Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TINJAUAN TEORI
B. Etiologi
RDS terutama terjadi pada paru yang imatur. Sindrom ini terjadi karena
defisiensi surfaktan paru yang disintesis oleh pneumosit tipe II. Pneumosit tipe
II paling berlimpah sesuai kehamilan 35 minggu; sebagai akibatnya, insidensi
RDS adalah 60% pada bayi yang lahir sebelum kehamilan 28 minggu dan
kurang dari 5% pada bayi yang lahir sesudah kehamilan 37 minggu.
Berkurangnya surfaktan mengakibatkan peningkatan tegangan permukaan
alveoler, atelektasis progresif alveoler, dan peningkatan tegangan inspirasi yang
diperlukan untuk pengembangan alveoli. Hipoksemia akan menimbulkan
asidosis, vasokonstriksi pulmoner, hipoperfusi pulmoner, kerusakan endotel
kapiler serta endotel alveoler, dan kebocoran plasma ke dalam alveoli; protein
plasma akan bergabung dengan fibrin dan pneumosit alveoler yang nekrotik
3
untuk membran hialin (Richard N. Mitchell,et al,2009:288). RDS terjadi ketika
tidak cukup dari suatu zat di paru-paru yang disebut surfaktan. Surfaktan dibuat
oleh sel-sel di saluran udara dan terdiri dari fosfolipid dan protein. Surfaktan
mulai diproduksi pada janin pada sekitar 24 sampai 28 minggu kehamilan.
Surfaktan ditemukan dalam cairan ketuban antara 28 dan 32 minggu. Dengan
sekitar 35 minggu kehamilan, kebanyakan bayi telah mengembangkan jumlah
yang cukup surfaktan (Lucile Packard children’s hospital at
stanford:2013).
C. Patofisiologi
Patofisiologi RDS adalah lingkaran setan penurunan surfaktan alveoli
yang menyebabkan peningkatan tegangan permukaan alveoli sehingga terjadi
atelektasis menyeluruh. Atelektasis ini menyebabkan hipoventilasi dan ventilasi-
perfusi yang tidak seimbang, sehingga akan terjadi retensi CO2 dan hipoksemia.
Keadaan ini kemudian menyebabkan asidosis dan selanjutnya kerusakan endotel
kapiler. Kerusakan kapiler menyebabkan kebocoran protein plasma dan fibrin,
yang menghasilkan gradien difusi, serta peningkatan retensi CO2, hipoksemia
dan asidosis lebih lanjut yang nantinya akan menurunkan sintesis, penyimpanan
dan pelepasan surfaktan. Jika siklus ini tidak dapat diputus, pasien akan
meninggal. Jika hipoksemia dan asidosis dapat dikendalikan, sel-sel alveolus
mempunyai kesempatan untuk cukup pulih sehingga dapat menghasilkan dan
melepaskan surfaktan, dengan demikian mengurangi atelektasis dan
memungkinkan ventilasi serta perfusi yang lebih baik (Ralph C. Benson. Martin
L. Pernoll,2009:261).
4
D. Tanda dan gejala
Berikut ini adalah gejala yang paling umum dari RDS. Namun, setiap
bayi mungkin mengalami gejala yang berbeda.
Gejala dari RDS yaitu :
Dipsnea
Sianosis (warna biru)
Takipnea (napas cepat)
Mendengar suara saat bernapas
Retraksi dada (menarik dalam di tulang rusuk dan tulang dada saat bernafas).
Menurut Cecily Lynn Betz dan Linda A. Sowden (2009:543), terdapat
gejala berikut pada 2 sampai 8 jam pertama kehidupan :
Takipnea
Retraksi interkostal dan sterna
Pernafasan cuping hidung
Sianosis
Menurunnya komplians paru
Hipotensi sistemik (pucat perifer,edema,pengisian kapiler tertunda lebih dari
3 sampai 4 detik).
