Vous êtes sur la page 1sur 14

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Respiratory Distress Syndrome (RDS)


Sindrom gawat napas (RDS) (disebut juga mebran hialin) merupakan
penyebab kematian paling umum pada bayi kurang bulan tanpa kelainan. Insiden
penyakit ini berkaitan langsung dengan umur kehamilan ; semakin prematur
bayi tersebut semakin besar risikonya (kira-kira 60% pada umur 30 minggu,
20% pada umur 34 minggu). Bayi cukup bulan dapat mengalami RDS, tetapi
jarang terjadi, kecuali mungkin pada bayi-bayi dari ibu diabetik (IDM), insiden
RDS keseluruhan 2 samapai 3 kali lebih tinggi dibanding dengan ibu-ibu dari
bayi non diabetik. (Ralph C. Benson. Martin L. Pernoll,2009:261).Penyakit
membran hialin (HMD), lebih sering disebut sindrom gangguan pernapasan
(RDS), merupakan salah satu masalah yang paling umum dari bayi prematur
(Lucile Packard children’s hospital at stanford:2013). Menurut Cecily Lynn Betz
dan Linda A. Sowden (2009:542), Sindrom gawat pernafasan (respiratory
distress syndrome) atau penyakit membran hialin yang merupakan akibat tidak
ada,kurang,atau berubahnya komponen surfaktan paru.

B. Etiologi
RDS terutama terjadi pada paru yang imatur. Sindrom ini terjadi karena
defisiensi surfaktan paru yang disintesis oleh pneumosit tipe II. Pneumosit tipe
II paling berlimpah sesuai kehamilan 35 minggu; sebagai akibatnya, insidensi
RDS adalah 60% pada bayi yang lahir sebelum kehamilan 28 minggu dan
kurang dari 5% pada bayi yang lahir sesudah kehamilan 37 minggu.
Berkurangnya surfaktan mengakibatkan peningkatan tegangan permukaan
alveoler, atelektasis progresif alveoler, dan peningkatan tegangan inspirasi yang
diperlukan untuk pengembangan alveoli. Hipoksemia akan menimbulkan
asidosis, vasokonstriksi pulmoner, hipoperfusi pulmoner, kerusakan endotel
kapiler serta endotel alveoler, dan kebocoran plasma ke dalam alveoli; protein
plasma akan bergabung dengan fibrin dan pneumosit alveoler yang nekrotik

3
untuk membran hialin (Richard N. Mitchell,et al,2009:288). RDS terjadi ketika
tidak cukup dari suatu zat di paru-paru yang disebut surfaktan. Surfaktan dibuat
oleh sel-sel di saluran udara dan terdiri dari fosfolipid dan protein. Surfaktan
mulai diproduksi pada janin pada sekitar 24 sampai 28 minggu kehamilan.
Surfaktan ditemukan dalam cairan ketuban antara 28 dan 32 minggu. Dengan
sekitar 35 minggu kehamilan, kebanyakan bayi telah mengembangkan jumlah
yang cukup surfaktan (Lucile Packard children’s hospital at
stanford:2013).

C. Patofisiologi
Patofisiologi RDS adalah lingkaran setan penurunan surfaktan alveoli
yang menyebabkan peningkatan tegangan permukaan alveoli sehingga terjadi
atelektasis menyeluruh. Atelektasis ini menyebabkan hipoventilasi dan ventilasi-
perfusi yang tidak seimbang, sehingga akan terjadi retensi CO2 dan hipoksemia.
Keadaan ini kemudian menyebabkan asidosis dan selanjutnya kerusakan endotel
kapiler. Kerusakan kapiler menyebabkan kebocoran protein plasma dan fibrin,
yang menghasilkan gradien difusi, serta peningkatan retensi CO2, hipoksemia
dan asidosis lebih lanjut yang nantinya akan menurunkan sintesis, penyimpanan
dan pelepasan surfaktan. Jika siklus ini tidak dapat diputus, pasien akan
meninggal. Jika hipoksemia dan asidosis dapat dikendalikan, sel-sel alveolus
mempunyai kesempatan untuk cukup pulih sehingga dapat menghasilkan dan
melepaskan surfaktan, dengan demikian mengurangi atelektasis dan
memungkinkan ventilasi serta perfusi yang lebih baik (Ralph C. Benson. Martin
L. Pernoll,2009:261).

