Vous êtes sur la page 1sur 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah bentuk aturan atau sistem lambang yang digunakan anak
dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan
untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui
bicara mengacu pada simbol verbal. Selain itu bahasa dapat juga diekspresikan
melalui tulisan, tanda gestural dan musik. Bahasa juga dapat mencakup aspek
komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau pantomim.

Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan


perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan bicara
adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua.
Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat.

Tuna rungu merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan


keadaan kehilangan pendengaran yang dialami oleh seseorang. Secara umum
tuna rungu dikategorikan kurang dengar dan tuli, sebagimana yang diungkap
Hallahan dan Kauffman (Muktiaji, 2016) bahwa Tuna rungu adalah suatu
istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar yang meliputi
keseluruhan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat,
digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar.Anak tuna rungu adalah anak
yang mengalami gangguan pendengaran dan percakapan dengan derajat
pendengaran yang bervariasi antara 15dB- 30dB (mild hearing losses), 31dB-
60dB (moderate hearing losses), 61dB-90dB (severe hearing losses), 91dB-
120dB (profound hearing losses) dan 121 dB ke atas dikatakan tuli (total
hearing losses). Somad (1996) membedakan tunarunguan berdasarkan tempat
terjadinya kerusakan, yaitu :
 Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat
bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga disebut telinga
konduktif.

1
 Kerusakan telinga bagian dalam dan hubungan saraf otak yang
menyebabkan tuli sensoris.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pengertian anak berkebutuhan khusus dengan Tunawicara
2. Mengetahui etiologi anak dengan Tunawicara
3. Mengetahui klasifikasi Tunawicara
4. Mengetahui karakteristik anak dengan tunawicara
5. Mengetahui perkembangan anak dengan tunawicara
6. Mengetahui cara kaum tuna rungu menginformasikan pesan atau bahasa
isyarat
7. Mengetahui alat bantu dengar bagi tuna wicara
8. Mengetahui program bimbingan orang tua terhadap keterampilan berbicara
anak tunarungu
9. Mengetahui asuhan keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan
tunawicara

1.3 Manfaat Penulisan


Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam mata kuliah
keperawatan kesehatan jiwa, terkhusus pada materi asuhan keperawatan pada
kelompok rentan/ khusus ‘Tunawicara’.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Anak berkebutuhan Khusus

Suran dan Misso, 1979 (dalam Mangunsong 2009: 3) menyatakan


bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan
berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiannya.
Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif atau sosial terhambat dalam
mencapai tujuan-tujuan atau kebutuhan dan potensinya secara maksimal,
meliputi mereka yang tuli, buta, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh,
retradasi mental, gangguan emosional. Juga anak-anak yang berbakat
dengan inteligensi yang tinggi, dapat dikategorikan sebagai anak khusus
atau anak luar biasa, karena memerlukan penanganan yang terlatih dari
tenaga professional.
Gearheat 1981 (dalam Mangunsong 2009: 3) mengatakan bahwa
“seorang anak dianggap berkelainan bila memerlukan persyaratan
pendidikan yang berbeda dari rata-rata anak normal dan untuk dapat belajar
secara efektif memerlukan program, pelayanan, fasilitas dan materi
khusus.”
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak
normal yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus sehingga
memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga yang profesional. Kajian
penelitian ini yang dimaksud anak berkebutuhan khusus tidak termasuk
anak yang memiliki intelegensi tinggi, dan difokuskan pada anak
tunarungu, tunawicara dan tunagrahita.
Pada setiap manusia, komunikasi merupakan alat yang penting,
dengan komunikasi maka aktivitas manusia akan berjalan lancar. Berbicara
dan bahasa merupakan alat komunikasi. Komunikasi selalu melibatkan
pengiriman informasi dan penerimaan informasi tetapi komunikasi tidak
selalu melibatkan bahasa, misalnya dengan komunikasi non-verbal.
Komunikasi non-verbal ini digunakan oleh anak tunawicara. Tunawicara

3
adalah individu yang mempunyai hambatan dalam berbicara.

2.2 Etiologi Anak Tunawicara


Kerusakan pada kelainan bicara atau tunawicara diklasifikasikan
menurut etiologi atau simptom. Etiologi anak tunawicara adalah penyebab
seseorang menjadi tunawicara, ada beberapa sebab yang menimbulkan
kerusakan pada suara sehingga anak menjadi tunawicara. Faktor penyebab
tunawicara sangat bervariasi.

