Vous êtes sur la page 1sur 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF


PADA PASIEN DENGAN MIOMA UTERI
YANG DILAKUKAN TINDAKAN MYOMEKTOMI
DI INSTALASI BEDAH RSD DR. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Profesi Ners (PPN)


Stase Keperawatan Bedah

Oleh:
Teguh Christ Wardhani
NIM 152311101345

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MIOMA UTERI
Oleh: Teguh Christ Wardhani

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat. Mioma uteri sering disebut juga leimioma, fibromioma, atau
fibroid (Mansjoer, 2002).
Menurut letaknya mioma dibagi menjadi tiga oleh Sarwono (2009), yaitu:
a. Mioma submukosum: apabila mioma berada di bawah endometrium
dan menonjol ke dalam rongga uterus
b. Mioma intramural: apabila mioma tumbuh di dinding uterus tepatnya
di antara serabut miometrium
c. Mioma subserosum: apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus
sehingga menonjol di permukaan uterus

2. Etiologi
Etiologi secara pasti mioma uteri belum diketahui menurut Mansjoer
(2002). Sarwono (2009) mengungkapkan bahwa penyebab terjadinya
mioma uteri diduga akibat stimulasi hormone estrogen. Hal ini didukung
dengan data yang menyebutkan bahwa mioma uteri sering terjadi pada
wanita di usia produktif. Mansjoer (2002) mengungkapkan bahwa mioma
memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibandingkan dengan
miometrium yang normal.
3. Patofisiologi
Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding
miometrium normal. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang
tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Perubahan sekunder pada
mioma uteri sebagian besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya
aliran darah ke mioma uteri (Mansjoer, 2002). Thompson dan
Memarzadeh dalam Hadibroto (2005) mengungkapkan bahwa
pathogenesis mioma uteri dibagi menjadi dua yaitu insiator dan promoter.
Faktor inisiasi mioma uteri sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti. Dari penelitian dengan glucose 6-phospate didapatkan hasil bahwa
mioma berasal dari sel yang uniseluler. Sel miometrium normal
bertransfomasi menjadi mioma melibatkan interaksi antara miometrium
normal dengan hormone seksual dan hormone pertumbuhan. Mutasi
somatic dari miometrium ini menjadi awal terbentuknya tumor.
Bukti secara akurat bahwa estrogen merupakan penyebab mioma uteri
masih belum ada, namun diketahui bahwa estrogen mempengaruhi
cepatnya pertumbuhan mioma. Estrogen berperan dalam pembesaran
tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.
4. Tanda dan Gejala
Gejala yang dikeluhkan tergantung letak mioma, besarnya, perubahan
sekunder, dan komplikasi. Tanda dan gejala tersebut menurut Mansjoer
(2002) dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Perdaharahan abnormal seperti dismenore, menoragi, metroragi
b. Rasa nyeri karena gangguan sirkulasi darah pada mioma yang disertai
nekrosis dan peradangan.
c. Gejala dan tanda penekanan seperti retensio urine, hidronefrosis,
hidroureter, poliuri.
d. Abortus spontan karena distorsi rongga uterus pada mioma
submukosum.
e. Infertilitas bila mioma menutup atau menekan pars interstitialis tuba.
Memarzadeh dan Stoval dalam Hadibroto (2005) menytakan bahwa tanda
dan gejala yang biasa muncul pada peasien dengan mioma diantaranya:
1) Perdarahan uterus yang abnormal
Perdarahan yang abnormal sering dijumpai pada wanita dengan
mioma uteri dapat berupa menorrhagia atau metrorhagia. Perdarahan
abnormal yang terjadi pada mioma uteri belum diketahui secara pasti
penyebabnya, namun Stoval dalam Hadibroto menyebutkan
mekanisme perdarahan abnormal pada mioma uteri terjadi saat
terdapat peningkatan ukuran permukaan endometrium sehingga
disertai peningkatan vaskularisasi aliran darah ke uterus, adanya
mioma menyebabkan terjadi kontraksi uterus yang abnormal, sehingga
terjadi ulserasi endometrium dan menyebabkan pembuluh darah
mengalami penekanan sehingga perdarahan yang keluar tidak normal.
2) Nyeri panggul
Nyeri panggul yang muncul pada pasien mioma uteri disebabkan oleh
adanya infeksi, putaran tangkai mioma akibat kontraksi miometrium.
Tumor yang tumbuh besar akan mengisi rongga pelvic dan mendesak
bagian tulang elvik sehingga saraf disekitarnya tertekan yang
menyebabkan muncul nyeri di bagian punggunga dan ekstremitas
posterior
3) Penekanan
Pembesaran mioma uteri dapat menyebabkan penekanan pada organ
disekitarnya seperti usus besar, kandung kemih, saluran kemih, vena
sehingga dapat menimbulkan gejala konstipasi, gangguan berkemih,
penekanan pada vena juga dapat menimbulkan kongesti dan edema
pada ekstremitas bawah.
4) Disfungsi reproduksi
Gangguan fungsi reproduksi yang disebabkan oleh mioma diantaranya
terjadi karena mioma menyebakan kontraksi uterus tidak optimal
sehingga transportasi gamet dan embrio terganggu, kemampuan uterus
untuk tumbuh berkurang, aliran darah ke uterus berubah, dan
perubahan histology jaringan endometrium yaitu terjadi atrofi
sehingga implantasi embrio terganggu.

