Vous êtes sur la page 1sur 25

MAKALAHAN KEPERAWATAN ANAK

LABIOSHIVES (BIBIR SUMBING)

NAMA KELOMPOK :

1. HOFIZAH ASTUTIK
2. NINING ATMAWATI
3. NURASIAH JAMIL
4. SITI RAUDAH
5. HEMA PITRIANA DEWI
6. HAERIAH
7. HASNIA
8. ULVIANIKA ESTATIA
9. BAQIATUSSOLEHA
10. BAIQ FEBWIN KHOTMANIA
11. NURUL AZMI
12. LINA ROSDIANTI
13. YULI MAULIDA ROHMI
14. KERTAYADI
15. TIARA SEPTINA

AKADEMI PERAWAT KESEHATAN PROVINSI

NUSA TENGGARA BARAT

TAHUN AKADEMIK

2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis
masih diberikan kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah KEPERAWATAN ANAK.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini
dimasa mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya
dan masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan
untuk menambah pengetahuan para mahasiswa, pembaca, dan masyarakat.

Sakra, 11 april 2019

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul………………………………………………………………………………...1

KATA PENGANTAR………………………………………………………….....................2

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………....3

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………....4

A. Latar Belakang………………………………………………………………………...4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………......4
C. Tujuan………………………………………………………………………………....4

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………......6

A. Pengertian......................................................................................................................6

B. Etiologi..........................................................................................................................6

C. Patofisiologi..................................................................................................................7

D. Klasifikasi.....................................................................................................................7

E. Tanda & Gejala.............................................................................................................8

F. Pemeriksaan penunjang.................................................................................................9

G. Penatalaksanaan.............................................................................................................9

H. Peran orang tua mengatasi anak yang mengalami bibir sumbing...............................12

I. Askep bibir sumbing dan celah pelatum pada Neonatal.............................................17

1) Pengkajian.......................................................................................................17

2) Diagnosa pre operasi.......................................................................................17

3) Intervensi pre operasi......................................................................................17

4) Implementasi...................................................................................................24

5) Evaluasi...........................................................................................................24

BAB III PENUTUP................................................................................................................26

A. Kesimpulan...................................................................................................................26

B. Saran.............................................................................................................................26

3
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................27

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kelainan bawaan atau kelainan congenital adalah suatu kelainan pada
ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas yang biasanya berlokasi
tepat dibawah hidung.
Labioskizis dan labiopalatoskizis adalah anomaly perkembangan pada 1 dari
1000 kelahiran. Kelainana bawaan ini berkaitan dengan riwayat keluarga, infeksi
virus pada ibu hamil trimester I. jika tidak diobati akan terjadi kesulitan dalam
berbicara pada anak.
Labioskisis dan Labiopalatoskizis merupakan deformitas daerah mulut berupa cela
atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa embrio mulai
berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu belahnya
belahan dapat sangat berfariasi, mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari
dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum dibelahan foramenincisivum
palatum sekunder meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap voramen.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan Labioshives (bibir sumbing)
2. Jelaskan etiologi, patofiologi, klasifikasi, tanda & gejala, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan, serta Askep Labioshives (bibir sumbing)

C. TUJUAN
a. Tujuan umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan pada kelainan
bawaan “ bibir sumbing dan celah palatum.
b. Tujuan khusus
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang Pengertian kelainan bawaan “ bibir
sumbing dan celah palatum.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang etiologi kelainan bawaan “ bibir
sumbing dan celah palatum.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang Patofisiologi kelainan bawaan “
bibir sumbing dan celah palatum.
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang klasifikasi kelainan bawaan “ bibir
sumbing dan celah palatum.
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang tanda dan gejala kelainan bawaan “
bibir sumbing dan celah palatum.

4
6. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang diagnosis kelainan bawaan “ bibir
sumbing dan celah palatum.
7. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang komplikasi kelainan bawaan “
bibir sumbing dan celah palatum.
8. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang Pemeriksaan penunjang kelainan
bawaan “ bibir sumbing dan celah palatum.
9. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang Penatalaksanaan kelainan bawaan
“ bibir sumbing dan celah palatum.
10. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan kelainan
bawaan “ bibir sumbing dan celah palatum”
11. Agar mahasiswa mengetahui tentang peran orang tua dalam penangan “ bibir
sumbing dan celah palatum”

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

5
Labio atau palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya
kelainan bentuk pada pada struktur wajah (Ngastiah,2005)

Bibir sumbing adalah malformasi yang di sebabkan oleh gagalnya


propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan
embriotik.(wong, Dona.L 2003).
Palatoskisis adalah fissure garis tengah pada polatum yang terjadi karena
kegagalan dua sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik .(wong, Dona.L
2003).Jadi labioskizis atau labiopalatoskizis yaitu kelainan bagian depan serta
samping muka serta langit-langit mulut tidak menutup dengan sempurna.