Secara spesifik dikemukakan faktor-faktor yang berkaitan dengan


kelainan bicara dan bahasa (dalam Mangunsong 2009: 115) yaitu:
1. Faktor Sentral berhubungan dengan susunan saraf pusat,
ketidakmampuan berbahasa yang spesifik, keterbelakangan mental,
autism, deficit dalam perhatian dan hiperaktif serta mengalami
gangguan fungsi kognitif.
2. Faktor periferal berhubungan dengan gangguan sensoris atau fisik,
gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan fisik, dan
gangguan motorik yang berhubungan dengan bicara.
3. Faktor lingkungan dan emosional dikarenakan oleh faktor lingkungan
fisik dan psikologi antara lain penelantaran dan penganiayaan, masalah
perkembangan perilaku dan emosi
4. Faktor-faktor campuran dikarenakan oleh faktor sentral, periferal dan
faktor lingkungan.
Mangunsong (2009: 116) menjelaskan faktor penyebab kelainan bicara
dan bahasa yaitu:
a. Etiologi dari Kelainan Suara

Masalah kualitas suara dapat disebabkan oleh suatu penyakit


misalnya laryngitis, dimana pita suara menjadi serak, adanya tumor pada
pita suara. Kelainan pada pich (tinggi atau rendahnya nada) yaitu suara
bernada terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat disebabkan oleh konflik
emosional, kebiasaan yang salah dalam menggunakan suara atau
menggunakan suara secara berlebihan, kondisi fisik yang lemah dan

4
hilangnya pendengaran. Beberapa orang yang mengalami masalah
psikologik juga dapat kehilangan suara atau sering disebut sebagai
abnormalitas suara yang parah. (Mangunsong, 2009: 116). Gangguan suara
yang berhubungan dengan resonansi juga dapat disebabkan oleh
abnormalitas fisik, misalnya terkena celah dilangit-langit mulut atau kena
kerusakan otak, begitu juga pada orang yang mengalami tonsillitis dan
sinusitis yang parah.

a. Etiologi dari Kelainan Artikulasi


Kelainan artikulasi merupakan salah satu dari dua masalah kelainan
bicara yang paling umum terjadi pada uia sekolah. Secara spesifik, kelainan
suara merupakan kelainan karena seseorang tidak menggunakan suara
seperti aturan standar, sedangkan kelainan artikulasi merupakan keadaan
dimana suara dan bahasa diganti, dihilangkan, ditambah atau didistorsikan.
Penyebabnya bisa berasal dari kesalahan dalam memproduksi bunyi yang
akhirnya menjadi kebiasaan. Faktor keduayang perlu dipertimbangkan juga
adalah lingkungan dimana anak dibesarkan karena seseorang belajar
berbicara melalui imitasi dari dari orang-orang sekitarnya,inilah kelainan
artikulasi yang sering disebut dengan hasil defisiensi belajar.
Penyebab kelainan artikulasi yang lain adalah factor biologis,
misalnya karena adanya luka otak atau kerusakan pada sayraf yang
mengendalikan otot bicara sehingga sulit untuk mengartikulasikan kata.
Pada banyak kasus juga disebabkan oleh adanya keterbelakangan mental.
Bukti-bukti bahwa masalah artikulasi adalah kesalahan yang dipelajari,
datang dari penemuan bahwa anak pertama dan anak-anak dari status sosial
ekonomi tinggi mempunyai kemungkinan yang lebih rendah dalam
kesalahan artikulasi.

b. Etiologi dari gangguan kelancaran bicara


Gangguan ini biasanya disebabkan karena gangguan emosi, adanya
kerusakan otak dan saraf yang menyebabkan gangguan organ bicara, terjadi
pada saat anak belajar berbicara. Gangguan kelancaran berbicara sering

5
disebut dengan gagap. Conture (dalam Mangungsong 2009: 118)
mengatakan bahwa” mereka yang gagap lebih dari satu setengah atau dua
tahun beresiko menderita gagap kronis. Jika mereka tidak ditangani lebih
alanjut maka anak akan mengalami ketidakemampuan dalam komunikasi,
mengembangkan perasaan diri yang negative serta mengalami masalah
dalam mengambil kesempatran kerja atau pendidikan”. Pendekatan yang
paling berguna dalam memahami gagap adalah memandangnya sebagai
hasil berbagai sebab yakni hasil komulatif dari belajar yang keliru dan hasil
kecemasan yang berhubungan dengan berbicara

c. Etiologi kelainan bahasa

Kelainan yang disebabkan oleh disfungsi susunan saraf pusat secara


medis sulit untuk diperbaiki, mereka mengalami masalah dalam program
pendidikan, perawatan psikologis dan latihan bahasa. Anak yang
mengalami kelainan bahasa mengalami kesulitan dalam pendidikan dan
perkembangan intelektualnya. Berdasarkan etiologinya, kelainan bahasa
dibedakan menjadi sub tipe yaitu primer dan sekunder. Kelainan bahasa
primer tidak diketahui penyebabnya, sedangkan kelainan bahasa skunder
disebabkan kondisi lain seperti retradasi mental, kerusakan pendengaran.
Keterlambatan dalam pengusaan bahasa sering kali dikaitkan dengan
keterlambatan dalam perkembangan anak, lingkungan yang kurang
menyediakan pengalaman termasuk didalam kurangnya stimulasi dalam
bentuk bahasa oleh orang dewasa.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-
faktor yang berkaitan dengan kelainan bicara dan bahasa adalah faktor
sentral yaitu berhubungan dengan susunan saraf pusat, ketidakmampuan
berbahasa yang spesifik, keterbelakangan mental, autism, deficit dalam
perhatian dan hiperaktif serta mengalami gangguan fungsi kognitif. Faktor
periferal berhubungan dengan gangguan sensoris atau fisik, gangguan
pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan fisik, dan gangguan motorik
yang berhubungan dengan bicara. Faktor lingkungan dan emosional
dikarenakan oleh faktor lingkungan fisik dan psikologi antara lain

