Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ASMA BRONKHIAL
2. Etiologi
Sebagian pemicu timbulnya serangan dapat berupa infeksi (Infeksi Virus RSV) iklim
(perubahan mendadak suhu, tekanan udara). Inhalan (debu, kapuk, tungau, sisa-sisa
serangan mati, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap cat). Makanan (putih telur, susu
sapi, kacang tanah, coklat, biji-bijian, tomat). Obat (aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat,
kecapaian, tertawa terbahak-bahak) dan emosi (Nanda. NIC-NOC 2016:66)
3. Patofisiologi.
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah
spalme otot polos edama dan inflamasi memakan jalan nafas dan eksudasi muncul intra
minimal, sel-sel radang dan deris selular. Obstruksi, menyebabkan pertambahan resistensi
jalan udara yang merendahkan volume ekspiresi paksa dan kecepatan aliran penutupan
prematur jalan udara , hiperinflasi paru. Bertambahnya kerja pernafasn, perubahan sifat
elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan nafas bersifat difusi, obstruksi
menyebabkan perbedaan suatu bagian dngan bagian lain ini berakibat perfusi bagian paru
tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas terutama penurunan
CO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi disaluran nafas antibod COE berikatan dengan alergi
degrenakulasi sel mati, akibat degrenakulasi tersebut histomin dilepaskan. Histomin
menyebabkan konstruksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin juga merangsang
pembentukan mulkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler maka juga akan terjadi
kongesti dan pembanguan ruang intensium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memerlukan respon yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergi atau sel-sel mestinya terlalu mudah mengalami
degravitasi dimanapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut. Hasil akhirnya
adalah bronkapasme, pembentukan mukus edema dan obstruksi aliran udara (Amin
2013:47)
4. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronkial adalah batuk dispnea dan
mengi. Selain gejala di atas ada beberaa gejala yang menyertai diantaranya sebagai berikut
(Mubarak 2016:198):
1. Takipnea dan Orthopnea
2. Gelisah
3. Dia Foresis
4. Nyeri adomen karena terlibat otot abdomen dalam pernafasan.
5. Kelelahan (Faigue)
6. Tidak toleran terhadap aktivitas seperti makan berjalan bahkan berbicara.
7. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada disertai
pernafasan lambat.
8. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi.
9. Sionss sekunder
10. Gerak-gerak retensi karbon dioksida, seperti berkeringat, takinardi dan pelebaran
tekanan nadi.
11. Serangan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang
secara spontan.
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan:
a. Kristal-kristal Charcot leyden yang merupakan degranulasi duri kristal eosinofil.
b. Terdapatnya spiral cursehman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel
cabang-cabang bronkus.
c. Terdapatnya creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil.
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi sedangkan leukosit
dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma.
a. Gas analisa darah
Terdaat aliran darah yang veriabel, akan tetapi bila terdapat PaCO2 maupun
penurunan PH menunjukan prognosis yang buruk.
b. Kadang-kadang pada darah terdapat SGOT dan LDTI yang meninggi
c. Pada pemriksaan faktor alergi terdapat I9E yang meninggi pada waktu serangan
dan menurun pada waktu penderita bebas dari seragan.
3. Foto Rontgen
Pada umumnya pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma
gambaran ini menunjukan hiperinflasi paru berupa radiolusen yang bertambah dan
pelebaran rongga interkostal serta diafragma yang menurun, (Amin 2013:49)
6. Komplikasi:
Komplikasi menurut (manjoer 2007:477) yang mungkin timbul adalah:
1. Phemothora
Keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai.
2. Phemothoran
Dikenal juga sebagai enfisema mediustrum adalah kondisi dimana udara hadir di
mediastrium
3. Bronkitis
Lapisan bagian dalam dari saluran pernafasan di paru-paru yang masih mengalami
bengkak
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asma bronkial menurut (Amin 2013:49)
1. Edukasi penderita
2. Menilai dan memonitor besarnya penyakit secara obyektif dengan mengukur
fungsi paru.
3. Mengurangi pengobatan jangka panjang untuk pencegahan.
4. Merencanakan pengobatan untuk serangan akut.
5. Menghindari dan mengendalikan pencetus asma bronkial
Manjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1Edisi 3. Jakarta: Media Aesculuplus.
