Vous êtes sur la page 1sur 118

i

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK


KULIT BATANG KAYU JAWA (Lannea coromandelica)
DENGAN METODE DPPH (2,2-DIFENIL-1-PIKRILHIDRAZIL)

SKRIPSI

APRILIA INTAN CAHYANI


NIM. 1112102000068

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017

i
ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK


KULIT BATANG KAYU JAWA (Lannea coromandelica)
DENGAN METODE DPPH (2,2-DIFENIL-1-PIKRILHIDRAZIL)

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

APRILIA INTAN CAHYANI


NIM. 1112102000068

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
2017

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


iii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


iv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


v

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


vi

ABSTRAK

Nama : Aprilia Intan Cahyani

NIM : 1112102000068

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Kulit Batang Kayu
Jawa (Lannea coromandelica) dengan Metode DPPH (2,2-
Difenil-1-Pikrilhidrazil)

Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antioksidan ekstrak kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica) dengan metode DPPH. Ekstrak kulit batang kayu jawa
diekstraksi secara maserasi langsung dengan etanol 70% sehingga diperoleh ekstrak
etanol (E1) kulit batang kayu jawa dan dilanjutkan dengan pemisahan secara partisi
sehingga diperoleh ekstrak fraksi n-heksan (NH), fraksi etil asetat (EA), dan fraksi
etanol (E2). Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak kulit batang kayu jawa dilakukan
dengan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) dengan vitamin C dan rutin sebagai
kontrol positif. Hasil uji aktivitas antioksidan yang dilakukan menunjukkan nilai AAI
(Antioxidant Activity Index) ekstrak etanol total (E1), fraksi n-heksan (NH), fraksi etil
asetat (EA), fraksi etanol (E2), vitamin C dan rutin berturut-turut 7.633 (sangat kuat),
4.097 (sangat kuat), 4.914 (sangat kuat), 6.183 (sangat kuat), 11.061 (sangat kuat) dan
6.585 (sangat kuat).

Kata kunci : AAI, antioksidan, DPPH, Lannea coromandelica

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


vii

ABSTRACT

Name : Aprilia Intan Cahyani


Departement : Pharmacy
Title : Antioxidant Activity Test of Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) bark Extract Using the DPPH (2,2-Diphenyl-
1-Picrylhidrazil) Method

This study aimed to find out antioxidant activity bark extract of kayu jawa (Lannea
coromandelica). Bark extract of kayu jawa (Lannea coromandelica) extracted by
maceration with ethanol 70% to obtain the total leave extract (E1) of kayu jawa and
continued with the separation partition thus obtained n-hexane fraction extract (NH),
ethyl acetat fraction (EA) and the ethanol fraction (E2). Antioxcidant activity test was
tested by DPPH (2,2-Diphenyl-1-Picrylhidrazil) method with vitamin c and rutin as a
positive control. The result of antioxcidant activity showed that AAI (Antioxidant
Activity Index) value of total ethanol extract (E1), n-hexane fraction (NH), ethyl acetat
fraction (EA), ethanol fraction (E2), vitamin C and rutin were 7.633 (very strong),
4.097 (very strong), 4.914 (very strong), 6.183 (very strong), 11.06 (very strong) dan
6.585 (very strong).

Keywords : AAI, antioxidant activity, DPPH, Lannea coromandelica

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Kulit Batang Kayu Jawa
dengan Metode DPPH (2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil”. Shalawat serta salam semoga
senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulis skripsi ini dilakukan
sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian sampai penyusunan skripsi ini tidak
akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak.
Maka, mengucapkan terima kasih banyak kepada :
1. Ibu Eka Putri, M.Si., Apt dan Puteri Amelia, M.Farm., Apt., selaku
pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, ilmu, masukan,
dukungan, dan semangat kepada penulis.
2. Dr. Arif Sumantri, M.KM selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Supandi, M.Si., Apt selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing dan menerima keluh kesah selama perkuliahan berjalan.
5. Kedua orang tua tercinta, Bapak Ir. Puji Wiranto M.T., dan Ibu Anik Prabandari
yang senantiasa memberikan kasih sayang dan dukungan baik moril maupun
materil, serta doa yang selalu menyertai setiap langkah penulis.
6. Kakak laki-laki Ardy Wiranto Putro yang selalu memberikan dukungan dan doa
7. Seluruh keluarga besar Sutomo dan Setyo yang tidak bisa disebutkan satu
persatu atas dukungannya kepada penulis.
8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


ix

9. Teman-teman seperjuangan di laboratorium Galih Audha Rahman, Dwi Putri,


Tharlis Dian Syah, Irham Pratama Putra, Gunawan Listyo, Adia Algazia,
Muhammad Beny yang telah memberikan motivasi selama penelitian.
10. Sahabat Cera Alba (Dian, Endang, Moethia, Zakiyah, Azmi, Icha, Laila, Risha,
Icak, Nunud, Afina dan Putri) yang telah menjadi sahabat sejak awal
perkuliahan hingga membantu dalam selesainya penelitian ini.
11. Sahabat GGS (Sandi, Priskilla, Wahyu, Riri, Ilham, Anggita, Raditya, Rafi)
yang telah memberikan motivasi dari jauh hingga penelitian selesai.
12. Sahabat ISMAFARSI periode 2014-2016 atas persaudaraan dan kebersamaan
yang telah memberikan motivasi dari jauh hingga penelitian ini selesai.
13. Teman-teman Cabe Farmasi 2012 AC atas persaudaraan dan kebersamaan yang
telah banyak membantu dan memotivasi penulis baik selama pengerjaan skripsi
ini maupun selama di bangku perkuliahan.
14. Seluruh pengurus DEMA Fakultas periode 2014-2015 yang tidak bisa
disebutkan satu persatu atas pengalaman dan kerjasama selama masih dalam
kepengurusan yang berperan penting dalam penyusunan skripsi ini.
15. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian naskah
skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua bantuan
dan dukungan yang diberikan. Saran serta kritik yang membangun sangat diharapkan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Aamiin Ya Rabbal’alamiin.

Jakarta, Maret 2017

Penulis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


x

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS


AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah


Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Aprilia Intan Cahyani


NIM : 1112102000068
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya,


dengan judul :

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea


coromandelica) dengan Metode DPPH (2,2-Difenil-Pikrilhidrazil)

Untuk dipublikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library
Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakara untuk
kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 3 Maret 2017
Yang menyatakan,

Aprilia Intan Cahyani

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


xi

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. v
ABSTRAK ................................................................................................................ vi
ABSTRACT .............................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ..............................................................................................viii
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI ........................................................... x
DAFTAR ISI ............................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................xiv
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 4
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5


2.1. Tanaman Kayu Jawa ........................................................................................ 5
2.1.1. Taksonomi Kayu Jawa ........................................................................... 5
2.1.2. Morfologi Kayu Jawa ............................................................................. 6
2.1.3. Kandungan Senyawa Kayu Jawa ........................................................... 6
2.1.4. Khasiat Tanaman Kayu Jawa … .........................................................… 6
2.2. Ekstrak dan Ekstraksi ...................................................................................... 7
2.2.1.Pengertian Ekstrak …………………………………………. ................. 7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


xii

2.2.2. Proses Pembuatan Ekstrak ……………………………… ................… 7


2.2.3. Pengertian Ekstraksi …………………………………… ........................ 8
2.2.4. Metode Ekstraksi …………………………………………. ................. 9
2.2.5. Standarisasi Ekstrak ………………………………………. ................ 11
2.2.5.1. Parameter Spesifik Ekstrak (DepKes RI, 2000)…..... ...................... 11
2.2.5.2. Parameter Non Spesifik Ekstrak (DepKes RI, 2000)…. ................... 11
2.3. Antioksidan…….. .............................................................................................. 14
2.3.1.Sumber-sumber Antioksidan ................................................................... 15
2.3.1.1. Antioksidan Alami ……………………………………. .................. 15
2.3.1.2. Antioksidan Sintetik ......................................................................... 17
2.3.2. Metode Uji Antioksidan ...................................................................... 18
2.3.3. Mekanisme Kerja Antioksidan dengan Metode DPPH ….. ................. 20
2.4. Spektrofotometer UV-VIS ............................................................................... 22
2.5. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ..................................................................... 24

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 27


3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................... 27
3.2. Alat ……….. ................................................................................................ 27
3.3. Bahan ………. ................................................................................................. 27
3.4. Prosedur Kerja ………………………………………………………………... 28
3.4.1. Penyiapan Sampel ........................................................................................... 28
3.4.2. Pembuatan Ekstrak Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) ... 28
3.4.3. Pemisahan secara Partisi Ekstrak Etanol 70% Kulit Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) ........................................................................... 29
3.4.4. Penapisan Fitokimia .................................................................................. 31
3.4.5. Parameter Karakterisasi Ekstrak ............................................................... 31
3.4.6. Uji Aktivitas Antioksidan secara Kualitatif Menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) .............................................................. 32
3.4.7. Uji Aktivitas Antioksidan secara Kuantitaif dengan
Spektrofotometer UV-VIS ........................................................................ 32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


xiii

3.4.7.1. Pembuatan Larutan DPPH 0,1 mM ................................................ 32


3.4.7.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH ........................ 32
3.4.7.3. Pembuatan Larutan Blanko ............................................................. 33
3.4.7.4. Pembuatan Larutan Pembanding .................................................... 33
3.4.7.5. Pembuatan Larutan Ekstrak Tanaman Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) .................................. 33
3.4.7.6. Penentuan Persen Inhibisi ............................................................... 34
3.4.7.7. Penentuan Nilai IC50(Inhibitory Concentration) ….. .................... 34
3.4.7.8 Penentuan Nilai AAI (Antioxidant Acitivity Index) ……………….34

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 36


4.1 Determinasi Tanaman ....................................................................................... 36
4.2 Penyiapan Sampel ............................................................................................. 36
4.3 Ekstraksi ……. .................................................................................................. 37
4.4 Penapisan Fitokomia Ekstrak Etanol Total (E1) Kulit Batang Kayu Jawa ....... 38
4.5 Pemisahan secara Partisi Ekstrak Etanol Total (E1) Kulit Batang Kayu
Jawa………………. .......................................................................................... 41
4.6 Uji Aktivitas Antioksidan secara Kualitatitf ..................................................... 42
4.7 Hasil Pengujian Parameter Karakteristik Ekstrak ............................................. 43
4.8 Uji Aktivitas Antioksidan secara Kuantitatif .................................................... 44

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN..………………………………………… 50


5.1 Kesimpulan …………………………………………………………………. 50
5.2 Saran …………………………………………………………………………. 50
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 51
LAMPIRAN .............................................................................................................. 58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Tanaman Lannea coromandelica.......................................................... 5
Gambar 2.2 Struktur Kimia Senyawa DPPH Radikal dan non Radikal ................... 20
Gambar 2.3 Reduksi DPPH dari senyawa peredam radikal bebas ........................... 21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


xv

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 4.1 Hasil Ekstraksi Kulit Batang Kayu Jawa .............................................. 38
Tabel 4.2 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Total (E1) Kulit Batang
Kayu Jawa ............................................................................................. 38
Tabel 4.3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Fraksi n-heksan (NH) Kulit Batang
Kayu Jawa ............................................................................................. 39
Tabel 4.4 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etil asetat (EA) Kulit Batang
Kayu Jawa ............................................................................................. 39
Tabel 4.5 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Fraksi Etanol (E2) Kulit Batang
Kayu Jawa ............................................................................................. 40
Tabel 4.6 Hasil Partisi Ekstrak Etanol Total (E1) Kulit Batang Kayu Jawa ........ 41
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Identitas Ekstrak, Organoleptik, Kadar Air dan Abu . 42
Tabel 4.8 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Total (E1) Kulit
Batang Kayu Jawa ................................................................................ 46
Tabel 4.9 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fraksi n-heksan (NH)
Kulit Batang Kayu Jawa ....................................................................... 46
Tabel 4.10 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etil Asetat (EA) Kulit
Batang Kayu Jawa ................................................................................ 46
Tabel 4.11 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fraksi Etanol (E2) Kulit
Batang Kayu Jawa ................................................................................ 47
Tabel 4.12 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C .......................................... 47
Tabel 4.13 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Rutin .................................................. 47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Alur Kerja Penelitian........................................................................ 58
Lampiran 2. Hasil Determinasi Kulit Batang Kayu Jawa..................................... 59
Lampiran 3. Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Total (E1) Kulit Batang
Kayu Jawa ........................................................................................ 60
Lampiran 4. Perhitungan Rendemen Ekstrak Kulit Batang Kayu Jawa ............... 68
Lampiran 5. Sertifikat DPPH................................................................................ 69
Lampiran 6. Perhitungan Kadar Abu Total Ekstrak ............................................. 70
Lampiran 7. Perhitungan Kadar Air Ekstrak ........................................................ 70
Lampiran 8. Uji Kualitatif Antioksidan Ekstrak Fraksi n-heksan, Fraksi Etil
Asetat, Fraksi Etanol dan Rutin ....................................................... 71
Lampiran 9. Panjang Gelombang DPPH .............................................................. 72
Lampiran 10. Data Absorbansi Ekstrak Etanol (E1) Kulit Batang Kayu Jawa ...... 73
Lampiran 11. Data Absorbansi Fraksi n--heksan (NH) Kulit Batang
Kayu Jawa ........................................................................................ 74
Lampiran 12. Data Absorbansi Fraksi Etil Asetat (EA) Kulit Batang
Kayu Jawa ........................................................................................ 75
Lampiran 13. Data Absorbansi Fraksi Etanol (E2) Kulit Batang Kayu Jawa ........ 76
Lampiran 14. Data Absorbansi Pembanding Vitamin C ........................................ 77
Lampiran 15. Data Absorbansi Pembanding Rutin ................................................ 78
Lampiran 16. Perhitungan dalam Uji Antioksidan ................................................. 79
Lampiran 17. Perhitungan Persen Inhibisi.............................................................. 87
Lampiran 18. Perhitungan IC50 ............................................................................... 93
Lampiran 19. Perhitungan Nilai AAI ..................................................................... 95
Lampiran 20. Data Absorbansi Uji Aktivitas Antioksidan.................................. 96
Lampiran 21. Kurva Hubungan Konsentrasi dan Persen Inhibisi …………….....100

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia kaya akan berbagai keanekaragaman hayati yang berpotensi untuk


dikembangkan sebagai obat atau bahan baku obat. Di dunia terdapat 119 senyawa aktif
yang digunakan sebagai bahan obat tradisional dimana 77 % dari 90 spesies tumbuhan
ditemukan sebagai hasil penelitian tumbuhan yang didasarkan pemakaiannya secara
tradisional (ethnomedical) (Fajriah, et al.,2007).
Saat ini bahan alam terutama tumbuhan obat telah digunakan oleh berbagai
lapisan masyarakat dunia baik di negara berkembang maupun negara maju sebagai obat
tradisional. Sekitar 80% penduduk negara berkembang masih mengandalkan
pengobatan tradisional dan 85% pengobatan tradisional dalam praktiknya
menggunakan tumbuh-tumbuhan (Gana, 2008).
Indonesia memiliki berbagai jenis tumbuhan obat, lebih dari 20.000 jenis
tumbuhan obat tersebar di seluruh negara ini. Sekitar 1.000 jenis tanaman telah terdata
dan baru sekitar 300 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan secara
tradisional. Penggunaan tanaman sebagai bahan obat tradisional memerlukan
penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiatnya dan digunakan sebagai sumber senyawa
penuntun untuk sintesis senyawa obat baru (Akbar, 2010).
Adanya kesadaran masyarakat terhadap mutu dan nilai kesehatan telah
menyebabkan kembali bergulirnya trend yang disebut dengan gerakan kembali ke alam
atau back to nature. Hal tersebut dapat dilihat dengan jelas dari semakin banyaknya
penelitian mengenai obat tradisional, banyaknya produk obat-obat tradisional yang
beredar di masyarakat, dan beberapa rumah sakit yang mengembangkan sistem
pengobatan yang terpadu antara pengobatan barat dengan pengobatan timur (salah
satunya adalah pengobatan tradisional) (Shadia, et al., 2007).
Penggunaan obat dari bahan alam sudah menjadi bagian dari budaya etnis Bugis
yang telah digunakan secara turun-temurun. Tumbuhan banyak digunakan sebagai obat

1
2

baik dalam bentuk sediaan tunggal maupun ramuan untuk berbagai macam penyakit
(Asni & Dewi, 2010). Salah satu tanaman yang digunakan untuk pengobatan
tradisional yaitu kayu jawa (Lannea coromandelica). Kayu jawa atau dalam
masyarakat Bugis dikenal dengan sebutan aju jawa adalah salah satu tanaman obat
tradisional yang masih sering digunakan oleh masyarakat Bugis sampai sekarang ini
karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh untuk mengobati luka dalam maupun
luka luar. Selain itu, masyarakat sering menggunakan tanaman ini untuk mengobati
bintitan. Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan
penggunaannya, misalnya untuk pengobatan muntah darah masyarakat meminum
rebusan kulit batang tanaman ini. Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka,
masyarakat biasanya langsung menggunakan kulit batang ini dengan menempelkannya
ke bagian luka (Rahayu, 2006).
Berdasarkan studi fitokimia, kulit batang tanaman kayu jawa telah dilaporkan
mengandung senyawa golongan karbohidrat, steroid, glikosida jantung, terpenoid,
tanin, dan flavonoid (Manik. et al,.2013). Ektsrak metanol kulit batang kayu jawa
memiliki aktivitas antidiare yang disebabkan mikroorganisme patogen (Rajib, et
al,.2013). Avinash (2011) juga melaporkan bahwa kulit batang kayu jawa digunakan
untuk pengobatan ulcer, pengobatan luka, hipotensi, dan antimikroba di India. Selain
itu, fraksi n-heksana, diklorometana, dan etil asetat kulit batang dan daun tumbuhan
kayu jawa memiliki aktivitas antioksidan, antimikroba, dan trombolitik (Manik. et
al,.2013). Kayu jawa yang berasal dari Sulawesi telah dilaporkan memiliki aktivitas
antioksidan dan uji toksisitas yang telah dibuktikan pada penelitian sebelumnya terkait
uji aktivitas antioksidan dan uji toksisitas ekstrak etanol 70% yang membuktikan
bahwa tanaman kayu jawa positif memiliki kandungan senyawa antioksidan dan
antitoksik. (Erwin, 2014).
Banyak proses fisiologis dan biokimia dalam tubuh manusia dapat
menghasilkan radikal bebas dan senyawa oksigen reaktif lainnya. Radikal bebas
tersebut dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada biomolekul (misalnya lipid,
protein, DNA) dan akhirnya menimbulkan berbagai penyakit, seperti kanker,
aterosklerosis, diabetes, dan berbagai penyakit degeneratif lainnya pada manusia