6
penelantaran dan penganiayaan, masalah perkembangan perilaku dan
emosi. Faktor-faktor campuran dikarenakan oleh faktor sentral, periferal
dan faktor lingkungan.

2.3 Karakteristik Anak Tunawicara


Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang membutuhkan
penanganan khusus dalam kehidupannya. Anak berkebutuhan khusus antara
satu dengan yang lainnya memiliki ciri yang berbeda-beda tergantung pada
kelainan dan gangguannya, salah satu jenis anak berkebutuhan khusus itu
adalah anak tunawicara. Anak tunawicara juga memiliki beberapa
karakteristik agar bisa digolongkan sebagai anak tunawicara.

Kelainan bicara dan bahasa memiliki jenis gangguan dan jenis


kelainan yang berbeda-beda. Doorlag & Lewis (dalam Mangunsong 2009:
114) mengatakan bahwa sebagian besar masalah bicara terdeteksi pada
usia dini, misalnya gangguan artikulasi umum ditemukan terjadi pada
anak-anak diusia sekolah awal. Gangguan bahasa juga diidentifikasi terjadi
pada anak-anak yang lebih muda tetapi dapat bertahan selama usia sekolah
dasar dan menengah pertamas.
Sheridan (dalam Mangunsong 2009: 114) mengemukakan bahwa
ada karakteristik-karakteristik khusus pada anak-anak dengan gangguan
bicara yaitu:
1. Terjadi pada anak-anak yang lahir prematur .

2. Kemungkinan empat kali lipat pada anak yang belum berjalan pada
usia 18 bulan.
3. Belum bisa berbicara dalam bentuk kalimat pada usia dua tahun.

4. Memiliki gangguan penglihatan, sering dikategorikan sebagai anak


kikuk oleh gurunya.
5. Kurang bisa menyesuaikan diri dari segi perilakunya, sulit membaca
dan banyak terjadi pada anak laki-laki.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristis

7
tuna rungu yaitu : terjadi pada anak-anak yang lahir teratur, belum bisa
berbicra dalam bentuk kalimat pada usia dua tahun, memiliki gangguan
penglihatan, kurang bisa menyesuaikan diri dan sulit membaca.

2.4 Perkembangan Anak Tunawicara


Konsekuensi kelainan bicara menyangkut tuntutan sosial yang
dihadapi anak. Kelainan artikulasi tidak menimbulkan konsekuensi yang
negative tetapi sebaliknya kelainan bahasa akan mempengaruhi pendidikan,
emosi dan hubungan

interpersonalnya. Mangunsong (2009:121) menjelaskan konsekuensi


perkembangan kelainan bicara yaitu:

a. Kemampuan konseptual dan prestasi pendidikan


Keterlambatan perkembangan bahasa dan aphasia ekspresif akan
mempengaruhi perkembangan pendidikan dan kognitif , karena
perkembangan pendidikan dan kognitif sangat tergantung pada pemahaman
dan penggunaan bahasa. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan verbal
dan non verbalnya. Kelainan artikulasi dan kelancaran suara tidak
menunjukkan efek buruk pada perkembangan pendidikan dan kognitif.

b. Faktor personal dan sosial


Kelainan artikulasi dan suara menyebabkan konsekuensi negative
dalam relasi interpersonal dan perkembangan konsep diri anak. Pandangan,
ekspresi, ketidakpahamanorang lain ketika berkomunikasi dapat
menyebabkan rasa rendah diri, merasa terisolasi, tidak berani berbicara di
depan umum dan bisa menimbulkan kecemasan tersendiri bagi anak
tunawicara.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
perkembangan anak tunawicara mempunyai 2 faktor. Faktor pertama
mengenai konseptual dan prestasi pendidikan, keterlambatan perkembangan
bahasa dan aphasia ekspresif akan mempengaruhi perkembangan
pendidikan dan kognitif karena perkembangan pendidikan dan kognitif

8
sangat tergantung pada pemahaman dan penggunaan bahasa. Faktor yang
kedua mengenai faktor personal dan sosial, kelainan artikulasi dan suara
menyebabkan konsekuensi negative dalam relasi interpersonal dan
perkembangan konsep diri anak.