Mubarak, W dkk. 2015. Standar Asuhan Keperawatan dan Prosedur Tetap Dalam Praktik
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nana Nic-Noc. 2015
Neuratif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda.Yogyakarta: Mediacation.
Newman, Porland. 2012. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
EFUSI PLEURA
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Muttaqin 2008, efusi Pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parineal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang
pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfuangsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi, Efusi pleura adalah istilah
yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura
berupa transudate atau eksudat diakibatkan terjadinya ketidak seimbangan antara produksi
dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis (Lippincutt Williams & Wilkins, 2012)
Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernafasan.
Efusin pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gajala
atau komplikasi dari suatu penyakit. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat
cairan berlebihan dirongga npleura, jika nkondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan jiwa
penderitanya (Lippincutt Williams & Wilkins, 2012)
Efusi pelura adalah suatu keadaan di mana terdapatnya penumpukan cairan dalam
rongga pleura (Soemantri I. 2008) Menurut Morton 2012, Efusi pleura dibagi menjadi 2
yaitu:
1 Efusi pleura
ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak terkena penyakit.
Akumulasi caira disebabkan oleh factor sistemik yang mempengaruhi produksi dan
absorb cairan pleura seperti (gagal jantung kongestif, atelektasis, sirosis, sindrom
nefrotik, dan dialysis peritoneum)
2 Efusi pleura eksudat
Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak dan masuk
kedalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau kedalam paru terdekat.kriteria efusi
pleura eksudat:
a. Resio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5
b. Resio cairan pleura dengan dehydrogenase laktat (LDH) lebih dari 0,6
c. LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum penyebab efusi pleura
eksudat seperti pneumonia, empyema, penyakit metastasis (mis., kanker paru, payudara,
lambung atau ovarium), hemotorak, infark paru, keganasan, rupture aneurisma aorta.
2 Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan produksi
cairan,penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan oleh satu dari
lima mekanisme berikut: (Morton 2012)
1 Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
2 Peningkatan permeabilitas kapiler
3 Penurunan tekanan osmotic koloid darah
4 Peningkatan tekanan negative intrapleura
5 Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Menurut Saputra L. 2014, Penyebab Efusi Pleura adalah:
a. Efusi pleura transudat
1) Penyakit kardiovaskular
2) Penyakit hati
3) Penyakit ginjal
4) Hipoproteinemia
b. Efusi pleura eksudat
1) Infeksi pleura
2) Inflamasi pleura
3) Keganasan pleura
c. Empiema
1) Infeksi paru
2) Abses paru
3) Luka yang terinfeksi
4) Infeksi intraabdomen
5) Pembedahan toraks
3 Patofisiologi
Soemantri I. 2008, menerangkan bahwa pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit
pleura hampir mirip plasma ( eksudat ) sedangkan yang timbul pada pleura normal
merupakan ultrafiltrat plasma ( transudat ). Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas neoplasma. Contoh bagi efusi pleura dengan
pleura normal adalah payah jantung kongestif. Pasien dengan pleura yang awalnya normal
pun dapat mengalami efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung kongestif. Ketika
jantung tidak dapat memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh terjadilah
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi
sistemik. Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi
bocor dan masuk ke dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parientalis
karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan pengumpulan
abnormal cairan pleura.
5 Pemeriksaan Diagnostik
Huda Amin Nurarif & Hardhi Kusuma 2013, pemeriksaan diagnostic yang dilakukan:
1 Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), padapermulaan didapati menghilangnya sudut
kostofrenik. Bila cairan lebih 300 ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung.
Mungkin terdapat pergeseran di mediatum.
2 Ultrasonograf
3 Torakosentesis/pungsi pleura untuk mengetahui kejerinihan, warna, biakan tampilan,
sitologi, berat jenis. Fungsi pleura diantara line aksilarasi anterior dan posterior, pada sela iga
ke-8, Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus
(piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil
bendungan atau eksudat (hasil rendang)
4 Cairan pleura dianalisis dengan kuitur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam ( untuk
TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase
dehidrogenase ( LDH ), protein ), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH Biopsi
pleura mungkin juga dilakukan
6 Penatalaksanaan Medis
Muttaqin Arif 2008, Pengelolaan efusi pleura ditujukan untuk pengobatan penyakit
dasar dan pengosongan cairan (thorakosentesis). Indikasi untuk melakukan thorakosentesis
adalah :
1 Menghasilkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga pleura.
2 Bila terapi spesifik pada penyakit premier tidak efektif atau gagal.
3 Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura, tidak boleh lebih dari 1000 cc, karena pengambilan
cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan
edema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak.
