Vous êtes sur la page 1sur 84

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI PADA WANITA


USIA SUBUR DI DAERAH PESISIR WILAYAH KERJA
PUSKESMAS NAMBO

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Strata Sarjana (S1)
pada Program Studi Pendidikan Dokter

Oleh:

Dimitra Liany
K1A1 14 013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
ABSTRAK
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN
METODE KONTRASEPSI PADA WANITA USIA SUBUR DI DAERAH
PESISIR WILAYAH KERJA PUSKESMAS NAMBO

Oleh :

Dimitra Liany
K1A114013

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Puskesmas Nambo, penggunaan kontrasepsi


pada tahun 2017 didapatkan bahwa wanita usia subur yang menggunakan kontrasepsi di
wilayah kerja Puskesmas Nambo sebanyak 1.707 dengan metode kontrasepsi berbeda-
beda. Puskesmas Nambo adalah salah satu daerah pesisir yang memiliki tingkat
penggunaan kontrasepsi yang cukup merata sehingga perlu diteliti faktor-faktor apa saja
yang mendasari pemilihan metode kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah tersebut.

Desain penelitian ini menggunakan cross sectional dengan jumlah sampel 227 wanita
usia subur yang menggunakan kontrasepsi di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas
Nambo. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode proportional stratified
random sampling dengan instrument pengumpulan data menggunakan kuesioner. Hasil
data diolah dengan uji statistik chi-square.

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi metode


kontrasepsi adalah pendidikan (p-value = 0.000), dukungan suami ((p-value = 0.000),
jumlah anak (p-value = 0.007), pendapatan (p-value = 0.000), dan jarak fasilitas (p-value
= 0.000), sedangkan faktor yang tidak mempengaruhi adalah pengetahuan (p-value =
0.210) dan peran petugas kesehatan (p-value = 0.051).

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan, dukungan suami, jumlah anak, pendapatan dan
jarak fasilitas mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi di daerah pesisir wilayah
kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli. Bagi petugas kesehatan disarakan untuk
memberikan edukasi bagi wanita usia subur tentang metode kontrasepsi yang efektif dan
jangka panjang serta lebih meningkatkan peran petugas kesehatan untuk menyediakan
metode kontrasepsi kepada wanita usia subur yang ingin menggunakan KB.

Kata kunci : Metode kontrasepsi pada wanita usia subur, pendidikan, dukungan suami,
jumlah anak, pendapatan.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukan kenaikan Laju

Pertumbuhan Penduduk (LPP) Indonesia dari 1,45 persen pada periode 1990-

2000 menjadi 1,49 persen pada periode 2000-2010. Keresahan ini sangat

beralasan mengingat jumlah penduduk Indonesia yang jumlahnya mencapai

237,6 juta jiwa (BPS,2010). Indonesia adalah negara dengan penduduk

terbanyak di dunia setelah Republik Rakyat Cina, India dan Amerika Serikat.

Pengertian Keluarga Berencana (KB) menurut UU No. 10 tahun 1992

tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera

adalah upaya melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran,

pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil,

bahagia dan sejahtera (Setya, dkk. 2009).

Cakupan peserta KB baru dan KB aktif di Indonesia pada tahun 2014

dengan jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) sebanyak 47.019.002. Peserta KB

baru sebesar : 7.761.961 (16,15%) meliputi suntik sebanyak 3.855.254

(49,67%), pil KB sebanyak 1.951.252 (25,14%), kondom sebanyak 441.141

(5,68%), implan sebanyak 826.627 (10,65%), IUD (Intra Uterine Device)

sebanyak 555.241 (7,15%), Metode Operasi Wanita (MOW) sebanyak

116.384 (1,5%), Metode Operasi Pria (MOP) sebanyak 16.062 (0,2%).

Sedangkan peserta KB aktif : sebanyak 35.202.908 meliputi IUD sebanyak

3.896.081 (11,07%), MOW sebanyak 1.238.749 (3,52%), MOP sebanyak

241.642 (0,69%), implan sebanyak 3.680.816 (10,46%), kondom sebanyak


1.110.341 (3,15%), suntikan sebanyak 16.734.917 (47,54%), dan pil KB

sebanyak 8.300.362 (29,58%) (Depkes RI, 2014).

Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia berada pada angka 2,6 pada

tahun 2012. Berdasarkan data dari United Nation (UN), angka TFR di

Indonesia masih termasuk golongan yang tinggi. Tetapi, pada tahun 2015 ada

sedikit penurunan menjadi 2,5, tetapi apabila dibandingkan dengan negara

lain, Indonesia masih berada pada golongan yang tinggi. Negara dapat

mencapai tahap replacement level fertility ketika TFR berada pada angka 2,1,

sehingga Indonesia masih memerlukan upaya penurunan tingkat kelahiran

(Indraswari, 2017).

Menurut profil Dinas Kesehatan Provinsi Sultra pada tahun 2015

pemakaian metode kontrasepsi terbanyak yaitu suntik (47,5%), pil (37,7%),

implan (6,7%), kondom (6,2%), IUD (1,2%), MOW (0,5%) dan MOP (0,2%)

(Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara, 2016)

Tujuan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

Tahun 2014-2019 adalah mengamanahkan agar BKKBN bertanggung jawab

terhadap tercapainya indikator Program Kependudukan, Keluarga Berencana,

dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Salah satu indikator program KKBPK

adalah angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR), yaitu target secara

nasional pada tahun 2019 harus mencapai 2,28 anak per wanita usia subur.

Penentuan tinggi rendahnya angka TFR dipengaruhi oleh beberapa faktor

penentu fertilitas, yaitu usia kawin pertama (UKP), pemakaian kontrasepsi,

lama menyusui eksklusif, aborsi dan sterilitas. Selain itu, faktor sosial budaya
juga mempengaruhi peningkatan atau penurunan TFR. Untuk pencapaian

TFR, sangat ditentukan oleh kinerja pengelola Program KKBPK dalam

pembinaan kesertaan ber-KB kepada Pasangan Usia Subur (PUS) (Hartanto,

2004).

Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, proporsi penggunaan KB

tertinggi terdapat di Kabupaten Kolaka sebesar 65,7%, disusul Konawe

Selatan sebesar 62,6% dan Konawe sebesar 59,00%, terendah di Kabupaten

Muna hanya sebesar 39,3% dan Baubau 40,1%. Untuk tingkat Provinsi,

proporsi pengguna KB di Sulawesi Tenggara mencapai 52.2%.