5. Lokalisasi Mioma Uteri


a. Mioma intramural ; Apabila tumor itu dalam pertumbuhannya tetap
tinggal dalam dinding uterus.
b. Mioma Submukosum ; Mioma yang tumbuh ke arah kavum uteri dan
menonjol dalam kavum itu.
c. Mioma Subserosum ; Mioma yang tumbuh ke arah luar dan menonjol
pada permukaan uterus.

6. Komplikasi
a. Pertumbuhan leimiosarkoma.
Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila selama beberapa tahun tidak
membesar, sekonyong – konyong menjadi besar apabila hal itu terjadi
sesudah menopause
b. Torsi (putaran tangkai)
Ada kalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran.
Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan
sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan dan akan tampak gambaran
klinik dari abdomenakut.
c. Nekrosis dan Infeksi
Pada myoma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-
kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan dari vagina,
dalam hal ini kemungkinan gangguan situasi dengan akibat nekrosis
dan infeksi sekunder..
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien mioma uteri
diantaranya:
a. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb: turun, Albumin : turun, Lekosit :
turun / meningkat, Eritrosit : turun
b. USG : terlihat massa pada daerah uterus.
c. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa,
konsistensi dan ukurannya.
d. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma
tersebut.,
e. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat
menghambat tindakan operasi.
f. ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat
mempengaruhi tindakan operasi.
8. Terapi yang dilakukan
a) Terapi konservatif/ medis
Hadibroto (2005) menyatakan bahwa pemberian Gonadotropin
releasing hormone (GnRH) dapat memperbaiki gejala yang muncul
akibat mioma uteri. GnRH dapat mengurangi ukuran mioma dengan
mengendalikan produksi estrogen dari ovarium. Baziad dalam
Hadibroto (2005) mengungkapkan bahwa terapi hormonal lainnya
seperti penggunaan KB pil da preparat progesterone dapat mengurangi
gejala perdarahan uterus yang abnormal, namun tidak dapat
mengurangi ukuran dari mioma.
b) Pembedahan
Hurst, dkk dalam Hadibroto (2005) menyebutkan bahwa terapi
pembedahan diindikasikan pada pasien mioma yang mengalami
perdarahan uterus yang tidak berhenti dengan terapi konservatif,
dugaan adanya keganasan, pertumbuhan mioma pada masa
menopause, infertilitas karena mioma menutupi cavum ataupun
tersumbatnya tuba, nyeri dan penekanan organ sekitar yang sangat
mengganggu, gangguan berkemih maupun sumbatan saluran kencing,
anemia akibat perdarahan.
Pada pasien mioma uteri dapat dilakukan tindakan pembedahan antara
lain miomektomi dan histerektomi.
a. Miomektomi
Miomektomi adalah tindakan pengangkatan miomanya saja dengan
melakukan laparotomi, histeroskopi, maupun dengan lapaoroskopi.
Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang masih ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya. Keunggulan miomektomi
penanganan terhadap perdarahan dapat ditangani dengan segera
karena lapang pandang operasi luas, namun resiko terjadinya
perlengketan pada miomektomi dengan laparotomi lebih besar,
selain itu masa penyembuhan pasca operasi cukup lama yaitu 4-6
minggu. Miomektomi juga dapat dilakukan dengan histeroskopi
dengan utamanya pada pasien dengan mioma sumbmukosum.
Miomektomi dengan metode ini memelrukan masa penyembuhan
yang singkat (2 hari), jarang terjadi komplikasi serius, namun dapat
menimbulkan perlukaan dinding uterus. Miomektomi dengan
teknik laparoskopi dapat dilakukan pada mioma yang bertangkai di
luar kavum uteri dan mioma subserosum yang terletak di
permukaan uterus. Miomektomi dengan laparoskopi memerlukan
waktu penyembuhan pasca bedah 2-7 hari. Miomektomi dengan
laparoskopi sampai saat ini merupakan prosedur standar bagi
wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.
b. Histerektomi
Histerektomi menurut Thompson dalam Hadibroto (2005) adalah
tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus. Histerektomi
dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan pendekatan abdominal
(laparotomi), pendekatan vaginal, dan laparoskopi. Indikasi
dilakukannya histerektomi diantaranya yaitu didapatkan keluhan
menorrhagia, metrorhagia, keluhan obstruksi saluran kencing, dan
ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.
Histerektomi per abdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
total abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal
histerektomi (STAH). Histerektomi vaginal dilakukan dengan
prosedur operasi ekstraperitoneal. Histerektomi dnegan laparoskopi
lebih aman dilakukan karena mengurangi trauma kandung kemih
dan ureter, perdarahan minimal, waktu operasi lebih cepat, dan
masa penyebuhan yang lebih cepat.
Histerektomy terbagi menjadi 4 jenis yaitu:
1) Hesterektomy total: pengangkatan seluruh uterus dan servic,
jenis hesteretomy total dilakukan pada klien yang mengalami
mioma uteri yang cukup besar dan mioma multipel.
2) Histerektomy subtotal pengangkatan sebagian uterus dengan
meninggalkan segmen bawa rahim. Tindakan ini dilakukan pada
kasu emergensi obstetriseperti perdarahan postpartum.
3) Histerektomy radikal pegangkatan uterus, sebagian dari para
netrium bagian atas vagina dan kelenjar-kelenjar regional. Ini
dilakukan pada penderita penyakit ca cervik Ia2sampai stadium
IIa
4) Eksenterasi pelvik penganggkatan seluruh jaingan didalam
ringga pelvic termasuk kandung kemih atau rectum. Ini
dilakukan pad apenderita kangker yang telah bermetatase ke
kandung kemih dan atau rectum.
9. Pathway
Gangguan perfusi
jaringan

