lebih 1,00 km2.
3. Kelurahan Melai dengan luas wilayah kurang lebih 0,37km2
4. Kelurahan Baadia dengan luas wilayah kurang lebih 2,00km2
5. Kelurahan Tangana Pada dengan luas wilayah kurang lebih 2 km2

14
Peta 1.1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Warjo di Kecamatan Murhum
Kota Bau-Bau

3.1.3. Jumlah Dan Distribusi Penduduk

15
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Wajo sampai tahun 2010
adalah jiwa dengan distribusi sebagai berikut:

Tabel 3.1.
Jumlah dan Distribusi Penduduk
NO. KELURAHAN LAKI – LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1. Baadia 1.147 1.202 2.349
2. Melai 897 942 1.837
3. Wajo 2.004 2.053 4.057
4. Lamangga 2.418 2.503 4.921
5. Tanganapada 1.875 2.052 3.927
Jumlah 8.339 8.752 17.091
Sumber : Pendataan Tingkat Puskesmas Wajo, per Januari 2010

3.2. Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yaitu data yang diperoleh
dari buku registrasi Puskesmas Wajo.

3.3. Pengolahan dan Analisis Data


Data yang kami peroleh diolah secara manual dan di analisis menurut orang
yang terdiri dari jenis kelamin dan umur,menurut waktu yang merupakan saat
kejadian dan tempat yang menjadi lokasi kejadian dari penderita Penyakit
Tuberkulosis yang ada pada Puskesmas wajo.

3.4. Distribusi Penyakit Menurut Waktu

Tabel 3.2

16
Distribusi Penyakit Tuberkulosis
Menurut Waktu di Puskesmas wajo Kel.Murhum
Tahun 2006 s.d 2010

TAHUN PENDERITA %
2006 6 5,04
2007 23 19,32
2008 28 23,52
2009 22 18,48
2010 40 33,61
JUMLAH 119 100
Sumber : data sekunder 2006 s.d. 2010

Berdasarkan data tersebut,bahwa penderita Tuberkulosis tertinggi yaitu


pada tahun 2010, dimana terdapat 40 orang penderita penyakit Tuberkulosis.
Pada tahun 2006 yaitu angka terendah pada penyakit Tuberkulosis yaitu terdapat
6 orang penderita penyakit Tuberkulosis.

3.5. Distribusi Penyakit Menurut Tempat

Tabel 3.3
Distribusi Penyakit Tuberkulosis
Menurut Tempat di Puskesmas wajo

17
Tahun 2006 s.d 2010

KELURAHAN PENDERITA %
WAJO 29 24,36
LAMANGGA 28 23,52
MELAI 12 10,08
BAADIA 11 9,24
TANGANAPADA 31 26,05
LAINNYA 8 6,77
JUMLAH 119 100
Sumber Data Sekunder Tahun 2006 s.d. 2010

Berdasarkan data diatas, menunjukkan bahwa kasus Penderita


Tuberkulosis tertinggi yaitu terdapat pada daerah tanganapada sebanyak 31 (26,05
%). Dan yang terendah terdapat pada daerah lainnya yaitu terdapat 8 penderita
(6,72 %). Maksud lainnya disini adalah penderita yang datang berobat yang
berasal dari luar wilayah kerja puskesmas wajo.

3.6. Distribusi penyakit menurut orang

Tabel 3.4
Distribusi Penyakit Tuberkulosis
Menurut Orang pada Puskesmas Wajo
Tahun 2006 s.d.2010

18
KELOMPOK PENYAKIT TUBERKULOSIS
JUMLAH %
UMUR 2006 2007 2008 2009 2010
1 – 10 - - - - 5 5 4,26
11 – 20 4 3 3 3 5 18 15,12
21 – 30 1 6 6 13 13 38 31,93
31 – 40 1 4 6 2 6 19 15,96
41 – 50 - 6 7 3 4 20 16,8
51 – 60 - 4 3 1 3 11 9,24
61 – 70 - 1 3 - 4 8 6,72
JUMLAH 6 23 28 22 40 119 100
Sumber : data sekunder 2006 s.d 2010

Berdasarkan data tersebut kelompok umur tertinggi adalah kelompok


umur 21-30 tahun yaitu terdapat 38 penderita (31,93 %). Sedangkan penderita
terendah terdapat pada kelompok umur 1 – 5 tahun yaitu terdapat 5 penderita
(4,54 %).