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

(Ivanišová, et al., 2013). Selain dari dalam tubuh, sumber radikal bebas dapat berasal
dari luar tubuh meliputi asap rokok, polusi, radiasi, sinar ultraviolet, obat-obatan,
pestisida, dan ozon (Langseth, 1995). Salah satu senyawa yang dapat menghambat
terjadinya kerusakan oksidatif tersebut adalah antioksidan.
Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghambat laju oksidasi molekul
lain atau menetralisir radikal bebas (Fajriah dkk, 2007). Tubuh kita memerlukan suatu
antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas
mengingat begitu banyaknya radikal bebas yang berasal dari luar tubuh yaitu berupa
makanan yang banyak mengandung bahan pengawet, pewarna, asam lemak tidak
jenuh, pestisida, polusi, debu dan radikal ultraviolet. Emisi kendaraan bermotor dan
industri, asap rokok serta pelepasan senyawa kimia ke alam merupakan penyumbang
radikal bebas yang cukup besar (Zuhra, et al., 2008; Parwata, et al., 2010). Sedangkan
tubuh tidak mempunyai sistem pertahanan antioksidan eksogen (Sunarni,et al., 2007).
Tanaman kayu jawa mengandung berbagai molekul penghambat radikal bebas,
seperti senyawa fenolik (asam fenolik, flavonoid, kuinon, kumarin, lignan, stilbenes,
tanin), senyawa nitrogen (alkaloid, amina, betalain), vitamin, terpenoid (termasuk
karotenoid), dan beberapa metabolit endogen lainnya yang kaya akan aktivitas
antioksidan (Ivanišová, et al., 2013). Senyawa metabolit ini umumnya bersifat polar
sehingga dalam penelitian ini digunakan pelarut polar yaitu etanol 70%. Pelarut polar
ini diharapkan dapat menyari lebih banyak senyawa yang berpotensi sebagai
antioksidan tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode ekstraksi maserasi karena dengan
perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat
perbedaan tekanan antara didalam dan diluar sel sehingga metabolit sekunder yang ada
didalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan
sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Kemudian dilakukan
proses partisi untuk memisahkan senyawa yang dapat terikat menurut tingkat
kepolarannya sehingga dapat terpisahkan dan dapat mempermudah untuk melakukan
identifikasi senyawa yang terdapat dalam ekstrak tumbuhan kayu jawa.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


4

Metode uji dalam penelitian ini adalah uji antioksidan yaitu metode
menggunakan peredaman radikal bebas 1,1-dipenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Metode
ini digunakan karena memerlukan sampel sedikit, sederhana, cepat, mudah dan peka
untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan dari senyawa bahan alam (Akbar,et al.,
2005).
Penggunaan empiris secara luas untuk pengobatan dalam masyarakat Bugis
menggunakan kulit batang tanaman kayu jawa serta belum adanya publikasi ilmiah
tentang uji aktivitas antioksidan dari ekstrak kulit batang kayu jawa untuk tanaman ini
di Indonesia, yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian tentang uji aktivitas
antioksidan fraksi etanol, fraksi etil asetat dan fraksi n-Heksan dari kulit batang kayu
jawa dengan metode DPPH perlu dilakukan serta dipublikasikan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah ekstrak fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, dan fraksi etanol kulit batang
kayu jawa memiliki aktivitas antioksidan?
2. Berapakah nilai inhibitory concentration (IC50) dan nilai antioxidant activity
index (AAI) dari masing-masing ekstrak herba kulit batang kayu jawa?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan aktivitas antioksidan
ekstrak kulit batang kayu jawa terhadap fraksi n-heksan, etil asetat, dan etanol dengan
metode DPPH. Penelitian ini bersifat eksperimen yang diharapkan kulit batang kayu
jawa memiliki aktivitas yang sama dengan vitamin C yaitu sebagai antioksidan.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai aktivitas antioksidan yang
terkandung didalam ekstrak kulit batang kayu jawa sebagai antioksidan.
2. Memberi manfaat pada aplikatif yaitu dapat dijadikan sebagai landasan ilmiah
penggunaan kulit batang kayu jawa sebagai obat dalam upaya peningkatan
kesehatan dan pemanfaatannya di bidang industri farmasi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica)


2.1.1 Taksonomi Tanaman Kayu Jawa
Secara taksonomi, tanaman kayu jawa digolongkan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Phylum : Mannoliophyta
Class : Magnoliatae
Order : Sapindales
Family : Anacardiaceae
Genus : Lannea
Species : Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.
(sumber: http://indiabiodiversity.org/species/show/230190)

Gambar 2.1 Tanaman Lannea coromandelica


(Erwin Prawirodiharjo, 2014)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


6

2.1.2 Morfologi Tanaman Kayu Jawa


Kayu jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-20 m). Akar pada kayu jawa berbentuk akar
tunggang. Pada permukaan batangnya berwarna abu-abu sampai coklat tua, kasar, ada
pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur. Batang bagian dalam berserat berwarna
merah atau merah muda gelap, dan memiliki eksudat yang bergetah (Sasidharan, 2004).
Bentuk daun pada kayu jawa berbetuk lanset, bagian atas berwarna hijau tua dan bagian
bawah berwarna hijau muda. Susunan daun majemuk menyirip ganjil dengan jumlah
anak daun 5-13 helai. Bunga berkelamin tunggal berwarna hijau kekuningan. Buah
berbiji dengan panjang 12 mm, bulat telur, kemerahan, dan agak keras, tetapi bunga
dan buah jarang ditemukan. (Asni & Dewi, 2010). Kayu jawa memiliki sinonim Odina
wodier yang tersebar di Himalaya (Swat-Bhutan), Assam, Burma, Indo-China, Ceylon,
Pulau Andaman, China, dan Malaysia (Avinash, 2004).

2.1.3 Kandungan Senyawa Tanaman Kayu Jawa


Kulit batang kayu jawa mengandung β-sitosterol, physcion, dan physcion
anthranol B (Wahid, 2009). Tofazzal Islam, et al., (2009) telah mengisolasi
dihydroflavonols, (2R,3S)-(+)-3′,5-dihydroxy-4′,7-dimethoxydihydroflavonol dan
(2R,3R)-(+)-4′,5,7-trimethoxy dihydroflavonol dari kulit batang Lannea
coromandelica. (Md. Tofazzal Islam, et al., 2009).

2.1.4 Khasiat Tanaman Kayu Jawa


Tanaman kayu jawa merupakan tanaman pekarangan yang dapat dimanfaatkan
daun dan kulit batangnya dengan cara ditumbuk atau direbus untuk mengobati luka
luar, luka dalam, dan perawatan setelah persalinan (Rahayu, et al., 2006). Kulit batang
dapat digunakan sebagai astringen, mengobati sakit perut, lepra, ulcer, disentri, dan
sariawan. Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos,
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi. Kulit batang kayu jawa dapat menyembuhkan glossitis dengan cara

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


7

dikunyah selama 2-3 hari. Perebusan daun juga dianjurkan untuk antiedem dan nyeri
lokal (Wahid, 2009).

2.2 Ekstrak dan Ekstraksi


2.2.1 Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
(Depkes RI, 2000).

2.2.2 Proses Pembuatan Ekstrak


a. Pembuatan serbuk simplisia
Proses awal pembuatan ekstrak yaitu tahapan pembuatan serbuk simplisia
kering. Dari simplisia kering dibuat serbuk simplisia dengan peralatan tertentu sampai
derajat kehalusan tertentu. Semakin halus serbuk simplisia, maka proses ekstraksi
semakin efisien dan efektif, akan tetapi semakin rumit tahapan filtrasi (Depkes, 2000).
b. Cairan pelarut
Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang optimal
untuk senyawa kandungan aktif sehingga senyawa tersebut dapat terpisahkan dari
bahan dan dari senyawa kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian
besar senyawa kandungan yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan
pelarut dipilih yang melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung.
Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan penyari adalah selektivitas,
kemudahan bekerja, ekonomis, ramah lingkungan dan keamanan (Depkes,2000).
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan. Faktor-
faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang akan
diekstraksi, laju ekstraksi, keragaman senyawa yang akan diekstraksi, kemudahan
dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya, toksisitas pelarut, dan potensial
bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari. et al., 2011).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8

c. Separasi dan pemurnian


Tujuan dari separasi dan pemurnian adalah menghilangkan atau memisahkan
senyawa yang tidak dikehendaki mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa kandungan
yang dikehendaki, sehingga ekstrak yang diperoleh yang lebih murni. (Depkes,2000).
d. Pemekatan
Pemekatan berarti peningkatan jumlah partial solute (senyawa terlaut) serta
penguapan pelarut sampai menjadi kering, ekstrak hanya menjadi kental
(Depkes,2000).
e. Pengeringan ekstrak
Pengeringan berarti menghilangkan pelarut dari ekstrak sehingga menghasilkan
serbuk, masa kering-rapuh tergantung proses dan peralatan yang digunakan. Ada
berbagai proses pengeringan ekstrak, yaitu pengeringan dengan cara evaporasi,
sublimasi, konveksi, kontak, radiasi dan dielektrik (Depkes,2000).
f. Rendemen
Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia
awal (Depkes,2000).

2.2.3 Pengertian Ekstraksi


Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur yang
telah ditetapkan. Selama proses ekstraksi, pelarut akan berdifusi sampai ke material
padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang sesuai
dengan pelarutnya (Tiwari, et al., 2011).
Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes RI,
2000). Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan
senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain.
Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam
golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Senyawa aktif yang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


9

terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi
yang tepat. (DepKes RI, 2000).

2.2.4 Metode Ekstraksi


Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa metode yang dilakukan untuk
mendapatkan ekstrak yang diinginkan. Metode ekstraksi dibagi menjadi dua cara yaitu
cara dingin dan cara panas (Ditjen POM, 2000).

2.2.4.1 Ekstraksi Cara Dingin


Ekstraksi cara dingin dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Maserasi
Maserasi adalah suatu proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar
(Ditjen POM, 2000). Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi yaitu pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana, sedangkan kerugiannya yaitu cara pengerjaannya
lama, membutuhkan pelarut yang cukup banyak dan penyarian kurang sempurna.
Dalam maserasi ekstrak cair, serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak
dengan pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk waktu tertentu dengan
pengadukan yang sering, sampai zat tertentu dapat terlarut. Metode ini cocok
digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari, et al., 2011).
2. Perkolasi
Perkolasi merupakan suatu proses ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru
sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar.
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap perendaman, tahap
perkolasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak) secara terus
menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat). Untuk menentukan akhir dari perkolasi
dapat dilakukan pemeriksaan zat secara kualitatif pada perkolat akhir. Untuk ekstrak
cair dan mengekstrak bahan aktif dalam tincture dapat digunakan metode perkolasi
(Tiwari. et al., 2011).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


10

2.2.4.2 Ekstraksi Cara Panas


Ekstraksi cara panas dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Refluks
Refluks merupakan suatu ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada
temperatur titik didihnya, dalam waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).
2. Sokletasi
Sokletasi merupakan suatu ekstraksi dengan mengunakan pelarut yang selalu
baru, dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000)
3. Infusa
Infusa merupakan suatu ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC
selama 15 menit dimana bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,
temperatur yang digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen
POM, 2000).
4. Digesti
Digesti merupakan suatu proses maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi
dari temperatur suhu kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC
(Ditjen POM, 2000). Digesti merupakan maserasi dengan pengadukan kontinyu pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya 25oC-30oC). Digesti
merupakan jenis ekstraksi maserasi dimana suhu sedang digunakan selama proses
ekstraksi (Tiwari. et al., 2011).
5. Dekok
Dekok merupakan proses infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur
sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000). Dekok merupakan ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit. Metode ini digunakan untuk ekstraksi
konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap panas (Tiwari. et
al., 2011).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


11

2.2.5 Standarisasi Ekstrak


Uji standarisasi ekstrak dilakukan untuk menjamin keseragaman senyawa aktif,
keamanan maupun kegunaan simplisia harus memenuhi persyaratan minimal untuk
standardisasi ekstrak (Depkes,1985). Standarisasi ekstrak terdiri dari parameter standar
spesifik dan parameter standar non spesifik. Parameter nonspesifik lebih terkait
terhadap faktor lingkungan dalam pembuatan simplisia sedangkan parameter spesifik
terkait langsung terhadap senyawa yang ada di dalam tanaman (Depkes RI, 2000).

2.2.5.1 Parameter Spesifik Ekstrak


Penentuan suatu parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia kualitatif
dan aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab langsung terhadap
aktivitas farmakologis tertentu. Parameter spesifik ekstrak meliputi :
a. Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak, nama latin
tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas. Tujuannya untuk
memberikan identitas obyektif dan spesifik dari senyawa identitas.
b. Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak menggunakan panca indera yang
mendeskripsikan bentuk (padat, serbuk, kental dan cair), warna, bau (aromatik, tidak
bau), dan rasa.
c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu.
Melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol/air) untuk ditentukan jumlah
larutan yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. Dalam hal
tertentu dapat diukur senyawa yang terlarut dalam pelarut lain misalnya heksana,
diklorometan, dan metanol. Tujuannya untuk memberikan gambaran awal jumlah
senyawa kandungan.

2.2.5.2 Parameter Non Spesifik Ekstrak


Penentuan parameter non spesifik ekstrak yaitu penentuan aspek kimia,
mikrobiologi dan fisika yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


12

ekstrak (Saidufin, Rahayu & Teruna, 2011). Parameter non spesifik ekstrak menurut
buku “Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat” (Depkes RI, 2000),
meliputi:
a. Kadar Abu
Parameter kadar abu merupakan suatu bahan yang dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap, sehingga tinggal
unsur mineral dan anorganik. Tujuannya untuk memberikan gambaran kandungan
mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya
ekstrak.
b. Kadar air
Parameter kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan
daya tahan suatu produk, dengan aktivitas mikoorganisme selama penyimpanan dan
berpengaruh terhadap masa simpan. Produk dengan kadar air rendah relatif lebih stabil
dalam penyimpanan jangka panjang daripada produk yang memiliki kadar air tinggi
dan rentan terhadap aktivitas mikroba (Pardede, et al., 2013). Kadar air ditentukan
dengan pengukuran kandungan air yang berada didalam produk.
c. Sisa pelarut
Parameter sisa pelarut merupakan suatu penentuan kandungan sisa pelarut
tertentu yang mungkin terdapat dalam ekstrak. Tujuannya memberikan jaminan bahwa
selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang memang seharusnya tidak boleh
ada. Pengujian sisa pelarut berguna dalam penyimpanan ekstrak dan kelayakan ekstrak
untuk formulasi.
d. Cemaran mikroba
Parameter cemaran mikroba merupakan suatu penentuan adanya mikroba yang
patogen secara analisis mikrobiologis. Tujuannya memberikan jaminan bahwa ekstrak
tidak boleh mengandung mikroba patogen dan tidak mengandung mikroba non patogen
melebihi batas yang telah ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan
berbahaya bagi kesehatan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


13

e. Cemaran aflaktoksin
Aflaktoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur.
Cemaran aflaktoksin sangat berbahaya karena dapat menyebabkan toksigenik
(menimbulkan keracunan), mutagenik (mutasi gen), teratogenik (penghambatan pada
pertumbuhan janin) dan karsinogenik (menimbulkan kanker pada jaringan). Jika pada
media pertumbuhan menghasilkan koloni berwarna hijau kekuningan cerah
menandakan bahwa ekstrak terserbut positif tercemar aflaktoksin.
f. Bobot jenis
Parameter bobot jenis adalah massa per volume yang diukur pada suhu kamar
tertentu (250C) yang menggunakan alat khusus piknometer atau alat lainnya.
Tujuannya adalah memberikan batasan tentang besarnya massa per volume yang
merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai ekstrak pekat (kental) yang masih
dapat dituang, bobot jenis juga terkait dengan kemurnian dari ekstrak dan kontaminasi.
g. Cemaran logam berat
Parameter cemaran logam berat merupakan penentuan kandungan logam berat
dalam suatu ekstrak, sehingga dapat memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak
mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cd, dll) dan tidak melebihi batas yang telah
ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan.

Faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak, antara lain (Depkes RI, 2000) :
1. Faktor biologi
a. Identifikasi jenis (spesies). Jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati
dapat dikonfirmasi genetik sebagai faktor internal untuk validasi jenis
(spesies).
b. Umur tumbuhan dan bagian yang digunakan
c. Periode pemanenan hasil tumbuhan. Faktor ini menentukan kapan senyawa
kandungan mencapai kadar optimal dari proses biosintesisnya.
d. Penyimpanan tumbuhan. Merupakan faktor eksternal yang dapat diatur
karena dapat berpengaruh pada stabilitas bahan serta adanya kontaminasi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


14

e. Lokasi tumbuhan asal. Lokasi termasuk faktor eksternal yaitu lingkungan


(tanah dan atmosfer) dimana tumbuhan berinteraksi berupa energi (cuaca,
temperatur, cahaya) dan materi (air, senyawa organik dan anorganik).
2. Faktor kimia
a. Faktor eksternal, yaitu metode eksternal, perbandingan ukuran alat
ekstraksi, kekerasan dan kekeringan bahan, pelarut yang digunakan,
kandungan logam berat dan pestisida.
b. Faktor internal, yaitu jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi kualitatif
senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif.

2.3 Antioksidan
Dalam pengertian kimia, antioksidan merupakan senyawa-senyawa pemberi
elektron, sedangkan dalam pengertian biologis antioksidan merupakan molekul atau
senyawa yang dapat meredam aktivitas radikal bebas dengan mencegah oksidasi sel
(Syahrizal, 2008). Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dibedakan menjadi 3
kelompok, yaitu :
a. Antioksidan primer
Antioksidan primer merupakan antioksidan yang bekerja dengan cara
mencegah terbentuknya radikal bebas baru dan mengubah radikal bebas menjadi
molekul yang tidak merugikan. Contohnya adalah butil hidroksi toluen (BHT), tersier
butyl hidro Quinon (TBHQ), propil galat, tokoferol alami maupun sintetik dan alkil
galat.
b. Antioksidan sekunder
Antioksidan sekunder merupakan suatu senyawa yang dapat mencegah kerja
prooksidan yaitu faktor-faktor yang mempercepat terjadinya reaksi oksidasi logam-
logam seperti : Fe, Pb, Cu, dan Mn. Antioksidan sekunder berfungsi menangkap radikal
bebas dan mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang
lebih besar. Contohnya vitamin E, vitamin C, dan betakaroten yang dapat diperoleh
dari buah-buahan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


15

c. Antioksan tersier
Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan jaringan
yang rusak karena serangan radikal bebas. Contoh antioksidan tersier yaitu jenis enzim
misalnya metionin sulfoksidan reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti sel.
Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan DNA pada penderita kanker
(Kumalaningsih, 2008).