9
BAB III
ANALISIS JURNAL

3.1 Analisis Jurnal 1

a. Judul Jurnal
Pengembangan Aplikasi Pembelajaran Bahasa Isyarat Berbasis Android
Tablet
b. Kata Kunci
usability, disabilitas, kuesioner, smartphone, pengujian black box
c. Penulis Jurnal
Maharoni Hendra Pradikja, Herman Tolle, Komang Candra Brata
d. Latar Belakang Masalah
Pandangan masyarakat kepada para penderita tuna rungu dan wicara masih
sangatlah minim. Hal ini dikarenakan sulitnya memahami
komunikasi.Mereka yang tuna rungu dan tuna wicara menggunakan bahasa
isyarat untuk tetap berkomunikasi dengan yang lainnya. Menggunakan bahasa
isyarat merupakan langkah yang diambil oleh mereka yang memiliki
kekurangan bicara atau mendengar untuk tetap mampu berinteraksi dengan
masyarakat umum (Prasetyo, 2014).Bahasa isyarat yang sederhana ataupun
bentuk lain perlu dipahami oleh orang normal dalam berkomunikasi sehari-
hari. Salah satu kesulitan adalah bagaimana orang tuli menginformasikan
bahasa isyarat yang digunakan dan dapat dipahami oleh orang yang bisa
mendengar sehingga penderita tuna rungu dapat berkomunikasi, berinteraksi,
bergaul, berteman, dan terjadi dialog dalam pergaulan sehari-hari(Budi,
2014). Pada era modern saat ini penggunaan sarana tablet phone atau
smartpone berbasis Android. Industri tablet phone atau smartphone dengan
sistem Android dibuat agar banyak orang dapat mengenali lingkungan sekitar,
belajar, dan dapat berkomunikasi dengan satu dan lainnya. Bagi para
penyandang kaum disabilitas (tunarungu/tunawicara) juga senang
menggunakan sarana teknologi baru tersebut. Namun, karena mereka tidak
dapat berbicara dan mendengar, maka menimbulkan masalah yang dihadapi
khususnya dalam belajar struktur kata atau kalimat yang seringdiucapkan atau
yang ditulis oleh mereka yang bisa mendengar atau berbicara.

10
e. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah agar kaum tunarungu dapat
menginformasikan bahasa isyarat yang digunakan dan dapat dipahami oleh
orang yang bisa mendengar sehingga penderita tuna rungu dapat
berkomunikasi, berinteraksi, bergaul, berteman, dan terjadi dialog dalam
pergaulan sehari-hari. penyandang tunarungu dapat lebih mudah.

f. Metodelogi Penelitian
 Implementasi
Aplikasi dibangun menggunakan software Android Studio yang tersambung
langsung ke perangkat mobile.
 Pengujian dan Analisis
Untuk mengetahui tingkat performa dan kinerja perangkat lunak. Perangkat
lunak akan diuji dengan pengujian white-box (basis path testing berdasarkan
kebutuhan utama perangkat lunak),pengujian black-box (pengujian
validasi/sudah memenuhi kebutuhan dan performa), dan pengujian keamanan.
 Pengambilan kesimpulan
Dilakukan setelah semua tahapan perancangan,implementasi,dan pengujian
system aplikasi perangkat bergerak telah selesai dilakukan dan sesuai dengan
teori dan praktik. Kesimpulan diambil untuk menjawab rumusan masalah yg
ditetapkan sebelumnya.Tahap terakhir adalah saran yang berfungsi untuk
memperbaiki kesalahan atau menyempurnakan penulisan.

g. Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian tentang metode PemBais Aplikasi berbasis
Android pada perangkat smartphone.
 Pengujian Kebutuhan Fungsional

Terdapat 3 menu utama dalam aplikasi pembelajaran bahasa isyarat


seperti: Menu abjad jari,kosa kata,dan angka.

Menu utama dalam tampilan komposisi warna yang menarik dan 3 menu
utama yang dimunculkan dapat ditampilkan dengan jelas. Dan masing-

11
masing kategori yang memiliki video isyarat dapat tampil dengan jelas
dan tidak ada masalah. Pada bagian menu angka setelah diuji setiap
tombol 1-20 dapat tampil dengan benar.

 Pengujian Usability

Diuji pada 25 orang dengan tingkat pendidikan,sosial,latar belakng


berbeda (17 orang normal dan 8 orang tunarungu) . dari hasil pengujian
25 orang yang menggunakan aplikasi PemBais merasa senang dan merasa
mudah dalam penggunaan aplikasi PemBais.

h. Kelemahan penelitian yang didapat pada jurnal ini, yaitu :