Jika mengacu pada target Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015

sebesar 82% untuk peserta KB aktif, Provinsi Sulawesi Tenggara masih jauh

dari target dengan capaian hanya 52,2%. Pada peserta KB aktif menurut

metode kontrasepsi, jika pada tahun 2014 metode terbanyak yang dipakai

adalah pil, maka pada tahun 2015 terjadi perubahan minat dengan metode

suntik menduduki urutan pertama sebagai metode yang paling banyak

digunakan (Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara, 2016).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Puskesmas Nambo,

penggunaan kontrasepsi pada tahun 2017 didapatkan bahwa wanita usia subur

yang menggunakan kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Nambo sebanyak

1.707 dengan metode kontrasepsi berbeda-beda, diantaranya suntik sebanyak

888 (52%), pil sebanyak 776 (45%), implant sebanyak 37 (2,1%), kondom

sebanyak 4 (0,23%), dan IUD sebanyak 2 (0,11%). Wilayah kerja yang akan

diteliti yaitu di Kelurahan Nambo dan Kelurahan Bungkutoko. Dimana


Kelurahan Nambo memiliki jumlah wanita usia subur sebanyak 275 orang

yang diantaranya 225 orang pengguna kontrasepsi dan 50 orang tidak

menggunakan kontrasepsi. Kemudian untuk di Kelurahan Bungkutoko tercatat

sebanyaki 321 wanita usia subur dengan 305 orang diantaranya pengguna

kontrasepsi dan 15 sisanya tidak menggunakan kontrasepsi. Kelurahan Nambo

dan kelurahan Bungkutoko adalah daerah yang termasuk wilayah pesisir,

dimana masyarakat kelurahan Nambo dan Bungkutoko kebanyakan memiliki

mata pencaharian sehari-hari sebagai nelayan. Alasan memilih daerah pesisir

Puskesmas Nambo adalah karena penelitian tentang hal ini belum pernah

dilakukan sebelumnya di Puskesmas Nambo sehingga dapat lebih mengetahui

beberapa faktor yang mendasari pemilihan metode kontrasepsi yang

digunakan oleh akseptor. Selain itu, banyaknya penggunaan alat kontrasepsi

pada wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Nambo, membuat peneliti

tertarik untuk meneliti faktor apa saja yang mempengaruhi pemilihan metode

kontrasepsi. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan

penelitian yang berjudul “ Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Pemilihan Metode Kontrasepsi pada Wanita Usia Subur di Daerah

Pesisir Wilayah Kerja Puskesmas Nambo “.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat

dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan dengan pemilihan metode

kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli tahun 2017?


2. Apakah terdapat hubungan antara pendidikan dengan pemilihan metode

kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli tahun 2017?

3. Apakah terdapat hubungan antara dukungan suami dengan pemilihan

metode kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli tahun 2017?

4. Apakah terdapat hubungan antara jumlah anak dengan pemilihan metode

kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli tahun 2017?

5. Apakah terdapat hubungan antara pendapatan dengan pemilihan metode

kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli tahun 2017?

6. Apakah terdapat hubungan antara peran petugas kesehatan dengan

pemilihan metode kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir

wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli tahun 2017?

7. Apakah terdapat hubungan antara jarak fasilitas dengan pemilihan metode

kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli tahun 2017?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menilai faktor-faktor

yang berhubungan dengan pemilihan metode kontrasepsi pada wanita usia

subur di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo tahun 2017.

2. Tujuan Khusus
a. Menilai hubungan antara pengetahuan dengan pemilihan metode

kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli tahun 2017.

b. Menilai hubungan antara pendidikan dengan pemilihan metode

kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli tahun 2017.

c. Menilai hubungan antara dukungan suami dengan pemilihan metode

kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli tahun 2017.

d. Menilai hubungan antara jumlah anak dengan pemilihan metode

kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli tahun 2017.

e. Menilai hubungan antara pendapatan dengan pemilihan metode

kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli tahun 2017.

f. Menilai hubungan antara peran petugas kesehatan dengan pemilihan

metode kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah

kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli tahun 2017.


g. Menilai hubungan antara jarak fasilitas dengan pemilihan metode

kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi

dalam menambah wawasan dan pengetahuan bagi penelitian selanjutnya

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi

pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo.

2. Manfaat metodologik
Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan

penelitian lebih lanjut dengan ruang lingkup yang sama.

3. Manfaat aplikatif
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber penelitian

dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilihan metode

kontrasepsi di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Umum Kepustakaan


1. Keluarga Berencana
a. Definisi Keluarga Berencana
Keluarga Berencana menurut WHO (World Health

Organization) dalam Hartanto (2004) adalah tindakan membantu

pasangan suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak

diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan,

mengatur interval di antara kelahiran, mengontrol waktu kelahiran dan

menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun

2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan

Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga

menyebutkan bahwa program Keluarga Berencana (KB) adalah upaya

mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur

kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan

hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas

(Rismawati, 2014).

Keluarga kecil yang sejahtera adalah keluarga yang terbentuk

berdasarkan perkawinan sah dan mampu memenuhi kebutuhan hidup

spiritual serta material anggota keluarganya, bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang seimbang, serasi dan selaras

antar anggota keluarga, masyarakat dan lingkungan tempat tinggal.


Berdasarkan visi dan misi tersebut Keluarga Berencana Nasional

mencanangkan program keluarga berencana dengan Sumber Daya

Manusia (SDM) yang berkualitas dengan jarak kelahiran anak yang

dapat diatur melalui penggunaan kontrasepsi (Kansil, 2015).

b. Tujuan Keluarga Berencana


Tujuan program KB adalah untuk membentuk keluarga kecil

sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi melalui cara pengaturan

kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera

yang dapat merancang dan memenuhi kebutuhan hidupnya

(Rismawati, 2014).

Tujuan program keluarga berencana adalah untuk

meningkatkan kesehatan reproduksi, menurunkan angka kematian ibu

dan bayi, mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang

merupakan sumber daya manusia dengan mengendalikan kelahiran

untuk menjamin terkendalinya pertumbuhan penduduk di Indonesia

(Kansil, 2015).

Tujuan dari program keluarga berencana adalah untuk

menciptakan manusia Indonesia sebagai obyek dan subyek

pembangunan melalui peningkatan kesejahteraan ibu, anak, dan

keluarga. Selain itu, program KB ditujukan untuk menurunkan angka

kelahiran dengan menggunakan salah satu jenis kontrasepsi yang

didasari keinginan dan tanggung jawab. Upaya untuk menurunkan

angka kelahiran sekaligus membentuk keluarga sejahtera adalah upaya

dari program KB (Bappeda, 2013).


Sasaran program Keluarga Berencana dibagi menjadi dua hal,

yaitu: 1) Sasaran langsung, Pasangan Usia Subur (PUS) yaitu pasangan

yang wanitanya berusia antara 15-49 tahun; 2) Sasaran tidak langsung,

mencakup remaja usia 15-19 tahun, organisasi, lembaga

kemasyarakatan, institusi pemerintahan maupun swasta, tokoh

masyarakat yang diinginkan dapat memberikan dukungan dalam

kelembagaan NKKBS serta wilayah-wilayah yang kurang pencapaian

dalam target KB (Suratun, 2008).