2.3.1 Sumber-sumber Antioksidan


Berdasarkan sumber antioksidan dibagi menjadi dua kelompok yaitu
antioksidan sintetik dan antioksdian alami (Isnindar, Wahyuono, & Setyowati, 2011).

2.3.1.1 Antioksidan Alami


Antioksidan alami merupakan jenis antioksidan yang berasal dari tumbuhan
dan hewan (Purwaningsih, 2012, pp 41). Antioksidan alami umumnya memiliki gugus
hidroksi dalam struktur molekulnya. Antioksidan alami yang berasal dari tumbuhan
adalah senyawa fenolik berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin,
tokoferol, dan asam organik polifungsional (Isnindar, Wahyuono, & Setyowati, 2011).
Di seluruh bagian tumbuhan baik pada kayu, biji, daun, akar, bunga maupun serbuk
sari terdapat senyawa fenolik. Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan belakangan
ini banyak diteliti, karena flavonoid memiliki kemampuan untuk merubah atau
mereduksi radikal bebas dan juga sebagai anti radikal bebas (Zuhra, Tarigan, &
Sihotang, 2008). Senyawa kimia yang tergolong antioksidan dan dapat ditemukan
secara alami diantaranya adalah asam ellagik, proantosianidin, polifenol, karotenoid,
astaxanthin, tokoferol, dan glutation.
a. Asam ellagik
Asam ellagik memiliki sifat antimutagenik dan banyak ditemukan dalam
raspberry merah, strawberry, blueberry, delima, dan kenari.
b. Proantosianidin
Proantosianidin termasuk keluarga flavonoid dan merupakan senyawa yang
memberikan warna merah dan biru pada buah. Proantosianidin telah terbukti

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


16

bermanfaat dan memperkuat kapiler, memperbaiki penglihatan dalam gelap,


mendukung integritas dinding pembuluh darah dan mencegah pembekuan darah.
Proantosianidin dapat ditemukan pada kismis, biji anggur, kulit buah anggur, teh hitam,
teh hijau, kulit kayu manis dan kakao.
c. Polifenol
Mikronutrien ini mewakili kelompok besar antioksidan yang termasuk
flavonoid dan antosianidin, menurut sebuah penelitian di American Journal of Clinical
Nutrition, senyawa ini telah terbukti mencegah kondisi degeneratif, termasuk kanker
dan penyakit kardiovaskuler dan neurodegenerative, polifenol dapat ditemukan pada
apel, bawang, brokoli, strawberry, kakao, teh dan sayuran hijau.
d. Karotenoid
Karotenoid merupakan mikronutrien yang larut dalam lemak, dikenal dengan
sebutan beta-karoten (yang dapat dikonversi menjadi vitamin A dalam tubuh),
karotenoid dapat ditemukan pada spirulina, wortel, jeruk, melon labu, lobak dan tomat.
e. Astaxanthin
Astaxanthin tergolong beta-karoten. Menurut para ahli, astaxanthin 1000 kali
lebih kuat sebagai antioksidan daripada vitamin E. Udang, ikan salmon, dan kerang
merupakan sumber potensial astaxanthin. Tetapi kandungan astaxanthin terbanyak ada
pada sejenis mikroalga, yaitu Haematococos phivalis (Rohmatussolihat, 2009).
f. Tokoferol (Vitamin E)
Vitamin E dipercaya sebagai sumber antioksidan yang kerjanya mencegah lipid
peroksidasi dari asam lemak tak jenuh dalam membran sel dan membantu oksidasi
vitamin A serta mempertahankan kesuburan (Rohmatussolihat, 2009). Sebuah studi
dalam Journal of National Cancer Institute menemukan bahwa risiko kanker prostat
turun secara signifikan dengan tingkat tinggi tokoferol. Vitamin E dapat ditemukan
pada kacang-kacangan, minyak sayur, minyak gandum dan sayuran hijau.
g. Glutation
Glutation merupakan molekul yang sangat kecil dan merupakan antioksidan
yang paling penting karena berada didalam sel, molekul ini mampu menetralisir radikal
bebas, meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu hati mengeluarkan racun

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


17

dalam tubuh, glutation sering disebut “master antioksidan” karena berfungsi sebagai
regulator dan regenerator dari kekebalan sel dan agen detoksifikasi yang paling
berharga dalam tubuh manusia, rendahnya tingkat glutation dalam tubuh erat kaitannya
dengan disfungsi hati, penyakit jantung, penuaan dini, disfungsi kekebalan tubuh dan
kematian. Glutation dapat ditemukan pada susu kambing, alpukat, asparagus, peterseli
dan brokoli (Mikail & Anna, 2011).

2.3.1.2 Antioksidan Sintetik


Antioksidan sintetik yang diizinkan dan umum digunakan untuk makanan
yaitu butylated hydroxy anisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), dan profil
galat. Pada saat ini penggunaan antioksidan sintetik mulai dibatasi karena beberapa
antioksidan terbukti bersifat karsinogenik dan beracun terhadap hewan percobaan
(Zuhra, Tarigan & Sihotang, 2008). Telah dilaporkan bahwa penggunaan antioksidan
sintetik seperti butylated hydroxytoluen (BHT) dan butylated hydroxy anisole (BHA)
dapat memperburuk kesehatan manusia yaitu gangguan fungsi hati, paru, mukosa usus
dan keracunan. Pada dosis tertentu antioksidan sintetik dapat menimbulkan keracunan.
Menurut rekomendasi Food dan Drug Administration, dosis antioksidan sintetik yang
diizinkan dalam pangan adalah 0,01%-0,1% (Panagan, 2011).

2.3.2 Metode Uji Antioksidan


a. Metode peredaman radikal 2,2-difenil-1-pikril hidrazil (DPPH)
Packer (1999) menyatakan bahwa aktivitas antioksidan suatu senyawa dapat
diukur dari kemampuannya menangkap radikal bebas. Radikal bebas yang biasa
digunakan sebagai model dalam mengukur daya penangkapan radikal bebas yaiu
DPPH yang merupakan senyawa radikal bebas yang stabil sehingga apabila digunakan
sebagai pereaksi dalam uji penangkapan radikal bebas cukup dilarutkan. Jika disimpan
dalam keadaan kering dengan kondisi penyimpanan yang baik akan stabil selama
bertahun-tahun (Amelia, 2011).
Metode DPPH merupakan metode paling sering digunakan untuk penyaringan
aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman obat. Metode peredaman radikal bebas

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


18

DPPH didasarkan pada reduksi dari radikal bebas DPPH yang berwarna oleh
penghambat radikal bebas (Shivaprasad., 2005) Prosedur ini melibatkan pengukuran
penurunan serapan DPPH pada panjang gelombang maksimalnya, yang sebanding
terhadap konsentrasi penghambat radikal bebas yang ditambahkan ke larutan reagen
DPPH. Aktivitas tersebut dinyatakan sebagai konsentrasi efektif, IC50 atau (inhibitory
concentration). (Amelia, 2011)
b. Metode reducing power
Shivaprasad, Mohan, Kharya, Shiradkar, & Lakshman (2005) menyatakan
bahwa metode ini berprinsip pada kenaikan serapan dari campuran reaksi. Peningkatan
pada serapan menunjukkan peningkatan pada aktivitas antioksidan. Dalam metode ini
antioksidan membentuk kompleks berwarna dengan kalium ferrisianida, asam
trikloroasetat, dan besi (III) klorida yang diukur pada panjang gelombang 700 nm.
Peningkatan pada serapan campuran reaksi menunjukkan kekuatan mereduksi dari
sampel (Amelia, 2011)
c. Metode uji kapasitas serapan radikal oksigen (ORAC)
Prosedur analisis ini mengukur kemampuan antioksidan dan makanan, vitamin,
suplemen nutrisi atau bahan kimia lainnya terhadap radikal bebas. Uji ini dilakukan
dengan menggunakan trolox (Vanalog vitamin E) sebagai standar untuk menentukkan
trolox ekuivalen (TE). Nilai ORAC kemudian dihitung dari TE dan ditunjukkan
sebagai satuan atau nilai ORAC. Semakin tinggi nilai ORAC, semakin besar kekuatan
antioksidannya (Amelia, 2011).
d. Metode tiosianat
Aktivitas antioksidan sampel dengan metode tiosianat ditunjukkan dengan
kekuatan sampel dalam menghambat peroksidasi asam linoleat. Jumlah peroksida yang
terbentuk diukur secara tidak langsung dengan pembentukkan kompleks ferri tiosianat
yang berwarna merah (Amelia, 2011)
e. Uji dien konjugasi
Shivaprasad, Mohan, Kharya, Shiradar, & Lakshman (2005) menyatakan
bahwa metode ini memungkinkan perhitungan yang dinamis terhadap dien
terkonjugasi sebagai hasil dari oksidasi awal PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acids)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


19

dengan mengukur serapan UV pada 234 nm. Prinsip dari uji ini adalah bahwa selama
oksidasi asam linoleat, ikatan rangkap diubah menjadi ikatan rangkap terkonjugasi
yang mana dikarakterisasi oleh serapan UV kuat pada 234 nm. Aktivitas diekspresikan
dengan konsentrasi penghambatan (inhibitory concentration), IC50 (Amelia, 2011)
f. Aktivitas penghambatan radikal superoksida
Shivaprasad, Mohan, Kharya, Shiradar, & Lakshman (2005) menyatakan
bahwa aktivitas penghambatan radikal superoksida secara in vitro diukur oleh reduksi
riboflavin/cahaya/nitro blue tetrazolium (NBT). Reduksi NBT adalah metode yang
paling dikenal. Metode ini didasarkan pada pembangkitkan radikal superoksida oleh
antioksidasi dari riboflavin dengan adanya cahaya. Radikal superoksida mereduksi
NBT menjadi formazan yang berwarna biru yang dapat diukur pada 560 nm. Kapasitas
ekstrak untuk menghambat warna hingga 50% diukur dalam EC50. Radikal superoksida
dapat juga dideteksi dengan oksidasi hidroksilamin menghasilkan itrit yang kemudian
diukur dengan reaksi kolorimetri (Amelia, 2011).
g. Aktivitas penghambatan radikal hidroksil
Kapasitas penghambatan radikal hidroksil dari ekstrak dihubungkan secara
langsung terhadap aktivitas antioksidannya. Metode ini melibatkan pembangkitkan in
vitro dari radikal hidroksil menggunakan sistem Fe3+/askorbat/EDTA/H2O2
berdasarkan reaksi Fenton. Penghambatan dari radikal hidroksil dengan adanya
antioksidan diukur (Amelia, 2011).

2.3.3 Mekanisme Kerja Antioksidan dengan Metode DPPH


Metode DPPH merupakan metode uji aktivitas antioksidan yang sederhana,
mudah, cepat dan peka, serta hanya menggunakan sedikit sampel. DPPH adalah
senyawa radikal bebas stabil kelompok nitrit oksida. Senyawa ini mempunyai ciri-ciri
padatan berwarna ungu kehitaman, larut dalam pelarut etanol atau metanol 394,3
g/mol, rumus molekul C18H12N5O6 (Prakash, 2001).
Senyawa 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) merupakan radikal bebas yang
stabil pada suhu kamar, berbentuk kristal berwarna ungu dan sering digunakan untuk
mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


20

(Simanjuntak, Parwati, Lenny, Tamat, & Murwani, 2004; Desmiaty, RR, 2008)
Radikal bebas DPPH akan ditangkap oleh senyawa antioksidan oleh radikal bebas
untuk mendapatkan pasangan elektron dan mengubahnya menjadi difenil pikril
hidrazin (DPPH). Dapat mengurangi radikal bebas yang bersifat toksik karena radikal
ini mempunyai kereaktifan rendah (Simanjuntak, Parwati, Lenny, Tamat, & Murwani,
2004; Cholisoh & Utami, 2009).
DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen akan membentuk molekul
diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer
elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal bebas
dari DPPH (Simanjuntak, Parwati, Lenny, Tamat, & Murwani, 2004; Cholisoh &
Utami, 2009). Struktur molekul senyawa radikal bebas DPPH sebelum dan sesudah
berikatan dengan elektron dari senyawa lain dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

DPPH (radikal) DPPH (non radikal)


Gambar 2.2 Struktur kimia senyawa DPPH radikal dan non radikal
[Sumber : Molyneux, 2004]

Adapun reaksi peredaman DPPH dengan senyawa antiradikal bebas dapat


dilihat contoh sebagai berikut :

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


21

Gambar 2.3 Reduksi DPPH dari senyawa peredam radikal bebas


[sumber : Mailandari, 2012]

Radikal bebas DPPH yang memiliki elektron tidak berpasangan memberikan


warna ungu dan menghasilkan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 515
nm. Warna akan berubah menjadi kuning saat elektronnya berpasangan. Pengurangan
intensitas warna yang terjadi berhubungan dengan jumlah elektron DPPH yang
menangkap atom hidrogen. Sehingga pengurangan intensitas warna mengindikasikan
peningkatan kemampuan antioksidan untuk menangkap radikal bebas (Prakash, 2001).
Aktivitas antioksidan dapat dinyatakan dengan satuan persen (%) aktivitas.
Nilai ini diperoleh dengan rumus sebagai berikut (Molyneux, 2003).

absorbansi blanko − absorbansi sampel


%Inhibisi = x 100%
absorbansi blanko

Absorbansi blanko yang digunakan dalam prosedur ini yaitu absorbansi DPPH
dengan metanol pro analisa. Berdasarkan rumus tersebut, semakin tinggi tingkat
diskolorisasi (absorbansi semakin kecil) maka semakin tinggi nilai aktivitas
penangkapan radikal bebas (Molyneux, 2003).
Aktivitas antioksidan pada metode DPPH dinyatakan dengan IC50 (Inhibition
Concentration) dimana IC50 merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi
ekstrak yang mampu menghambat aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin kecil nilai
IC50 menunjukkan semakin tinggi aktivitas antioksidan. IC50 merupakan bilangan yang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


22

menunjukkan konsentrasi sampel (ppm) yang mampu menghambat proses oksidasi


sebesar 50%. Semakin besar nilai IC50 menunjukkan semakin rendah aktivitas
antioksidan. Secara spesifik suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat
jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat untuk IC50 bernilai 50-100 ppm, sedang jika
bernilai 100-150 ppm, dan lemah jika nilai IC50 bernilai 151-200 ppm (Blois, 1958).

2.4 Spektrofotometer UV-VIS


Spektrofotometer dapat digunakan untuk mengukur spektrum serapan
kandungan tumbuhan dalam larutan yang sangat encer dengan pembanding blangko
pelarut. Senyawa tanpa warna diukur pada panjang gelombang 200-400 nm, senyawa
berwarna pada panjang gelombang 400-800 nm. Prinsip kerja spektrofotometer UV-
Vis yaitu interaksi sinar ultraviolet atau tampak dengan molekul sampel. Energi cahaya
akan mengeksitasi elektron terluar molekul ke orbital lebih tinggi (Harborne, 1987).
Pada kondisi ini, elektron tidak stabil dan dapat melepas energi untuk kembali
ke tingkat dasar, dengan disertai emisi cahaya. Besarnya penyerapan cahaya sebanding
dengan molekul, sesuai dengan hukum “Lambert-Beer” :
Keterangan: (Day & Underwood, 1980)
A = serapan
A= ɛ B C
ɛ = absortivitas molar
B = tebal tempat komponen
C = konsentrasi komponen
Berdasarkan panjang gelombang sumber radiasi pada spektrofotometer UV-Vis
terbagi menjadi 2, yaitu lampu deuterium dan tungstent. Lampu deuterium
menghasilkan sinar 160-500 nm. Lampu tungstent digunakan di daerah sinar tampak
350-3500 nm. Sumber radiasi dikatakan ideal jika memancarkan sperktrum radiasi
yang kontinyu, intensitasnya tinggi dan stabil pada semua panjang gelombang.
Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul organik aromatik,
molekul yang mengandung elektron-π terkonyugasi dan atau atom yang mengandung
elektron -n, menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi
elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


23

Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit


yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Gugus fungsi
yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat dan daerah tampak disebut kromofor
dan hampir semua kromofor mempunyai ikatan tak jenuh. Pada kromofor jenis ini
transisi terjadi dari π→π*, yang menyerap pada λ max kecil dari 200 nm (tidak
terkonyugasi), misalnya pada >C=C< dan -C≡C-. Kromofor ini merupakan tipe transisi
dari sistem yang mengandung elektron π pada orbital molekulnya. Untuk senyawa yang
mempunyai sistem konjugasi, perbedaan energi antara keadaan dasar dan keadaan
tereksitasi menjadi lebih kecil sehingga penyerapan terjadi pada panjang gelombang
yang lebih besar. Gugus fungsi seperti –OH, -NH2, dan –Cl yang mempunyai elektron-
elektron valensi bukan ikatan disebut auksokrom yang tidak menyerap radiasi pada
panjang gelombang lebih besar dari 200 nm, tetapi menyerap kuat pada daerah
ultraviolet jauh. Bila auksokrom terikat pada suatu kromofor, maka pita serapan
kromofor bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang (efek batokrom) dengan
intensitas yang lebih kuat. Efek hipsokrom adalah suatu pergeseran pita serapan ke
panjang gelombang lebih pendek, yang sering kali terjadi bila muatan positif
dimasukkan ke dalam molekul dan bila pelarut berubah dari non polar ke pelarut polar
(Dachriyanus, 2004).
Secara eksperimental, sangat mudah untuk mengukur banyaknya radiasi yang
diserap oleh suatu molekul sebagai fungsi frekuensi radiasi. Suatu grafik yang
menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap dengan frekuensi (atau panjang
gelombang) sinar merupakan spektrum absorpsi. Transisi yang dibolehkan (allowed
transition) untuk suatu molekul dengan struktur kimia yang berbeda adalah tidak sama,
sehingga spektrum absorpsinya juga berbeda. Dengan demikian, spektrum dapat
digunakan sebagai bahan informasi yang bermanfaat untuk analisis kualitatif.
Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan
banyaknya molekul yang menyerap radiasi, sehingga spektrum absorpsi juga
digunakan untuk analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).
Hal–hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri UV-Vis
sebagai berikut :