 Pengujian hanya dilakukan dengan sampel 25 orang, dengan yang
tuna rungu 8 orang, sehingga kemungkinan yang akan terjadi masih
besar.
 Dalam jurnal penelitian tidak menjelaskan lama waktu penelitian
yang dilakukan.
i. Kelebihan penelitian yang didapat pada jurnalini, yaitu :
 Pengujian yang dilakukan tidak hanya satu yaitu terdapat
Pengujian KebutuhanFungsional dan Pengujian Usability.
 Menggambarkan dengan jelas kebutuhan dan perancangan dari
sistemAplikasi Android pada tablet yang diberinama “PemBais”.
j. Manfaat penelitian yang didapat pada jurnal ini bagi kesehatan, yaitu:
 Aplikasi android “PemBais” ini, sangat membantu tuna rungu
sebagai alat bahasa isyarat, karena mudah dipelajari.
 Aplikasi ini tidak hanyadiperlukan oleh tuna rungu, tuna wicara
saja, tapi juga diperuntukkan kepada semua masyarakat karena dibuat
dengan baik dan memiliki feature dengan kategori kosa kata, abjad
dalam bahasa isyarat dan angka dalam bahasa isyarat.
 Dapat sebagai upaya dalam membantu mengenali bahasa isyarat
para tuna rungu dan tuna wicara.
 Bagi tenaga kesehatan dapat membantu mempermudah
berkomunikasi dengan para tuna rungu dan tuna wicara.

12
3.2 Analisis Jurnal 2
a. Judul Jurnal
Alat Bantu Komunikasi Terintegrasi bagi Penyandang Tuna
Wicara Berbasis Sensor Gerak Dan OpenWrt

b. Kata Kunci
Alat Bantu, Bahasa Isyarat, INSERT, Tuna Wicara

c. Penulis Jurnal
Wayan Pasek Suyadnya, I Putu Wijaya Adi Andra, Nyoman Agus
Nugraha Ginarsa, I Made Suartika

d. Latar Belakang Masalah


Penyandang disabilitas tuna wicara menggunakan komunikasi non-
verbal atau bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan individu lainnya.
Permasalahan yang sangat umum terjadi bagi penyandang disabilitas tuna
wicara adalah keterbatasan berkomunikasi dengan orang normal.
Penelitian- penelitian telah dilakukan untuk membantu penyandang
tuna wicara berkomunikasi dengan orang normal. penelitian dengan
menggunakan software berbasis android telah dilakukan dengan tujuan
agar penyandang disabilitas tunawicara dapat berkomunkasi dengan lawan
bicaranya. Dalam penelitian oleh Aisyah Abdullah membahas penggunaan
sarung tangan berbasis mikrokontroller untuk pengenalan bahasa isyarat.
Sistem INSERT merupakan alat bantu komunikasi bagi
penyandang tuna wicara terintegrasi berbasis sensor gerak danOpenWrt
yang diharapkan mampu menjadi solusi dari permasalahan tersebut.
Dengan berbasis sensor gerak yang digunakan pada prototype ini nantinya
akan menterjemahkan bahasa isyarat yang digunakan oleh penyandang
tuna wicara menjadi suara, sehingga orang yang tidak memahami bahasa
isyarat dapat mengerti maksud dari apa yang ingin dikatakan penyandang
tuna wicara tersebut.

13
e. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan pengujian pada
komponen yang digunakan pada sistem INSERT, yaitu alat untuk
membantu para penyandang tuna wicara dalam berkomunikasi.

f. Metodelogi Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, yaitu menggunakan
analisis data dan teori yang ada tentang perancangan sistem INSERT,
selanjutnya melakukan pengujian system oleh penyandang disabilitas tuna
wicara.Populasi yang diambil pada penelitian ini adalah penyandang
disabilitas tuna wicara.

g. Hasil Penelitian
Dari hasil pengujian 26 huruf(A-Z) dan 10 angka(0-9) yang dilakukan
oleh 5 orang siswa penyandang disabilitas tuna wicara didapatkan hasil
bahwa standar bahasa isyarat yang digunakan adalah SIBI,sehingga
diperlukan penyesuaian bahasa dengan basis data yang telah ada pada
INSERT.Namun demikian,dengan kemampuan dari sistem INSERT dalam
mendukung penambahan bahasa isyarat yang dikenali maka hal tersebut
dapat diatasi sehingga sistem dapat mengenali bahasa isyarat yang
dipraktikkan dan mampu menterjemahkannya dalam bentuk suara melalui
speaker.
Setelah dilakukan penelitian tentang pengujian komponen-
komponen pada system INSERT,dapat disimpulkan bahwa:
 Sistem INSERT telah mampu menterjemahkan bahasa isyarat menjadi
keluaran suara berdasarkan data gambar yang didapat dari webcam.
 Sistem INSERT terdiri dari dua sisi,yaitu sisi pengguna dan sisi
penganalisa. Di sistem pengguna dilakukan perancangan secara
hardware dan software,sedangkan disistem penganalisa dilakukan
perancangan secara software.
 Sistem INSERT sangat praktis,mudah dibawa,mudah dalam
perancangan,dan bersifat relatif portable.Hal ini disebabkan karena

14
sumber daya untuk dapat menggunakan sistem ini bisa dengan
menggunakan power bank saja dan bentuk dari sistem INSERT
berukuran relatif kecil.
h. Kelemahan penelitian yang didapat pada jurnal ini,yaitu:
 Penelitian ini tidak menjelaskan lama waktu yang diberikan
 Penelitian hanya dilakukan pada 5 siswa penyandang disabilitas tuna
wicara sehingga pengujian alatnya masih kurang.