Tabel 3.5
Distribusi penderita penyakit tuberkulosis
Menurut jenis kelamin pada puskesmas wajo
Tahun 2006 s.d. 2010

JENIS PENDERITA TUBERKULOSIS


JUMLAH %
KELAMIN 2006 2007 2008 2009 2010
LAKI-LAKI 2 11 14 13 24 64 53,78
PEREMPUA
4 12 14 9 16 55 46,21
N

19
JUMLAH 6 21 28 22 40 119 100
Sumber : Data Sekunder Puskesmas Wajo Tahun 2006 s.d. 2010

Berdasarkan data di atas di ketahui bahwa jumlah penderita tuberkulosis


pada puskesmas wajo menurut jenis kelamin tertinggi adalah laki-laki yaitu
terdapat 64 penderita (53,78 %). Sedangkan penderita terendah adalah perempuan
yaitu terdapat 55 penderita (46,21 %).

3.7. Distribusi Penyakit Tuberkulosis Di Puskesmas Wajo Dari Tahun 2006


Sampai 2010.
Tabel 3.6.
Distribusi Penderita Tuberkulosis
Menurut Waktu pada Puskesmas Wajo
Tahun 2006 sampai 2010

20
PENDERITA TUBERKULOIS %
TAHUN JUMLAH
LAKI-LAKI PEREMPUAN
2006 2 4 6 5,04
2007 11 12 23 19,32
2008 14 14 28 23,52
2009 13 9 22 18,48
2010 24 16 40 33,61
JUMLAH 64 55 119 100
Sumber : data sekunder 2006 s.d. 2010

Berdasarkan data tersebut di ketahui bahwa distribusi penyakit


tuberkulosis menurut waktu tertinggi pada tahun 2010. Sedangkan distribusi
penyakit tuberkulosis menurut waktu terendah yaitu pada tahun 2006.

BAB 4
ANALISIS MASALAH

4.1. Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang langsung
diperoleh dari buku register puskesmas wajo.

4.2. Pengumpulan Data dan Analisis Data

21
Data yang kami peroleh diolah secara manual dan di analisis menurut
orang yang terdiri dari jenis kelamin dan umur,menurut waktu yang merupakan
saat kejadian dan tempat yang menjadi lokasi kejadian dari penderita Penyakit
Tuberkulosis yang ada pada puskesmas wajo.

4.3. Distribusi Penyakit Menurut Waktu

Tabel 4.1
Distribusi Penderita Tuberkulosis
Menurut waktu pada puskesmas wajo
Tahun 2006 s.d.2009

PENDERITA TUBERKULOSIS
TAHUN JUMLAH %
LAKI-LAKI PEREMPUAN
2006 2 4 6 5,04
2007 11 12 23 19,32
2008 14 14 28 23,52
2009 13 9 22 18,48
2010 24 16 40 33,61
JUMLAH 64 55 119 100
Sumber : Data Sekunder 2006 s.d. 2010

22
Berdasarkan data tersebut di ketahui bahwa distribusi penyakit
tuberkulosis menurut waktu tertinggi pada tahun 2010. Sedangkan distribusi
penyakit tuberkulosis menurut waktu terendah yaitu pada tahun 2006. Karena
pada tahun 2006, pengetahuan masyarakat akan Penyakit TBC masih rendah
sehingga mereka enggan memeriksakan diri ke puskesmas dan cenderung berdiam
diri. Sedangkan tejadi peningkatan pada tahun 2010 karena pengetahuan
masyarakat tentang penyakit tuberkulasis meningkat sehingga apabila mereka
menemukan tanda-tanda penyakit TBC maka mereka segera memeriksakan diri ke
pusat pelayanan kesehatan dan setelah di periksa positif terkena TBC.

4.4. Distribusi Penyakit Menurut Tempat


Tabel 4.2.
Distribusi Penyakit Tuberkulosis
Menurut Tempat di Puskesmas wajo
Tahun 2006 s.d 2010

KELURAHAN PENDERITA %
WAJO 29 24,36
LAMANGGA 28 23,52
MELAI 12 10,08
BAADIA 11 9,24
TANGANAPADA 31 26,05
LAINNYA 8 6,77
JUMLAH 119 100

23
Sumber : Data Sekunder Puskesmas Wajo 2006 s.d. 2010

Berdasarkan grafik di atas, di ketahui bahwa penderita tuberkulosis


tertinggi terdapat di kelurahan Tanganapada jika di bandingkan dengan kelurah-
kelurahan yang lain. Karena pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang tinggi
akan penyakit TBC sehingga mereka mau memeriksakan diri dan setelah di
periksa mereka mengidap penyakit ini. Dan sebagian besar mereka yang datang
memeriksakan diri berasal dari kelurahan tanganapada. Sedangkan pada
masyarakat kelurahan wajo dan lamangga lebih memilih pengobatan ke tempat
dokter praktek.

