Vous êtes sur la page 1sur 12

ASKEP BELLS PALSY

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN DIAGNOSA MEDIK BELL’S PALSY

A.Pengertian

Bell’s palsy adalah suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan
tiba-tiba pada satu sisi wajah.

Bell’s Palsy adalah suatu kelumpuhan akut nervus facialis perifer yang penyebabnya tidak
diketahui (idiopatik). Penyakit ini biasanya hanya mengenai satu sisi wajah (unilateral), tetapi dapat
pula mengenai kedua sisi wajah yang sehat dengan bilateral Bell’s Palsy( Jimmi Sabirin, 1996).

Bell’s Palsy adalah suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan
tiba-tiba pada otot di satu sisi wajah dan menyebabkan wajah miring/mencong. Berbeda dari GPDO,
kelumpuhan wajah yang terjadi tidak dibarengi dengan kelumpuhan anggota tubuh lain.

Contoh pasien dengan bell’s palsy

Anatomi Fisiologis

a) Nervus Facialis

Nervus Facialis terdiri dari dua nucleus motoris di batang otak, yang terdiri dari :

(1) Nucleus Motorik Superior yang bertugas menerima impuls dari gyrus presentralis kortek
serebri kedua belah sisi kanan-kiri dan mengirim serabut-serabut saraf ke otot-otot mimik di dahi
dan orbikularis occuli.

(2) Nucleus Motoris Inferior yang bertugas menerima impuls hanya dari gyrus presentralis dari sisi
yang berlawanan dan mengirim serabut-serabut saraf ke otot-otot mimik bagian bawah
dan platisma (Chusid, 1983).

(3) Serabut-serabut nervus facialis didalam batang otak berjalan melingkari nucleus nervus
abducens sehingga lesi di daerah ini juga diikuti dengan kelumpuhan nervus abducens. Setelah
keluar dari batang otak, nervus facialis berjalan bersama nervus intermedius yang bersifat sensoris
dan sekretorik. Selanjutnya berjalan berdekatan dengan nervus oktavus bersama-sama masuk ke
dalam canalis austikus internus dan berjalan ke arah lateral, masuk ke canalis falopii (pars
petrosa).Kemudian nervus facialis masuk ke dalam cavum timpani setelah membentuk ganglion
genikulatum. Di dalam cavum timpani nervus facialis membelok tajam ke arah posterior dan
horizontal (pars timpani). Saraf ini berjalan tepat di atas foramen ovale, kemudian membelok tegak
lurus ke bawah (genu eksternum) di dalam canalis falopii pars mastoidea. Bagian saraf yang berada
didalam canalis falopii pars timpani disebut nervus facialispars horizontalis, sedang yang berjalan
didalam pars mastoidea disebut nervus facialis pars vertikalis atau desenden. Saraf ini keluar dari
tulang tengkorak melalui foramen stylomastoideus. Setelah keluar dari foramen stylomastoideus,
syaraf ini bercabang-cabang dan berjalan di antara lobus superfisialis dan profundus glandula
parotis dan berakhir pada otot-otot mimik di wajah.

Dalam perjalanan nervus facialis memberikan cabang :

(1) Dari ganglion genikulatum mengirimkan serabut saraf melalui ganglion sfenopalatinum sebagai
saraf petrosus superfisialis mayoryang akan menuju glandula lakrimalis.

(2) Cabang lain dari ganglion genikulatum adalah saraf petrosus superficialis minor yang
melalui ganglion otikum membawa serabut sekreto-motorik ke kelenjar parotis.

(3) Dari nervus facialis pars vertikalis, memberikan cabang-cabang :

Saraf stapedius yang mensarafi stapedius. Kelumpuhan saraf ini menyebabkan hiperakusis.

Saraf korda timpani yang menuju ⅔ lidah bagian depan dan berfungsi sensorik untuk perasaan lidah
(rasa asam, asin dan manis). Selain itu saraf korda timpani juga mempunyai serabut yang bersifat
sekreto-motorik yang menuju ke kelenjar liur submaksilaris dan sublingualis(Chusid, 1983).