i. Kelebihan yang didapat pada jurnal ini:


 Alat ini menggunakan sensor gerak dalam bekerja,yang nantinya akan
menterjemahkan bahasa isyarat yang digunakan oleh penyandang tuna
wicara menjadi suara.
 Sistem INSERT telah mampu menterjemahkan bahasa isyarat menjadi
keluaran suara berdasarkan data gambar yang didapat dari webcam.
 Sistem INSERT sangat praktis,mudah dibawa,mudah dalam
perancangan,dan bersifat relative portable.
 Teknik penggunaan alat ini sangat cocok dalam memudahkan
penyandang tuna wicara berbicara mudah dengan orang normal.

j. Manfaat penelitian yang didapat pada jurnal ini:


Dengan berbasis sensor gerak yang digunakan pada prototype ini
nantinya akan menterjemahkan bahasa isyarat yang digunakan oleh
penyandang tuna wicara menjadi suara,sehingga orang yang tidak
memahami bahasa isyarat dapat mengerti maksud dari apa yang ingin
dikatakan penyandang tuna wicara tersebut.Dan membuat penyandang
tuna wicara dapat berbicara dengan orang normal pada umumnya.

15
3.3 Analisis Jurnal 3

a. Judul Jurnal
Pengaruh Program Bimbingan Orang Tua Terhadap Keterampilan
Berbicara Anak Tuna Rungu Kelas Tinggi Pada Tingkat Sekolah Dasar
Luar Biasa.

b. Penulis
Eni Rachmawati

c. Kata kunci
Anak Tunarungu, Keterampilan Berbicara, Program Bimbingan
Orang Tua .

d. Kata Pengantar
Peran orang tua sangat penting dalam proses belajar-mengajar,
tidak hanya di rumah tapi juga di sekolah. Diperlukan komunikasi yang
berkesinambungan antara orang tua dengan pihak sekolah untuk berdiskusi
mencari solusi yang terbaik untuk penanganan anak. Dalam usaha
mengembangkan keterampilan berbicara anak memerlukan latihan yang
terus menerus, orang tua harus membimbing anak mereka tentu saja
dengan cara yang menyenangkan dan tanpa adanya paksaan yakni dengan
jalan mengkomunikasikan segala kegiatan bersama anak baik di rumah
maupun di tempat-tempat umum. Luppin (2010 : 14) mendiskripsikan
bimbingan sebagai suatu proses layanan yang diberikan kepada
individuindividu guna membantu mereka memperoleh pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan dalam membuat pilihan dan rencana yang
diperlukan untuk menyesuaikan diri yang baik. Orang tua memberikan
contoh atau model bagi anak, berbicara dengan pelan yang mudah diikuti
oleh anak dan orang tua siap memberikan kritik atau membetulkan apabila
dalam berbicara anak berbuat suatu kesalahan. Hal ini dikarenakan peran
orang tua dalam menjadi partner komunikasi dapat membangkitkan
motivasi anak tunarungu untuk berbicara, membantu anak mengkoreksi

16
pelafalan artikulasi yang diucapkan dan mengajarkan struktur bahasa
secara tidak langsung

e. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendiskripsikan pelaksanaan program
bimbingan orang tua serta mengkaji pengaruh program tersebut terhadap
keterampilan berbicara anak tunarungu.

f. Metodelogi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis
penelitian Pre-Eksperimental dengan rancangan penelitian One group pre
test-post test design. Penelitian Pre- Eksperimental adalah sebuah
eksperimen yang dilakukan pada suatu kelompok tanpa adanya kelompok
kontrol atau pembanding. Prosedur didalam penelitian ini dengan
melakukan observasi sebanyak 2 kali yaitu sebelum eksperimen dan
sesudah eksperimen. Teknik analisis data yang digunakan untuk
menganalisis data dalam penelitian desain one group pre-test and post test
design (desain 2) adalah non parametrik dengan data kuantitatif. Untuk
Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah anak tunarungu kelas
tinggi di SDLB Sumber Dharma Malang yang berjumlah 7 anak. Teknik
pengumpulan data menggunakan metode tes lisan dan Teknik analisis data
dengan Sign test.

g. Hasil Penelitian
Hasil penelitian diperoleh perhitungan dengan nilai kritis 5% untuk
dua sisi (1,96), merupakan suatu kenyataan bahwa nilai Z yang diperoleh
dalam hitungan (ZH=2,27) adalah lebih besar dari pada nilai kritis Z 5%
dua sisi (1,96) sehingga hipotesis nol (Ho) di tolak dan hipotesis kerja (Ha)
diterima. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan ada pengaruh
penggunaan Program Bimbingan Orang Tua terhadap keterampilan
berbicara anak tunarungu kelas tinggi di SDLB Sumber Dharma Malang.