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


24

1. Penentuan panjang gelombang maksimum


Panjang gelombang digunakan untuk analisis kuantitatif yaitu panjang
gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang
serapan maksimum, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi
dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.
2. Pembuatan kurva kalibrasi
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai
konsentrasi. Masing–masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur,
kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan
konsentrasi. Jika kurva kalibrasi berupa garis lurus maka hukum Lambert-Beer
terpenuhi.
3. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai
0,6. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi tersebut
kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.5 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu metode pilihan
kromatografi secara fisikokimia (Gandjar & Rohman, 2007). KLT merupakan bentuk
kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Pada KLT fase
diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang
didukung oleh lempeng kaca, pelat alumunium atau plat plastik. (Gritter, et al., 1991).
KLT dapat digunakan untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif atau
preparatif dan untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai
dalam kromatografi kolom (Gritter, et al., 1991).
Kromatografi lapis tipis (KLT) dapat digunakan untuk analitik dan preparatif.
KLT analitik digunakan untuk menganalisa senyawa-senyawa organik dalam jumlah
kecil misalnya, menentukan jumlah suatu komponen dalam campuran dan menentukan
pelarut yang tepat untuk pemisahan dengan KLT preparatif. Sedangkan KLT preparatif
digunakan untuk memisahkan campuran senyawa dari sampel dalam jumlah besar

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


25

berdasarkan fraksinya, yang selanjutnya fraksi-fraksi tersebut dikumpulkan dan


digunakan untuk analisa berikutnya (Townshend, 1995).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) memiliki banyak keuntungan, misalnya
peralatan yang diperlukan sedikit, sederhana, waktu analisis cepat, murah dan daya
pisah cukup baik (Sudjadi, 1983). Kelebihan khas KLT yaitu keserbagunaan, kecepatan
dan kepekaan (Harbone, 1987). KLT merupakan teknik yang benar-benar
menguntungkan karena tingkat sensifitas yang sangat besar dan konsekuensinya
jumlah sampel lebih sedikit (Brain & Turner, 1975).
Pada semua prosedur kromatografi, kondisi optimum untuk suatu pemisahan
merupakan hasil kecocokan antara fase diam dan fase gerak dalam KLT (Sudjadi,
1983).
Jumlah volume fase gerak harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian
lempeng yang sudah ditentukan. Setelah lempeng terelusi, dilakukan deteksi bercak.
Laju pergerakan fase gerak terhadap fase diam dihitung sebagai retardation factor (Rf).
Nilai Rf dapat diperoleh dengan membandingkan jarak yang ditempuh oleh zat terlarut
dengan jarak yang ditempuh oleh fase gerak (Gandjar & Rohman, 2007).
Fase gerak harus memiliki kemurnian yang tinggi dikarenakan KLT merupakan
teknik yang sensitif. Fase gerak yang digunakan yaitu pelarut organik yang memiliki
tingkat polaritas tersendiri, melarutkan senyawa contoh, dan tidak bereaksi dengan
penjerap (Gritter, et al., 1991). Adsorben umumnya digunakan dalam KLT meliputi
partikel silika gel ukuran 12 μm, alumina, silika gel dengan ikatan kimia, selulosa,
polimer penukar ion, mineral oksida silika gel, poliamida dan fase kiral (Gocan, 2002).
Penggunaan silika gel banyak digunakan sebagai absorben dan fase stasioner
yang dominan untuk KLT. Sebagian besar analisis KLT dilakukan dengan
menggunakan fase normal lapisan silika gel. Fase diam ini digunakan sebagai fase
polar maupun nonpolar. Sedangkan untuk fase polar, silika gel yang dibebaskan dari
air, sifatnya sedikit asam. Perlu ditambahkan gips (kalsium sulfat) pada silika gel perlu
untuk memperkuat pelapisannya. Sebagai pendukung biasanya lapisan tipis digunakan
kaca dengan ukuran 20x20cm, 10x20cm, atau 5x10 cm. Pendukung yang lain berupa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


26

lembaran alumunium atau plastik seperti ukuran diatas yang umumnya dibuat oleh
pabrik.
Silika gel terkadang ditambahkan senyawa fluorosensi, agar bila disinari dengan
sinar UV dapat berfluorosensi atau berpendar, sehingga dikenal dengan silika gel GF254
yang berarti silika gel dengan fluorosen yang berfluorosen pada 254 nm. Silika gel
untuk non polar terbuat dari silika yang dilapisi dengan senyawa non polar misalnya
lemak, parafin, minyak sillicon rubber gum, atau lilin dengan fase gerak yang
digunakan yaitu air yang bersifat sebagai eluen. Fase diam ini dapat memisahkan
banyak senyawa namun elusinya sangat lambat dan keterulangannya kurang bagus
(Sumarno, 2001).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


27

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian I dan Laboratorium Kimia
Obat Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian dilakukan sejak November
2015 hingga Agustus 2016

3.2 Alat
Alat serta instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan
analitik (AND GH-202), blender (Philips), kertas label, penggaris, pensil, aluminium
foil, plastik, kertas saring, kapas, labu Erlenmeyer (Pyrex), beaker glass (Pyrex), gelas
ukur (Pyrex), corong (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), spatula, batang pengaduk, pipet
tetes, botol kaca, botol timbang, pipa kapiler, vial, plat KLT, chamber, mikro pipet
(Biorad), alat semprot, spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U-2910), vacuum rotary
evaporator (EYELA N-1000) dan alat gelas lainnya.

3.3 Bahan
3.3.1 Biologi
Bahan atau sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit batang
tanaman kayu jawa yang telah dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Pusat
Penelitian Biologi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Cibinong, Bogor.
Kayu jawa yang menjadi sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di Watampone,
kabupaten Bone, Sulawesi Selatan yang diambil saat pagi hari. Bagian kulit batang
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bagian luar dan dalam. Tanaman yang
digunakan sebanyak 2.063 gram kulit batang kayu jawa segar.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


28

3.3.2 Kimia
Bahan serta reagen kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah vitamin
C (PT. Indofarma), Rutin (3, 3’, 4’, 5, 7- penta hydroxyl flavon—rutinoside) (Merck),
etanol 70%, metanol pro analisa (Merck), aquades, n-heksan, etil asetat, DPPH (2,2-
diphenyl-1-picrylhydrazyl) (Sigma-Aldrich), asam klorida, pereaksi Dragendorf,
pereaksi Mayer, NaOH, kloroform, asam sulfat pekat, dan ferri klorida.

3.4 Prosedur Kerja


Uji aktivitas antioksidan dari ekstrak kulit batang kayu jawa dilakukan melalui
beberapa tahapan penelitian yang meliputi :

3.4.1 Penyiapan Sampel


Sampel kulit batang tanaman kayu jawa diperoleh dari daerah Watampone,
Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Pada November 2015 kulit batang kayu jawa
dikumpulkan. Sebanyak 2.063 gram kulit batang segar disortasi basah, selanjutnya
dilakukan pengupasan kulit bagian luar dan bilas dengan air bersih mengalir. Sampel
kemudian dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan. Selanjutnya,
sampel yang telah kering disortasi kering dan dihaluskan hingga diperoleh serbuk
simplisia kering sebanyak 953 gram yang siap untuk dilanjutkan pada tahap
selanjutnya.

3.4.2 Pembuatan Ekstrak Kulit Batang Kayu Jawa


Simplisia kulit batang kayu jawa diekstraksi menggunakan pelarut etanol 70%
menggunakan metode maserasi. Serbuk simplisia kering kulit batang kayu jawa yang
didapat sebanyak 953 gram dimasukkan ke dalam botol kaca gelap dan dimaserasi
dengan etanol 70% dan didiamkan ± 24 jam. Selanjutnya dilakukan penyaringan.
Prosedur diulangi hingga warna dari filtrat yang didapat mendekati jernih. Filtrat yang
diperoleh dipekatkan dengan vacum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.
Selanjutnya ekstrak kental etanol yang diperoleh, dihitung rendemennya.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


29

bobot total ekstrak (g)


Rendemen ekstrak = x100%
bobot serbuk simplisia total (g)

3.4.3 Pemisahan secara Partisi Ekstrak Etanol 70 % Kulit Batang Kayu Jawa
Sebanyak 20 gram ekstrak etanol total (E1) kulit batang kayu jawa dilarutkan
dengan etanol 70% kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah. Pelarut n-heksan
dimasukkan ke dalam corong pisah untuk dilakukan proses pemisahan secara partisi.
Corong pisah tersebut kemudian dikocok agar tercampur dan didiamkan hingga
memisah menjadi dua fraksi, yaitu fraksi etanol dan fraksi n-Heksan. Fraksi n-Heksan
dikeluarkan dari corong pisah sedangkan fraksi etanol dipartisi kembali dengan pelarut
n-Heksan.
Fraksi etanol selanjutnya dipartisi kembali menggunakan pelarut etil asetat lalu
dikocok dengan kuat hingga tercampur dan didiamkan hingga memisah menjadi dua
fraksi, yaitu fraksi etanol dan fraksi etil asetat. Fraksi etil asetat dikeluarkan dari corong
pisah sedangkan fraksi etanol dipartisi kembali dengan etil asetat. Partisi dengan
pelarut etil asetat dilakukan berulang kali hingga fraksi etil asetat mendekati warna
bening. Fraksi etanol ditambahkan pelarut etanol 70% dan dikocok kuat dan
dikeluarkan dari corong.
Partisi didapatkan tiga fraksi yaitu n-Heksan (NH), fraksi etil asetat (EA) dan
fraksi etanol (E2). Ketiga fraksi ini masing-masing diuapkan dengan vacuum rotary
evaporator sampai didapatkan ekstrak kental fraksi n-Heksan, fraksi etil asetat dan
fraksi etanol. Masing-masing ekstrak kental yang diperoleh diuji aktivitas antioksidan
menggunakan metode DPPH.

3.4.4 Penapisan Fitokimia


Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 70% kulit batang kayu jawa. Metabolit sekunder
yang diuji secara kualitatif ini antara lain alkaloid, flavonoid, saponin, glikosida,
triterpenoid, fenol, dan tanin.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


30

1. Uji Alkaloid
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring. Tes Mayer dengan menambahkan filtrat dengan reagen Mayer (potassium
mercuric iodide). Terjadinya endapan berwarna kuning mengindikasikan adanya
senyawa alkaloid (Tiwari, et al., 2011). Tes Dragendorff dapat dilakukan untuk
mengetahui keberadaan alkaloid. Filtrat yang diperoleh ditambahkan reagen
dragendorf (larutan kalium bismuth iodida). Adanya endapan berwarna merah
mengindikasikan adanya senyawa alkaloid (Tiwari, et al., 2011).
2. Uji Flavonoid
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70% dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH. Adanya perubahan intensitas warna kuning
menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat mengindikasikan adanya
senyawa flavonoid (Tiwari, et al., 2011).
3. Uji Saponin
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam 20 mL aquades, kemudian larutan
dikocok dalam labu ukur selama 15 menit. Terbentuknya busa setinggi 1 cm
mengindikasikan adanya senyawa saponin (Tiwari, et al., 2011).
4. Uji Glikosida
Sebanyak 0,5 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH. Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya senyawa
glikosida (Tiwari, et al., 2011).
5. Uji Triterpenoid
Tes Salkowski dapat digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan senyawa
triterpen. Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam kloroform dan disaring.
Kemudian filtrat ditambahkan beberapa tetes asam sulfat dan dikocok. Terbentuknya
warna kuning emas mengindikasikan adanya senyawa triterpen.
6. Uji Fenol
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70% dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3. Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari, et al., 2011).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


31

7. Uji Tanin
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70%, dididihkan
dalam 10 mL aquades dalam tabung reaksi kemudian disaring. Ditambahkan 3 tetes
larutan ferri klorida 0,1% dan diamati terbentuknya warna hijau kecoklatan atau biru
kehitaman menunjukkan adanya tanin (Ayoola, et al., 2008).

3.4.5 Parameter Karakteristik Ekstrak


1. Identitas
Ekstrak dideskripsikan dengan tata nama yang meliputi nama ekstrak, nama
latin tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan, dan nama Indonesia tumbuhan
(Depkes RI, 2000).
a. Organoleptik
Ekstrak dideskripsikan menggunakan panca indera untuk mengetahui
bentuk, warna, bau, dan rasa (Depkes RI, 2000).
b. Kadar Abu Total
Sebanyak 1 gram ekstrak ditimbang seksama (W1) dimasukkan ke dalam
krus yang telah ditara dan didipijarkan. Setelah itu ekstrak dipijar dengan
menggunakan tanur bersuhu 600°C. Dinginkan dalam desikator dan
ditimbang berat abu. Hitung kadar abu dalam persen terhadap berat sampel
awal. (Depkes RI, 2000)
berat abu
%kadar abu = x 100%
berat ekstrak
c. Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram, dimasukkan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipijarkan dan ditara sampai bobot tetap. Dipanaskan
dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang. Sebelum dan
setiap pemanasan dibiarkan dalam desikator hingga suhu kamar. Lanjutkan
pemanasan dan penimbangan sehingga bobot tetap. (Depkes RI, 2000)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


32

3.4.6 Uji Aktivitas Antioksidan secara Kualitatif Menggunakan Kromatografi


Lapis Tipis (KLT)
Ekstrak kulit batang kayu jawa yaitu ekstrak fraksi n-Heksan (NH), ekstrak
fraksi etil setat (EA), ekstrak fraksi etanol (E2) dan pembanding (rutin) masing-masing
ditimbang 50 mg dilarutkan dengan etanol 50 mL (1000 ppm). Silika gel pada lempeng
alumunium digunakan sebagai fase diam. Chamber yang berisi eluen dijenuhkan
(Ghasal dan Mandal, 2012).
Pada plat KLT diberi tanda batas atas dan batas bawah. Pada batas bawah
diberikan jarak antar sampel 1 cm. Sampel ditotolkan pada plat KLT (Kromatografi
Lapis Tipis) menggunakan pipa kapiler. Proses elusi dilakukan dengan cara plat KLT
dimasukkan ke dalam chamber yang berisi eluen dan telah dijenuhkan. Eluen dibiarkan
terelusi hingga mencapai batas plat yang telah ditandai sebelumnya. Setelah selesai,
plat KLT dikeluarkan dari chamber, plat KLT kemudian dikeringkan dan disemprotkan
dengan larutan DPPH 0,1 mM (Ghasal dan Mandal,2012). Bercak pada plat KLT yang
memiliki aktivitas antioksidan berubah menjadi warna kuning terang dengan latar
belakang ungu (Kuntorini & Astuti, 2010).

3.4.7 Uji Aktivitas Antioksidan secara Kuantitatif dengan Spektrofotometer


UV-Vis

3.4.7.1 Pembuatan Larutan DPPH 0,1 mM


Serbuk DPPH (BM 394,32) 0.0019 g dilarutkan dengan 15 ml metanol pro
analisa kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, volumenya dicukupkan
dengan metanol pro analisa sampai tanda batas (DPPH 0,1 M). (Killedar, et al., 2013)

3.4.7.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH


Larutan DPPH 0,1 mM sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan dengan larutan metanol pro analisa 2 mL dan di vortex hingga
homogen lalu dituang ke dalam kuvet sebanyak 3 ml dan diukur pada panjang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


33

gelombang 400-800 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Musfiroh &


Syarif, 2009).

3.4.7.3 Pembuatan Larutan Blanko


Sebanyak 2 mL larutan DPPH 0,1mM dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan metanol pro analisa 2 mL dan divortex hingga homogen,
diinkubasi dalam ruangan gelap selama 30 menit (Molyneux, 2004) kemudian diukur
panjang gelombang yang optimal.

3.4.7.4 Pembuatan Larutan Pembanding


a. Pembuatan larutan induk konsentrasi 100 ppm
Vitamin C dan rutin digunakan sebagai pembanding kemudian ditimbang
sebanyak 5 mg dan dilarutkan dengan metanol pro analisa lalu dimasukkan ke dalam
labu ukur 50 mL, volume dicukupkan hingga tanda batas. (Karinda, Fatimawali, dan
Citraningtyas, 2013)
b. Pembuatan larutan uji seri konsentrasi 2,4,6,8,10 dan 12 ppm
Larutan induk vitamin C dan rutin sebagai pembanding dibuat seri konsentrasi
2,4,6,8,10 dan 12 ppm. Dari larutan induk 100 ppm dipipet 500 µL, 1000 µL, 1500 µL,
2000 µL, 2500 µL, dan 3000 µL dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, lalu
dicukupkan volume hingga tanda batas dengan metanol pro analisa.
c. Pengukuran serapan dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Sebanyak 2 mL larutan uji pembanding (vitamin c dan rutin) dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, ditambahkan dengan larutan DPPH 0,1 mM sebanyak 2 mL dan
di vortex hingga homogen, di inkubasi selama 30 menit dalam ruangan gelap
(Molyneux, 2004) kemudian diukur serapan pada panjang gelombang yang optimal.

3.4.7.5 Pembuatan Larutan Ekstrak Tanaman Kulit Batang Kayu Jawa


a. Pembuatan larutan induk konsentrasi 100 ppm
Ekstrak kulit batang kayu jawa [ekstrak fase n-heksan (NH), ekstrak fase etil
asetat (EA), ekstrak fase etanol (E1) dan ekstrak etanol (E2)], ditimbang masing-

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


34

masing 5 mg, dilarutkan dengan metanol pro analisa lalu dimasukkan ke dalam labu
ukur 50 mL, lalu dicukupkan volume hingga tanda batas dengan metanol pro analisa.
b. Pembuatan larutan uji seri konsentrasi (ppm)
Larutan induk ekstrak etanol total (E1), fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, dan
fraksi etanol (E2) kulit batang kayu jawa dibuat seri konsentrasi 2,4,6,8,10 dan 12 ppm.
Dari larutan induk 100 ppm dipipet 500 µL, 1000 µL, 1500 µL, 2000 µL, 2500 µL, dan
3000 µL dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml lalu dicukupkan volume hingga tanda
batas dengan metanol pro analisa.
c. Pengukuran serapan dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Sebanyak 2 mL larutan uji ekstrak kulit batang kayu jawa dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, ditambahkan larutan DPPH 0,1mM sebanyak 2 mL dan di vortex hingga
homogen, di inkubasi selama 30 menit dalam ruangan gelap (Molyneux, 2004)
kemudian diukur serapan pada panjang gelombang yang optimal.