Distribusi saraf fasialis

b).Fungsi saraf fasialis

No Otot Fungsi Saraf

1 M. Occipitofrontalis Mengangkat alis,mengerutkan dahi N. temporalis

2 M. Orbicularis oculi Menutup mata/memejam mata N. temporalis

N. Temporalis & N.
3 M. Procerus Mengerutkan kulit diantara ke 2 alis Zigomatikum

4 M. Nasalis Mengembangkan cuping hidung N.fasialis


M.Zigomatikum mayor
5 & minor Gerakan tersenyum N.Zigomatikum

6 M. Depresor anguli oris Menarik ujung mulut ke bawah N. Zigomatikum

N. Zigomatukum, N.
7 M. Orbicularis oris Bersiul Mandibular

N.zigomatikum, N.
8 M. Buccinator Meniup sambil menutup mulut Mandibular, N. Buccalis

N. Mandibular, N.
9 M.mentalis Menggangkat dagu Buccalis

10 M. Platysma Menegangkan kulit leher N. Fasialis.

Etiologi

Menurut etiologi artinya ilmu tentang penyebab penyakit (Dachlan,2001). Ada beberapa teori yang
mengemukakan tentang penyebab Bell’s Palsy antara lain sebagai berikut:

a) Teori Infeksi Virus Herpes Zoster

Salah satu penyebab bell’s Palsy karena terinfeksi virus herpez yang menyebabkan kelumpuhan pada
otot-otot wajah dan sering dikenal dengan Sindroma Ramsay-Hunt atau Bell’s Palsy (Duus Peter,
1996).Herpes zoster hidup didalam jaringan saraf. Apabila radang herpes zoster ini
menyerang ganglion genikulatum, maka dapat melibatkan paralisis pada otot-otot wajah sesuai area
persarafannya. Virus tersebut dapat dormant (tidur) selama beberapa tahun, dan akan aktif jika yang
bersangkutan terkena stres fisik ataupun psikik. Sekalipun demikian Bell’s palsy tidak menular.

(b) Teori Iskemia Vaskuler

Terjadinya gangguan sirkulasi darah di kanalis falopii, secara tidak langsung menimbulkan paralisis
pada nervus facialis.Kerusakan yang ditimbulkan berasal dari tekanan saraf perifer terutama
berhubungan dengan oklusi dari pembuluh darah yang mengaliri saraf tersebut, bukan akibat dari
tekanan langsung pada sarafnya.
(c) Teori herediter

Teori herediter mengemukakan bahwa Bell’s Palsy yang disebabkan karena faktor herediter
berhubungan dengan kelainan anatomis pada canalis facialis yang bersifat menurun (Hamid, 1991).

(d) Pengaruh udara dingin

Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh darah leher atau telinga rusak, dan
mengakibatkan foramen stilomastoideus bengkak. Nervus facialis yang melewati daerah tersebut
terjepit sehingga rangsangan yang dihantarkan terhambat yang menyebabkan otot-otot wajah
mengalami kelemahan atau lumpuh.

Manifestasi klinik

Gejala awal

Mulut tampak mecong saat meringis,

Kelopak mata tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos),

Waktu penderita disuruh menutup kelopak matanya maka bola mata tampak berputar ke atas
(tanda Bell).

Penderita tidak dapat bersiul atau meniup,

Apabila berkumur atau minum maka air keluar melalui sisi mulut yang lumpuh.

Gangguan sensasi pada wajah

Lipatan kulit dahi menghilang.

Apabila mata tidak tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.

Hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena
berkurang.

Hiperakusis/ tinitus.

Nyeri di belakang dan di dalam liang telinga.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan sensoris ( tes pengecapan ).

Darah ( dibeberapa kasus terjadi peningkatan ringan dari limfosit dan sel-sel mononuklear sehingga
diikuti dengan peningkatan tekanan darah ).
FOTO – Plain foto

SCAN/MRI

Computed Tomography(CT) scan, juga disebut Computerized Axial Tomography (CAT) scan,
digunakan untuk membuat gambar dari semua sisi dari struktur tubuh, ini juga dapat digunakan
untuk mendeteksi keanehan pada leher dan spine(misalnya: vertebrae, intervertebral , spinal cord)
saraf serta pembuluh darah.

EMG

Test ini dapat memastikan adanya kerusakan saraf dan tingkat keparahannya. Sebuah EMG dapat
mengukur aktifitas electric otot sebagai respons terhadap stimulan dalam aliran saraf.

Komplikasi

Infeksi kornea dan kebutaan.

sinkenesis dan spasme spontan

gangguan nutrisi akibat kerusakan pengecapan.

masalah psikososial jangka panjang.