B. Etiologi
Banyak faktor yang yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing,
factor tersebut antara lain:
1) Factor genetik atau keturunan
Dimana material genetic dalam kromosom yang mempengaruhi dapat terjadi
karena adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom.pada setiap sel yang
normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 kromosom non sex
(kromosom 1-22) dan 1 pasang kromosom sex (kromosom x dan y) yang
menetukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau
sindroma patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita
sehingga jumlah total kromosom pada setiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal
seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat
pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang
terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10.000 bayi yang lahir.
2) Kurang nutrizi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C saat hamil, kekurangan
asam folat
3) Radiasi
4) Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama
5) Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya: seperti infeksi
rubella dan sifili, toxoplasmosis dan klamidia.
6) Pengaruh obat teratogenetik ,termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat
toksisitas selama kehamilan misalnya kecanduan alcohol,terapi penitoinn.
7) Multifaktoral dan mutasi genetic
8) Dysplasia ektodermal

C. Patofisiologi
Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak
terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu

6
(proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali.Labioskizis terjadi akibat fusi atau
penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang diikuti
disfusi kedua bibir, rahang, dan palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi
septum nasi. Gangguan fusi palatum durum serta palatum mole terjadi seketika
kehamiln ke-7 sampai 12 minggu
Bibir sumbing dan celah palatum terjadi pada awal kehamilan saat sisi bibir
dan langit-langit mulut tidak bersatu seperti keadaan normalnya
Bibir sumbing terjadi saat prosesus nasal dan prosesu maksilaris tidak bersatu
selama perkembangan embrionik. Bibir sumbing dapat dideteksi pada masa
prenatal melalui ultrasound yang dilakukan saat gestasi 13-16 minggu, bibir
sumbing dapat bervariasi dari sedikit lekukan pada batas merah terangsampai
sumbing yang terbuka lebar yang meluas hingga dasar hidung. Bersama dengan
berbagai derajat distorsi nasal, anomali gigi seperti jumlah gigi dapat menyertai
bibir sumbing. Bibir sumbing dapat unilateral biasanya terjadi pada sisi kiri. Bibir
sumbing bilateral sering dikaitkan dengan celah palatum.

D. Klasifikasi
1) Berdasarkan organ yang terlibat:
 Celah bibir (labioskizis)
 Celah gusi (gnatoskizis)
 Celah di langit-langit (palatoskizis)
 Celah dapat terjadi lebih dari satu organ. Misalnya terjadi di bibir dan langit-
langit (labiopalatoskizis).

2) Berdasarkan lengkap atau tidanya celah terbentuk


Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang
berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang di ketahui adalah:
 Unilateral incomplete
Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak
memanjang hingga ke hidung.
 Unilateral complete
Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
 Bilateral complete
Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga
kehidung.

E. Tanda dan gejala


Ada beberapa gejala dari bibir sumbing antara lain:
 Terjadi pemisahan langit-langit
 Terjadi pemisahan bibir
 Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit

7
 Infeksi telinga berulang
 Berat badan tidak bertambah
 Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari
hidung
a. Diagnosis
Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir,
mudah karena pada celah sumbing mempunyai cirri fisik yang spesifik
sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui
keadaan janin apakah terjadi kelainan atau tidak walaupun pemeriksaan ini
tidak sepenuhnya spesifik.Ibu hamil dapat memeriksakan kandungannya
dengan menggunakan USG.
b. Komplikasi
Keadaan kelainan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa
komplikasi karenanya yaitu:
a) Kesulitan makan
Dialami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah
platum.Memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi
makan yang benar dan juga kesabaran dalam memberikan makan pada
bayi bibir sumbing.
b) Kesulitan Mendengar
Telinga dan hilangnya pendengaran dikarenakan tidak berfungsi
dengan baik saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan
kerongkongan dan jika tidak segera diatasi maka akan kehilangan
pendengaran.
c) Kesulitan bicara
Otot-otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi karena adanya
celah.Hal ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat
menghambatnya.
d) Masalah gigi
Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh,
sehingga perlu perawatan dan penanganan khusus.
e) Aspirasi
f) Distress pernafasan
g) Resiko infeksi saluran pernafasan
h) Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
i) Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat
kecatatan dan jaringan parau.

F. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan prabedah rutin (misalnya hitung darah lengkap)
2) Pemeriksaan diagnosis

8
 Pemeriksaan fisik
 MRI untuk evaluasi abnormal

G. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan di keluargaa :

a. Berikan dukungan emosional dan tenangkan ibu beserta keluarga.


b. Jelaskan kepada ibu bahwa sebagian besar hal penting harus dilakukan saat ini
adalah memberi makanan bayi guna memastikan pertumbuhan yang adekuat
sampai pembedahan yang dilakukan.
c. Jika bayi memiliki sumbing tetapi palatumnya utuh, izinkan bayi berupaya
menyusu.
d. Jika bayi berhasil menyusu dan tidak terdapat masalah lain yang
membutuhkan hospitalisasi, Tindak lanjuti dalam satu minggu untuk
memeriksa pertumbuhan dan penambahan berat badan.
e. Jika bayi tidak dapat menyusu dengan baik karena bibir sumbing,berikan
perasan ASI dengan menggunakan metode pemberian makanan alternatif
(menggunakan sendok atau cangkir).
f. Jika bayi memiliki celah palatum, berikan perasan ASI dengan menggunakan metode
pemberian makan alternatif (menggunakan sendok atau cangkir).
g. Ketika bayi makan dengan buruk dan terjadi penurunan berat badan, rujuk
bayi ke rumah sakit tersier atau pusat spesialisasi, jika memungkinkan untuk
pembedahan guna memperbaiki celah tersebut.
b) Perawatan

a. Menyusu pada ibu


Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi
dengan bibir sumbing tidak menghambat penghisapan susu ibu. Ibu dapat
mencoba sedikit menekan payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga
menggunakan pompa payudara untuk mengeluarkan susu dan
memberikannya kepada bayi dengan menggunakan botol setelah dioperasi,
karena bayi tidak menyusu sampai 6 minggu.
b. Menggunakan alat khusus
 Dot domba
Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan
melalui hidung, bayi tersebut lebih baik diberi makan dengan dot yang

9
diberi pegangan yang menutupi sumbing, suatu dot domba (dot yang
besar, ujung halus dengan lubang besar), atau hanya dot biasa dengan
lubang besar.
 Botol peras (squeeze bottles)
Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian
belakang mulut hingga dapat dihisap bayi.
 Ortodonsi
Pemberian plat/dibuat okulator untuk menutup sementara celah
palatum agar memudahkan pemberian minum dan sekaligus
mengurangi deformitas palatum sebelum dapat dilakukan tindakan
bedah.
c. Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi
atau belakang lidah bayi.
d. Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali secara perlahan karena cenderung
untuk menelan banyak udara.
e. Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka
terbentuk pada bagian pemisah lobang hidung.
f. Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu.
Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan
kesempatan pada kulit yang lembut tersebut untuk sembuh.
g. Setelah siap menyusu, perlahan-lahan bersihkan daerah sumbing dengan
alat berujung kapas yang dicelupkan dalam hydrogen peroksida setengah
kuat atau air.
c) Pengobatan
1) Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk
penanganan selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki
kelainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi tersebut bervariasi.
2) Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria
rule often yaitu umur > 10 mgg, BB > 10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit >
10.000/ui
3) Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan
sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap seingga
pusat bicara otak belum membentuk cara bicara. Pada umur 8-9 tahun
dilaksanakan tindakan operasi penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla

10
untuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan
kiri celah supaya normal.
4) Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-
tulang muka mendeteksi selesai.
5) Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki “kerusakan
horseshoe” yang lebar. Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempl
pada bagian belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan membantu anak
bicara yang lebih baik.
6) anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat
penting untuk pembentukan bicara, perubahan struktur, juag pada sumbing
yamh telah diperbaik, dapat mempengaruhi pola bicara secara permanen.

 Peran Orang Tua Mengatasi Anak yang Mengalami Celah Bibir dan
Langit-Langit dan celah palatum
Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa mengenai langit-
langit, berbeda pada kelainan bibir yang terlihat jelas secara estetik, kelainan
sumbing langit-langit lebih berefek kepada fungsi mulut seperti menelan,
makan, minum dan bicara, pada kondisi normal langit-langit menutup rongga
antara mulut dan hidung, pada bayi yang langit-langitnya sumbing ini tidak
ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak. Kemampuan menghisap
bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan
ini menyebabkan intake minum / makanan yang masuk menjadi kurang dan
jelas berefek terhadap pertumbuhan dan perkembangannya, selain itu juga
mudah terkena infeksi saluran napas atas karena terbukanya palatum tidak
ada batas antara hidung dan mulut, bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke
telinga.
Untuk membantu keadaan ini biasanya pada saat bayi baru lahir dipasang
selang :
1. Nasogastric tube, adalah selang yang dimasukan melaui hidung berfungsi
untuk memasukan susu langsung ke dalam lambung untuk memenuhi
intake makanan
2. Pemasangan obturator, yang terbuat dari bahan akrilik yang elastis,
semacam gigi tiruan tapi lebih lunak, jadi pembuatannya khusus dan
memerlukan pencetakan di mulut bayi. Beberapa ahli beranggapan