Menurut Muttaqin Arif 2008, Kerugian thorakosentesis:
a. Dapat menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan pleura.
b. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
c. Dapat terjadi pneumothoraks.
Hal yang perlu diperhatikan adalah apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak umbilikus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi
ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Pada klien biasanya didapatkan indikasi
mual dan muntah, penurunan nafsu makan , dan penurunan berat badan.
2 Palpasi
Pendorongan mediastinum ke arah hemithoraks kontralateral yang diketahui dari
posisi trakhea dan ictus cordis. Taktil fremitus menurun terutama untuk efusi pleura
yang jumlah cairannya > 300 cc. Di samping itu, pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada yang sakit. Palpasi dilakukan untuk
mengitung frekuensi jantung ( heart rute ) dan harus memperhatikan kedalaman dan
teratur tidaknya perkusi dilakukan untuk menentukan batas jantung darah mana yang
terdengar pekak.
Hal ini bertujuan untuk menentukan apakah terjadi pergeseran jantung karena
pendorongan cairan efusi pleura. Auskultasi dilakukan untuk menentukan bunyi
jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan
gejala payah jantung, serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan
arus turbulensi darah.
3 Perkusi
Suara perkusi redup hingga pekak tergantung dari jumlah cairannya.
4 Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk,
cairan semakin atas semakin tipis.
2. Diagnosis Keperawatan menurut Huda Amin Nurarif & Hardhi Kusuma Nanda 2013:
1 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan menurunnya ekpansi paru sekunder
terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
2 Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme tubuh, penurutnan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder
terhadap penekanan struktur abdomen
3 Nyeri berhubungan dengan proses tindakan drainase
4 Gangguan rasanyaman berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta
perubahan suasana lingkungan
5 Resiko infeksi
6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangnya antara suplai oksigen
dengan kebutuhan, dyspneu setelah beraktifitas
7 Defisit perawatan diri
2 Diagnosa Keperawatan
1 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
a. Tujuan: Masalah dapat teratasi/berkurang setelah 1xshif tindakan keperawatan
b. Kriteria hasil:
1) Pasien menunjukan jalan nafas yang paten (pasien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang yang normal, tidak ada suara
nafas yang abnormal)
2) Tanda-tanda vital dalam rentan yang normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan)
c. Intervensi:
1) Kaji pola nafas
2) Monitor respirasi dan status oksigen
3) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan RR
4) Auskultasi suara nafas
5) Ajarakan teknik relaksasi nafas dalam
6) Atus posisi semi powler atau powler tinggi
7) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
8) Kolaborasi dengan tenaga medis lain
d. Rasional:
1) Mengetahui pola pernafasan pasien
2) Untuk mengetahui respirasi dan status oksigen pasien
3) Mengetahui keadaan umum pasien
4) Untuk mengetahui auskultasi paru pasien
5) Untuk mengurangi sesak yang dirasa pasien
6) Membantu memberikan rasa nyaman pada pasien
7) Membantu untuk membuka jalan nafas pasien
8) Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan
2 Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder
terhadap penekanan struktur abdomen
a. Tujuan: Masalah dapat teratasi/berkurang setelah 1x shif tindakan keperawatan
b. Kriteria hasil:
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2) Berat badan ideal sesuai dengan berat badan
3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
5) Tidak terjadi penurunan berat badan yan g berarti
c. Intervensi:
1) Kaji adanya alergi terhadap makanan
2) Anjurkan makan sedikit tapi sering
3) Beri makan selagi hangat
4) Kolaborasi dengan ahli gizi
d. Rasional
1) Mengetahui adanya alergi yang diderita pasien
2) Untuk membantu memenuhi nutrisi pasien
3) Untuk menambah nafsu makan pasien
4) Membantu mempercepat proses penyembuhan