Diagnosis Banding

Herpes Zoster Otikus

Otitis Media Supurativa dan mastoiditis

Trauma

Sindroma Guillain Barre dan Miastenia Gravis

Penatalaksanan

Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus untuk Bell ’s Palsy. Beberapa ahli percaya bahwa :

1). Kortikosteroid, misalnya Prednison harus diberikan dalam waktu tidak lebih dari 2 hari setelah
timbulnya gejala dan dilanjutkan sampai 1-2 minggu.

Pada kelumpuhan yang berat, pemijatan pada otot yang lemah dan perangsangan sarafnya bisa
membantu mencegah terjadinya kekakuan otot wajah.

3.Vitamin B1, B6 & B12.Dengan dosis tinggi, digunakan untuk pertumbuhan serabut

syaraf yang rusak.

4). Botox.Botolinum toxin type A atau yang lebih dikenal dengan botox merupakan alternatif terapi
yang dapat digunakan dan berfungsi untuk relaksasi otot -otot wajah.

5). Aciclovir 400mg diberikan 5 kali sehari selama 7 hari, Analgesik seperti ibuprofen, obat tetes
mata untuk menjaga kelembaban mata.

Fisioterapi

Cara yang sering digunakan yaitu: mengurut (massage) otot wajah selama 5 menit pagi – sore.
Gerakan yang dapat dilakukan berupa tersenyum, mengatupkan bibir, mengerutkan hidung,
mengerutkan dahi, gunakan ibu jari dan telunjuk untuk menarik sudut mulut secara manual,
mengangkat alis secara manual dengan keempat jari menutup mata

Pembedahan

Eksplorasi saraf fasial ( mungkin )

Perbaikan saraf fasial seperti tandur saraf wajah.

Pencegahan

Gunakan helm fullface yang benar, merupakan salah satu cara agar terhindar dari bell’s palsy. Ini
dilakukan untuk menghindari sentuhan langsung dengan angin.

Jika tidur menggunakan kipas angin, jangan biarkan kipas angin menerpa wajah langsung.

Kalau sering lembur hingga malam, jangan mandi air dingin di malam hari. Selain tidak bagus untuk
jantung, juga tidak baik untuk kulit dan syaraf.

Setelah berolah raga berat, jangan langsung mandi atau mencuci wajah dengan air dingin.

Asuhan Keperawatan
1). Pengkajian

Identitas pasien ( nama, jenis kelamin, umur, agama, pekerjaan, serta alamat pasien ).

Keluhan utama : satu atau lebih keluhan atau gejala dominan yang mendorong penderita untuk
mencari pertolongan.

Riwayat penyakit sekarang : kronologis penyakit mencakup kapan mulai terjadinya, sifatnya seperti
apa, manifestasi lain yang menyertai, penyebab sakit, dll. Biasanya didapatkan keluhan kelumpuhan
otot wajah pada satu sisi, bila dahi dikerutkan, lipatan kulit dahinya hanya tampak pada sisi yang
sehat saja. Bila klien disuruh memejamkan kedua matanya, maka pada sisi yang tidak sehat, kelopak
mata tidak dapat ditutup, bola mata nampak berputar keatas. Fenomena tersebut dikenal sebagai
tanda bell.

Riwayat penyakit dahulu / penyerta : pernahkah klien mengalami penyakit iskemia vaskuler, otitis
media, pernahkah klien mengalami penyakit iskemia vaskuler, otitis media. Obat-obatan yang sering
digunakan klien, kemana klien sudah meminta pertolongan.

Riwayat pribadi : berhubungan dengan kebiasaan at hobi pasien.

Riwayat penyakit keluarga Pengkajian psiko-sosio-spiritual : bagaimana status emosi, kognitif,


mekanisme koping, trhdp pnyakitnya.

2). Pemeriksaan fisik

Tanda – tanda Vital

Pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh data sebagai berikut: (1) tekanan darah, (2) denyut nadi, (3)
pernafasan: (4) temperatur, (5) tinggi badan, (6) berat badan.

B1 ( Breathing ) pada umumnya tdk ada ggguan.

B2 (Blood) : TTV dalam batas normal dan tidak terdengar bunyi jantung tambahan.

B3 (Brain) fokus pada pemeriksaan saraf kranial

Saraf I : fungsi penciuman tidak ada kelainan.