Suplai oksigen
ke jaringan
tidak optimal
Resiko Kekurangan
infeksi Perdarahan volume cairan
selama proses
Terbukanya barier operasi Perdarahan
utama tubuh
(kulit) Ulserasi pada
Proses pembedahan:
pembuluh darah di
histerektomi/mastektomi
Gangguan uterus
eliminasi:
defekasi Usus besar Gangguan kontraksi
Pendesakan organ
uterus
sekitar uterus
Gangguan
Penyempitan Vesika
eliminasi Uterus yang melebihi Peningkatan
saluran kencing urinaria
urin ukuran vaskularisasi ke
Nyeri akut uterus
Pembesaran mioma uteri
yang semakin cepat Ansietas

Inflmasi pada cavum


Mioma uteri Kurangnya sumber
uteri
informasi
Mutasi somatik
Gangguan disfungsi
seksual
Sel miometrium Hormon estrogen
yang imatur yang meningkat
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pre operatif
1. Nyeri akut berhubungan dengan inflmasi dalam uterus
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penekanan mioma pad
akandung kemih
3. Ansietas berhubungan dengan kurang sumber infomasi tentang penyakit
Diagnosa yang mungkin muncul pasca operasi
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kehilangan cairan pasca
operasi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan terbukanya barier utama tubuh (kulit)
C. Rencana Keperawatan