2. Kontrasepsi
a. Definisi Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti ‘mencegah’

dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel ovum yang matang dan

sel sperma yang dapat mengakibatkan kehamilan. Dari asal kata

kontrasepsi dapat disimpulkan bahwa kontrasepsi adalah

menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan

antara sel ovum yang matang dengan sperma tersebut (Depkes RI,

2005).

b. Prevalensi Penggunaan Kontrasepsi


Penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia pada Januari 2012

yaitu IUD 3.669.455 (11,5%), MOW 1.120.540 (3,51%), MOP

220.571 (0,69%), Kondom 907.949 (2,85%), Implan 2.782.759

(8,72%), Suntik 14.812.333 (46,44%), Pil 8.381.396 (26,28%). Pada

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010, Sulawesi Tenggara

menempati urutan ketiga terbawah dari 6 provinsi di Sulawesi


berdasarkan cakupan peserta KB baru dan KB aktif. Berdasarkan data

Riskesdas 2010 jenis alat KB yang digunakan secara nasional,

didominasi dengan cara suntik (31,1%), selanjutanya pil (12,3%),

IUD/AKDR (5,0%), sterilisasi wanita (2,1%), implan (1,4%), kondom

(1,1%), sterilisasi pria (0,1%) dll (Lontaan, 2014).

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Kontrasepsi


Pengetahuan, pendidikan dan ketersediaan alat kontrasepsi

berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi. Dengan adanya

pengetahuan, maka banyak informasi yang diperoleh baik dari akseptor

KB, petugas, maupun dari media sehingga pengetahuan tentang KB

menjadi lebih baik. Pendidikan merupakan hal yang cukup

berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi, karena apabila

pendidikan PUS rendah, maka penggunaan kontrasepsi menjadi kurang

diminati sehingga memberikan dampak banyaknya anak yang akan

lahir dengan jarak persalinan yang dekat. Dan yang terakhir yaitu

faktor ketersediaan alat kontrasepsi, kontrasepsi yang tersedia secara

lengkap dan mudah diperoleh dapat meningkatkan pemilihan

kontrasepsi. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu sobjek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior), sebab dari


pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari dari

pengetahuan akan lebih bertahan (long lasting) dari pada perilaku yang

tidak didasari oleh pengetahuan. (Rifai, 2013).

Kusumaningrum (2009) mengatakan bahwa umur istri, jumlah

anak dan tingkat pendidikan dapat mempengaruhi jenis pemilihan

metode kontrasepsi yang digunakan. Tetapi dengan melalukan uji

Binary logistic didapatkan bahwa dari beberapa faktor yang telah diuji,

umur istri adalah faktor yang paling mempengaruhi pemilihan

kontrasepsi.

Menurut Musdalifah (2013) mengatakan bahwa umur,

dukungan suami, efek samping dan pemberian informasi petugas KB

berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi hormonal. Umur adalah

salah satu faktor yang dapat menentukan sikap seseorang dalam

memilih kontrasepsi, semakin tua seseorang maka pemilihan

kontrasepsi ke jenis kontrasepsi yang mempunyai efektivitas yang

lebih tinggi yaitu metode kontrasepsi jangka panjang. Dukungan suami

juga berpengaruh cukup besar terhadap pemilihan metode kontrasepsi

yang digunakan istri, apabila suami tidak setuju dengan jenis

kontrasepsi yang dipilih oleh istrinya maka hanya beberapa istri yang

memakai alat kontrasepsi tersebut. Selain itu, efek samping merupakan

faktor yang berhubungan karena dengan efek samping yang

ditimbulkan oleh suatu alat kontrasepsi membuat seorang ibu tidak

ingin menggunakan alat tersebut lagi. Faktor selanjutnya yaitu,


pemberian informasi dari petugas KB berkaitan dengan pemilihan

kontrasepsi, petugas kesehatanlah yang berperan dalam memberi

informasi, penyuluhan dan penjelasan tentang alat kontrasepsi. Dengan

penjelasan yang baik, maka akseptor tidak akan ragu-ragu dalam

menentukan jenis kontrasepsi yang akan digunakan.

Berdasarkan hasil penelitian secara kualitatif yang dilakukan

oleh Handayani (2012), bahwa masih terdapat banyak akseptor yang

memilih jenis kontrasepsi berdasarkan informasi dari akseptor lain

yang dilihat hanya dari pengalaman masing-masing. Masih banyak

petugas kesehatan yang kurang melakukan konseling dan memberi

informasi sehingga kurangnya pengetahuan calon akseptor dalam

memilih jenis kontrasepsi. Informasi yang baik dari petugas membantu

calon akseptor dalam memilih dan menentukan metode kontrasepsi

yang akan dipakai. Dan dengan informasi yang baik maka dapat

membantu keberhasilan KB.

Pengetahuan akseptor KB berhubungan dengan penggunaan

alat kontrasepsi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka

semakin baik pengetahuan seseorang tentang alat kontrasepsi dan

semakin rasional dalam menggunakan KB (Sitopu, 2012).

Kutipan Green dalam Notoatmodjo (2010), Pinem (2009), dan

Winda (2011) menjelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi

seorang wanita dalam memilih metode kontrasepsi, yaitu:

1) Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yaitu faktor yang dapat mempermudah

atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang. Yang

termasuk faktor predisposisi yaitu pengetahuan, sikap, keyakinan,

kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi yang mempengaruhi seseorang

dalam memilih metode kontrasepsi. Menurut Pinem (2009) ada

beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam

menggunakan kontrasepsi yaitu, pengetahuan, umur, ekonomi,

jumlah anak, partisipasi suami, dan pelayanan KB.

Pengaruh umur dalam mengikuti program penggunaan

kontrasepsi dibagi berdasarkan umur berikut (Hartanto, 2004):

(a) Umur ibu kurang dari 20 tahun

(1) Penggunaan prioritas kontrasepsi pil oral.

(2) Penggunaan kondom kurang menguntungkan karena pada

pasangan muda memiliki frekuensi senggama tinggi

sehingga kemungkinan kegagalannya juga tinggi.

(3) Bagi yang belum mempunyai anak, AKDR kurang

dianjurkan.

(4) Umur dibawah 20 tahun sebaiknya tidak mempunyai anak

dulu.

(b) Umur ibu antara 20-30 tahun

(1) Usia yang baik untuk mengandung dan melahirkan.


(2) Setelah anak pertama lahir, biasanya AKDR dianjurkan

sebagai pilihan utama kemudian pilihan kedua adalah

implant atau pil.

(c) Umur ibu diatas 30 tahun

(1) Pilihan utama adalah AKDR atau implant. Pilihan kedua

biasanya adalah kondom.

(2) Dalam keadaan tertentu, kontrasepsi mantap dapat dipakai.

Faktor umur istri mempunyai hubungan yang cukup berarti

dengan pemilihan metode kontrasepsi yang digunakan. Pendidikan

adalah upaya yang dilakukan untuk mempengaruhi individu,

kelompok atau masyarakat (Kusumaningrum, 2009).

2) Faktor Pemungkin
Faktor pemungkin adalah faktor yang memungkinkan suatu

tindakan. Faktor pemungkin yang dimaksud yaitu sarana dan

prasarana seperti puskesmas, posyandu, dan rumah sakit.