3.4.7.6 Penentuan Persen Inhibisi


Aktivitas penangkal radikal diekspresikan sebagai persen inhibisi yang dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut : (Ghosal & Mandal, 2012)

Absorban kontrol − Absorban bahan uji


% inhibisi radikal DPPH = x 100%
Absorban kontrol

3.4.7.7 Penentuan Nilai IC50 (Inhibitory Concentration)


Konsentrasi sampel dan persen inhibisinya masing-masing pada sumbu x dan y
pada persamaan regresi linear. Persamaan tersebut digunakan untuk menentukan nilai
IC50 dari masing-masing sampel dinyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan
diperoleh sebagai IC50 (Nurjanah, Izzati & Abdullah, 2011).

3.4.7.8 Penentuan Nilai AAI (Antioxidant Acitivity Index)


Nilai AAI ditentukan dengan cara konsentrasi DPPH yang digunakan dalam uji
(ppm) dibagi dengan nilai IC50 yang diperoleh (ppm). Nilai AAI <0,5 menandakan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


35

aktivitas antioksidan lemah, nilai AAI 0.5-1 menandakan aktivitas antioksidan sedang,
nilai AAI 1-2 menandakan aktivitas antioksidan kuat, dan AAI>2 menandakan
aktivitas antioksidan sangat kuat (Faustino, et al.,2010)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


36

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Determinasi Tanaman


Tanaman kulit batang kayu jawa terlebih dahulu dilakukan determinasi untuk
mengetahui identitas tanaman yang digunakan. Determinasi tanaman ini dilakukan di
Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Cibinong, Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang
digunakan merupakan Lannea coromandelica (Houtt.) Merr. dari famili Anacardiacea
(Lampiran 2).

4.2 Penyiapan Sampel


Pada penelitian ini, bagian tanaman yang digunakan yaitu kulit batang dari
tanaman kayu jawa yang tumbuh di Watampone, kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam sebagai tanaman pagar. Kulit
batang yang digunakan adalah kulit batang kayu jawa yang memiliki panjang 5 sampai
6 cm. Tebal kulit batang umumnya berukuran 3 sampai 5 mm. Sampel kulit batang
mulai dikumpulkan pada bulan November 2015.
Sebanyak 2.063 gram kulit batang segar kayu jawa disortasi basah untuk
memisahkan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak diperlukan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang. Kulit batang
kemudian dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi jumlah mikroba
karena sebagian besar jumlah mikroba biasanya terdapat pada permukaan simplisia.
Kulit batang yang telah dicuci dan dirajang untuk memperbesar luas permukaan
sampel sehingga pelarut lebih mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan
senyawa kimia yang terkandung dalam sampel lebih maksimal. Setelah proses
perajangan, dilakukan proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan.
Pengeringan dilakukan untuk menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan
penguraian atau perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang.
Pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung. Hal

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


37

ini ditujukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada kandungan


kimia kulit batang akibat pemanasan. Selanjutnya, kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih ada kemudian
dihaluskan menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 953
gram.

4.3 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan cara metode
maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Etanol 70% digunakan karena lebih mudah
ditemukan, ramah lingkungan, harga murah dan tingkat kepolarannya lebih tinggi
sehingga memudahkan untuk menarik senyawa yang bersifat polar. Digunakan metode
maserasi karena proses pengerjaannya mudah dan peralatan yang cukup sederhana.
Prinsip maserasi yaitu pelarut yang digunakan dalam proses maserasi akan masuk ke
dalam sel tanaman melewati dinding sel, isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan didalam dan di luar sel melalui proses difusi hingga terjadi
keseimbangan antara larutan didalam sel dan larutan di luar sel (Ansel, 1989).
Maserasi merupakan metode ekstraksi dingin yang banyak digunakan dan
paling sederhana diantara metode yang lain, yaitu hanya dengan merendam sampel
dalam pelarut yang sesuai. Sampel dibuat dalam serbuk dengan tujuan memperluas
bidang sentuh antara etanol dan serbuk simplisia, maka penyarian dapat lebih efektif.
Pada saat maserasi, konsentrasi lingkungan luar sel lebih tinggi daripada konsentrasi
dalam sel, sehingga isi sel termasuk zat aktifnya akan keluar dan terlarut dalam pelarut
(Anonim, 1993 dalam Yulianty, 2011). Pada maserasi ini menggunakan simplisia
kering kulit batang kayu jawa sebanyak 953 gram.
Total pelarut etanol 70% yang digunakan sebanyak 9 L yang telah dilakukan
destilasi pelarut terlebih dahulu. Menurut Tiwari, et al. (2011), etanol lebih efisien
dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan tersari lebih banyak. Selain itu,
flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan etanol 70% pada proses ekstraksi.
Filtrat hasil maserasi disaring menggunakan kapas dan kertas saring kemudian

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


38

dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu 45-50oC hingga diperoleh
ekstrak kental sebanyak 120 gram dengan rendemen 12.59%.

Tabel 4.1 Hasil ekstraksi etanol total kulit batang kayu jawa
Bobot Bobot Rendemen Karakteristik Ekstrak
Simplisia Ekstrak Bentuk Warna Bau
kulit batang
kayu jawa
953 gram 120 gram 12.5% Kental Coklat Khas

4.4 Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Total (E1) Kulit Batang Kayu Jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan metabolit
sekunder yang tersari di dalam etanol kulit batang kayu jawa sehingga dapat diketahui
metabolit sekunder yang berpotensi memiliki aktivitas antioksidan. Hasil penapisan
fitokimia yang dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.2. Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol total (E1) kulit batang kayu
jawa
Pengujian Ekstrak Hasil Ekstrak Keterangan
Etanol 70%
Alkaloid - - Tidak terbentuk endapan
merah (Dreagendorf)
- Tidak terbentuk endapan
kuning (Mayer)
Flavonoid + Perubahan warna menjadi
tidak berwarna
Saponin + Terbentuk busa setinggi 1 cm
yang stabil
Glikosida + Terbentuk larutan berwarna
kuning
Triterpenoid - Tidak terbentuk warna
kuning emas
Fenol + Terbentuk warna biru
kehitaman

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


39

Tannin + Terbentuk warna biru


kehitaman

Tabel 4.3. Hasil penapisan fitokimia ekstrak fraksi n-heksan (NH) kulit batang
kayu jawa
Pengujian Ekstrak Hasil Ekstrak Keterangan
Etanol 70%
Alkaloid - - Tidak terbentuk endapan
merah (Dreagendorf)
- Tidak terbentuk endapan
kuning (Mayer)
Flavonoid - Tidak ada perubahan warna
menjadi tidak berwarna
Saponin - Tidak terbentuk busa
Glikosida - Tidak terbentuk larutan
berwarna kuning
Triterpenoid - Tidak terbentuk warna
kuning emas
Fenol + Terbentuk warna biru
kehitaman
Tannin + Terbentuk warna biru
kehitaman

Tabel 4.4. Hasil penapisan fitokimia ekstrak fraksi etil asetat (EA) kulit batang
kayu jawa
Pengujian Ekstrak Hasil Ekstrak Keterangan
Etanol 70%
Alkaloid - - Tidak terbentuk endapan
merah (Dreagendorf)
- Tidak terbentuk endapan
kuning (Mayer)
Flavonoid + Perubahan warna menjadi
tidak berwarna
Saponin + Terbentuk busa setinggi 1 cm
yang stabil

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


40

Glikosida - Tidak terbentuk larutan


berwarna kuning
Triterpenoid - Tidak terbentuk warna
kuning emas
Fenol + Terbentuk warna biru
kehitaman
Tannin + Terbentuk warna biru
kehitaman

Tabel 4.5. Hasil penapisan fitokimia ekstrak fraksi etanol (E2) kulit batang
kayu jawa
Pengujian Ekstrak Hasil Ekstrak Keterangan
Etanol 70%
Alkaloid - - Tidak terbentuk endapan
merah (Dreagendorf)
- Tidak terbentuk endapan
kuning (Mayer)
Flavonoid + Perubahan warna menjadi
tidak berwarna
Saponin + Terbentuk busa setinggi 1 cm
yang stabil
Glikosida + Terbentuk larutan berwarna
kuning
Triterpenoid - Tidak terbentuk warna
kuning emas
Fenol + Terbentuk warna biru
kehitaman
Tannin + Terbentuk warna biru
kehitaman

Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etranol total (E1) kulit
batang kayu jawa menunjukkan adanya kandungan senyawa metabolit sekunder
diantaranya flavonoid, saponin, glikosida, fenol dan tannin. Pada ekstrak fraksi n-
heksan (NH) kulit batang kayu jawa menunujukkan adanya kandungan senyawa
metabolit sekunder diantaranya fenol dan tannin. Pada ekstrak fraksi etil asetat (EA)
kulit batang kayu jawa menunjukkan adanya kandungan senyawa metabolit sekunder

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


41

diantaranya flavonoid, saponin, fenol dan tannin. Pada ekstrak fraksi etanol (E2) kulit
batang kayu jawa menunjukkan adanya kandungan senyawa metabolit sekunder
diantaranya flavonoid, saponin, glikosida, fenol dan tannin. Umumnya metabolit
sekunder bersifat semipolar sehingga tersari didalam pelarut yang digunakan yaitu
etanol 70%. (Lampiran 3).

4.5 Pemisahan secara Partisi Ekstrak Etanol Total (E1) Kulit Batang Kayu
Jawa
Tabel 4.6 Hasil partisi ekstrak etanol total (E1) kulit batang kayu jawa
Bobot Jenis Bobot Rendemen Karakteristik
Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak
Etanol (gram) (%) Warna Bau Bentuk
Total
(E1)
n-Heksan 3,51 17,56 Coklat Khas Kental dan
20 gram kemerahan berminyak
Etil 3,24 16,21 Coklat Khas Kental
Asetat kemerahan
Etanol 3,81 19,06 Coklat Khas Kental
kehitaman

Sebanyak 20 gram ekstrak etanol total (E1) yang diperoleh dipisahkan secara
partisi menggunakan corong pisah. Proses pemisahan secara partisi ekstrak etanol (E1)
menggunakan pelarut n-heksan dan etil asetat. Metode partisi dimaksudkan untuk
memisahkan campuran komponen kimia yang terdapat dalam ekstrak dengan
menggunakan dua pelarut yang tidak bercampur. Komponen kimia yang ada pada
ekstrak tumbuhan akan larut ke dalam pelarut sesuai dengan tingkat kepolaran yang
dimiliki oleh senyawa tersebut (Hostettmann, 2007).
Hal yang perlu diperhatikan pada metode partisi ini yaitu pada saat pemilihan
pelarutnya. Dimana pelarut yang dipilih merupakan campuran dua pelarut yang tidak
saling bercampur (Hostettmann, 2007). Pelarut yang digunakan dalam proses partisi
ini yaitu etanol sebagai pelarut polar, etil asetat sebagai pelarut semipolar dan n-heksan
sebagai pelarut nonpolar.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


42

4.6 Hasil Pengujian Parameter Karakteristik Ekstrak


Pengujian parameter karakteristik ekstrak meliputi identitas ekstrak,
organoleptik ekstrak, kadar air dan kadar abu. Data hasil pengujian parameter
karakteristik ekstrak kulit batang kayu jawa dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Identitas Eksrak, Organoleptik Ekstrak, Kadar air
dan Kadar abu Kulit Batang Kayu Jawa Etanol Total
Parameter Hasil
Identitas :
Nama Ekstrak Ekstrak kulit batang kayu jawa
Nama Latin Lannea coromandelica
Bagian tanaman kulit batang
Organoleptik :
Warna Coklat kehitaman
Bau Khas
Bentuk Ekstrak kental
Kadar air 5,8 %
Kadar abu total 14,517 %

Pengujian karakteristik ekstrak meliputi uji organoleptik, kadar abu dan kadar
air. Pemeriksaan organoleptik ekstrak meliputi bentuk, warna dan bau. Penentuan
organoleptik ini termasuk salah satu parameter spesifik yang ditentukan dengan
menggunakan panca indera dan bertujuan untuk pengenalan awal secara sederhana dan
bersifat subjektif. Berdasarkan pengujian organoleptik terhadap ekstrak kulit batang
kayu jawa diperoleh ekstrak dengan warna coklat kehitaman, bau yang khas serta
bentuk ekstrak yang kental. Tujuan dilakukan uji kadar abu ini bertujuan untuk
memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal. Pada pengujian
kadar abu, ekstrak dipanaskan sehingga senyawa organik dan turunannya terdekstruksi
dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan anorganik saja. (Arifin, Anggraini,
Handayani, & Rasyid, 2006, pp.91). Kadar abu ektrak kulit batang kayu jawa sebesar
14,517% (Lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa kadar abu ekstrak cukup tinggi.
Tingginya kadar abu ini dikarenakan tingginya kandungan mineral internal didalam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


43

kulit batang kayu jawa sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral
eksternal).
Penentuan kadar air merupakan pengujian untuk mengetahui banyaknya air
yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu
karakteristik yang sangat penting pada ekstrak, karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam ekstrak
menentukan daya awet bahan dan kesegaran bahan ekstrak tersebut, kadar air yang
tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada ekstrak (Winarno, 1997). Pada pengujian kadar
air diperoleh hasil sebesar 5,8 % (lampiran 7). Kadar air dikatakan cukup beresiko jika
lebih dari 10%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air ekstrak kulit batang kayu jawa
tidak beresiko karena tidak melampaui batas 10%, dikatakan beresiko karena dapat
mempengaruhi bentuk sediaan dan stabilitas ekstrak (Saifudin, Rahayu dan Teruna,
2011).

4.7 Uji Aktivitas Antioksidan secara Kualitatif


Pengujian kualitatif antioksidan ekstrak kulit batang kayu jawa dilakukan
dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Prinsip KLT yaitu adsorbsi dan partisi
dimana adsorbsi merupakan penyerapan pada permukaan, sedangkan partisi adalah
penyebaran atau kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah ke dalam
pelarut yang digunakan. Eluen yang digunakan sangat mempengaruhi pergerakan
senyawa-senyawa pada lempeng (Soebagio, 2002). Uji antioksidan secara kualitatif
dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya aktivitas antioksidan dari ekstrak kulit
batang kayu jawa. Pengujian kualitatif dilakukan dengan metode menaikkan spot
sampel yang telah ditotolkan pada plat KLT.
Sampel [fraksi n-Heksan (NH), fraksi etil asetat (EA), fraksi etanol (ET) dan
rutin (R)] ditotolkan pada plat KLT berukuran 6x5 cm dengan jarak 1 cm, terlebih
dahulu dilakukan elusi dengan beberapa kombinasi eluen. Kombinasi eluen yang cukup
baik untuk mengelusi fraksi ekstrak n-heksan, fraksi etil asetat, fraksi etanol (E2) dan
rutin yaitu dengan n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 1 : 9. Kemudian

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


44

disemprotkan DPPH dan didiamkan. Berdasarkan hasil uji antioksidan secara


kualitatif, adanya perubahan warna DPPH yang disemprotkan pada bercak plat KLT
dari ungu menjadi putih kekuningan menandakan bahwa fraksi ekstrak kulit batang
kayu jawa memiliki aktivitas antioksidan.
Selain itu pengujian kualitatif menggunakan metode lain yaitu dengan
menotolkan sampel diatas lempeng. Lempeng dibagi menjadi 4 bagian kemudian
sampel ditotolkan menggunakan pipa kapiler dan diberi identitas (R= rutin, NH= n-
heksan, EA= etil asetat, ET= fraksi etanol). Setelah ditotolkan, disemprotkan larutan
DPPH. Spot yang menunjukkan perubahan warna dari ungu menjadi kuning
menandakan adanya aktivitas antioksidan.(Kuntorini & Astuti, 2010).