4
D. Tanda dan gejala
Berikut ini adalah gejala yang paling umum dari RDS. Namun, setiap
bayi mungkin mengalami gejala yang berbeda.
Gejala dari RDS yaitu :
 Dipsnea
 Sianosis (warna biru)
 Takipnea (napas cepat)
 Mendengar suara saat bernapas
 Retraksi dada (menarik dalam di tulang rusuk dan tulang dada saat bernafas).
Menurut Cecily Lynn Betz dan Linda A. Sowden (2009:543), terdapat
gejala berikut pada 2 sampai 8 jam pertama kehidupan :
 Takipnea
 Retraksi interkostal dan sterna
 Pernafasan cuping hidung
 Sianosis
 Menurunnya komplians paru
 Hipotensi sistemik (pucat perifer,edema,pengisian kapiler tertunda lebih dari
3 sampai 4 detik).
 Penurunan haluaran urin
 Penurunan bunyi nafas dengan bising
 Takikardia karena terjadinya asidosis dan hipoksemia.

5
Skor Downe
0 1 2
Frekuensi Nafas < 60 x/menit 60-80 x/menit >80 x/menit
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi dada
Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan O2 walaupun diberi
O2
Air Entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
bilateral baik udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat di dengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu

Skor <4 tidak adagawat nafas


Skor 4-7 gawat nafas
Skor >7 ancaman gagal nafas (pemeriksaan gas darah harus dilakukan

E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Cecily Lynn Betz dan Linda A. Sowden (2009:544),
pemeriksaan diagnostik atau laboratorium pada RDS yaitu :
1. Kajian foto toraks
a. Pola retikulogranular difus bersama bronkogram udara yang yang saling
tumpang tindih.
b. Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat,hipoinflansi paru.
c. Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga terkena (bayi
dari ibu diabetes,hipoksia atau gagal jantung kongestif).
d. Bayangan timus yang besar.
e. Bergranul merata pada bronkogram udara,yang menandakan penyakit
berat jika muncul pada beberapa jam pertama.
2. Gas darah arteri—hipoksemia dengan asidosis respiratorik dan/atau
metabolik.
3. Hitung darah lengkap.

6
4. Elektrolit,kalsium,natrium,kalium,glukosa serum.
Rasio lesitin/sfingomielin dan kadar fosfatidilgliserol berguna dalam
menetapkan waktu untuk menginduksi partus atau operasi sesar elektif
sebagai usaha mencegah RDS.

F. Penatalaksanaan Medis
Menurut Cecily Lynn Betz dan Linda A. Sowden (2009:545),
penatalaksanaan medis pada RDS yaitu :
1. Perbaiki oksigenisasi dan pertahankan volume paru optimal.
a. Rumatan PaO2 50 sampai 80 mm Hg, PaO2 40 sampai 50, Ph paling
sedikit 7,25.
b. Pemberian surfaktan melalui selang endotrakeal (ET).
c. Tekanan jalan nafas positif secara kontinu melalui kanul nasal untuk
mencegah kehilangan volume selama ekspirasi atau ventilasi mekanik via
ET untuk hipoksemia berat (PaO2 kurang dari 50 sampai 60 mm Hg)
dan/atau hiperkapnia (PaO2 lebih dari 60 mm Hg).
d. Pemantauan transkutan dan oksimetri nadi.
e. Pemberian bronkodilator aerosol.
f. Fisioterapi dada.
g. Tindakan kardiorespirasi tambahan (ventilasi frekuensi tinggi,oksigenisasi
membrane ekstrakorporeal,oksida nitrat,ventilasi cairan).
2. Pertahankan kestabilan tubuh.
3. Berikan asupan cairan,elektrolit, dan nutrisi yang tepat.
4. Pantau nilai gas darah arteri,hemoglobin dan hematokrit, serta bilirubin.
5. Lakukan transfuse darah seperlunya untuk mempertahankan hematokrit,guna
mengoptimalkan oksigenisasi.
6. Pertahankan jalur arteri untuk pemantauan PaO2 dan pengambilan sampel
darah.
7. Berikan obat yang diperlukan :
a. Diuretik untuk mengurangi edema interstisial.
b. NaHCO3 untuk asidosis metabolic.
c. Antibiotik untuk infeksi terkait.

7
d. Analgesik untuk nyeri dan iritabilitas.
e. Teofolin sebagai stimulant respirasi.
f. Vasopresor (dopamine,dobutamin).
g. Bronkodilator.
8. Continuous positive airways pressure (CPAP)

G. Komplikasi
Menurut Cecily Lynn Betz dan Linda A. Sowden (2009:543-544),
komplikasi yang timbul pada RDS yaitu :
1. Ketidakseimbangan asam basa.
2. Kebocoran udara
(pneumotoraks,pneumomediastinum,pneumokardium,pneumoperitonium,emf
isema subkuta,emfisema interstisial pulmonal).
3. Perdarahan pulmonal.
4. Penyakit paru kronis pada bayi, 5%-10%.
5. Apnea.
6. Hipotensi sistemik.
7. Anemia.
8. Infeksi (pneumonia, septikemia—transplasenta atau nosokomia.
9. Perubahan perkembangan bayi dan perilaku orang tua.