11
obturator menghambat pertumbuhan wajah pasien, tapi beberapa
menganggap justru mengarahkan dilakukan pembuatan obturator, karena
pasien rajin kontrol sehingga memungkinkan dilakukan penggerindaan
obturator tiap satu atau dua mingggu sekali kontrol dan tiap beberapa
bulan dilakukan pencetakan ulang, dibuatkan yang baru sesuai
pertumbuhan pasien. Obturator juga harus dibersihkan otherwise malah
jadi sumber infeksi, jadi pendidikan serta kooperasi orang tua pasien
sangat mutlak, dengan berbagai pertimbangan tersebut jadi dokter
memutuskan perlu atau tidaknya tergantung situasi dan kondisi.
Membersihkan mulut setelah di beri susu dan menghindari infeksi dengan
memperkuat daya tahan tubuh. Obturator diberi tali untuk membantu agar
mudah dilepaskan, tapi ada pula jenis yang tidak perlu di beri tali
3. Pemberian dot khusus, dot ini bisa di beli di apotek-apotek besar. Dot ini
bentu knya lebih panjang dan lubangnya lebih lebar daripada dot
biasa, tujuannya dot yang panjang menutupi lubang di langit-langit mulut
susu bisa langsung masuk ke kerongkongan, karena daya hisap bayi yang
rendah, maka lubang dibuat sedikit lebih lebar (Akmalsari, 2012)
4. Cara menyusui bagi ibu yang memiliki anak dengan bibir sumbing :
a. Memberi tahu ibu kepentingan ASI bayinya.
b. Usaha untuk menutup celah atau sumbing bibir agar bayi dapat
memegang puting dan areola dalam mulutnya waktu menyusui (jari ibu
atau plak gigi yang khusus atau obturator), kadang-kadang payudara
ibu menutup celah itu dengan sudut 45⁰.
c. Memerah susu dan memberikan kepada anaknya menggunakan cangkir
atau sendok teh (Wikipedia, 2009).
a. Pencegahan

1. Menghindari merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor resiko lingkungan terbaik
yang telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang
menggunakan tembakau selama kehamilan secara konsisten dengan
peningkatan resiko terjadinya celah-celah orofacial. Mengingat frekuensi
kebiasaan kalangan perempuan di Amerika Serikat, merokok dapat
menjelaskan sebanyak 20% dari celah orofacial yang terjadi pada populasi

12
negara itu. Lebih dari satu miliar orang merokok di seluruh dunia dan
hampir tiga per empatnya tinggal di negara berkembang, seringkali dengan
adanya dukungan publik dan politik tingkat yang relatif rendah untuk upaya
pengendalian tembakau.
2. Menghindari alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi
tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan
memiliki hubungan dengan terjadinya defek 10% kasus pada sindrom
alkohol fetal (fetal alcohol syndrome), pada tinjauan yang dipresentasikan
di Utah Amerika Serikat pada pertemuan konsesus WHO (Bulan mei 2001),
diketahui bahwa interpretasi hubungan antara alkohol dan celah orofacial
dirumitkan oleh bias yang terjadi di masyarakat. Dalam banyak penelitian
tentang merokok, alkohol diketemukan juga sebagai pendamping, namun
tidak ada hasil yang benar-benar disebabkan murni karena alkohol
(Wikipedia, 2009).
3. Memperbaiki nutrisi ibu
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester pertama
kehamilan sangat penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur
kraniofasial yang normal dari fetus, yaitu nutrisi seperti:
a. Asam folat
Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial sulit
untuk di tentukan dalam studi kasus – kontrol manusia karena folat dari
sumber makanan memiliki bioavaibillitas yang luas dan suplemen asam
folat biasanya diambil dengan vitamin, mineral dan elemen-elemen
lainnya yang juga mungkin memiliki efek protektif terhadap terjadinya
celah orofasial. Folat merupakan bentuk poliglutamat alami dan asam
folat ialah bentuk monoglutamat sintetis. Pemberian asam folat pada ibu
hamil sangat penting pada setiap tahahp kehamilan sejak konsepsi
sampai persalinan (Zaenal, 2009).
Asam folat memiliki dua peran dalam menentukan hasil kehamilan, yaitu
dalam proses maturasi janin jangka panjang untuk mencegah anemia
pada kehamilan lanjut dan dalam mencegah efek kongenital selama
tumbuh kembang embrionik, telah disarankan bahwa suplemen asam
folat pada ibu hamil memiliki peran dalam mencegah celah orofasial