4.8 Uji Aktivitas Antioksidan secara Kuantitatif


Pengujian aktivitas antioksidan secara kuantitatif dilakukan dengan
menggunakan metode DPPH. Pemilihan penggunaan metode ini karena merupakan
metode yang sederhana, mudah, cepat dan peka serta hanya memerlukan sedikit sampel
untuk evaluasi aktivitas antioksidan dari senyawa bahan alam (Molyneux, 2004).
Prinsip pengukuran aktivitas antioksidan secara kuantitatif menggunakan
metode DPPH adalah adanya perubahan intensitas warna ungu DPPH yang sebanding
dengan konsentrasi larutan DPPH tersebut. Radikal bebas DPPH yang memiliki
elektron yang tidak berpasangan akan memberikan warna ungu. Warna akan berubah
menjadi kuning saat elektronnya berpasangan. Perubahan intensitas warna ungu ini
terjadi karena adanya peredaman radikal bebas yang dihasilkan oleh bereaksinya
molekul DPPH dengan atom hidrogen yang dilepaskan oleh molekul senyawa sampel
sehingga terbentuk senyawa difenil pikril hidrazin dan menyebabkan terjadinya
perubahan warna DPPH dari ungu menjadi kuning. Perubahan warna ini
mengakibatkan perubahan absorbansi pada panjang gelombang maksimum DPPH
menggunakan spektrofotometri UV-Vis sehingga akan diketahui nilai aktivitas
peredaman radikal bebas yang dinyatakan dengan nilai inhibitory concentration (IC50).
(Molyneux, 2004).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


45

Nilai IC50 didefinisikan sebagai besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat
meredam radikal bebas sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC50 maka aktivitas
peredaman radikal bebas semakin tinggi (Molyneux, 2004). Nilai IC50 diperoleh dari
persamaan regresi linier sedangkan nilai antioxidant activity index (AAI) ditentukan
dengan membandingkan antara konsentrasi DPPH yang digunakan dalam uji (ppm)
dengan nilai IC50 yang diperoleh dari masing-masing ekstrak. Nilai AAI perlu
diketahui untuk menggolongkan sifat antioksidan ekstrak. Jika nilai AAI<0.5
antioksidan bersifat lemah, 0.5<AAI<1 antioksidan bersifat sedang, 1<AAI<2
antioksidan bersifat kuat, dan AAI>2 antioksidan bersifat kuat (Vasic et al, 2012).
Pengujian aktivitas antioksidan secara kuantitatif ekstrak fraksi n-heksan (NH), fraksi
etil asetat (EA), ekstrak fraksi etanol (E2) beserta kontrol Vitamin C (sintetis) dan Rutin
(alam) dilakukan dengan berbagai seri konsentrasi menggunakan metode DPPH yang
selanjutnya absorbansinya diukur dengan spektrofotometri UV-Vis.
Pengukuran absorbansi ekstrak dengan DPPH menggunakan spektrofotometer
UV-Vis sebelumnya dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum DPPH.
Panjang gelombang maksimum DPPH yang digunakan berada pada panjang
gelombang 515 nm (Lampiran 8). Panjang gelombang maksimum DPPH ini
memberikan serapan paling maksimal dari larutan uji dan memberikan kepekaan paling
besar. Selanjutnya, besarnya aktivitas antioksidan dari ekstrak dan kontrol positif yang
digunakan diukur pada panjang gelombang maksimum.
Pembanding yang digunakan sebagai kontrol positif adalah vitamin C dan rutin
dimana masing-masing mewakili antioksidan sintetik dan antioksidan alami. Vitamin
C dan rutin digunakan sebagai pembanding karena berfungsi sebagai antioksidan
sekunder yaitu menangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya reaksi berantai.
Vitamin C termasuk golongan antioksidan sekunder yang mampu menangkal berbagai
radikal bebas ekstraselular. Hal itu dikarenakan vitamin C mempunyai gugus hidroksi
bebas yang bertindak sebagai penangkap radikal bebas dan jika mempunyai gugus
polihidroksi akan meningkatkan aktivitas antioksidan (Isnindar, Wahyuono, &
etyowati, 2011). Hasil uji aktivitas antioksidan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel
berikut.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


46

Tabel 4.8. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Total (E1) Kulit
Batang Kayu Jawa
Konsentrasi Absorbansi % Inhibisi IC50
AAI
(ppm) Rata-rata (%) (ppm)
2 0.390 30.7
4 0.330 41.4 7.63
6 0.261 53.6 (AAI> 2.0
5.18
8 0.180 68.0 atau sangat
10 0.096 82.8 kuat)
12 0.034 93.9
Blanko DPPH 0.564 0.0 - -

Tabel 4.9. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fraksi n-heksan (NH) Kulit
Batang Kayu Jawa
Konsentrasi Absorbansi % Inhibisi IC50
AAI
(ppm) Rata-rata (%) (ppm)
2 0.493 9.5
4 0.459 15.6 4.09
6 0.396 27.2 (AAI> 2.0
9.66
8 0.316 41.9 atau sangat
10 0.260 52.2 kuat)
12 0.199 97.7
Blanko DPPH 0.545 0.0 - -

Tabel 4.10. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etil Asetat (EA) Kulit
Batang Kayu Jawa
Konsentrasi Absorbansi % Inhibisi IC50
AAI
(ppm) Rata-rata (%) (ppm)
2 0.481 14.4
4 0.411 26.5 4.91
6 0.332 40.7 (AAI> 2.0
8.05
8 0.279 50.0 atau sangat
10 0.211 62.2 kuat)
12 0.176 70.2
Blanko DPPH 0.560 0.0 - -

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


47

Tabel 4.11. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fraksi Etanol (E2) Kulit
Batang Kayu Jawa
Konsentrasi Absorbansi % Inhibisi IC50
AAI
(ppm) Rata-rata (%) (ppm)
2 0.475 20.7
4 0.407 30.5 6.18
6 0.329 43.9 (AAI> 2.0
6.40
8 0.241 58.8 atau sangat
10 0.123 78.9 kuat)
12 0.036 93.7
Blanko DPPH 0.587 0.0 - -

Tabel 4.12. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C


Konsentrasi Absorbansi % Inhibisi IC50
AAI
(ppm) Rata-rata (%) (ppm)
2 0.310 43.5
4 0.266 51.5 11.061
6 0.201 63.4 (AAI> 2.0
3.41
8 0.145 73.6 atau sangat
10 0.098 82.1 kuat)
12 0.041 92.4
Blanko DPPH 0.550 0.0 - -

Tabel 4.13. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Rutin


Konsentrasi Absorbansi % Inhibisi IC50
AAI
(ppm) Rata-rata (%) (ppm)
2 0.455 19.1
4 0.378 32.8 6.58
6 0.276 50.6 (AAI> 2.0
6.01
8 0.186 66.9 atau sangat
10 0.092 83.6 kuat)
12 0.046 91.8
Blanko DPPH 0.563 0.0 - -

Uji antioksidan secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan


spektrofotometer UV-Vis. Pengujian secara kuantitatif ini dilakukan untuk mengetahui
absorbansi DPPH yang tersisa setelah ditambahkan ekstrak. Penurunan nilai absorbansi
DPPH pada panjang gelombang 515 nm menunjukkan bahwa senyawa tersebut

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


48

memiliki aktivitas antioksidan. Penurunan absorbansi DPPH diukur terhadap kontrol


yaitu absorbansi DPPH dalam metanol pro analisa tanpa penambahan sampel.
Perubahan warna dari ungu menjadi kuning menandakan terjadinya penurunan
absorbansi DPPH. Besarnya absorbansi DPPH berbanding terbalik dengan konsentrasi
ekstrak yang ditambahkan.
Nilai absorbansi yang didapat maka dapat dihitung nilai persentase
penghambatan radikal DPPH (% inhibisi). Selanjutnya diperoleh kurva regresi linier
dan persamaannya dengan konsentrasi sebagai sumbu x dan absorbansi sebagai sumbu
y. Nilai IC50 dapat dihitung dari persamaan regresi linier yang sebelumnya telah
diperoleh dengan mengganti y dengan 50 pada persamaan tersebut. Nilai IC 50
merupakan suatu bilangan yang menunjukkan konsentrasi sampel uji (ppm) yang
mampu menghambat proses oksidasi sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50
menunjukkan semakin tinggi aktivitas antioksidan (Zuhra, Tarigan & sihotang, 2008).
Setelah didapat nilai IC50 dapat dihitung nilai AAI dari masing-masing sampel uji. Nilai
AAI dapat ditentukan dengan membandingkan antara konsentrasi DPPH yang
digunakan (ppm) dengan nilai IC50 yang diperoleh dari masing-masing sampel uji.
Hasil uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif dari masing-masing ekstrak
menunjukkan bahwa ekstrak etanol (E1) memiliki nilai AAI 7.63, ekstrak fraksi etanol
(E2) memiliki nilai AAI 6.18, ekstrak fraksi etil asetat (EA) memiliki nilai 4.91, ekstrak
fraksi n-heksan (NH) memiliki nilai 4.09 dimana nilai tersebut termasuk didalam range
AAI> 2.0 sehingga dikatakan sangat kuat. Rutin dan vitamin C sebagai pembanding
memiliki antioksidan yang sangat kuat karena masing-masing memiliki nilai AAI> 2
yaitu 6.58 dan 11.06. Berdasarkan data yang didapat, nilai AAI yang tertinggi yaitu
fraksi etanol karena sebagian besar berada pada pelarut polar. Salah satunya dari
golongan flavonoid yang terbuki dari hasil uji kualitatif.
Perbedaan nilai IC50 dan AAI antara senyawa pembanding, baik rutin maupun
vitamin C dengan ekstrak kulit batang kayu jawa dapat diakibatkan oleh kemampuan
masing-masing senyawa dalam memberikan elektron kepada DPPH, semakin banyak
elektron yang diberikan kepada DPPH akan mengakibatkan penurunan nilai absorbansi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


49

yang berarti meningkatnya persen inhibisi dan menurunnya nilai IC50 (Syukur, Alam,
Mufidah, Rahim, & Tayeb, 2011)
Ekstrak etanol kulit batang kayu jawa (E1) yaitu ekstrak yang diperoleh dari
hasil maserasi langsung dengan pelarut etanol memiliki nilai IC50 yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ekstrak fraksi n-heksan (NH), fraksi etil asetat (EA), dan fraksi
etanol (E2) yaitu ekstrak yang diperoleh dari partisi bertingkat karena adanya fungsi
sinergis antara senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol (E1).
Senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit batang kayu jawa merupakan
akumulasi dari senyawa polar, semi polar dan non polar. Ketika ekstrak dipartisi secara
bertingkat, maka fungsi sinergis antara senyawa-senyawanya akan berkurang karena
komponen-komponen yang terdapat pada ekstrak telah dipisahkan, yaitu komponen
kimia yang bersifat non-polar akan tersari dalam pelarut n-heksan, komponen kimia
yang bersifat semi polar akan tersari dalam pelarut etil asetat, dan komponen kimia
yang bersifat polar dapat tersari dalam pelarut etanol.
Aktivitas antoksidan dari ekstrak etanol (E1) yang tergolong kuat berhubungan
dengan kandungan metabolit sekunder yang dikandungnya. Flavonoid merupakan
antioksidan eksogen yang mengandung gugus fenolik dan telah dibuktikan bermanfaat
dalam mencegah kerusakan sel akibat stress oksidatif. Mekanisme kerja dari flavonoid
sebagai antioksidan secara langsung maupun secara tidak langsung. Flavonoid sebagai
antioksidan secara langsung adalah dengan mendonorkan ion hidrogen sehingga dapat
menstabilkan radikal bebas yang reaktif dan bertindak sebagai scavenger/penangkal
radikal bebas secara langsung (Arora, et al., 1998). Flavonoid sebagai antioksidan
secara tidak langsung bekerja di dalam tubuh dengan meningkatkan ekspresi gen
antioksidan endogen melalui beberapa mekanisme seperti peningkatan ekspresi gen
antioksidan melalui aktivitas nuclear factor eryhtrid 2 related factor 2 (Nrf2) sehingga
terjadi peningkatan gen yang berperan dalam sintesis enzim antioksidan endogen
seperti SOD (superoxide dismutase) (Sumardika, Jawi, 2012)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


50

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
ekstrak fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi etanol kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) yang diuji menggunakan metode DPPH memiliki aktivitas
sangat kuat sebagai antioksidan. Nilai ekstrak etanol total memiliki aktivitas
antioksidan tertinggi dengan nilai AAI yang diperoleh sebesar 7.63. Penelitian ini
membuktikan bahwa kulit batang kayu jawa memiliki aktivitas yang sama dengan
vitamin C yaitu sebagai antioksidan.

5.2 Saran
Disarankan supaya penelitian ini dilanjutkan untuk mengisolasi senyawa
bioaktif dari fraksi yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan paling kuat.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


51

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, H.R. 2010. Isolasi dan Identifikasi Folongan Flavonoid Daun Dandang Gendis
(Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor
Amelia, P. 2011. Isolasi, elusidasi struktur dan uji aktivitas antioksidan senyawa kimia
dari daun Garcinia benthami Pierre. Tesis Universitas Indonesia.
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta : UI
Press
Arifin, H., Anggraini, N., Handayani, D., Rasyid, R., 2006, Standarisasi Ekstrak Etanol
Daun Eugenia cumini Merr.,J. Sains Tek. Far., 11
Arora, A, M.G. Nair, and G.M Strasburg. 1998. Structure-Activity Relationships for
Antioxidant Activities of A Series of Flavonoids In A Liposomal System. Free
Radic. Biol. & Med. 24(9):1355-1363.
Asni, A & Dewi, Y. 2010. Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis BugisUntuk
Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan IdentifikasiFarmakognostiknya.
Prosiding Seminar Nasional “Eight Star PerformancePharmacist”. Yogyakarta.
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica: The Researcher’s Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 ,4(3),577-579.
Blois, MS. 1958. Antioxidant determinations by the use of a stabel free radical,
Nature 181: 1199-1200.
Brain, K, R. Turner, T, B. 1975. The Practical Evaluation of Phytopharmaceutical.
Wrights Sciencetechnia. Bristol.
Cholisoh, Z., & Utami, W. 2008. Aktivitas penangkap radikal ekstrak etanol 70% biji
Jengkol (Archidendron jiringa). Pharmacon. 9(1): 33-40.
Dachriyanus. 2004.Analisis Struktur Senyawa Organik Secara
Spektrofotometri.Padang. CV. Trianda Anugrah Pratama
Daintith, John. 1994. A Concise Dictionary of Chemistry Oxford. OxfordUniversity
Press.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


52

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 3-5, 10-11.
Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid VI. Jakarta.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Jilid IV. Jakarta.
Erwin, prawirodiharjo. 2014. Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak Etanol
70% dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica).
Jurusan Farmasi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
Fajriah Sofa, dkk. 2007. Isolasi Senyawa ANtioksidan dari Ekstrak Etil Asetat Daun
Benalu Dendrophthoe Pentandra L. Miq yang Tumbuh Pada Inang Lobi-lobi.
Jurnal Kimia Indonesia, Vol 2 (1), 2007, h 17-20.
Faustino, Helio, Nuno Gil, Cecilia Baptista and Ana Paula Duarte. 2010. Antioxidant
Activity of Lignin Phenolic Compounds extracted from Kraft and Sulphite Black
Liquors. Molecules ISSN 1420-3049, 9308-9322.
Gana, A.K. 2008. Effects of organic and ionorganic fertilizers on surgance production.
African Jurnal of General Agriculture. Vol. 4, No. 1, March 31, 2008.
Gandjar &Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Gritter Roy J., James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar Kromatografi.Penerbit
ITB. Bandung.
Gocan, s. 2002. Stationary Phases for Thin-Layer Chromatography. Journal of
Chromatographic Science, Vol 40.
Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modera Menganalisis
Tumbuhan. Terjemahan : Kosasih p, Soediro iwang, Bandung ITB
Hostettmann, K, Marisron A. and Hostetmann, M., 1997. Preparative
Chromatography Techniques, Application in Natural Product Isolation, Berlin:
Springer.
Isnindar, Wahyuono, S., & Setyowati, E. P. 2011. Isolasi dan identifikasi senyawa
antioksidan daun kesemek (Diospyros kaki Thunb.) dengan metode DPPH (2,2-
difenil-1-pikrilhidrazil). Majalah Obat Tradisional. 16(3), 157-164. (23
Febuari 2016, 11:23)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


53

Ivanišová,et al. 2013. Antioxidant Activity of Selected Plant Products. Journal


ofMicrobiology, Biotechnology, and Food Sciences
Karinda, Monalisa, Fatimawali, Gayatri Citraningtyas. 2013. Perbandingan
HasilPenetapan Kadar Vitamin C Mangga Dodol Dengan Menggunakan
Metode Spektrofotometri Uv-Vis Dan Iodometri. Pharmacon Jurnal Ilmiah
Farmasi. Vol. 2 No. 01. Issn 2302 – 2493.

Killedar, Suresh, Harinath More, Gourav Shah, Suryakant Gaikwad. 2013.


Phytochemical Screening and In-Vutro Antioxidant Activity of Memecylon
umbellatum Root Extracts. World Jurnal of Pharmacy and Pharrmaceutical
Sciencces. Volume 2, Issue 6, 5988-5996. ISSN 2278-4357

Kumalaningsih, S. 2008. Antioksidan, sumber dan manfaatnya (online). (25 Agustus


2016, 20.45)

Kuntorini,E. M. & Astuti, M. D. 2010. Penentuan Aktivitas Antioksidan EkstrakEtanol


Bulbus Bawang Dayak (Eleutherine americanaMerr.). JurnalSains dan Terapan
Kimia.
Langseth Lilian. 1995. Oxidants, Antioxidants, and Diseaseprevention
Mailandari, Mely. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Garcinia kydia Roxb.
Dengan Metode DPPH dan Identifikasi Senyawa Kimia Fraksi yang Aktif.
Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi
Ekstensi Farmasi Universitas Indonesia.
Manik, M.A. Wahid, S.M.A. Islam, A. Pal, K.T. Ahmed. 2013. A ComparativeStudy
of the Antioxidant, Antimicrobial and Thrombolytic Activity of theBark and
Leaves of lannea coromandelica (Anacardiaceae). InternationalJournal of
Pharmaceutical Sciences and Research. Vol. 4(7): 2609-2614.E-ISSN: 0975-
8232; P-ISSN: 2320-5148.
Mikail, B. & Anna, L. K. 2011. 7 Antioksidan Super : Manajemen Modern dan
Kesehatan Masyarakat.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


54

Mufsiroh, E. & Syarief, S.H (2012). Uji aktivitas peredaman radikal bebas nanopartikel
emas dengan berbagai konsentrasi sebagai material antiaging dalam kosmetik
UNESA Journal of Chemistry. Vol. 1. No.2.
Molyneux, P. 2004. The Use of the Stabel Free Radical Diphenylpicryl
Hydrazyl(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity.
SongklanakarinJournalScience and Technology.
Packer, L.M., Hiramatsu, T. and Yoshikawa. 1999. Antioxidant Food Supplement in
Human Health, Academic Press
Panagan, a.t 2011. Pengaruh Penambahan Tepung Wortel (Daucus carotta L.)
Terhadap Bilangan Peroksida dan Asam Lemak Bebas pada Minyak Goreng
Curah. Jurnal Penelitian sains.
Pardede, A., Devi R., Agus MHP. 2013. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Kulit
Kemiri (Alleurites mollucanaWild). Media Sains, Vol. 5, No. 1 : 66-71. ISSN
2085-3548.
Parwata, I. M. O. A., Ratnayani, K., & Listya, A. (2010). Aktivitas antiradical bebas
serta kadar beta karoten pada Madu Randu (Ceiba pentandra) dan Madu
Kelengkeng (Nephelium longata L.). Jurnal Kimia, ISSN : 1907-9850. 4(1): 54-
62. (Online). 30 April 2016, 19:45).
Prakash, A. 2011. Antioxidant activity. Medallion Laboratories: AnalyticalProgress
Vol 19 (2).
Pratiwi, Dewi P, Harapini M (2006). Nilai peroksida dan aktivitas anti radikal bebas
diphenyl picril hydrazil hydrate (DPPH) ekstrak methanol Knema laurina.
Majalah Farmasi Indonesia. 17(1), 32-36.
Purwaningsih, S. 2012. Aktivitas Antioksidan dan Komposisi Kimia Keong Matah
Merah (Cerithidea obtuse). Ilmu Kelautan. ISSN 0853-7291. Vol. 17(1) 39-48.
Rahayu, Sunarti , S. Diah, P. Suhardjono. 2006. Pemanfaatan Tumbuhan Obatsecara
Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara.
Jurnal Biodiversitas Vol. 7 (3).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