Faskes dapat mempengaruhi seseorang dalam

menggunakan kontrasepsi. Dengan pelayanan yang berkualitas

tentang KB, maka dapat mempengaruhi seseorang untuk

menggunakan KB (Pinem 2009 dan Pendit 2006).

3) Faktor Penguat
Faktor penguat yang termasuk disini adalah tokoh

masyarakat, tokoh agama, dan perilaku petugas kesehatan

(Notoatmodjo, 2010).
d. Metode Pemilihan Kontrasepsi

Gambar 1. Urutan Pemilihan Kontrasepsi yang Rasional


(Sumber: Pinem, 2009)

1) Metode Kontrasepsi Non-Hormonal


a) Metode Kalender/ Pantang Berkala
Metode ini dilakukan berdasarkan saat perhitungan

mundur siklus haid atau menstruasi wanita selama 6-12 bulan

siklus yang dicatat. Cara menghitungnya adalah mengurangi 18

hari siklus haid yang terpendek untuk menentukan awal dari

masa subur dan mengurangi 11 hari dari siklus menstruasi

terpanjang untuk menentukan akhir dari masa subur (Everett,

2010).

Cara ini juga memiliki kesulitan, yaitu sulit dalam

menentukan waktu yang tepat dari ovulasi. Pada wanita dengan

haid yang tidak teratur, tidak dapat dihitung masa terjadi


ovulasinya. Selain itu, pada wanita dengan haid teratur pun ada

kemungkinan dapat hamil bisa karena ovulasi datang sebelum

waktunya atau tidak datang pada waktu yang diperkirakan.

Tabel 1. Untuk menentukan masa subur


Lamanya daur Hari pertama Lamanya Haid terakhir
haid terpendek masa subur daur haid masa subur
terpanjang
21 hari Hari ke- 3 21 hari Hari ke- 10

22 hari Hari ke- 4 22 hari Hari ke- 11

23 hari Hari ke- 5 23 hari Hari ke- 12

24 hari Hari ke- 6 24 hari Hari ke- 13

25 hari Hari ke- 7 25 hari Hari ke- 14

26 hari Hari ke- 8 26 hari Hari ke- 15

27 hari Hari ke- 9 27 hari Hari ke- 16

28 hari Hari ke- 10 28 hari Hari ke- 17

29 hari Hari ke- 11 29 hari Hari ke- 18

30 hari Hari ke- 12 30 hari Hari ke- 19

31 hari Hari ke- 13 31 hari Hari ke- 20

32 hari Hari ke- 14 32 hari Hari ke- 21

33 hari Hari ke- 15 33 hari Hari ke- 22

34 hari Hari ke- 16 34 hari Hari ke- 23

35 hari Hari ke- 17 35 hari Hari ke- 24

(Sumber: Anwar, 2014)

Untuk membantu efektivitas dari cara ini dapat juga

diikuti dengan pengukuran suhu basal badan (SBB). Pada saat

menjelang ovulasi, suhu basal badan akan turun dan setelah 24

jam suhu basal badan akan naik kembali sampai menstruasi

terjadi (Anwar, 2014).


b) Metode Amenore Laktasi (MAL)
Metode Amenore Laktasi (MAL) yaitu jenis kontrasepsi

yang mengandalkan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, yaitu hanya

dengan diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau minuman.

MAL dapat digunakan sebagai kontrasepsi bila menyusui

secara penuh (full breast feeding), ibu belum haid, dan umur

bayi kurang dari enam bulan. Metode MAL dapat efektif jika

menyusui lebih dari delapan kali sehari dan bayi mendapat

cukup asi per laktasi (Saifuddin 2006 dalam Fatimah, 2013).

Keberhasilan menyusui anak dapat mencegah ovulasi

dan akan memperpanjang amenorea postpartum. Tetapi,

ovulasi dapat akan terjadi dan mendahului haid pertama setelah

partus. Jika hal ini terjadi, konsepsi dapat terjadi jika wanita ini

masih dalam keadaan amenorea dan terjadilah kehamilan

kembali setelah melahirkan sebelum mendapatkan

menstruasi/haid (Anwar, 2014).

c) Metode Termal (Temperatur)


Metode termal ini dilakukan atas dasar pengetahuan

bahwa progesterone dapat mempunyai efek termogenik (efek

dapat menaikkan suhu tubuh). Seorang wanita yang

menggunakan metode termal harus mengukur suhu badannya

setiap hari di pagi hari. Saat terjadi ovulasi, progesterone akan

dihasilkan oleh korpus luteum yang dapat menyebabkan

kenaikan suhu tubuh sebesar 0,5°C. Kenaikan ini akan bertahan


ketika korpus luteum mengalami degenerasi, yaitu beberapa

hari sebelum terjadinya menstruasi (Helen 2010 dalam

Fatimah, 2013).

d) Metode Mukus Serviks


Wanita pasca senggama diajarkan untuk mengobservasi

mucus serviksnya dengan melihat tekstur, warna dan

banyaknya. Sebelum terjadi ovulasi, dibawah pengaruh

estrogen mucus serviks tampak seperti putih telur dan elastik,

transparan, dan mengkilat disebut juga mukus spinnbarkeit.

Setelah ovulasi, mucus serviks menjadi kental dan kering

dibawah pengaruh hormone progesterone. Keuntungan metode

ini yaitu tidak ada efek samping, dibawah pengontrolan

pasangan, dapat diterima oleh agama, dan tidak ada biaya yang

dikeluarkan (Everett, 2010).

e) Senggama Terputus (Coitus Interuptus)


Senggama terputus adalah menarik penis keluar dari

vagina sebelum mencapai orgasme. Metode ini sangat

sederhana dan tidak memerlukan biaya serta alat. Metode ini

kurang efektif digunakan, karena apabila ada keterlambatan

menarik penis sebentar saja maka semen akan tertinggal di

dalam vagina. Efektivitas senggama terputus bermacam-

macam, jika digunakan dengan benar maka keberhasilan dapat

mencapai 90% (Gupte, 2013).


Kegagalan cara ini dapat disebabkan oleh beberapa hal,

yaitu: (1) adanya pengeluaran air mani sebelum ejakulasi

(praejaculatory fluid) yang dapat mengandung sperma

terutama pada koitus berulang (repeated coitus); (2)

terlambatnya pengeluaran penis dari vagina, dan (3)

pengeluaran semen dekat vulva (petting) (Anwar, 2014).

Senggama terputus adalah metode kontrasepsi dimana

senggama diakhiri sebelum terjadi ejakuasi intra vaginal.

Ejakulasi terjadi jauh dari genitalia eksterna wanita. Penis

dikeluarkan sebelum ejakulasi sehingga sperma tidak masuk ke

dalam vagina dan tidak terjadi pertemuan antara sel sperma dan

sel ovum (Irmawati 2012).

f) Kondom

Kondom adalah alat kontrasepsi yang mudah dan

praktis digunakan. Kondom dapat mencegah kehamilan dengan

menghambat sperma masuk ke vagina sehingga mencegah

fertilisasi. Efektivitas kondom sebesar 85-98% dalam

mencegah kehamilan. Selain dapat mencegah kehamilan,

kondom juga dapat mencegah infeksi HIV-AIDS (Suwignyo,

2010).