13
yang non sindromik seperti bibir dan/atau langit-langit sumbing (Zaenal,
2009).
b. Vitamin B-6
Vitamin B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya
celah orofasial secara laboratorium pada binatang oleh sifat teratogennya
demikian juga kortikosteroid, kelebihan vitamin A, dan siklofosfamid.
Deoksipiridin, atau antagonis vitamin B-6, diketahui menginduksi celah
orofasial dan defisiensi vitamin B-6 sendiri cukup untuk membuktikan
terjadinya langit-langit mulut sumbing dan defek lahir lainnya pada
binatang percobaan, namun penelitian pada manusia masih kurang
utntuk membuktikan peran vitamin B-6 dalam terjadinya vitamin B-6
(Zaenal, 2009).
c. Vitamin A
Asupan vitamin A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan
peningkatan resiko terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial
lainnya. Defisiensi vitamin A pada ibu menyebabkan defek pada mata,
celah orofasial, dan efek kelahiran lainnya pada babi. Penelitian klinis
manusia menyatakan bahwa paparan vetus terhadap retinoid dan diet
tinggi vitaminA juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang
gawat. Pada penelitian prospektif lebih dari 22.000 kelahiran pada
wanita di Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi lainnya
umum terjadi pada wanita yang mengonsumsi lebih dari 10.000 IU
vitamin A pada masa perikonsepsional (Zaenal, 2009).
d. Modifikasi pekerjaan
Data-data yang ada dan penelitian skala besar menyarankan bahwa ada
hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil(pegawai
kesehatan, industri reparasi, pegawai agrikultur). Teratogenesis karena
trichloroethylene dan tetrachloroethylene pada air yang diketahui
berhubungan dengan pekerjaan bertani mengindikasikan adanya peran
dari pestisida, hal ini diketahui dari beberapa peneilitian, namun tidak
semua. maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik mengurangi jenis
pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam industri cetak, seperti
pabrik cat, operator motor, pemadam kebakaran atau bertani telah

14
diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial (Wikipedia,
2009).
e. Suplemen nutrisi
Beberapa usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada
manusia untuk mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama
kehamilan yang dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan, ini di
motivasi oleh hasil baik yang dilakukan pada percobaan pada binatang.
Usaha pertama dilakukan tahun 1958 di Amerika Serikat namun
penelitiannya kecil, metodenya sedikit dan tidak ada analisis statistik
yang dilaporkan. Penelitian lainnya dalam usaha memberikan suplemen
multivitamin dalam mencegah celah orofasial dilakukan di Eropa dan
penelitiannya mengklaim bahwa hasil pemberian suplemen nutrisi
adalah efektif, namun penelitian tersebut memiliki data yang tidak
mencukupi untuk mengevaluasi hasilnya. Salah satu tantangan terbesar
dalam penelitian pencegahan terjadinya celah orofasial adalah
mengikutsertakan banyak wanita dengan resiko tinggi pada masa
produktifnya (Zaenal, 2009).

15
H. Asuhan Keperawatan Bibir Sumbing dan celah palatum Pada Neonatal
1. Pengkajian
Karena cacat bibir terlihat dengan jelas pada saat lahir, pengkajiannya terdiri
atas uraian mengenai lokasi serta luas cacat atau defek tersebut dan keberadaan
palatokizis di perkirakan dengan melihatnya langsung pada saat bayi
menangis. paltokizis tanpa labiskozis dapat ditemukan dengan cara palpasi
memakai jari tangan pada saat dilakukan pemeriksaan bayi baru lahir.Dampak
emosional kelahiran anak cacat kosmetik maupun fungsional sungguh bersifat
traumatik bagi keluarganya sebagai konsekuensinya, pengkajian keperawatan
dilakukan berkaitan dengan reaksi emosional terhadap anak dan defeknya.

2. Diagnosa pre operasi


 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan bayi lelah
menghisap, intake makanan dan minuman pada anak tidak adekuat.
 Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan.
 Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang
penyakit.
 Risiko infeksi berhubungan dengan aspirasi ke dalam saluran pernapasan
dan masuknya cairan ke saluran telinga
 Resiko perubahan perilaku orang tua yang berhubungan dengan cacat fisik
yang sangat nyata pada bayi
 Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik pemberian
makan, dan perawatan dirumah.