Komplikasi yang berhubungan dengan intubasi


1. Komplikasi selang endotrakeal
2. Lesi trakea (erosi,granuloma,stenosis subglotis,trakeobronkitis nekrotikan).

Komplikasi yang berhungan dengan prematuritas


1. Paten duktus arteriosus (PDA), yang seorang dikaitkan dengan hipertensi
pulmonal.
2. Perdarahan intraventrikuler.
3. Retinopati akibat prematuritas.
4. Kerusakan neurologi.

8
H. Pencegahan
Mencegah kelahiran prematur adalah cara utama untuk mencegah RDS.
Ketika kelahiran prematur tidak dapat dicegah, dapat diberikan obat untuk ibu
yang disebut kortikosteroid dapat menurunkan risiko dan beratnya RDS pada
bayi. Steroid ini sering diberikan untuk wanita antara 24 dan 34 minggu
kehamilan yang beresiko.

9
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (RDS)

A. Pengkajian
Pengkajian dengan pasien RDS, meliputi :
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan,
dan penanggung biaya.
2. Keluhan Utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan RDS meminta pertolongan
dari tim kesehatan.
3. Riwayat penyakit saat ini
4. Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi RDS tidak diturunkan/tidak?
5. Pemeriksaan fisik
a. Bernafas
 Frekuaensi pernafasan, kedalaman dan kesimetriksan.
 Pola nafas – Aphnea, Takiphnea
 Retraksi-Suprasternal, interkostal, subkostal, dan supra klavikular.
 Pernafanan cuping hidung dan
 Posisi yang nyaman.
b. Hasil Auskultasi Toraks
 Bunyi nafas merata
 Bunyi nafas Abnormal-bising, Ronchi, mengi.
 Fase inspirasi dan ekspirasi memanjang.
 Serak , batuk dan stridor.

c. Hasil pemeriksaan toraks

10
 Lingkar dada
 Bentuk dada
d. Tampilan umum
 Warna-Merah muda, pucat, cyanosis, akrocyanosis
 Tingkat aktivitas
 Perilaku-apatis, tidak aktif, gelisah, dan/atau ketakutan
 Tinggi dan berat badan

B. Diagnosa
1 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi.
2 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan otot-otot
pernafasan.
3 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoventilasi.
4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan hilangnya nafsu makan.

C. Intervensi dan Rasional

DX1: Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi


ventilasi
Tujuan Umum : Setelah 1x24 jam dilakukan intervensi diharapkan klien dapat
bernafas secara adekuat
Kriteria Hasil :
- Analisa Gas Darah dalam batas normal
INTERVENSI RASIONAL
Managemen Asam-Basa Meningkatkan keseimbangan asam
basa dan mencegah komplikasi akibat
ketidakseimbangan asam basa
Evaluasi perubahan tingkat kesadaran Sianosis menunjukkan adanya
, catat sianosis dan perubahan warna hipoksia dan hipoksia dapat
kulit , termasuk membrane mukosa menurunkan kesadaran

11
dan kuku
Lakukan pemberian terapi oksigen Akumulasi secret dan berkurangnya
jaringan paru yang sehat dapat
mengganggu oksigenasi organ vital dan
jaringan tubuh
Kolaborasi pemilihan pemberian Tujuan utama terapi cairan adalah
cairan untuk mempertahankan parameter
fisiologis normal. Mekanisme
patogenitas peningkatan permeabilitas
alveokapiler mengakibatkan edema
interstisial dan alveolar. Pemberian
cairan yang berlebihan pada orang
normal dapat menyebabkan edema
paru dan gagal nafas. Pilihan koloid
versus cairan kristaloid seiring
perkembangan teknologi, pengukuran
berat badan harian akurat
(kecenderungan) sering merupakan
indicator penting terhadap
ketidakseimbangan cairan
Kolaborasi pemberian terapi Sebelumnya terapi antibiotic diberikan
farmakologi awal untuk profilaksis, tetapi
pengalaman menunjukan bahwa ini
tidak mencegah sepsis bakterigram
negative yang berbahaya, sehingga
antibiotic prfilaksis rutin tidak lagi
digunakan. Terapi penggantian
surfaktan mungkin lebih baik dan
sesuai untuk masa yang akan dating.
Penelitian saat ini terhadap binatang,
manusia, dan bahan surfaktan sintetik
berlanjut dengan baik. Data hasil

12
penelitian sudah cukup mendukung,
tetapi terapi ini masih belum mungkin
diperluas untuk beberapa waktu.