Prinsip kerja kondom adalah sebagai penghalang pada

saat koitus. Keuntungan kondom yaitu, selain memberi

perlindungan terhadap penularan penyakit kelamin, bisa juga


untuk tujuan kontrasepsi. Kekurangannya adalah perasaan

seperti terhalang saat melakukan koitus. Kondom juga bisa

menyebabkan kegagalan, misalnya pada saat kondom bocor

sehingga sperma bisa keluar dari kondom dan masuk ke vagina.

Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika menggunakan

kondom:

(1) Jangan melakukan koitus sebelum kondom terpasang

dengan baik.

(2) Pasanglah kondom sepanjang penis yang sedang dalam

ereksi.

(3) Tinggalkan sebagian kecil kondom untuk menampung

sperma.

(4) Pergunakan pelicin agar tidak terjadi robekan pada

kondom.

(5) Keluarkan penis dari vagina sewaktu masih dalam keadaan

ereksi agar sperma tidak tumpah (Anwar, 2014).

g) Diafragma
Diafragma adalah metode kontrasepsi efektif tanpa

menimbulkan pengaruh hormonal. Diafragma juga berfungsi

sebagai barier serviks menghalangi pertemuan sel sperma dan

sel ovum sehingga tidak terjadi fertilisasi (Everett, 2010).

Diafragma adalah suatu mangkok yang dangkal terbuat

dari karet lunak yang digunakan oleh wanita yang menempel di

mulut rahim untuk mencegah sel sperma tidak masuk ke rahim.


Spermisida yang dipakai bersama diafragma akan lebih efektif

(Irmawati, 2012)

Pada keadaan tertentu diafragma tidak baik digunakan,

yaitu pada sistokel yang berat, prolapsus uteri, fistula vagina,

hiperantefleksio atau hiperetrofleksio dan uterus.

Kelemahan diafragma vaginal yaitu (1) diperlukannya

motivasi yang cukup kuat; (2) umumnya hanya cocok untuk

perempuan yang terpelajar dan tidak digunakan massal; (3)

pemakaian yang tidak teratur dapat menyebabkan kegagalan;

(4) tingkat kegagalan lebih tinggi daripada pil atau IUD.

Keuntungan dari cara ini adalah (1) hampir tidak ada

efek samping; (2) dengan motivasi dan pemakaian yang baik

hasilnya akan baik; (3) dapat menjadi pengganti pil dan IUD

(Anwar, 2014).

h) Spermisida
Spermisida dapat mencegah kehamilan dengan

membunuh sperma serta mengubah pH vagina sehingga vagina

tidak menguntungkan bagi sperma. Spermisida memiliki

beberapa bentuk, seperti pesarium, gel, krim, dan busa.

Spermisida efektif dalam 80-94% mencegah kehamilan dengan

penggunaan yang baik dan benar serta diikuti metode kondom

atau diafragma (Constance, 2009).

Obat spermitisida terdiri dari 2 komponen, yaitu zat

kimia yang mematikan spermatozoon dan vehikulum yang


tidak aktif dan yang dibutuhkan untuk membuat tablet atau

cream/jelly. Efek samping dari obat ini jarang terjadi kecuali

berupa reaksi alergi (Anwar, 2014).

2) Metode Kontrasepsi Hormonal


a) Kontrasepsi Pil
(1) Pil Kontrasepsi Kombinasi
Pil KB kombinasi adalah pil kontrasepsi yang

mengandung estrogen dan progesterone. Dosis estrogen

yang tersedia yaitu 0,05; 0,08 dan 0,1 mg sedangkan dosis

progesterone tergantung pabrik pembuatnya (Ikhtiarinawati,

2011). Pil kontrasepsi kombinasi bekerja dengan tiga cara,

yaitu menghentikan ovulasi, mengentalkan mukus sperma

dan membantu mencegah terjadinya implantasi. Efektivitas

pil oral kombinasi antara 97-99% dapat mencegah

kehamilan (Everett, 2010).

Menurut penelitian Prasetyawati dkk (2012) cara

kerja pil oral kombinasi adalah :

- Menekan ovulasi. Komponen estrogen dalam pil akan

menekan sekresi FSH dan menghalangi pematangan

folikel dalam ovarium. Karena pengaruh estrogen dari

ovarium terhadap hipofisis tidak ada, maka ada

pengeluaran LH. Pada siklus haid pertengahan FSH

rendah dan tidak ada peningkatan LH sehingga

menyebabkan ovulasi terganggu.


- Mencegah implantasi. Beberapa progesterone

mempunyai efek antigenik terhadap endometrium

sehingga menyulitkan implantasi ovum yang sudah

dibuahi.

- Lendir serviks uteri mengental sehingga sulit dilalui

oleh sperma menuju uterus.

Keuntungan pil kombinasi antara lain: (1)

efektivitasnya dapat dipercaya; (2) frekuensi koitus tidak

perlu diatur; (3) siklus haid jadi teratur; dan (4) keluhan-

keluhan disminore yang primer menjadi berkurang atau

menghilang (Anwar, 2014).

Keuntungan pil dapat sangat tinggi jika digunakan

dengan baik dan benar. Dalam beberapa penelitian, pil oral

kombinasi dapat mengurangi jumlah darah menstruasi

sehingga mengurangi medium kultur untuk beberapa jenis

kuman. Mengurangi kehamilan ektopik karena dapat

mencegah ovulasi (Setya, 2009).

Kekurangan dari pil oral kombinasi yaitu (1) harus

diminum setiap hari; (2) motivasi harus kuat; (3) ada efek

samping sementara, seperti mual, muntah, sakit kepala dan

nyeri buah dada; (4) kadang-kadang setelah berhenti


mengkonsumsi pil akan timbul amenorea persisten; (5)

untuk golongan produk tertentu harganya masih mahal.

Efek yang biasa timbul yaitu rasa mual yang disertai

muntah, retensi cairan akibat kurangnya pengeluaran cairan

sehingga dapat juga meningkatkan berat badan, sakit

kepala, nyeri mamma atau fluor albus. Pemakaian

kontrasepsi ini dapat menyebabkan hipertensi ringan pada

wanita dan jika penggunaan dihentikan maka tekanan darah

akan kembali normal. Pemakaian pil ini juga dapat

menyebabkan pembesaran mioma uteri dan jika pil

dihentikan maka pembesaran juga akan berhenti.

Kelebihan progesterone akan menyebabkan

perdarahan yang tidak teratur, bertambahnya nafsu makan

sehingga berat badan akan naik karena efek metabolik dari

hormone tersebut, akne, alopesia, mamma mengecil, fluor

albus dan hipomenorea. Dalam proses penggunaan pil ini

kadang terjadi depresi (Anwar, 2014).