17
h. Kelemahan penelitian dalam jurnal
 Hanya menggunakan 7 anak saja sehingga kemungkinan lain bisa
terjadi
 Lama dilakukan eksperimen ini tidak disebutkan dalam jurnal

i. Kelebihan penelitian dari jurnal


 Dapat menjelaskan faktor dan pengaruh bimbingan orang tua
terhadap kemampuan anak tuna ungu dalam berbicara.
 Dapat menjelaskan secara jelas dan lengkap serta penggunaan kata
yang sesuai.
 Dalam jurnal ini menggunakan jenis penelitian eksperimental yang
kuantitatif dengan rancangan penelitian "one group pre test - post
test design" sehingga data dapat dihitung dengan akurat.

j. Manfaat yang didapat dari jurnal bagi kesehatan


 Dapat menjadi rujukan bagi orang tua dalam membimbing anaknya
yang mengalami tuna rungu dirumah.
 Dapat membawa manfaat dalam menambah keilmuan kebahasaan
terutama keterampilan berbicara anak tuna rungu
 Dapat berguna bagi mahasiswa, orang tua, guru dalam
perkembangan berbicara anak tuna rungu
 Dapat menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya

18
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK TUNAWICARA

4.1 Pengkajian

Fokus pengkajian pada anak 2 – 3 tahun yang mengalami gangguan bicara :

a. Data Subjektif
Pada anak yang mengalami gangguan bahasa :
1. Umur berapa anak saudara mulai mengucapkan satu kata ?
2. Umur berapa anak saudara mulai bisa menggunakan kata dalam suatu
kalimat ?
3. Apakah anak anda mengalami kesulitan dalam mempelajari kata baru ?
4. Apakah anak anda sering menghilangkan kata-kata dalam kalimat yang
diucapkan dalam kalimat yang diucapkan ?
5. Siapa yang mengasuh di rumah ?
6. Bahasa apa yang digunakan bila berkomunikasi di rumah ?
7. Apakah pernah diajak mengucapkan kata-kata.
8. Apakah anak anda mengalami kesulitan dalam menyusun kata-kata ?

Pada anak yang mengalami gangguan bicara:

1. Apakah anak anda sering gugup dalam mengulang suatu kata?


2. Apakah anak anda sering merasa cemas atau bingung jika ingin
mengungkapkan suatu ide?
3. Apakah anda pernah perhatikan anak anda memejamkan mata,
menggoyangkan kepala, atau mengulang suatu frase jika diberikan kata-
kata baru yang sulit diucapkan?
4. Apa yang anda lakukan jika hal di atas ditemukan?
5. Apakah anak anda pernah/sering menghilangkan bunyi dari suatu kata?
6. Apakah anak anda sering menggunakan kata-kata yang salah tetapi
mempunyai bunyi yang hampir sama dngan suatu kata?
7. Apakah anda kesulitan dalam mengerti kata-kata anak anda?
8. Apakah orang lain merasa kesulitan dalam mengerti kata-kata anak anda?

19
9. Perhatikan riwayat penyakit yang berhubungan dengan gangguan fungsi
SSP seperti infeksi antenatal (Rubbela syndrome), perinatal (trauma
persalinan), post natal (infeksi otak, trauma kepala, tumor intra kranial,
konduksi elektrik otak).

b. Data Objektif
1. Kemampuan menggunakan kata-kata
2. Masalah khusus dalam berbahasa seperti (menirukan, gagap, hambatan

bahasa, malas bicara).


3. Kemampuan dalam mengaplikasikan bahasa.

4. Umur anak.

5. Kemampuan membuat kalimat.

6. Kemampuan mempertahankan kontak mata.

7. Kehilangan pendengaran (Kerusakan indra pendengaran).


8. Gangguan bentuk dan fungsi artikulasi

- Berbicara keras dan tidak jelas


- Gangguan fungsi neurologis.
- suka melihat gerak bibir atau gerak tubuh teman bicaranya
- Telinga mengeluarkan cairan
- Biasanya Menggunakan alat bantu dengar
- Bibir sumbing
- Suka melakukan gerakan tubuh
- Cenderung pendiam
- Suara sengau
- Cadel

4.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan yang berhubungan dengan keluarga/individu


1. Anxietas
2. Ketidakmampuan Koping Keluarga

20
3. Keterlambatan Pertumbuhan dan Perkembangan
4. Defisiensi Pengetahuan
5. Hambatan Komunikasi Verbal

Diagnosa Keperawatan yang berhubungan dengan Interkasi Sosial

1. Hambatan Komunikasi Verbal


2. Hambatan Interaksi Sosial
3. Isolasi Sosial

Diagnosa Keperawatan yang berhubungan dengan Komunitas/keluarga

1. Ketidakmampuan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan yang


mengalami gangguan kesehatan (Tuna Wicara )
2. Ketidakmampuan keluarga untuk mengambil keputusan terhadap perawatan
anggota keluarga yang sakit (Tuna Wicara )
3. Ketidakmampuan keluarga untuk merawat keluarga yang yang mengalami
gangguan kesehatan (Tuna Wicara )
4. Ketidakmampuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang aman dan
sehata untuk anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan (Tuna
Wicara )
5. Ketidakmampuan keluarga untuk menggunakan dan menanfaatkan fasilitas
kesehatan