4.5. Distribusi Penyakit Menurut Orang

Tabel 4.3
Distribusi Penyakit Tuberkulosis
Menurut Orang pada Puskesmas Wajo
Tahun 2006 s.d.2010

24
KELOMPOK PENDERITA TUBERKULOSIS
JUMLAH %
UMUR 2006 2007 2008 2009 2010
1 – 10 - - - - 5 5 4,26
11 – 20 4 3 3 3 5 18 15,12
21 – 30 1 6 6 13 13 38 31,93
31 – 40 1 4 6 2 6 19 15,96
41 – 50 - 6 7 3 4 20 16,8
51 – 60 - 4 3 1 3 11 9,24
61 – 70 - 1 3 - 4 8 6,72
JUMLAH 6 23 28 22 40 119 100
Sumber : Data Sekunder 2006 s.d 2010

Berdasarkan data tersebut kelompok umur tertinggi adalah kelompok


umur 21-30 tahun yaitu terdapat 38 penderita (31,93 %). Sedangkan penderita
terendah terdapat pada kelompok umur 1 - 10 Tahun yaitu terdapat 5 penderita
(4,20 %). Hal ini Karena pada kelompok umur 21 - 30 merupakan usia produktif.
Adapun beberapa hal yang mempengaruhi meningkatnya penderita pada
kelompok umur ini karena :
1. Kebiasaan merokok
2. Pekerjaan

25
3. Tingkat pendidikan
4. Status gizi
5. Keadaan sosial ekonomi
6. Perilaku

4.6. Grafik Distribusi Penyakit Tuberkulosis Puskesmas Wajo Dari Tahun


2006 Sampai Tahun 2010.

Sumber : Data Sekunder 2006 s.d. 2010

Berdasarkan grafik di atas di ketahui bahwa penderita Tuberkulosis


tertinggi terdapat di kelurahan Tanganapada dengan jumlah penderita sebanyak
31 orang (26,05). Karena pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang tinggi
akan penyakit TBC sehingga mereka mau memeriksakan diri dan setelah di
periksa mereka mengidap penyakit ini. Dan sebagian besar mereka yang datang

26
memeriksakan diri berasal dari kelurahan tanganapada. Sedangkan yang terendah
berasal dari kelurahn lain yang bukan merupakan wilayah kerja puskesmas wajo.

27
4.7. Analisis Penyebab Maslah TBC di wilayah kerja Puskesmas Wajo

LINGKUNGAN MONEY METHOD

Masih adanya biaya


Ruangan di rumah yang pemeriksaan dan Kurangnya penuluhan
kurang dapat sinar pengobatan yang kepada masyarakat dan
matahari dibebankan pada penderita (promosi
Pemukiman penduduk penderita aktif)
yang padat
Rendahnya tingkat
ekonomi penderita Peran PMO belum
terlaksana dengan baik
Tingginya angka
kesakitan TBC di
Wilayah Kerja
Tidak semua petugas tahu Puskesmas Warjo
Tidak adanya pengadaan pot
tentang tatalaksana
dahak bagi penderita TBC
pengobatan TBC

Kurangnya perhatian
Rendahnya tingkat
pembinaan wilayah Kurang tersedianya media
pengetahuan penderita
dalam pemantauan TBC informasi tentang TB
dan masyarakat tentang
(spanduk, leaflet, stiker,
penyakit TBC
poster)

MAN MATERIAL

TABEL 1. Diagram Fishbone tentang Analisis Penyebab Masalah

Tingginya Angka Kesakitan TBC di Wilayah Kerja Puskesmas Wajo

28
4.8. Plan of Action
PLAN OF ACTION

Tujuan
Tujuan Umum : Menurunkan penderita TBC di Puskesmas Wajo

Planning of Action (POA)