Menurut Anwar (2014) kontraindikasi pil oral

kombinasi terdiri dari kontraindikasi mutlak dan

kontraindikasi relatif.
- Kontraindikasi mutlak yaitu adanya tumor, penyakit

hati, pernah mengalami tromboemboli, kelainan

serebrovaskular, DM dan kehamilan.

- Kontraindikasi relatif yaitu depresi, migrain, mioma

uteri, hipertensi, oligomenorea dan amenorea.

(2) Mini Pil


Kontrasepsi oral mini pil bekerja mencegah

kehamilan dengan empat cara, yaitu membuat mukus

serviks tidak bisa ditembus oleh sperma, membuat

endometrium kurang menguntungkan untuk implantasi,

menekan ovulasi dan menurunkan fungsi tuba falopii.

Efektivitas mini pil antara 96-99% untuk mencegah

kehamilan (Everett, 2010).

Mini pil terdiri dari dua golongan, yaitu analog

progesterone dan derivate testosterone. Keuntungan dari

mini pil dapat digunakan untuk ibu menyusui karena

progesterone tidak mempengaruhi pengeluaran ASI.

Kelebihannya yaitu efek samping yang lebih kecil dan

kemungkinan menyebabkan hipertensi juga kecil.

Kontraindikasi mini pil yaitu sering menyebabkan

perdarahan yang tidak teratur, hindari wanita dengan

penyakit mononucleosis akut atau penyakit-penyakit hati

(Irmawati 2012).

b) Kontrasepsi Implant
Kontrasepsi implant adalah batang tunggal yang berisi

progesterone etonogestrel. Implant ini digunakan dengan cara

memasukkan di lengan bagian atas. Penggunaan kontrasepsi

implant ini bekerja sampai 3 tahun dan bisa digunakan pada

wanita menyusui. Pemasangan implant setelah 6 bulan pasca

persalinan. Efek samping yang biasa terjadi adalah perubahan

siklus menstruasi, perdarahan ringan, flek-flek, dan sakit

kepala. Cara kerja kontrasepsi implant sama saja dengan

kontrasepsi yang berisi progestin saja yaitu, mencegah ovulasi,

mengubah mukus serviks menjadi lebih kental dan

menghambat perkembangan siklus endometrium (Suwignyo,

2010).

Keuntungan kontrasepsi implant yaitu mempunyai

efektivitas yang sangat tinggi, menekan ovulasi dengan cepat,

jangka panjang, tidak mengganggu hubungan seks, tidak

mengganggu laktasi, tidak memberikan efek samping estrogen

dan reversibilitasnya tinggi. Adapun kerugian dari kontrasepsi

implant yaitu, pemasangan dan pencabutannya membutuhkan

intervensi bedah, memerlukan teknik asepsis, keenam kapsul

terlihat dibawah kulit sehingga mengganggu kosmetik, serta

pencabutannya agak sulit dibanding pemasangannya.

Kontraindikasi penggunaan implant yaitu kehamilan atau


diduga hamil, perdaharan traktur genitalia, DM dan hipertensi

(Irmawati, 2012).

c) Kontrasepsi Suntik
Ada dua macam kontrasepsi suntik yaitu DMPA (Depo

Medroxy Progesteron Acetat) dan NET ON (Noritesteron

oenathate). Kontrasepsi suntik berfungsi mencegah kehamilan

dengan menghentikan ovulasi, mengentalkan mukus serviks.

Kontrasepsi suntik memiliki efektivitas 99-100% mencegah

kehamilan (Everett, 2010).

DMPA adalah suntikan yang diberikan setiap 3 bulan.

mekanisme kerja dari DMPA itu sendiri yaitu menghalangi

terjadinya ovulasi dengan menurunkan pembentukan

gonadotropin releasing hormone (GRH) dari hipotalamus,

membuat lendir serviks menjadi kental, implantasi ovum dalam

endometrium terhalang dan mempengaruhi transportasi ovum

di tuba falopii.

Keuntungan DMPA adalah efektivitas tinggi,

pemakaian sederhana, pemakaian 4 kali setahun dan cocok

untuk ibu menyusui. Sedangkan kekurangan DMPA yaitu

perdarahan yang tidak teratur dan amenorea.

NET ON mengandung 2 macam hormone yaitu

progestin dan estrogen dengan pemakaian setiap bulan.

Ketidakpatuhan waktu penyuntikan akan menurunkan

efektivitas dari kontrasepsi ini (Anwar, 2014).


3) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Atau Intra Uterine
Device
Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) adalah alat

kontrasepsi yang terbuat dari plastik berlapis barium sulfat dan

mengandung tembaga (Cu T 38OA ParaGard), progesterone

(progesterone T progestasert system); atau levonogestrel.

Mekanisme utama AKDR adalah mencegah sperma membuahi

ovum. AKDR akan menciptakan infeksi lokal dan meningkatkan

cairan dalam tuba dan uterus yang mengganggu transportasi

sperma dan ovum. Sedangkan mirena dan progestaserat

mempertebal mukus serviks dan mengganggu aktivitas

endometrium (Geri, 2009).

Lama pemakaian AKDR berkisar 3 sampai 5 tahun.

Pada pemakaian AKDR diatas usia 40 tahun maka dapat

dibiarkan in situ sampai menopause dan dilepas 1 tahun pasca

menopause. Jenis AKDR antara lain (Epo, 2008) :

(1) Copper-T
AKDR ini berbentuk huruf T dan terbuat dari

polyethelen dengan lilitan kawat halus yang memberikan

efek anti fertilitas yang baik.

(2) Copper-7
AKDR ini berbentuk angka 7 dengan tujuan agar

mudah dipasang dan memiliki fungsi yang sama dengan

IUD Copper-T.
(3) Multi Load
IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan

dua tangan kiri dan kanan yang berbentuk sayap. Ada tiga

jenis ukuran multi load yaitu standar, small dan mini.

(4) Lippes Loop


AKDR ini berbentuk spiral seperti hurus S. Untuk

memudahkan kontrol dan terdapat benang pada bagian

ekor. Keuntungan dari IUD ini yaitu jika terjadi perforasi,

jarang menyebabkan luka atau penyumbatan karena

berbahan plastik.

Keuntungan dari menggunakan alat kontrasepsi dalam

rahim yaitu: (1) hanya memerlukan satu kali pemasangan; (2)

tidak ada efek sistemik; (3) mencegah kehamilan dalam waktu

lama; (4) sederhana, mudah dan murah; (5) cocok untuk

penggunaan massal; (6) efektivitas tinggi; (7) kegagalan

hampir tidak ada; (8) beberapa jenis AKDR dapat dipakai

bertahun-tahun; (9) aman dan efektif; (10) tidak mempengaruhi

hubungan seksual (Everett, 2010).