55

Rajib Majumber, Md. Safkath Ibne Jami, Md. Efte Kharul Alam and Md. Badrul Alam
Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn. Bark Extract American-
Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) : 128-134, 2013.
Rohmatussolihat. 2009. Antioksidan, Penyelamat Sel-Sel Tubuh Manusia. BioTrends.
Vol.4. No.1.
Saifudin, Rahayu, & Teruna. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam. Graha
Ilmu:Yogyakarta.
Sasidharan, N. (2004). Biodiversity documentation for Kerala Part 6. Flowering Plants.
Kerala Forest Research Institute, Peechi, Kerala
Sastrohamidjojo. 2005. Kimia Organik; Stereokimia, Karbohidrat, Lemak.
DanProtein. Penerbit Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Scherer R, Godoy HT.2009. Antioxidant activity index (AAI) by the 2,2-diphenyl-
1-picrylhydrazyl method. Food Chemistry:112(3): 654-658.
Shadia, El-Aziz, Omer, & Sabra. 2007. Chemical Composition of Ocimum americanum
Essential Oil and Its Biological Effects Againts Agrotis ipssilon, (Lepidoptera
: Noctuidae). Resech journal of Agriculture and Biological Sciences, 3 (6).
Shivaprasad, H. N., S. Mohan, M. D. Kharya, M. R. Shiradkar, & K. Lakshman., 2005.
In-vitro models for antioxidant activity evaluation: A review. 5 Desember
2009.http://www.pharmainfo.net/reviews/vitro-modelsantioxidant-activity-
evaluation-review.
Simanjuntak, P., Parwati, T., Lenny, L. E., Tamat, S. R, Murwani, R. 2004. Isolasi dan
identifikasi antioksidan dari ekstrak Benalu Teh (Scurrula oortiana (Korth)
Danser). Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. ISSN : 1693-1831. 5(1):19 19-
24.
Soebagio., 2002, Kimia analitik, Universitas Negeri Makassar Fakultas MIPA,
Makassar
Sudjadi. (1983). Penentuan struktur senyawa organik. Fakultas Farmasi UGM.
Bandung : Ghalia Indonesia.
Sumarno, 2001, Kromatografi Teori Dasar, Bagian Kimia Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


56

Sunarni, T., Pramono, S. & Asmah, R. (2007). Flavonoid antioksidan penangkap


radikal dari dain Kepel (Stelechocarpus burahol (BL) Hook f. & Th.). Majalah
Farmasi Indonesia. 18 (3): 111-116. (Online). (27 April 2015, 17:30)
Sumardika, Jawi. 2012. Water Extract of Sweet Potato Leaf Improved Lipid Profile and
Blood SOD Content of Rats with high Cholesterol Diet. Medicina vol 43:2.
Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Penerjemah :
Kosasih Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB
Syahrizal, D. 2008. Pengaruh proteksi vitamin C terhadap enzim transaminase dan
gambaran histopatologis hati mencit yang dipapar plumbun. Tesis Universitas
Sumatera Utara.
Syukur, R., Alam, G., Mufidah, Rahim, A., Tayeb, R. 2011. Aktivitas antiradical bebas
beberapa ekstrak tanaman familia fabaceae. JST Kesehatan. ISSN :1411-4674.
Vol.1. No.1 : 61-67
Tiwari, Kumar, Kaur Mandeep, Kaur Gurpreet & Kaur Harleem. 2011.Phytochemical
Screening and Extraction: A Review. InternationalePharmaceutica Sciencia
vol.1 :issue 1.
Tofazzal, I. Toshiaki, S. Mitsuyoshi, T. Satoshi. 2002. Zoosporicidal Activity
ofPolyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Barkagainst
Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides. Journal ofAgricultural
and Food Chemistry.
Vasic, S. M., Stefanovic, O. D., Licina, B. Z., Radojevic, I. D., & Comic, L. R.2012.
Biological Activities of Extracts from Cultivated Granadillapassifloraalata.
EXCLI Journal. ISSN: 1611-2156.
Wahid Arif. In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant
Lanneacoromandelica(Family: Anacardiaceae). Thesis to Department
ofPharmacy, East West University. Bangladesh.
Winarno, F.G . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Yulianti. 2011. Skrinning dan Analisis KLT-Bioautografi Senyawa Antimikroba
Beberapa Ekstrak Spons Asal Perairan Laut Pulau Barrang Lompo, Sulawesi
Selatan. Majalah Obat Tradisional, 16 (02), 88-94.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


57

Zuhra, C.F., Tarigan, J. & Sihotang,H. 2008. Aktivitas Antioksidan Senyawa Flavonoid
dari Daun Katuk (Sauropus androgumus (L) Merr.). Jurnal Biologi Sumatera.
ISSN :1907-5537.3(1) :7-10.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


58

LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Kerja Penelitian

Kulit Batang Kayu Jawa Determinasi di Lembaga Ilmu dan


(Lannea coromandelica) Penelitian Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor

Sortasi basah, pencucian, pengeringan dalam suhu ruangan, sortasi kering,


perajangan dan penghalusan

SerbukKulit Batang Kayu Jawa


(Lannea coromandelica)

Maserasi dengan pelarut etanol 70% kemudian disaring, filtrat yang diperoleh
diuapkan dengan vacum rotary evaporator
Ekstraksi

Ekstrak etanol total (E1) Skrinning


kulit kayu jawa (Lannea coromandelica) fitokimia

Partisi dengan etanol :n-Heksan

Fraksi Fraksi etanol

n-Heksan

Fraksi etil asetat Fraksi etanol


Evaporasi

Evaporasi

Ekstrak kental
fraksi n-Heksan Ekstrak kental fraksi Ekstrak kental fraksi
(NH) etil asetat (EA) etanol (E2)

Pengujian aktivitas antioksidan


dengan metode DPPH

Analisis Data

58
59

Lampiran 2. Hasil Determinasi Kulit Batang Kayu Jawa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


60

Lampiran 3. Penapisan Fitokimia


3.1 Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Total (E1) Kulit Batang Kayu Jawa
No. Golongan Gambar Keterangan
Senyawa (Hasil Uji)

1 Alkaloid  Hasil (-)


Alkaloid
Tidak terbentuk
endapan merah
(Dragendorf)

 Hasil (-)
Alkaloid
 Tidak terbentuk
(Dragendorf) (Mayer) endapan kuning
(Mayer)

2 Flavonoid

 Hasil (+)
Flavonoid
 Perubahan
intensitas warna
menjadi tidak
berwarna

3 Saponin

 Hasil (+)
Saponin
 Terbentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


61

4 Glikosida

 Hasil (+)
glikosida
 Terbentuk
larutan berwarna
kuning

5 Triterpenoid

 Hasil (-)
 Terbentuk warna
kuning emas

6 Fenol

 Hasil (+) fenol


 Terbentuk biru
kehitaman

7 Tanin

 Hasil (+) tannin


 Terbentuk biru
kehitaman
(Sebelum) (Setelah)
Penambahan larutan FeCl3 0,1%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


62

3.2 Penapisan Fitokimia Ekstrak Fraksi n-heksan (NH) Kulit Batang Kayu Jawa
No. Golongan Gambar Keterangan
Senyawa (Hasil Uji)

1 Alkaloid  Hasil (-)


(dragendorff) Alkaloid
Tidak terbentuk
endapan merah
(Dragendorf)

 Hasil (-)
(mayer) Alkaloid
 Tidak terbentuk
endapan kuning
(Mayer)

2 Flavonoid

 Hasil (-)
Flavonoid
 Tidak ada
perubahan
intensitas warna
menjadi tidak
berwarna

3 Saponin

 Hasil (-) Saponin


 Tidak terbentuk
busa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


63

4 Glikosida

 Hasil (-)
glikosida
 Tidak terbentuk
larutan berwarna
kuning

5 Triterpenoid

 Hasil (-)
 Terbentuk warna
kuning emas

6 Fenol

 Hasil (+) fenol


 Terbentuk biru
kehitaman

7 Tanin

 Hasil (+) tannin


 Terbentuk biru
kehitaman
(Sebelum) (Setelah)
Penambahan larutan FeCl3 0,1%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


64

3.3 Penapisan Fitokimia Ekstrak Fraksi Etil Asetat (EA) Kulit Batang Kayu Jawa
No. Golongan Gambar Keterangan
Senyawa (Hasil Uji)

1 Alkaloid  Hasil (-)


(dragendorff) Alkaloid
Tidak terbentuk
endapan merah
(Dragendorf)

(mayer)  Hasil (-)


Alkaloid
 Tidak terbentuk
endapan kuning
(Mayer)

2 Flavonoid

 Hasil (+)
Flavonoid
 Perubahan
intensitas warna
menjadi tidak
berwarna

3 Saponin

 Hasil (+)
Saponin
 Terbentuk busa
setinggi 0.5 cm
yang stabil

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


65

4 Glikosida

 Hasil (-)
glikosida
 Tidak terbentuk
larutan berwarna
kuning

5 Triterpenoid

 Hasil (-)
 Terbentuk warna
kuning emas

6 Fenol

 Hasil (+) fenol


 Terbentuk biru
kehitaman

7 Tanin

 Hasil (+) tannin


 Terbentuk biru
kehitaman
(Sebelum) (Setelah)
Penambahan larutan FeCl3 0,1%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


66

3.4 Penapisan Fitokimia Ekstrak Fraksi Etanol (E2) Kulit Batang Kayu Jawa
No. Golongan Senyawa Gambar Keterangan
(Hasil Uji)

1 Alkaloid  Hasil (-) Alkaloid


Tidak terbentuk
endapan merah
(Dragendorf)

 Hasil (-) Alkaloid


 Tidak terbentuk
endapan kuning
(Mayer)
(Dragendorf) (Mayer)

2 Flavonoid

 Hasil (+)
Flavonoid
 Perubahan
intensitas warna
menjadi tidak
berwarna

3 Saponin

 Hasil (+) Saponin


 Terbentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


67

4 Glikosida

 Hasil (+)
glikosida
 Terbentuk larutan
berwarna kuning

5 Triterpenoid

 Hasil (-)
 Terbentuk warna
kuning emas

6 Fenol

 Hasil (+) fenol


 Terbentuk biru
kehitaman

7 Tanin

 Hasil (+) tannin


 Terbentuk biru
kehitaman

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


68

Lampiran 4. Perhitungan Rendemen Ekstrak Kulit Batang Kayu Jawa

1. Perhitungan rendemen ekstrak etanol total (E1)

Bobot total ekstrak


Rendemen Ekstrak = x 100%
Bobot serbuk simplisia total

120 𝑔𝑟𝑎𝑚
Rendemen ekstrak etanol total (E1) = 953 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥100%

= 12,59 %

2. Perhitungan rendemen ekstrak hasil partisi

Bobot fraksi
Rendemen Ekstrak = x 100%
Bobot ekstrak etanol total (E1)

3,5123 𝑔𝑟𝑎𝑚
Rendemen ekstrak fraksi n–heksan (NH) = 𝑥100% = 17,5615 %
20 𝑔𝑟𝑎𝑚

3,2439 𝑔𝑟𝑎𝑚
Rendemen ekstrak fraksi etil asetat (EA) = 𝑥100% = 16,2195 %
20𝑔𝑟𝑎𝑚

3,8127 𝑔𝑟𝑎𝑚
Rendemen ekstrak fraksi etanol (E2) = 𝑥100% = 19,0635%
20 𝑔𝑟𝑎𝑚

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


69

Lampiran 5. Sertifikat DPPH

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


70

Lampiran 6. Perhitungan Kadar Abu total Ekstrak


𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑏𝑢 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟−𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑘𝑟𝑢𝑠 𝑡𝑎𝑛𝑝𝑎 𝑡𝑢𝑡𝑢𝑝
% kadar abu = 𝑥 100 %
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
25,913 𝑔𝑟𝑎𝑚−25,618
% kadar abu = 𝑥 100 %
2,032 𝑔𝑟𝑎𝑚

% kadar abu = 14,5177%

Lampiran 7. Perhitungan Kadar Air Ekstrak

𝑊1−𝑊2
% kadar air = 𝑥 100 %
𝑊1−𝑊0
24.539 − 24,481
% kadar abu =24,539 − 23,539 𝑥 100 %

% kadar abu = 5,8%

Ket : W0 = berat cawan kosong (gram)


W1 = berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 = berat cawan + ekstrak setelah dipanaskan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


71

Lampiran 8. Uji Kualitatif Antioksidan Ekstrak Fraksi n-heksan, Fraksi Etil Asetat,
Fraksi Etanol dan Rutin

Sinar Biasa Sinar biasa


Sebelum disemprot DPPH Sesudah disemprot DPPH

Sinar Biasa Sinar biasa


Sebelum disemprot DPPH Sesudah disemprot DPPH

Keterangan :
NH= Fraksi n-heksan ET = Fraksi Etanol (E2)
EA = fraksi Etil Asetat R = Rutin
72

Lampiran 9. Panjang gelombang DPPH

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


73

Lampiran 10. Data Absorbansi Ekstrak Etanol Total (E1) Kulit Batang Kayu Jawa
74

Lampiran 11. Data Absorbansi Ekstrak n-Heksan (NH) Kulit Batang Kayu Jawa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


75

Lampiran `12. Data Absorbansi Ekstrak Etil Asetat (EA) Kulit Batang Kayu Jawa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


76

Lampiran 13. Data Absorbansi Ekstrak Fraksi Etanol (E2) Kulit Batang Kayu Jawa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


77

Lampiran 14. Data Absorbansi Vitamin C

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


78

Lampiran 15. Data Absorbansi Rutin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


79

Lampiran 16. Perhitungan dalam Uji Antioksidan

1. Pembuatan larutan DPPH (0,1mM)


Banyaknya DPPH yang ditimbang :

𝑚𝑔 1000
0.1 mM = 𝑀𝑟 x 𝑣
𝑥 1000
0.1 mM = 394 x 50𝑚𝑙

X = 1.98 mg

Jadi, ditimbang 1.98 mg DPPH dan dilarutkan dengan metanol pro analisa serta
dicukupkan volume hingga tanda batas

2. Pembuatan larutan induk ekstrak etanol (E1), ekstrak fraksi n-heksan (NH),
ekstrak fraksi etil asetat, dan ekstrak fraksi etanol (E2)
Konsentras 1 ppm setara dengan 1 µg/ml, sehingga untuk membuat konsentrasi 100
ppm dapat dilakukan dengan menimbang 5 mg ekstrak dan dicukupkan dengan
metanol pro analisa hingga volume 50 ml.
5 𝑚𝑔 5000 µg µ𝑔
50 𝑚𝑙
= = 100 𝑚𝑙 = 100 ppm
50 𝑚𝑙

3. Pembuatan larutan induk vitamin C


Konsentrasi 1 ppm setara dengan 1µg/ml sehingga untuk membuat konsentrasi 100
ppm dapat dilakukan dengan menimbang 5 mg vitamin c dan dicukupkan dengan
metanol pro analisa hingga volume 50 ml.
5 𝑚𝑔 5000 µg µ𝑔
= = 100 𝑚𝑙 = 100 ppm
50 𝑚𝑙 50 𝑚𝑙

4. Pembuatan larutan induk rutin


Konsentrasi 1 ppm setara dengan 1µg/ml sehingga untuk membuat konsentrasi 100
ppm dapat dilakukan dengan menimbang 5 mg rutin dan dicukupkan dengan metanol
pro analisa hingga volume 50 ml.
80

5 𝑚𝑔 5000 µg µ𝑔
= = 100 𝑚𝑙 = 100 ppm
50 𝑚𝑙 50 𝑚𝑙

5. Perhitungan larutan uji


a. Ekstrak etanol total kulit batang kayu jawa (2,4,6,8,10 dan 12 ppm)

Pembuatan larutan uji ekstrak etanol total kulit batang kayu jawa dari larutan
induk 100 ppm menggunakan labu ukur 25 ml

 Konsentrasi 2 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 2 ppm x 25 ml

V1 = 0.5 ml atau 500 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 4 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 4 ppm x 25 ml

V1 = 1 ml atau 1000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 6 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 6 ppm x 25 ml

V1 = 1.5 ml atau 1.500 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 8 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 8 ppm x 25 ml

V1 = 2 ml atau 2000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 10 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 10 ppm x 25 ml

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


81

V1 = 2.5 ml atau 2.500 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 12 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 12 ppm x 25 ml

V1 = 3 ml atau 3.000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

b. Ekstrak fraksi n-heksan kulit batang kayu jawa (2,4,6,8,10 dan 12 ppm)

Pembuatan larutan uji ekstrak frasksi kulit batang kayu jawa dari larutan induk 100
ppm menggunakan labu ukur 25 ml

 Konsentrasi 2 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 2 ppm x 25 ml

V1 = 0.5 ml atau 500 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 4 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 4 ppm x 25 ml

V1 = 1 ml atau 1000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 6 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 6 ppm x 25 ml

V1 = 1.5 ml atau 1.500 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 8 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 8 ppm x 25 ml

V1 = 2 ml atau 2000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


82

 Konsentrasi 10 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 10 ppm x 25 ml

V1 = 2.5 ml atau 2.500 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 12 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 12 ppm x 25 ml

V1 = 3 ml atau 3.000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

c. Ekstrak fraksi etil asetat kulit batang kayu jawa (2,4,6,8,10 dan 12 ppm)

Pembuatan larutan uji ekstrak fraksi etil asetat kulit batang kayu jawa dari larutan
induk 100 ppm menggunakan labu ukur 25 ml

 Konsentrasi 2 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 2 ppm x 25 ml

V1 = 0.5 ml atau 500 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 4 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 4 ppm x 25 ml

V1 = 1 ml atau 1000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 6 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 6 ppm x 25 ml

V1 = 1.5 ml atau 1.500 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 8 ppm

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


83

N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 8 ppm x 25 ml

V1 = 2 ml atau 2000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 10 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 10 ppm x 25 ml

V1 = 2.5 ml atau 2.500 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 12 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 12 ppm x 25 ml

V1 = 3 ml atau 3.000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

d. Ekstrak fraksi etanol kulit batang kayu jawa (2,4,6,8,10 dan 12 ppm)

Pembuatan larutan uji ekstrak fraksi etanol kulit batang kayu jawa dari larutan induk
100 ppm menggunakan labu ukur 25 ml

 Konsentrasi 2 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 2 ppm x 25 ml

V1 = 0.5 ml atau 500 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 4 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 4 ppm x 25 ml

V1 = 1 ml atau 1000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 6 ppm
N1 x V1 = N2 x V2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


84

100 ppm x V1 = 6 ppm x 25 ml

V1 = 1.5 ml atau 1.500 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 8 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 8 ppm x 25 ml

V1 = 2 ml atau 2000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 10 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 10 ppm x 25 ml

V1 = 2.5 ml atau 2.500 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 12 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 12 ppm x 25 ml