No DX Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan Rasional


Keperawatan
1 Pre Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
Operasi berhubungan keperawatan 1x24 jam nyeri 1. Kaji tingkat nyeri, loasi, durasi, 1. Menguji hasil keefektifan
dengan inflamasi yang dirasakn pasien dapat pemberian analgesic
dalam uterus berkurang dengan criteria hasil 2. Jelaskan penyebab nyeri yang 2. Memberikan kejelasan
mengekspresikan dirasakan pasien tentang sensasi nyeri
berkurangnya rasa nyeri, sesuai prosesnya
pasien relaks dengan dapat 3. Dukung pasien untuk melakukan 3. Alihkan perhatian pasien
istirahat atau tidur dnegan ambulasi yang mudah dan teknik dari raasa nyeri yang
nyenyak relaksasi dirasakan pada hal lain
4. Berikan informasi yang akurat 4. Mengurangi ketakutan
tentang kontrol penggunaan pasien
analgesic
5. Berikan analgesic jika diindikasikan 5. Mengurangi rasa tidak
nyaman atau nyeri dan
fasilitasi pasien agar dapat
beristirahat
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Manajemen eliminasi urin
eliminasi urin keperawatan 1x24 jam pasien 1. Monitor keluaran urin 1. Indikasi retensi urin jika
berhubungan dapat BAK dengan lancar frekuensi pengeluaran
dengan penekanan dengan criteria hasilkandung urin terlalu sedikit atau
mioma pad kemih pasien dapat kurang dari 200 ml
akandung kemih dikosongkan secara teratur 2. Palpasi kandung kemih, periksa 2. Indikasi retensi urin jika
minimal 3-4 kali dalam sehari adanya keluhan tidak nyaman, rasa hasil palpasi kandung
kandung kemih penuh, dan tidak kemih penuh dan terjadi
dapat urine tidak dapat keluar distensi di atas simpisis
pubis
3. Memberikan bantuan rangsangan 3. Memberikan relaksasi
untuk buang air seperti menglairkan pada otot perineum dan
air di bak, mengompres perineum memudahkan BAK
dengan air hangat
4. Kaji karakteristik urin, warna, 4. Retensi urin, pemasangan
kejernihan, bau, cateter, menambah resiko
infeksi khususnya jika
pasien mempunyai luka
jahitan di perineum
5. Pasang kateter jika diindikasikan 5. Edema atau gangguan
pada pasien yang tidak dapat buang saraf dapat menyebabkan
air kecil atau pasien yang tidak retensi urin.
nyaman
3 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Pengurangan kecemasan
berhubungan keperawatan 1x24 jam ansietas 1. Jelaskan pada pasien tentang 1. Informasi yang dibtuhkan
dengan kurang yang dirasakan pasien diagnose, intervensi pembedahan, pasien dapat digunakan
sumber infomasi berkurang dengan criteria hasil dan terapi yang akan dijalani sebagai tolok ukur
tentang penyakit pasien dapat mengontrol ansietas yang dirasakna
dan proses kecemasannya dengan pasien
pembedahan menerima status kesehatannya 2. Jelaskan tujuan dan persiapan tes 2. Menjelaskan seluruh
dan berharap prognosis yang yang harus dijalani dan prosedur tindakan dan proses yang
baik bagi kesehatnnya pengobatan yang akan dijalani akan dijalani akan
mengurangi kecemasan
dan ketakutan dari
ketidaktahuan
3. Berikan privasi bagi klein dengan 3. Privasi dibtuhkan untuk
keluarganya memberikan dukungan
dan berdiskusi tentang
perasaan yang dialami
pasien
4. Fasilitasi pasien untuk bertanya dan 4. Memberikan kesempatan
mengungkapkan ketakutannya untuk mengidentifikasi
jika ada kesalahan
persepsi dan memberikan
dukungan emosional bagi
pasien
5. Ajarkan teknik relaksasi seperti 5. Mengurangi kecemasan
masase, guided imagery dan ketakutan pasien
4 Pasca Gangguan perfusi Setelah dilakukan tindakan Perawatan Postanesthia
Operasi jaringan keperawatan 1x24 jam pasien 1. Monitor tanda-tanda vital, palpasi 1. Indikasi perfusi yang
berhubungan menunjukkan perfusi jaringan nadi perifer, CRT, jumlah dan adekuat, cairan dan darah
dengan kehilangan yang adekuat dengan kriteria karakteristik urin 2. Mencegah dahak
cairan pasca hasil tanda-tanda vital yang 2. Dukung pasien untuk batuk dan menyumbat dan
operasi stabil, CRT<2 detik, berlatih teknik nafas dalam mencegah komplikasi
pengeluaran urin yang adekuat, respirasi
tidak ada tanda-tanda edema 3. Kolaboratif: pantau cairan intravena 3. Menjaga keseimbangan
pasien jika diindikasikan sirkulasi volume darah
yang hilang dan perfusi
jaringan
Intervensi embolus
4. Berikan posisi high fowler dan tekan 4. Menambah dan
bagian lutut atau silangkan kaki melancarkan aliran darah
ke area ekstremitas
5. Bantu dan minta pasien untuk 5. Pergerakan dapat
melatih kaki dan ambulasi sesegera meningkatkan sirkulasi
mungkin dan mencegah komplikasi

5 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Kontrol Infeksi


berhubungan keperawatan 3x24 jam tanda- 1. Pantau tanda infeksi di sekitar luka 1. Mencegah komplikasi
dengan terbukanya tanda infeksi tidak muncul infeksi pada area luka
barier utama tubuh dengan criteria hasil tanda- 2. Jaga drainase dengan kateterisasi, 2. Mencegah terjadinya
(kulit) tanda vital dalam batas normal, membuat saluran irigasi penumpukan pus atau
menjaga lingkungan yang cairan yang keluar melalui
aseptik luka
3. Monitor gula darah, dan mengontrol 3. Menentukan cairan
ketat gula darah pasien intravena yang akan
digunakan
4. Berikan perawatan luka dengan 4. Mengurangi jumlah
normal salin dan antiseptic bakteri yang ada
5. Kolaborasi pemberian antibiotik 5. Diberikan untuk
mencegah terjadinya
infeksi atau kontaminasi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Price S.A., Wilson L.M. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 4. Jakarta: EGC.
Doengoes, dkk. 2010. Nursing Care Plan Edition 8. Philadelphia: F.A Davis
Company
Hadibroto, Budi. 2005.Majalah kedokteran Nusantara Volume 38: Mioma Uteri.
Sumatera Utara: USU
Mansjoer, Arif. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka

Vous aimerez peut-être aussi