3. Intervensi pre operasi


 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan bayi lelah
menghisap, intake makanan dan minuman pada anak tidak adekuat.
Tujuan : bayi dapat terpenuhi nutrisinya secara adekuat setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama ....x24 jam
Kriteria hasil :
- Nutrisi bayi terpenuhi
- Mempertahankan BB dalam batas normal.
- Bayi dapat tidur nyenyak

Intervensi :

16
1) . Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
R/ Memberikan informasi sehubungan dgn keb nutrisi & keefektifan
terapi.
2) Gunakan dot botol yang lunak yang besar, atau dot khusus dengan
lubang yang sesuai untuk pemberian minum
R/ Untuk mempermudah menelan dan mencegah aspirasi.
3) Tepuk punggung bayi setiap 15ml 30ml minuman yang diminum, tetapi
jangan diangkat dot selama bayi menghisap.
4) R/ Karena cenderung menelan banyak udara dan mencegah cedera
padabayi
Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap.
R/ Untuk mengetahui kemampuan menelan dan menghisap pada bayi.
5) Berikan makan pada anak sesuai dengan jadwal dan kebutuhan
R/ Mempertahankan nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi
6) Mempertahankan nutrisi adekuat
R/ Nutrisi yang adekuat dapat mempertahankan atau menambah berat
badan bayi
7) Kaji kemampuan menelan dan menghisap
8) R/ Bila kemampuan menelan dan menghisap baik maka nutrisi yang
masuk dapat terpenuhi.
9) Tempatkan dot pada samping bibir mulut bayi dan usahakan lidah
mendorong makan/minuman kedalam
R/ Posisi tempat dot yang tepat mencegah resiko aspirasi dan
memberikan kenyamanan posisi pada bayi.

 Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan

Tujuan : anak tidak akan mengalami aspirasi setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama …x 24 jam

Dengan criteria hasil :


- Menunjukkan peningkatan kemampuan menelan.
- Bertoleransi terhadap asupan oral dan sekresi tanpa aspirasi.
- Bertoleransi terhadap pemberian perenteral tanpa aspirasi

Intervensi :

1. Jelaskan pada orang tua cara/ teknik menyusui yang benar


R/ ibu dapat mengerti cara yang benar dalam memberikan ASI
sehingga bayi terhindar dari aspirasi.
2. Tempatkan pasien pada posisi semi-fowler atau fowler.
R/ Agar mempermudah mengeluarkan sekresi.
3. Gunakan dot khusus yang agak panjang

17
R/ untuk meminimalkan terjadinya aspirasi
4. Sediakan kateter penghisap disamping tempat tidur dan lakukan
penghisapan selama makan, sesuai dengan kebutuhan.
R/ Mencegah sekresi menyumbat jalan napas, khususnya bila
kemampuan menelan terganggu.
5. Pantau status pernafasan selama pemberian makan tanda-tanda
aspirasi selama proses pemberian makan dan pemberian pengobatan.
R/ Perubahan yg terjadi pada proses pemberian makanan dan
pengobatan bisa saja menyebabkan aspirasi.

 Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang


penyakit.
Tujuan :Rasa cemas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ....x 24 jam
Kriteria hasil :
- Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan.
- Menghindari sumber kecemasan bila mungkin.
- Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan
Intervensi :
1) Jelaskan pada keluraga keadaan yang diderita anaknya
R/ pemahaman ibu tentang keadaan yang diderita anaknya mengurangi
kecemasan keluarga, karena keadaan anak masih bisa diatasi.
2) Kaji tingkat kecemasan keluarga.
R/ Untuk mengetahui seberapa besar kecemasan yang dirasakan
keluarga sekarang.
3) Berikan penyuluhan pada keluarga tentang penyakit dan proses
penyembuhannya.
R/ Untuk mengetahui bagaimana untuk memudahkan memberikan
support atau penyuluhan.
4) Anjurkan keluarga mengungkapkan dan atau mengekspresikan
perasaan (menangis)
R/ membantu mengindentifikasikan perasaan atau masalah negatif dan
memberikan kesempatan untuk mengatasi perasaan ambivalen atau
berduka. Klien dapat juga merasakan ancaman emosional pada harga
dirinya karean sperasaannya bahwa ia telah gagal, bahwa ia sebagai
wanita lemah, dan bahwa harapannya tidak terpenuhi.