Penanggung Biaya
No Masalah Kegiatan Sasaran Tujuan Materi Metode Waktu Tempat Evaluasi
jawab
Jumlah Sumber
Penyuluhan
pada pengertian, pemberi Kepala > 80 % =
Tingginya penduduk di menurunkan ciri-ciri TBC bagus
masyarakat an Puskesmas,
angka wilayah kerja angka Aula
tentang materi, kepala 1x setiap APBD, < 80 % =
kesakitan Puskesmas insiden dan Rp. Puskes
1 pentingnya pengobatan tanya bagian awal APBN, kurang
TBC di dan prevalensi 10.000.000 mas
pencegahan TBC jawab program bulan LSM bagus
Puskesmas Penderita penderita Wajo
dan dan P2M
Wajo TBC TBC
pengobatan diskusi Puskesmas
TBC dampakTBC

29
4.9. Monitoring dan evaluasi

Monitoring & Evaluasi (MONEV)


Program Kesehatan Puskesmas Wajo Tahun 2010

Rencana Monev
No Kegiatan
Input Proses Output Outcome

MAN : penduduk
Penyuluhan pada meningkatkan
tersedianya dan
masyarakat terlaksananya program
sumber daya penderita TB
tentang penyuluhan surveilans
1 tenaga kesehatan Paru
pentingnya kepada P2M,
(1 Dokter, 1 SKM, mendapatkan
pencegahan dan masyarakat khususnya
1 Perawat, 1 informasi
pengobatan TBC tentang program TB
Sanitarian) penyuluhan
pentingnya
tentang
pencegahan
penduduk pentingnya
dan menurunkan
berjumlah pencegahan
pengobatan angka insiden
17.091 orang dan dan
TBC dan
penderita TBC pengobatan
prevalensi
pada tahun ......... TBC
penderita TBC
Orang

cukupnya
dana yang
Money :
dianggarkan
tersedianya biaya
dalam
yang dianggarkan
pelaksanaan
oleh puskesmas,
proses
APBD, APBN
penyuluhan
sebesar Rp.
10.000.000,-
Material

meja , kursi, dll materi yang


sesuai jumlah tersedia
peserta digunakan
penyuluhan dalam proses
sebanyak....orang penyuluhan

30
tersedianya
bahan materi
presentase,
absensi, ATK,
undangan
....orang

adanya spanduk,
poster, pamflet
sesuai dengan
tema penyuluhan

mesin yang
Machine : tersedia
laptop, proyektor digunakan
sebanyak..... dalam
Buah pelaksanaan
penyuluhan
tersedianya
mickrophone
sebanyak... Dan
speaker
sebanyak....
Method : adanya
langkah-langkah
prsentase materi, terlaksananya
diskusi dan tanya metode
jawab penyuluhan
dengan cara
presentase

31
BAB 4
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan data penderita penyakit tuberkulosis pada
puskesmas wajo kecamatan murhum dapat di simpulkan bahwa :

1. Dari tahun 2006 sampai 2010 terjadi peningkatan penderita karena


pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan penyakit Tuberkulosis
meningkat melalui penyuluhan sehingga apabila di temukan tanda dan
gejala TBC langsung memeriksakan diri ke tempat pusat pelayanan
kesehatan.

2. Berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin, penderita tertinggi


terdapat pada kelompok umur 21 – 30 tahun yang merupakan usia
produktif. Dan sebagian besar di derita oleh laki-laki yang di sebabkan
karena kebiasaan merokok, tingkat pendidikan, pekerjaan, status gizi,
keadaan ekonomi sosial, dan perilaku.

3. Berdasarkan tempat, kelurahan Tanganapada merupakan tempat kejadian


penyakit Tuberkulosis tertinggi di banding kelurahan yang lain karena
sebagian besar penderita yang memeriksakan diri berasal dari
tanganapada yang memiliki pengetahuan dan kesadaran yang tinggi
sehingga mereka mau memeriksakan diri ke puskesmas. Sedangkan
kelurahan lain ( wajo dan lamangga) lebih memilih pengobatan ke
dokter praktek.

4.2. Saran
1) Bagi puskesmas

32
Kinerja puskesmas sudah sangat baik, saran kami hanya lebih
meningkatkan lagi kinerjanya agar lebih baik lagi.

2) Bagi masyarakat
Senantiasa menjaga kebersihan agar terhindar dari penyakit
Tuberkulosis.

33

Vous aimerez peut-être aussi