Efek samping yang biasa terjadi pada penggunaan IUD

antara lain (Anwar, 2014):

(1) Perdarahan. Pada pemasangan IUD hanya terdapat sedikit

perdarahan. Jika perdarahan yang terjadi banyak, maka IUD

seharusnya dikeluarkan dan diganti dengan ukuran yang

lebih kecil.
(2) Rasa nyeri dan kejang di perut. Rasa nyeri biasanya hilang

sendiri dan dapat diatasi dengan obat anti analgetik.

(3) Gangguan pada suami. Terkadang suami merasakan adanya

benang pada saat bersenggama akibat benang IUD yang

keluar dari porsio terlalu panjang atau terlalu pendek.

Benang IUD dipotong kira-kira 2 – 8 cm dari porsio.

(4) Ekspulsi. Ekspulsi biasanya terjadi pada saat haid karena

disebabkan oleh umur dan paritas, lama pemakaian,

ekspulsi sebelumnya, jenis dan ukuran, serta faktor psikis.

4) Kontrasepsi Mantap
Kontrasepsi mantap adalah cara permanen pada wanita

dan pria. Pada pria biasa disebut dengan vasektomi yaitu dengan

proses eksisi bagian vas deferens berupa tuba yang membawa

sperma dari testis ke penis. Vasektomi 99,9% efektif untuk

mencegah kehamilan (Everett, 2010). Indikasi dari vasektomi

sendiri yaitu pasangan yang tidak ingin mempunyai anak lagi dan

bersedia atas tindakan yang dilakukan. Untuk kontraindikasinya

yaitu apabila ada kelainan lokal yang mengganggu proses

penyembuhan pasca operasi (Anwar, 2014).

e. Masyarakat Pesisir

1) Definisi Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem

darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut
(UU RI nomor 27 tahun 2007 bab 1 pasal 1 ayat (2)). Menurut

Wahyudin (2011), wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan

antara wilayah daratan dengan karakteristik daratannya dan

wilayah lautan dengan karakteristik lautannya dan membawa

dampak yang cukup signifikan terhadap pembentukan

karakteristik wilayah sendiri yang lebih khas.

2) Masyarakat Pesisir dan Karakteristiknya

Masyarakat pesisir atau masyarakat desa pantai merupakan

wujud komunitas kecil dengan ciri-ciri sebagai berikut :

 Mempunyai identitas yang khas (distictiveness)

 Terdiri dari jumlah penduduk dengan jumlah yang cukup

terbatas (Smallnees) sehingga saling mengenal sebagai

individu yang berkepribadian

 Bersifat seragam dengan differensiasi terbatas (homogenity)

 Kebutuhan hidup penduduknya sangat terbatas sehingga

semua dapat dipenuhi sendiri tanpa bergantung pada pasar

luar

 Memiliki karakter keras, tegas, dan terbuka

 Cepat menerima perubahan

 Memiliki keragaman dalam tingkat dan prilaku ekonomi

(Satria, 2002 dalam wahyudin, 2011).

3) Kondisi Kesehatan Masyarakat Pesisir


Permasalahan yang sering terjadi berkenaan dengan

masyarakat wilayah pesisir adalah rendahnya tingkat kesejahteraan

masyarakat wilayah pesisir. Tingkat kesejahteraan yang rendah

tersebut disebabkan oleh rendahnya daya beli masyarakat yang

merupakan sebab sekaligus akibat dari rendahnya tingkat

pendidikan dan kesehatan. Rendahnya tingkat pendidikan

masyarakat pesisir menyebabkan kurangnya pengetahuan mereka

tentang potensi sumber daya pesisir, baik cara pemanfaatannya

maupun konservasinya. Hal ini menyebabkan terbatasnya

masyarakat pesisir dalam bermata pencaharian dan tidak adanya

inovasi untuk meningkatkan pendapatannya melalui diversifikasi

usaha kecil dan menengah dengan memanfaatkan potensi sumber

daya pesisir. Terganggunya kesehatan masyarakat mempengaruhi

kinerja dan produktivitas mereka dalam mencari penghasilan dan

mendorong adanya pengeluaran uang yang lebih banyak, seperti

untuk biaya pengobatan. Masyarakat pesisir umumnya kurang

memperhatikan kebersihan lingkungan dan kebersihan penggunaan

sumber air (Hartoyo, 2010).

4) Demografi Wilayah Pesisir

Jumlah penduduk wilayah pesisir secara umum

menggambarkan seberapa banyak potensi keanekaragaman hayati

dari sisi sumberdaya manusia. Selain itu, jumlah penduduk dapat


mengindikasi seberapa padat dan seberapa besar tekanan yang

timbul akibat kondisi sumberdaya alam (Wahyudin, 2011).


B. Kerangka Teori

Faktor predisposisi: Faktor penguat: Faktor


- Pengetahuan - Sikap - Tokoh pemungkin:
- Kepercayaan - Nilai masyarakat - Sarana dan
- Keyakinan - Usia - Tokoh agama prasarana
- Tradisi - Peran petugas - Jarak
- Ekonomi kesehatan fasilitas
- Jumlah anak
- Tingkat pendidikan
- Efek samping
- Dukungan suami

PEMILIHAN METODE
KONTRASEPSI

Kontrasepsi Non- Alat Kontrasepsi Kontrasepsi


Hormonal Kontrasepsi Hormonal Mantap
- Metode kalender Dalam Rahim - Metode (Sterilisasi)
- MAL - Metode Pil
- Metode mukus AKDR - Metode
serviks Suntik
- Metode - Metode
senggama terputus Implan
- Kondom
- Diafragma
- Spermisida

Keterangan : mempengaruhi

Gambar 2. Bagan Kerangka Teori


C. Kerangka Konsep

Faktor predisposisi: Faktor penguat: Faktor


- Pengetahuan - Peran petugas pemungkin
- Ekonomi kesehatan :
- Jumlah anak - Jarak fasilitas
- Tingkat pendidikan
- Dukungan suami
-

- Sikap - Tokoh masyarakat - Sarana dan


- Kepercayaan - Tokoh agama prasarana
- Keyakinan
- Nilai
- Tradisi
- Usia
- Efek samping

Pemilihan Metode

Kontrasepsi Pada Wanita

Keterangan : Usia Subur

: Variabel dependen

: Variabel independen

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 3. Kerangka Konsep


D. Hipotesis Penelitian

1. H0 : Tidak ada hubungan pengetahuan dengan pemilihan metode

kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo.

Ha : Ada hubungan pengetahuan dengan pemilihan metode

kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo

2. H0 : Tidak ada hubungan pendidikan dengan pemilihan metode

kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo.

Ha : Ada hubungan pendidikan dengan pemilihan metode kontrasepsi

pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo.

3. H0 : Tidak ada hubungan dukungan suami dengan pemilihan metode

kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo.

Ha : Ada hubungan dukungan suami dengan pemilihan metode

kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo.

4. H0 : Tidak ada hubungan jumlah anak dengan pemilihan metode

kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo.

Ha : Ada hubungan jumlah anak dengan pemilihan metode kontrasepsi

pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo.
5. H0 : Tidak ada hubungan pendapatan dengan pemilihan metode

kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo.