 Resiko infeksi berhubungan dengan aspirasi ke dalam saluranpernapasan dan


masuknya cairan ke saluran telinga
Tujuan : bayi tidak mengalami infeksi setelah dilakukan
tindakankeperawatan .....x/24jam

18
Kriteria hasil :
- Mencegah infeksi :Terbebas dari tanda atau gejala infeksi.
- Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat.
- Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi.
Intervensi :
1) Jelaskan pada orang tua penyebab dari resiko infeksi
R/ penyebab dari resiko infeksi ialah karena masuknya cairan/susu ke
dalam saluran pernapasan dan telinga.
2) Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan, kepala
agak sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi
yang dapat berakibat pneumonia.
R/ Meningkatkan mobilisasi sekret, menurunkan resiko pneumonia.
3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik profilaksis
R/pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan resiko infeksi.
4) Observasi tanda-tanda infeksi
R/ deteksi dini terhadap tanda-tanda infeksi
 Resiko perubahan perilaku orang tua yang berhubungan dengancacat fisik
yang sangat nyata pada bayi
Tujuan : pasien atau keluarga memperlihatkan penerimaan terhadap bayi
Kriteria hasil:
- Keluarga membicarakan perasaan dan kekhawatiran mengenai cacat
yang disandang anaknya. Koreksi dan prospeknya di masa mendatang.
- Keluarga memperlihatkan sikap menerima bayinya.
Intervensi:
1) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk mengekspresikan
perasaan mereka.
R/ untuk mendorong koping keluarga
2) Perlihatkan perilaku menerima bayi dan keluarganya
R/ karena orang tua sensitive terhadap perilaku afektif anaknya
Tunjukkan dengan perilaku bahwa anak adalah manusia yang
berharga
R/ untuk mendorong penerimaan bayi cacat fisik.

 Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik pemberian makan,


dan perawatan dirumah.
Tujuan : keluarga memahami teknik pemberian makanan yang tepat pada
anak.
Kriteria hasil :
- Keluarga memahami teknik pemberian makan yang tepat
- Keluarga dapat menjelaskan dan memperagakan kembali teknik
pemberian yang benar.
Intervensi :
1) Jelaskan pada keluarga teknik pemberian makanan yang tepat
R/ teknik pemberian makan yang tepat ialah puting /dot khusus harus
diposisikan ke belakang dan di sepanjang sisi mulut di sisi noncleft,

19
menekan pipi bersama-sama di sekitar puting untuk meningkatkan
suction lisan.posisi bayi tegak.
2) Minta ibu memperagakan kembali apa yang sudah di ajarkan oleh
perawat.
R/ untuk mengetahui tingkat pemahaman ibu tentang tekni pemberian
makanan yang tepat.
3) Observasi ketepatan ibu dalam mengaplikasikan yang telah di ajarkan.
R/ menilai ketepatan teknik pemberian makanan.

4. Diagnosa Keperawatan Post-Opp


1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
2. Resiko infeksi berhubungan dengan kontaminasi mikroorganisme.
3. Resiko trauma pada tempat pembedahan yang berhubungan dengan
peregangan pada jahitan.

5. Intervensi Post Op
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
Tujuan : anak mengalami tingkat kenyamanan yang optimal setelah
dilakukan tindakan ....x 24 jam
Kriteria hasil : bayi tampak nyaman dan beristirahat dengan tenang.
Intervensi :
1) Kaji pola istirahat bayi/anak dan kegelisahan.
R/ Mencegah kelelahan dan dapat meningkatkan koping terhadap
stres atau ketidaknyamanan.
2) Beri stimulasi belaian dan pelukan
R/ sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal.
3) Libatkan orang tua dalam perawatan bayi
R/ untuk memberikan rasa aman dan nyaman.
4) Berikan analgetik sesuai program.
R/ Derajat nyeri sehubungan dengan luas dan dampak psikologi
pembedahan sesuai dengan kondisi tubuh.

b. Resiko infeksi berhubungan dengan kontaminasi mikroorganisme


Tujuan : mengurangi resiko terjadinya infeksi setelah dilakukan proses
pebedahan

20
Kriteria hasil :
- Mencegah infeksi :Terbebas dari tanda atau gejala infeksi.
- Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat.
- Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi.
- Luka tampak bersih, kering dan tidak edema.
Intervensi .
1. Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan, kepala agak
sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang
dapat berakibat pneumonia.
R/ Meningkatkan mobilisasi sekret, menurunkan resiko pneumonia.
2. Kaji tanda-tanda infeksi, termasuk drainage, bau dan demam.
R/ Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan pencegahan komplikasi
lebih serius.
3. Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi
R/ Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operas
4. Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat yang
tidak steril, misalnya alat tenun dan lainnya.
R/ alat yang tidak steril mudah menimbulkan MO mudah masuk ke
daerah insisi.
5. Bersihkan garis sutura dengan hati-hati
R/ menjaga agar sutura tidak trauma/rusak.

c. Resiko trauma pada tempat pembedahan yang berhubungan dengan peregangan


pada jahitan.
Tujuan : anak tidak mengalami trauma pada tempat pembedahan, anak tidak
memperlihatkan adanya aspirasi
Kriteria hasil : dapat menangani secret yang keluar dan susu formula tanpa
aspirasi
Intervensi :
1. Gunakan teknik pemberian susu yang non traumatic
R/ untuk meminimalkan resiko trauma.
2. Pertahankan alat pelindung bibir
R/ untuk melindungi luka jahitan.