Saraf II : tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.

Saraf III, IV, VI : penurunan gerakan kelopak mata pada sisi yang sakit (lagoftalmos).

Saraf V : kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, lipatan nasolabial pada sisi kelumpuhan mendatar,
adanya gerakan sinkinetik

Saraf VII : berkurangnya ketajaman pengecapan,

Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX & X : paralisis otot orofaring, kesukaran berbicara, menguyah dan menelan. Kemampuan
menelan kurang baik, sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral.

Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Kemampuan mobilisasi leher
baik.

Saraf XII : lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan
mengalami kelumpuhan dan pengecapan pada 2/3 lidah sisi kelumpuhan kurang tajam.

Sistem motorik, disfungsi neurologis ( – ), kekuatan otot normal, kontrol keseimbangan dan
koordinasi tidak ada kelainan.

Pemeriksaan refleks dalam batas normal.

Gerakan involunter , sering ditemukan Tic fasialis.

Sistem sensorik, kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri dan suhu tidak ada kelainan. Gangguan
sensasi terjadi pd wajah

B4 (Blader) kadang terjadi penurunan haluara urine, akibat kesulitan menelan.

B5 (bowel) : gangguan mengunyah dan menelan.

B6 (Bone) : tidak menunjukan kelainan yang berarti.

Pemeriksaan gerak

Meliputi pemeriksaan gerak aktif, pasif, isometrik melawan tahanan. Pada pemeriksaan gerak aktif
yang diperiksa adalah sisi yang lemah, meliputi kemampuan mengerutkan dahi, bersiul, tersenyum
dan menutup mata.Pada pemeriksaan gerak pasif yang diperiksa adalah sisi wajah yang sakit, yaitu
menutup mata, mengerutkan dahi dan tersenyum.Pada pemeriksaan gerak pasif yang dilakukan
pada sisi yang lesi atau kanan gerakan mengerutkan dahi, mendekatkan kedua alis, mencucu,bersiul,
menutup mata, mengkerutkan hidung ke atas, dan tersenyum.

Kemampuan fungsional dan lingkungan Aktivitas

Kemampuan fungsional yaitu kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-


hari.Sedangkan lingkungan aktivitas adalah keadaan lingkungan sekitar yang berhubungan dengan
kondisi pasien.Pemeriksaan kognitif, intrapersonal dan interpersonal.

Kognitif merupakan pengetahuan seseorang atau perilaku manusia yang dikaitkan dengan susunan
saraf otak.Kognitif meliputi komponen atensi, konsentrasi, memori pemecahan masalah,
pengambilan sikap dan perilaku, orientasi ruang dan waktu.

Intrapersonal adalah kemampuan pasien dalam memahami keadaan dirinya, motivasi dirinya.

interpersonal adalah kemampuan bagaimana berhubungan dengan orang lain disekitarnya.

3). Pemeriksaan spesifik


Selain pemeriksaan gerak diperlukan juga diperlukan pemeriksaan spesifik untuk lebih memperjelas
permasalahan yang dihadapi.

Untuk kasus ini pemeriksaan spesifik yang dilaksanakan berupa : Tanda bell, skala “Ugo Fisch” dan
penilaian kekuatan otot wajah dengan menggunakan skala “Daniel’s and Worthingham Manual
Muscle Testing”.

(a) Tanda Bell’s

Tanda bell yang terlihat pada pasien yaitu saat mengkerutkan dahi, lipatan kulit dahi hanya terlihat
pada sisi lesi, dan saat memejamkan mata, bola mata masih terlihat sedikit pada sisi yang sehat.

(b) Ugo Fisch scale

Ugo Fisch scale bertujuan untuk pemeriksaan fungsi motorik dan mengevaluasi kemajuan motorik
otot wajah pada penderita bell’s palsy. Penilaian dilakukan pada 5 posisi, yaitu saat istirahat,
mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum, dan bersiul. Pada posisi tersebut dinilai simetris atau
tidaknya antara sisi sakit dengan sisi yang sehat.(Lumbantobing 2006)

Ada 4 penilaian dalam % untuk posisi tersebut antara lain :

0 % (zero): AsimetrisKomplit, tidak ada gerakan volunter sama sekali.

30 % (poor): Simetris ringan, kesembuhan cenderung ke asimetris, ada gerakan volunter.