Penurunan haluaran urin
Penurunan bunyi nafas dengan bising
Takikardia karena terjadinya asidosis dan hipoksemia.
5
Skor Downe
0 1 2
Frekuensi Nafas < 60 x/menit 60-80 x/menit >80 x/menit
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi dada
Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan O2 walaupun diberi
O2
Air Entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
bilateral baik udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat di dengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu
E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Cecily Lynn Betz dan Linda A. Sowden (2009:544),
pemeriksaan diagnostik atau laboratorium pada RDS yaitu :
1. Kajian foto toraks
a. Pola retikulogranular difus bersama bronkogram udara yang yang saling
tumpang tindih.
b. Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat,hipoinflansi paru.
c. Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga terkena (bayi
dari ibu diabetes,hipoksia atau gagal jantung kongestif).
d. Bayangan timus yang besar.
e. Bergranul merata pada bronkogram udara,yang menandakan penyakit
berat jika muncul pada beberapa jam pertama.
2. Gas darah arteri—hipoksemia dengan asidosis respiratorik dan/atau
metabolik.
3. Hitung darah lengkap.
6
4. Elektrolit,kalsium,natrium,kalium,glukosa serum.
Rasio lesitin/sfingomielin dan kadar fosfatidilgliserol berguna dalam
menetapkan waktu untuk menginduksi partus atau operasi sesar elektif
sebagai usaha mencegah RDS.
F. Penatalaksanaan Medis
Menurut Cecily Lynn Betz dan Linda A. Sowden (2009:545),
penatalaksanaan medis pada RDS yaitu :
1. Perbaiki oksigenisasi dan pertahankan volume paru optimal.
a. Rumatan PaO2 50 sampai 80 mm Hg, PaO2 40 sampai 50, Ph paling
sedikit 7,25.
b. Pemberian surfaktan melalui selang endotrakeal (ET).
c. Tekanan jalan nafas positif secara kontinu melalui kanul nasal untuk
mencegah kehilangan volume selama ekspirasi atau ventilasi mekanik via
ET untuk hipoksemia berat (PaO2 kurang dari 50 sampai 60 mm Hg)
dan/atau hiperkapnia (PaO2 lebih dari 60 mm Hg).
d. Pemantauan transkutan dan oksimetri nadi.
e. Pemberian bronkodilator aerosol.
f. Fisioterapi dada.
g. Tindakan kardiorespirasi tambahan (ventilasi frekuensi tinggi,oksigenisasi
membrane ekstrakorporeal,oksida nitrat,ventilasi cairan).
2. Pertahankan kestabilan tubuh.
3. Berikan asupan cairan,elektrolit, dan nutrisi yang tepat.
4. Pantau nilai gas darah arteri,hemoglobin dan hematokrit, serta bilirubin.
5. Lakukan transfuse darah seperlunya untuk mempertahankan hematokrit,guna
mengoptimalkan oksigenisasi.
6. Pertahankan jalur arteri untuk pemantauan PaO2 dan pengambilan sampel
darah.
7. Berikan obat yang diperlukan :
a. Diuretik untuk mengurangi edema interstisial.
b. NaHCO3 untuk asidosis metabolic.
c. Antibiotik untuk infeksi terkait.
7
d. Analgesik untuk nyeri dan iritabilitas.
e. Teofolin sebagai stimulant respirasi.
f. Vasopresor (dopamine,dobutamin).
g. Bronkodilator.
8. Continuous positive airways pressure (CPAP)
G. Komplikasi
Menurut Cecily Lynn Betz dan Linda A. Sowden (2009:543-544),
komplikasi yang timbul pada RDS yaitu :
1. Ketidakseimbangan asam basa.
2. Kebocoran udara
(pneumotoraks,pneumomediastinum,pneumokardium,pneumoperitonium,emf
isema subkuta,emfisema interstisial pulmonal).