4.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Intervensi
Hambatan Komunikasi Verbal 1) Jelaskan kepada keluarga mengapa
berhubungan dengan kurangnya anak tidak dapat berbicara
2) Lakukan komunikasi secara
stimulasi bahasa,deviasi anatomis
komprehensif baik verbal maupun
(kerusakan neuromuscular,) kelainan non verbal.
persepsi, kendala lingkungan 3) Berbicara perlahan, jelas, dan
tenang, sambil menghadap anak.
4) Anjurkan kepada orang tua untuk

21
memberikan lebih banyak kata
meskipun anak belum mampu
mengucapkan dengan benar.
5) Lakukan sekrening lanjutan dengan
mengggunakan Tes Audiometri
Defisiensi Pengetahuan (Tuna 1) Sepakati terlebih dahulu
Wicara) ; Keluarga/ orangtua pengetahuan apa yang dibutuhkan
berhubungan dengan kurang paparan, orang tua/keluarga.
2) Lakukan edukasi orang tua/
Kurang pengalaman, kurang familier keluarga
dengan sumber informasi 3) Bersama keluarga
menetapkan tujuan yang
realitis yang ingin di capai
oleh keluarga terkait masalah
anak.
4) Berikan informasi tentang
sumber – sumber komunitas
yang dapat menolong orang
tua/ keluarga dalam
meningkatkan pengetahuan
orang tua/ keluarga
Ketidakmampuan keluarga untuk 1) Kenali dan pahami kondisi orang
merawat keluarga yang mengalami tua/keluarga.
gangguan kesehatan (Tuna Wicara) 2) Bantu orang tua untuk bisa
berhubungan dengan deficit mengenali dan mengidentifikasi
pengetahuan, social ekonomi rendah, masalah yang di khawatirkan
lingkungan keluarga sepi, kultur/ oleh orang tua (pemberi asuhan)
budaya (mitos) yang berkaitan dan keluarga
dengan kondisi anak, ketegangan 3) Ajari orang tua cara merawat
peran pemberi asuhan anggota keluarga yang sakit (Tuna
wicara ) seperti : membersihkan
liang telinga anak, saat mengajak
anak berbicara, hindari hal-hal lain
yang mungkin dapat mengganggu,
seperti radio dan televisi yang
menyala , Gunakan kata yang
sederhana namun sering di dengar
anak missal : memanggil namanya
, ma-ma, pa-pa.
4) Lakukan terapi Spiritual
Emotional Freedom Technique

22
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Anak tunawicara adalah individu yang mengalami gangguan atau


hambatan dalam dalam komunikasi verbal sehingga mengalami kesulitan
dalam berkomunikasi
Aplikasi Pembelajaran “PemBais” ini telah berhasil diperuntukan
kepada semua masyarakat, baik yang memiliki keterbatasan pendengaran
(tuna rungu) maupun mereka yang mendengar. “PemBais” dibuat dengan
baik dan memiliki feature dengan kategori kosa kata, abjad dalam bahasa
isyarat dan angka dalam bahasa isyarat. Aplikasi “PemBais”
diimplementasikan dengan baik pada perangkat smartphone berbasis
andorid dengan sistem andorid versi 4.0.3 ice cream.

5.2 Saran
Mahasiswa diharapkan dapat mempelajari lebih banyak lagi
tentang asuhan keperawatan pada kelopok rentan/khusus dengan membaca
lebih banyak buku dan jurnal ilmiah terkait. Hal ini guna membantu
mahasiswa dalam memahami lebih banyak lagi tentang materi terkait.

23
DAFTAR PUSTAKA

Suharmini, Tin. 2007. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Departemen


Pendidikan Nasional.

Pradikja H. Maharoni.2018.Pengembangan Aplikasi Pembelajaran Bahasa


Isyarat Berbasis Android Tablet. Vol.2 , No.8 . hlm.2877-2885 (diakses
30 April 2019)

Suyadnya I Wayan,dkk. 2018.Alat Bantu Komunikasi Terintegrasi Bagi


Penyandang Tuna Wicara Berbasis Sensor Gerak Dan OpenWrt. Vol.5,
No.2. E-Journal.SPEKTRUM (diakses 30 April 2019)

Rachmawati Eni. 2018. Pengaruh Program Bimbingan Orang Tua Terhadap


Keterampilan Berbicara Anak Tunarungu Kelas Tinggi Pada Tingkat
Sekolah Dasar Luar Biasa.Vol.6, No.1 Hlm. 57-64. Jurnal Pemikiran
Dan Perkembangan SD (diakses 30 April 2019)

24

Vous aimerez peut-être aussi