70 % (fair) : Simetris sedang, kesembuhan cenderung normal.

100 % (normal) : Simetris komplit (normal).

Angka prosentase masing-masing posisi harus dirubah menjadi scoredengan kriteria sebagai berikut :

Saat istirahat : 20 point

Mengerutkan dahi : 10 point

Menutup mata : 30 point

Tersenyum : 30 point

Bersiul : 10 point

Pada keadaan normal untuk jumlah kelima posisi wajah adalah 100 point.Hasil penilaian itu
diperoleh dari penilaian angka prosentase dikalikan dengan masing-masing point.Nilai akhirnya
adalah jumlah dari 5 aspek penilaian tersebut.

(c) Manual Muscle Testing (MMT) otot-otot wajah


Untuk menilai kekuatan otot fasialis yang mengalami paralisis digunakan
skala Daniel and Worthinghom’s Manual Muscle Testing, Yaitu :

Nilai 0 (zero) : Tidak ada kontraksi yang tampak

Nilai 1 (trace) : Kontraksi minimal

Nilai 3 (fair) : Kontraksi sampai dengan simetris sisi normal maksimal

Nilai 5 (normal) : Kontraksi penuh, terkontrol dan simetris.

(d) Uji Diagnostik pada Bell’s Palsy

Setelah 10 hari, elektromiografi (EMG) membantu memprediksi tingkat kesembuhan yang


diharapkan dengan membedakan kerusakan konduksi sementara dengan interupsi patologis serabut
saraf.

2). Diagosa keperawatan dan intervensi

Gangguan konsep diri (citra diri) b.d perubahan bentuk wajah karena kelumpuhan satu sisi pada
wajah.

Kaji dan jelaskan kepada klien tentang keadaan paralisis wajahnya

Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.

Bantu klien menggunakan mekanisme koping yang positif.

Libatkan system pendukung dalam perawatan klien.

Cemas b. d prognosis penyakit dan perubahan kesehatan.

kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, dampingin klien dan lakukan tindakan bila
menunjukkan perilaku merusak.

Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana
penuh istirahat.

Tingkatkan control sensasi klien

Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan kecemasannya.

Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat


Gangguan konsep diri (citra diri) b.d perubahan bentuk wajah karena kelumpuhan satu sisi pada
wajah.

Kaji dan jelaskan kepada klien tentang keadaan paralisis wajahnya

Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.

Bantu klien menggunakan mekanisme koping yang positif.

Libatkan system pendukung dalam perawatan klien.

Cemas b. d prognosis penyakit dan perubahan kesehatan.

kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, dampingin klien dan lakukan tindakan bila
menunjukkan perilaku merusak.

Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana
penuh istirahat.

Tingkatkan control sensasi klien

Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan kecemasannya.

Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat

Kurangnya pengetahuan perawatan diri b.d informasi yang tidak edekuat mengenai proses penyakit
dan pengobatan.

Kaji kemampuan belajar, pengetahuan, media yang sesuai untuk belajar.

Identifikasi tanda dan gejala yang perlu dilaporkan keperawat

Jelaskan instruksi dan informasi misalnya penjadwalan pengobatan.

Kaji ulang resiko efek samping pengobatan

Dorong klien mengeksperesikan ketidaktahuan/kecemasan dan beri informasi yang dibutuhkan.

Resti gguan pemenuhan keb. Nutrisi b.d kesulitan menelan.

Kaji kemampuan px dlm menguyah dan menelan makanan

Anjurkan untuk makan dlm porsi kecil tapi sering

Timbang BB

Kolaborasi ahli gizi utk pemberian makanan lunak.


DAFTAR PUSTAKA

Peter Duus.1994. Diagnosis Topik Neurologis. EGC, Jakarta

Kimberly A.J.Bilotta. 2008. Kapita Selekta Penyakit. EGC, Jakarta

Atrikel Kesehatan Medical Section. Lumpuh Wajah atau Bell’s Palsy.PDF

Djamil Y, A Basjiruddin. Paralisis Bell. Dalam: Harsono, ed. Kapita selekta neurologi; Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.2003.

Doengues.1999.rencana asuhan keperawatan pasien,edisi 3;EGC.jakarta

Muttaqin ,arif .2008.buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan system persarafan.salemba
medika:jakarta

Vous aimerez peut-être aussi