V1 = 3 ml atau 3.000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

6. Perhitungan larutan kontrol positif vitamin C (2,4,6,8,10 dan 12 ppm)

Pembuatan larutan uji pembanding vitamin c dari larutan induk 100 ppm
menggunakan labu ukur 25 ml

 Konsentrasi 2 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 2 ppm x 25 ml

V1 = 0.5 ml atau 500 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 4 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 4 ppm x 25 ml

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


85

V1 = 1 ml atau 1000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 6 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 6 ppm x 25 ml

V1 = 1.5 ml atau 1.500 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 8 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 8 ppm x 25 ml

V1 = 2 ml atau 2000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 10 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 10 ppm x 25 ml

V1 = 2.5 ml atau 2.500 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 12 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 12 ppm x 25 ml

V1 = 3 ml atau 3.000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

7. Perhitungan larutan kontrol positif Rutin (2,4,6,8,10 dan 12 ppm)

Pembuatan larutan uji pembanding rutin dari larutan induk 100 ppm menggunakan
labu ukur 25 ml

 Konsentrasi 2 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 2 ppm x 25 ml

V1 = 0.5 ml atau 500 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


86

 Konsentrasi 4 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 4 ppm x 25 ml

V1 = 1 ml atau 1000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 6 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 6 ppm x 25 ml

V1 = 1.5 ml atau 1.500 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 8 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 8 ppm x 25 ml

V1 = 2 ml atau 2000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 10 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 10 ppm x 25 ml

V1 = 2.5 ml atau 2.500 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

 Konsentrasi 12 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
100 ppm x V1 = 12 ppm x 25 ml

V1 = 3 ml atau 3.000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk 100 ppm)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


87

Lampiran 17. Perhitungan Persen Inhibisi

1. Perhitungan % Inhibisi ekstrak etanol total (E1)


a. Konsentrasi 2 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.587−0.4753
% inhibisi = 𝑥 100%
0.587

% inhibisi = 30.744 %
b. Konsentrasi 4 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.587−0.4076
% inhibisi = 0.587
𝑥 100%

% inhibisi = 30.562 %
c. Konsentrasi 6 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.587−0.3293
% inhibisi = 𝑥 100%
0.587

% inhibisi = 43.901 %
d. Konsentrasi 8 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.587−0.2413
% inhibisi = 𝑥 100%
0.587

% inhibisi = 58.892 %
e. Konsentrasi 10 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.587−0.1233
% inhibisi = 𝑥 100%
0.587

% inhibisi = 78.994 %
f. Konsentrasi 12 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.587−0.0366
% inhibisi = 𝑥 100%
0.587

% inhibisi = 93.764 %

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


88

2. Perhitungan % Inhibisi ekstrak fraksi n-heksan (nH)


a. Konsentrasi 2 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.545−0.493
% inhibisi = 𝑥 100%
0.545

% inhibisi = 9.541 %
b. Konsentrasi 4 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.545−0.4596
% inhibisi = 𝑥 100%
0.545

% inhibisi = 15.669 %
c. Konsentrasi 6 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.545−0.3966
% inhibisi = 𝑥 100%
0.545

% inhibisi = 27.229 %
d. Konsentrasi 8 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.545−0.3166
% inhibisi = 𝑥 100%
0.545

% inhibisi = 41.908 %
e. Konsentrasi 10 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.545−0.2603
% inhibisi = 𝑥 100%
0.545

% inhibisi = 52.238 %
f. Konsentrasi 12 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.545−0.1993
% inhibisi = 𝑥 100%
0.545

% inhibisi = 63.431 %

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


89

3. Perhitungan % Inhibisi ekstrak fraksi etil asetat (EA)


a. Konsentrasi 2 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.560−0.4813
% inhibisi = 𝑥 100%
0.560
% inhibisi = 14.444 %
b. Konsentrasi 4 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.560−0.4116
% inhibisi = 𝑥 100%
0.560
% inhibisi = 26.5 %
c. Konsentrasi 6 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.560−0.332
% inhibisi = 𝑥 100%
0.560
% inhibisi = 40.714 %
d. Konsentrasi 8 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.560−0.2796
% inhibisi = 𝑥 100%
0.560
% inhibisi = 50.071 %
e. Konsentrasi 10 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.560−0.2113
% inhibisi = 𝑥 100%
0.560
% inhibisi = 62.267 %
f. Konsentrasi 12 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.560−0.4813
% inhibisi = 𝑥 100%
0.560
% inhibisi = 70.25 %

4. Perhitungan % Inhibisi ekstrak fraksi etanol (E2)


a. Konsentrasi 2 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


90

0.564−0.3906
% inhibisi = 𝑥 100%
0.564
% inhibisi = 30.744 %
b. Konsentrasi 4 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.564−0.3303
% inhibisi = 𝑥 100%
0.564
% inhibisi = 41.436 %
c. Konsentrasi 6 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.564−0.2616
% inhibisi = 𝑥 100%
0.564
% inhibisi = 53.617 %
d. Konsentrasi 8 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.564−0.1803
% inhibisi = 𝑥 100%
0.564
% inhibisi = 68.031 %
e. Konsentrasi 10 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.564−0.0966
% inhibisi = 𝑥 100%
0.564
% inhibisi = 82.872 %
f. Konsentrasi 12 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.564−0.0343
% inhibisi = 𝑥 100%
0.564
% inhibisi = 93.918 %

5. Perhitungan % Inhibisi pembanding vitamin c


a. Konsentrasi 2 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.550−0.3106
% inhibisi = 𝑥 100%
0.550
% inhibisi = 43.527 %
b. Konsentrasi 4 ppm

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


91

𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.550−0.2666
% inhibisi = 𝑥 100%
0.550
% inhibisi = 51.527 %
c. Konsentrasi 6 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.550−0.2013
% inhibisi = 𝑥 100%
0.550
% inhibisi = 63.4 %
d. Konsentrasi 8 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.550−0.145
% inhibisi = 𝑥 100%
0.550
% inhibisi = 73.636 %
e. Konsentrasi 10 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.550−0.098
% inhibisi = 𝑥 100%
0.550
% inhibisi = 82.181 %
f. Konsentrasi 12 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.550−0.0413
% inhibisi = 𝑥 100%
0.550
% inhibisi = 92.490 %

6. Perhitungan % Inhibisi ekstrak rutin


a. Konsentrasi 2 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.563−0.4553
% inhibisi = 𝑥 100%
0.563
% inhibisi = 19.129 %
b. Konsentrasi 4 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.563−0.3783
% inhibisi = 𝑥 100%
0.563
% inhibisi = 32.806 %

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


92

c. Konsentrasi 6 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.563−0.2766
% inhibisi = 𝑥 100%
0.563
% inhibisi = 50.692 %
d. Konsentrasi 8 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.563−0.1863
% inhibisi = 𝑥 100%
0.563
% inhibisi = 66.909 %
e. Konsentrasi 10 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.563−0.092
% inhibisi = 𝑥 100%
0.563
% inhibisi = 83.658 %
f. Konsentrasi 12 ppm
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0.563−0.4553
% inhibisi = 𝑥 100%
0.563
% inhibisi = 91.829 %

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


93

Lampiran 18. Perhitungan IC50

1. Perhitungan IC50 ekstrak etanol total (E1)


Sebelumnya konsentrasi (x) dan % inhibisi (y) dari ekstrak etanol (E1) dibuat
persamaan regresi linier menggunakan aplikasi pengolah data Microsoft excel 2010
hingga diperoleh persamaan y = 6.4942x + 16.311. Dari persamaan inilah dihitung
nilai IC50
Y = 6.4942x + 16.311
50 = 6.4942x + 16.311
50−16.311
X= 6.4942

X = 5.18 ppm

2. Perhitungan IC50 ekstrak fraksi n-heksan(NH)


Sebelumnya konsentrasi (x) dan % inhibisi (y) dari fraksi n-heksan(NH) dibuat
persamaan regresi linier menggunakan aplikasi pengolah data Microsoft excel 2010
hingga diperoleh persamaan y = 5.6262x - 4.3805. Dari persamaan inilah dihitung
nilai IC50
Y = 5.6262x - 4.3805
50 = 5.6262x - 4.3805
50−4.3805
X= 5.6262

X = 9.66 ppm

3. Perhitungan IC50 ekstrak fraksi etil asetat (EA)


Sebelumnya konsentrasi (x) dan % inhibisi (y) dari fraksi etil asetat (EA) dibuat
persamaan regresi linier menggunakan aplikasi pengolah data Microsoft excel 2010
hingga diperoleh persamaan y = 5.6527x + 4.4722. Dari persamaan inilah dihitung
nilai IC50
Y = 5.6527x + 4.4722
50 = 5.6527x + 4.4722
50−4.4722
X= = 8.05 ppm
5.6527

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


94

4. Perhitungan IC50 ekstrak fraksi etanol (E2)


Sebelumnya konsentrasi (x) dan % inhibisi (y) dari fraksi etanol (E2) dibuat persamaan
regresi linier menggunakan aplikasi pengolah data Microsoft excel 2010 hingga
diperoleh persamaan y = 7.5065x + 1.9295. Dari persamaan inilah dihitung nilai IC50
Y = 7.5065x + 1.9295
50 = 7.5065x + 1.9295
50−1.9295
X= 7.5065

X = 6.40 ppm

5. Perhitungan IC50 pembanding vitamin C


Sebelumnya konsentrasi (x) dan % inhibisi (y) dari vitamin C dibuat persamaan regresi
linier menggunakan aplikasi pengolah data Microsoft excel 2010 hingga diperoleh
persamaan y = 4.9574x + 33.092. Dari persamaan inilah dihitung nilai IC50
Y = 4.9574x + 33.092
50 = 4.9574x - 33.092
50−33.092
X=
4.9574

X = 3.41 ppm

6. Perhitungan IC50 pembanding rutin


Sebelumnya konsentrasi (x) dan % inhibisi (y) dari rutin dibuat persamaan regresi
linier menggunakan aplikasi pengolah data Microsoft excel 2010 hingga diperoleh
persamaan y = 7.6039x + 4.277. Dari persamaan inilah dihitung nilai IC50
Y = 7.6039x + 4.277
50 = 7.6039x + 4.277
50−4.277
X= = 6.01 ppm
7.6039

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


95

Lampiran 19. Perhitungan Nilai AAI (Antioxidant Activity Index)


1. Perhitungan nilai AAI dari ekstrak etanol (E1)
Konsentrasi DPPH yang digunakan adalah 1.98 mg/50 ml = 39.6 ppm serta nilai IC 50
ekstrak etanol (E1) yang diperoleh sebesar 5.18 ppm
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐷𝑃𝑃𝐻 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
AAI = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 IC50
39.6
AAI = 5.18

AAI = 7.63
Jadi nilai AAI dari ekstrak etanol adalah 7.63 dan tergolong sangat kuat

2. Perhitungan nilai AAI dari ekstrak fraksi n-heksan (NH)


Konsentrasi DPPH yang digunakan adalah 1.98 mg/50 ml = 39.6 ppm serta nilai IC 50
ekstrak etanol (E1) yang diperoleh sebesar 9.66 ppm
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐷𝑃𝑃𝐻 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
AAI = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 IC50
39.6
AAI = 9.66

AAI = 4.09
Jadi nilai AAI dari ekstrak fraksi n-heksan adalah 4.09 dan tergolong sangat kuat

3. Perhitungan nilai AAI dari ekstrak fraksi etil asetat (EA)


Konsentrasi DPPH yang digunakan adalah 1.98 mg/50 ml = 39.6 ppm serta nilai IC 50
ekstrak etanol (E1) yang diperoleh sebesar 8.05 ppm
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐷𝑃𝑃𝐻 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
AAI = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 IC50
39.6
AAI = 8.05

AAI = 4.91
Jadi nilai AAI dari ekstrak fraksi etil asetat adalah 4.91 dan tergolong sangat kuat

4. Perhitungan nilai AAI dari ekstrak fraksi etanol (E2)


Konsentrasi DPPH yang digunakan adalah 1.98 mg/50 ml = 39.6 ppm serta nilai IC50
ekstrak etanol (E1) yang diperoleh sebesar 6.40 ppm

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


96

𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐷𝑃𝑃𝐻 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛


AAI = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 IC50
39.6
AAI = 6.40

AAI = 6.18
Jadi nilai AAI dari ekstrak fraksi etanol adalah 6.18 dan tergolong sangat kuat

5. Perhitungan nilai AAI dari pembanding vitamin C


Konsentrasi DPPH yang digunakan adalah 1.98 mg/50 ml = 39.6 ppm serta nilai IC 50
ekstrak etanol (E1) yang diperoleh sebesar 3.41 ppm
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐷𝑃𝑃𝐻 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
AAI = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 IC50
39.6
AAI = 3.41

AAI = 11.061
Jadi nilai AAI dari vitamin C adalah 11.061 dan tergolong sangat kuat

6. Perhitungan nilai AAI dari pembanding rutin


Konsentrasi DPPH yang digunakan adalah 1.98 mg/50 ml = 39.6 ppm serta nilai IC50
ekstrak etanol (E1) yang diperoleh sebesar 6.01 ppm
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐷𝑃𝑃𝐻 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
AAI = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 IC50
39.6
AAI = 6.01

AAI = 6.58
Jadi nilai AAI dari rutin adalah 6.58 dan tergolong sangat kuat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


97

Lampiran 20. Data Absorbansi Uji Aktivitas Antioksidan

 Data absorbansi antioksidan ekstrak etanol total (E1)


Konsentrasi Absorbansi pada Pengulangan ke - Absorbansi % Inhibisi
(ppm) 1 2 3 Rata-rata
2 0.390 0.390 0.392 0.390 30.7
4 0.330 0.331 0.33 0.330 41.4
6 0.262 0.259 0.261 0.261 53.6
8 0.181 0.180 0.179 0.180 68.0
10 0.096 0.097 0.097 0.096 82.8
12 0.034 0.034 0.035 0.034 93.9

 Data absorbansi antioksidan ekstrak fraski n-heksan (NH)


Konsentrasi Absorbansi pada Pengulangan ke - Absorbansi % Inhibisi
(ppm) 1 2 3 Rata-rata
2 0.493 0.491 0.495 0.493 9.5
4 0.460 0.459 0.459 0.459 15.6
6 0.396 0.395 0.396 0.396 27.2
8 0.316 0.317 0.317 0.316 41.9
10 0.260 0.260 0.262 0.260 52.2
12 0.200 0.199 0.199 0.199 63.4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


98

 Data absorbansi antioksidan ekstrak fraksi etil asetat (EA)


Konsentrasi Absorbansi pada Pengulangan ke - Absorbansi % Inhibisi
(ppm) 1 2 3 Rata-rata
2 0.481 0.482 0.481 0.481 14.4
4 0.411 0.412 0.412 0.411 26.5
6 0.332 0.334 0.33 0.332 40.7
8 0.279 0.280 0.280 0.279 50.0
10 0.211 0.212 0.211 0.211 62.2
12 0.175 0.177 0.178 0.176 70.2

 Data absorbansi antioksidan ekstrak fraksi etanol (E2)


Konsentrasi Absorbansi pada Pengulangan ke - Absorbansi % Inhibisi
(ppm) 1 2 3 Rata-rata
2 0.476 0.475 0.474 0.475 20.7
4 0.407 0.406 0.407 0.407 30.5
6 0.329 0.329 0.328 0.329 43.9
8 0.240 0.241 0.241 0.241 58.8
10 0.123 0.123 0.123 0.123 78.9
12 0.030 0.040 0.040 0.036 93.7

 Data absorbansi antioksidan pembanding vitamin c


Konsentrasi Absorbansi pada Pengulangan ke - Absorbansi % Inhibisi
(ppm) 1 2 3 Rata-rata
2 0.310 0.310 0.320 0.310 43.5
4 0.266 0.267 0.267 0.266 51.5
6 0.201 0.201 0.202 0.201 63.4
8 0.144 0.146 0.145 0.145 73.6
10 0.098 0.097 0.099 0.098 82.1
12 0.014 0.014 0.015 0.041 92.4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


99

 Data absorbansi antioksidan pembanding rutin


Konsentrasi Absorbansi pada Pengulangan ke - Absorbansi % Inhibisi
(ppm) 1 2 3 Rata-rata
2 0.455 0.455 0.456 0.455 19.1
4 0.378 0.377 0.377 0.378 32.8
6 0.277 0.276 0.277 0.276 50.6
8 0.186 0.186 0.187 0.186 66.9
10 0.092 0.091 0.093 0.092 83.6
12 0.043 0.046 0.049 0.046 91.8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


100

Lampiran 21. Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi


1. Kurva hubungan konsentrasi dan % inhibisi ekstrak etanol total (E1) kulit batang
kayu jawa

Ekstrak Etanol Total y = 6.4942x + 16.311


R² = 0.9972
100

80
% inhibisi

60

40

20

0
0 2 4 6 8 10 12 14
konsentrasi sampel

2. Kurva hubungan konsentrasi dan % inhibisi ekstrak fraksi n-heksan (NH) kulit
batang kayu jawa

y = 5.6262x - 4.3805
Ekstrak Fraksi n-Heksan R² = 0.9912
70
60
50
% Inhibisi

40
30
20
10
0
0 2 4 6 8 10 12 14
konsentrasi sampel

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


101

3. Kurva hubungan konsentrasi dan % inhibisi ekstrak fraksi etil asetat(EA) kulit
batang kayu jawa

y = 5.6527x + 4.4722
Ekstrak Fraksi Etil Asetat R² = 0.994
80
70
60
% Inhibisi

50
40
30
20
10
0
0 2 4 6 8 10 12 14
konsentrasi sampel

4. Kurva hubungan konsentrasi dan % inhibisi ekstrak fraksi etanol (E2) kulit batang
kayu jawa

y = 7.5065x + 1.9295
Ekstrak Fraksi Etanol R² = 0.9894

100
90
80
70
% Inhibisi

60
50
40
30
20
10
0
0 2 4 6 8 10 12 14
konsentrasi sampel

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


102

5. Kurva hubungan konsentrasi dan % inhibisi vitamin C

y = 4.9574x + 33.092
Vitamin C R² = 0.9979

100

80
% Inhibisi
60

40

20

0
0 2 4 6 8 10 12 14
konsentrasi sampel

6. Kurva hubungan konsentrasi dan % inhibisi rutin

y = 7.6039x + 4.277
Rutin R² = 0.9921
120

100

80
% Inhibisi

60

40

20

0
0 2 4 6 8 10 12 14
konsentrasi sampel

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Vous aimerez peut-être aussi