3 Nyeri berhubungan dengan tindakan drainase
a. Tujuan: Masalah dapat teratasi/berkurang dalam 1x shif tindakakan keperawatan
b. Kriteria hasil:
1) Pasien mampu mengontrol nyeri
2) Pasien mengatakan rasan nyaman setelah nyeri hilang
c. Intervensi:
1) Kaji karakteristik nyeri
2) Observasi tanda-tanda vital pasien
3) Ajarkan teknik teraksasi nafas dalam
4) Kolaborasi dengan tenaga medis lain
d. Rasional
1) Untuk mengetahui skala nyeri pasien
2) Mengetahui keadaan umum pasien
3) Membantu mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman pasien
4) Membantu mempercepar proses penyembuhan
4 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta
perubahan suasana lingkungan
a. Tujuan: Masalah dapat teratasi dalam 1x shif tindakan keperawatan
b. Kriteria hasil:
1) Pasien menyatakan rasa nyaman setelah tindakan keperawatan
2) Status kenyamanan meningkat
c. Intervensi:
1) Kaji rasa nyaman pasien
2) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
3) Anjurkan keluarga pasien untuk membantu memberikan lingkungan yang
nyaman untuk pasien
4) Kolaborasi dengan keluarga untuk memberi rasa nyaman pada pasien
d. Rasional
1) Mengetahui rasa nyaman pasien
2) Untuk memberikan rasa nyaman pada pasien
3) Membantu memberikan rasan nyaman pada pasien untuk beristirahat
4) Membantu mempercepat proses penyembuhan
5 Resiko infeksi
a. Tujuan: Infeksi tidak terjadi
b. Kriteria hasil:
1) Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Menunjukan kemampuan untukl mencegah timbulnya infeksi
3) Pasien menunjukan perilaku hidup sehat
c. Intervensi:
1) Kaji penyebab factor resiko infeksi
2) Pertahankan teknik aseptik pada pasien yang beresiko
3) Ajarkan pasien dan keluarga cara menghindari infeksi
4) Kolaborasi dengan tenaga medis lain dalam pemberian antibiotic
d. Rasional
1) Mengetahui faktor penyebab faktor resiko infeksi
2) Mengurangi resiko terjadinya infeksi
3) Untuk mengajarkan kemandirian pada keluarga dan pasien untuk mencegah
terjadinya infeksi
4) Membantu mempercepat proses penyembuhan.
6 Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai oksigen
dengan kebutuhan, dyspnea setelah beraktifitas
a. Tujuan: Masalah dapat teratasi dalam 1x shif tindakan keperawatan
b. Kriteria hasil:
1) Pasien mamapu beraktifitas sehari-hari (ADL) secara mandiri
2) Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan
c. Intervensi:
1) Kaji tingkat skala aktivitas
2) Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
3) Bantu pasien dan keluarga mengidentifikasi kekurangan dalam beraktifitas
4) Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual
d. Rasional
1) Mengetahui skala aktivitas pasien
2) Untuk membantu memudahkan aktivitas yang mampu pasien lakukan
3) Agar keluarga dapat membantu aktivitas yang tidak mampu pasien lakukan
4) Mengetahui adanya tanda-tanda perubahan fisik, emosi, sosial, dan spiritual
pasien.
7 Defisit perawatan diri
a. Tujuan: Masalah dapat teratasi dalam 1x shif tindakan keperawatan
b. Kriteria hasil:
1) Pasien mampu mempertahankan kebersihan pribadi
2) Pasien mampu menunjukan kemampuan mempertahahnkan kebersihan diri
c. Intervensi:
1) Kaji tingkat kekuatan skala otot
2) Observasi kebersihan tubuh pasien
3) Anjurkan kemandirian dalam berpakaian
4) Anjurkan keluarga pasien untuk membantu pasien membersihkan tubuh
pasien
d. Rasional
1) Mengetahui tingkat kekuatan skala otot pasien
2) Membantu mengetahui kemampuan pasien dalam hygine tubuh
3) Melatih pasien dalam kemandirian berpakaian
4) Membantu pasien untuk menjaga hygien tubuh yang tidak mampu pasien
lakukan sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Huda Amin Nurarif & Hardhi Kusuma. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC jilid1& 2, Yogyakarta: Media Action.
Judith, M. W. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta:EGC
Lippincutt Williams & Wilkins. (2012). Kapita Selekta Penyakit dengan Aplikasi
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: EGC
Muttaqin Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Pernafasan. Jakarta:
Salemba Medika.
Saputra Lyndon. (2014). Visual Nursing Respiratorik Organ System. Pamulang: Binarupa
Aksara