3. Perdarahan pulmonal.
4. Penyakit paru kronis pada bayi, 5%-10%.
5. Apnea.
6. Hipotensi sistemik.
7. Anemia.
8. Infeksi (pneumonia, septikemia—transplasenta atau nosokomia.
9. Perubahan perkembangan bayi dan perilaku orang tua.
8
H. Pencegahan
Mencegah kelahiran prematur adalah cara utama untuk mencegah RDS.
Ketika kelahiran prematur tidak dapat dicegah, dapat diberikan obat untuk ibu
yang disebut kortikosteroid dapat menurunkan risiko dan beratnya RDS pada
bayi. Steroid ini sering diberikan untuk wanita antara 24 dan 34 minggu
kehamilan yang beresiko.
9
BAB III
A. Pengkajian
Pengkajian dengan pasien RDS, meliputi :
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan,
dan penanggung biaya.
2. Keluhan Utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan RDS meminta pertolongan
dari tim kesehatan.
3. Riwayat penyakit saat ini
4. Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi RDS tidak diturunkan/tidak?
5. Pemeriksaan fisik
a. Bernafas
Frekuaensi pernafasan, kedalaman dan kesimetriksan.
Pola nafas – Aphnea, Takiphnea
Retraksi-Suprasternal, interkostal, subkostal, dan supra klavikular.
Pernafanan cuping hidung dan
Posisi yang nyaman.
b. Hasil Auskultasi Toraks
Bunyi nafas merata
Bunyi nafas Abnormal-bising, Ronchi, mengi.
Fase inspirasi dan ekspirasi memanjang.
Serak , batuk dan stridor.
10
Lingkar dada
Bentuk dada
d. Tampilan umum
Warna-Merah muda, pucat, cyanosis, akrocyanosis
Tingkat aktivitas
Perilaku-apatis, tidak aktif, gelisah, dan/atau ketakutan
Tinggi dan berat badan
B. Diagnosa
1 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi.
2 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan otot-otot
pernafasan.
3 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoventilasi.
4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan hilangnya nafsu makan.
11
dan kuku
Lakukan pemberian terapi oksigen Akumulasi secret dan berkurangnya
jaringan paru yang sehat dapat
mengganggu oksigenasi organ vital dan
jaringan tubuh
Kolaborasi pemilihan pemberian Tujuan utama terapi cairan adalah
cairan untuk mempertahankan parameter
fisiologis normal. Mekanisme
patogenitas peningkatan permeabilitas
alveokapiler mengakibatkan edema
interstisial dan alveolar. Pemberian
cairan yang berlebihan pada orang
normal dapat menyebabkan edema
paru dan gagal nafas. Pilihan koloid
versus cairan kristaloid seiring
perkembangan teknologi, pengukuran
berat badan harian akurat
(kecenderungan) sering merupakan
indicator penting terhadap
ketidakseimbangan cairan
Kolaborasi pemberian terapi Sebelumnya terapi antibiotic diberikan
farmakologi awal untuk profilaksis, tetapi
pengalaman menunjukan bahwa ini
tidak mencegah sepsis bakterigram
negative yang berbahaya, sehingga
antibiotic prfilaksis rutin tidak lagi
digunakan. Terapi penggantian
surfaktan mungkin lebih baik dan
sesuai untuk masa yang akan dating.
Penelitian saat ini terhadap binatang,
manusia, dan bahan surfaktan sintetik
berlanjut dengan baik. Data hasil
12
penelitian sudah cukup mendukung,
tetapi terapi ini masih belum mungkin
diperluas untuk beberapa waktu.
13
Berikan humidifikasi tambahan Memberikan kelembaban pada
membrane mukosa dan membantu
pengenceran secret untuk memudahkan
pembersihan
14
(potensial pembentukan thrombus) atau
mendukung volume sirkulasi/perfusi
jaringan.
15
Prematur
Produk surfaktan
Surfaktan alveoli
Tegangan permukaan
Kolaps