DX 2 : Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan otot-otot


pernafasan.
Tujuan Umum : Setelah 1x24 jam dilakukan intervensi diharapkan klien dapat
bernafas secara adekuat
Kriteria Hasil :
- Menunjukan pola pernafasan efektif yang dibuktikan oleh status ventilasi
dan pernafasan yang tidak terganggu.
- Pasien akan mempunyai kecepatan dan irama pernafasan dalam batas
normal.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji frekuensi , kedalaman, dan Kecepatan biasanya meningkat.
ekpansi dada. Catat upaya pernafasan, Dispnea dan terjadi peningkatan kerja
termasuk penggunaan otot bantu. napas. (pada awal atau hanya tanda EP
subakut). Kedalaman poernapasan
bervariasi tergantung derajat gagal
nafas. Ekspansi dada terbatas yang
berhubungan dengan akteletasis
dan/atau nyeri dada plueritik.
Auskultasi bunyi nafas dan catat Bunyi nafas menurun/tak ada bila jalan
adanya bunyi nafas adventisius, seperti nafas obstruksi sekunder terhadap
krekels, mengi, gesekan pleural perdarahan, bekuan atau kolaps jalan
nafas kecil (atelektasis).
Observasi pola batuk dan karakter Kongesti alveolar mengakibatkan
sekret batuk kering/iritasi. Sputum berdarah
dapat diakibatkan oleh kerusakan
jaringan (infark paru).
Kolaborasi dengan memberikan Memaksimalkan bernafas dan
okseigen tambahan menurunkan kerja nafas

13
Berikan humidifikasi tambahan Memberikan kelembaban pada
membrane mukosa dan membantu
pengenceran secret untuk memudahkan
pembersihan

DX 3 : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoventilasi.


Tujuan Umum : Setelah 1x24 jam dilakukan intervensi diharapkan klien dapat
menunjukan peningkatan perfusi secara individual
Kriteria Hasil :
- Tidak adanya sianosis sentral/perifer, kulit hangat/kering, haluaran urin
dan berat jenis dalam batas normal.
INTERVENSI RASIONAL
Auskultasi frekuensi dan irama Takikardia sebagai akibat hipoksemia
jantung. Catat terjadinya bunyi jantung dan kompensasi upaya peningkatan
ekstra aliran darah dan perfusi jaringan.
Gangguan irama berhubungan dengan
hipoksemia, ketidakseimbangan
elektrolit, dan/atau peningkatan
regangan jantung kanan.
Observasi warna dan suhu Kulit pucat atau sianosis, kuku,
kulit/membrane mukosa. membrane bibir/lidah ; atau dingin,
kulit, burik menunjukan vasokontriksi
perifer (syok) dan/atau gangguan aliran
darah sistemik
Ukur haluaran urin dan catat berat Syok lanjut/penurunan curah jantung
jenisnya. menimbulkan penurunan perfusi ginjal.
Dimanifestasikan oleh penurunan
haluaran urin dengan berat jenis
normal atau meningkat.
Kolaborasi dengan memberikan cairan Peningkatan cairan diperlukan untuk
(IV/per oral). menurunkan hiperviskositas darah

14
(potensial pembentukan thrombus) atau
mendukung volume sirkulasi/perfusi
jaringan.

DX 4 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kesulitan minum ASI
Tujuan Umum : Setelah 1x24 jam dilakukan intervensi diharapkan kebutuhan
nutrisi klien tercukupi
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam
batas normal.
- Melaporkan tingkat energi yang adekuat
INTERVENSI RASIONAL
Awasi masukan atau pengeluaran dan Berguna dalam mengukur keefektifan
berat badan secara periodic nutrisi dan dukungan cairan.
Dorong makan makanan (ASI) sedikit Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa
dan sering dengan makanan tinggi kelemahan yang tak perlu atau
protein dan karbohidrat kebutuhan energi dari makan makanan
banyak dan menurunkan iritasi gaster.
Bantuan pemberian ASI Mempersiapkan ibu untuk menyusui
bayinya.

15
Prematur

Produk surfaktan

Surfaktan alveoli

Tegangan permukaan

Kolaps

Protein Cairan Atelektasis


keluar dari idak dari
keluar
kapiler paru kapiler paru

Intestisial Intestisial Kerja nafas


DX:
Gangguan
Terbentuk Edema PaO2, PaCO2 Asidosis pertukaran
fibrin gas

Membran Hipoksemia Hipoksia Iskemik


Hialin

O2 di jaringan Sesak Kesulitan


minum
ASI
DX : Gangguan Otot bantu
perfusi jaringan pernafasan
DX :
Ketidaksei-
DX : mbangan
Ketidakefektifan nutrisi ke
16
pola nafas tubuh

Vous aimerez peut-être aussi