21
3. Hindari penggunaan alat didalam mulut sesudah operasi
R/ untuk mencegah trauma pada luka operasi.
4. Bersihkan jahitan operasi dengan hati-hati sesudah pemberian susu
R/ karena inflamasi atau infeksi akan mengganggu proses kesembuhan
serta efek kosmetik koreksi pembedahan.
5. Cegah bayi agar tidak menangis dengan keras
R/ dapat menimbulkan regangan pada jahitan bekas operasi.
6. Ajarkan prosedur membersihkan dan menahan gerakan bayi yang
mengenai luka operasi jika bayi dipulangkan sebelum jahitan luka
dilepas. R/ untuk meminimalkan komplikasi setelah pembedahan.

6. Implementasi

Pelaksanaan dari intervensi yang telah dibuat, dilaksanakan dengan


menyesuaikan antara waktu dan rencana tindakan serta didokumentasikan
secara tepat dalam asuhan keperawatan

7. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk menilai apakah tujuan yang ditetapkan sudah
tercapai berdasarkan kriteria evaluasi yang dibuat

b. Promosi kesehatan

Kriteria hasil Kemungkinan Rasional Evaluasi


intervansi pencatatan
keperawatan
TUJUAN Ajarkan keluarga Peningkatan Dokumentasikan
PENYULUHAN tetang karakteristik pengetahuan apakah
Keluarga akan mampu ketidakseimbangan akan membantu penyuluhan
menyebut minimal 4 nutrisi. Kaji dan keluarga dalam dilakukan dan
karakteristik ketidak catat hasilnya. mengenali dan jelaskan hasilnya
seimbangan nutrisi, melaporkan
seperti perubahan
 Kenaikan berat kondisi anak
badan yang tidak
adekuat
 Asupan kaloriyang

22
tidak adekuat
 Muntah
 Tersedak
Keluarga akan mampu Ajarkan keluarga Penyuluhan Dokumentasikan
menyatakan pengetahuan tentang perawatan. keluarga akan apakah
tentang perawatan, Kaji dan catat memungkinkan penyuluhan
seperti: pengetahuan dan perawatan yang dilakukan dan
 teknik pemberian partisipasi keluarga akurat. jelaskan hasilnya.
makan dalam perawatan
 pemantauan terkait pemberian
asupan dan makan, dll.
haluaran
 identifikasi setiap
tanda atau gejala
ketidakseimbanga
n nutrisi (seperti
yang terdapat
dalam pengkajian)
 kapan
menghubungi
pemberian
perawatan
kesehatan.

BAB III

PENUTUP

23
A. Kesimpulan
Labioskizis atau labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak palatine (bagian depan
serta samping muka serta langit-langit mulut) tidak menutup dengan sempurna.
Merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan
yang kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan
bagian kiri tidak tumbuh bersatu.
Banyak factor yang mempengaruhi terjadinya bibir sumbing antara lain: factor
genetic atau keturunan, kurang nutrizi, radiasi, terjadinya trauma pada kehamilan
trimester pertama, infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin, pengaruh obat
teratogenik termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, Multifaktoral dan mutasi
genetic,Dysplasia ektodermal

B. Saran
Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan yaitu :
 Tidak merokok dan menghindari asap rokok
 Menghindari alcohol
 Menghindari obat terlarang
 Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal
 Melakukan olah raga dan istirahat yang cukup
 Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin
 Mengkonsumsi suplemen asam folat
 Menjalani faksinasi sebagai perlindungan terhadap infeksi
 Menghindari zat-zat yang berbahaya

DAFTAR PUSTAKA

Rahardjo Kukuh, Mami (2012) “Asuhan keperawatan , Bayi, Balita, Dan Anak Prasekolah”
Jogjakarta Pustaka belajar.

Axton,sharon, (2010) “Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik” JAKARTA-EGC

Wong,Dona L (2008) “Buku Pediatrik” JAKARTA : EGC

Wong,Dona L (2003) “Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik” JAKARTA : EGC

24
25

Vous aimerez peut-être aussi