Ha : Ada hubungan pendapatan dengan pemilihan metode kontrasepsi

pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo.

6. H0 : Tidak ada hubungan antara peran petugas kesehatan dengan

pemilihan metode kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir

wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli tahun 2017.

Ha : Ada hubungan antara peran petugas kesehatan dengan pemilihan

metode kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli tahun 2017.

7. H0 : Tidak ada hubungan antara jarak fasilitas dengan pemilihan

metode kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli tahun 2017.

Ha : Ada hubungan antara jarak fasilitas dengan pemilihan metode

kontrasepsi pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli tahun 2017.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian survei analitik menggunakan

metode cross sectional. Penelitian cross sectional merupakan penelitian yang

menganalisis hubungan antara faktor resiko (independen) dengan faktor efek

(dependen), dimana pengukuran variabel dilakukan satu kali dan sekaligus

dengan waktu yang sama. Analisis pada penelitian cross sectional untuk

mendapatkan perbandingan antara prevalensi faktor efek (dependen) pada

kelompok dengan resiko dengan prevalensi faktor efek pada kelompok tanpa

resiko. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara tingkat

pengetahuan, tingkat pendidikan, dukungan suami, jumlah anak, pendapatan,

peran petugas kesehatan, jarak fasilitas dengan pemilihan metode kontrasepsi

pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan sejak 29 Juni 2018 sampai selesai.

Penelitian dilakukan di daerah pesisir Kelurahan Nambo dan Kelurahan

Bungkutoko Kecamatan Abeli Kota Kendari.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan

diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah wanita

usia subur yang menggunakan alat kontrasepsi di 2 wilayah kerja

Puskesmas Nambo yaitu Kelurahan Nambo dan Kelurahan Bungkutoko.


2. Sampel
Sampel penelitian adalah objek yang diteliti yang dianggap

mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel terdiri dari

bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek

penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008). Sampel penelitian ini

adalah wanita usia subur yang menggunakan alat kontrasepsi di daerah

pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli.

n N

= 1+ Ne2

Keterangan :

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan

sampel yang masih dapat ditolerir (5%)

N
nn
1+ Ne2
==
530
nn
1+ ( 530 x 0,052)
==
n 228 sampel

= dibutuhkan yaitu 228 sampel.


Maka sampel minimal yang
3. Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode metode

proportional stratified random sampling..

Jumlah wanita usia subur yang menggunakan kontrasepsi di

Kelurahan Nambo sebanyak 225 dan Kelurahan Bungkutoko sebanyak

305.
225
1) Kelurahan Nambo = 530 x 228 = 96 wanita usia subur

305
2) Kelurahan Bungkutoko = 530 x 228 = 131 wanita usia subur

4. Kriteria Sampel
a. Kriteria Inklusi
1) Wanita usia subur yang berusia 15-49 tahun.

2) Bersedia menjadi responden.

3) Wanita usia subur yang menggunakan kontrasepsi.

4) Wanita usia subur yang menggunakan kontrasepsi sampai akhir

tahun 2017.

b. Kriteria Eksklusi
1) Wanita usia subur yang tidak berada di tempat saat pengambilan

data.

2) Wanita usia subur yang sedang hamil.

3) Wanita usia subur yang belum mempunyai anak setelah menikah

lebih dari 5 tahun dan tidak disebabkan karena keinginan menunda

kehamilan.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden

dengan berpedoman pada kuesioner penelitian yang telah dipersiapkan

sebelumnya.

2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data dari

cakupan jumlah pasangan usia subur dan pemilihan metode kontrasepsi di

wilayah pesisir Puskesmas Nambo berdasarkan pelaporan data dari

Puskesmas Nambo tahun 2017.

E. Variabel Penelitian
a. Variabel dependen atau variabel terikat dari penelitian ini adalah

pemilihan metode kontrasepsi pada wanita usia subur.

b. Variabel independen atau variabel bebas dari penelitian ini adalah tingkat

pendidikan, tingkat pengetahuan, dukungan suami, jumlah anak,

pendapatan, peran petugas kesehatan dan jarak fasilitas.

F. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif


1. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif Variabel Dependen
a. Pemilihan metode kontrasepsi pada wanita usia subur
1) Definisi Operasional
Keputusan memilih metode kontrasepsi dengan tujuan menunda,

menjarangkan atau menghentikan kehamilan.

2) Kriteria Objektif
1) Non-hormonal : Jika menggunakan metode

kontrasepsi non-hormonal
2) Hormonal : Jika menggunakan metode kontrasepsi

hormonal

3) AKDR : Jika menggunakan metode kontrasepsi

AKDR

4) Mantap : Jika menggunakan kontrasepsi mantap

(sterilisasi)

Skala pengukuran : skala nominal

(Anwar, 2014)

2. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif Variabel Independen


a. Pengetahuan
1) Definisi Operasional
Pengetahuan mengenai program KB dan alat kontrasepsi. Skala

pengukuran : skala ordinal.

2) Kriteria Objektif
Pengukuran pengetahuan menggunakan skala Guttman dengan

memberikan kuisioner berisi 10 pertanyaan, jika jawaban benar

maka diberi skor 1 dan jika jawaban salah diberi skor 0.

Berdasarkan interpretasi skor jawaban responden, tingkat

pengetahuan dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu :

a) Tingkat pengetahuan baik : jika skor jawaban 6-10

b) Tingkat pengetahuan kurang baik : jika skor jawaban 1-5

(Marpaung, 2014).

b. Pendidikan
1) Definisi Operasional :
Jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani wanita usia subur.

Skala pengukuran : skala ordinal

2) Kriteria Objektif :

Tingkatan pendidikan menurut Undang-Undang No 20 Tahun

2003 adalah:

(1) Pendidikan dasar/rendah ( SD-SMP/MTs)

(2) Pendidikan Menengah (SMA/SMK)

(3) Pendidikan Tinggi (D3/S1)

(Tirtarahardja, 2005).

c. Dukungan Suami
1) Definisi Operasional :
Pernyataan wanita usia subur mengenai dukungan suami dalam

penggunaan kontrasepsi.

Skala pengukuran : skala nominal

2) Kriteria Objektif :
Pengukuran dukungan suami menggunakan skala Guttman dengan

memberikan kuisioner berisi 10 pertanyaan, jika jawaban ya maka

diberi skor 1 dan jika jawaban tidak diberi skor 0. Berdasarkan

interpretasi skor jawaban responden, dukungan suami

dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu :

a) Mendukung : Jika skor jawaban 6-10

b) Tidak mendukung : Jika skor jawaban 1-5

(Hasmiatin, 2016).
d. Jumlah Anak
1) Definisi Operasional :
Jumlah anak hidup.

Skala pengukuran : skala ordinal

2) Kriteria Objektif :
a) Banyak : Jika memiliki lebih dari 2 anak

b) Cukup : Jika memiliki 1-2 anak

( Masita, dkk : 2014 )

e. Pendapatan
1) Definisi Operasional :
Jumlah pendapatan total yang diperoleh PUS dalam satu bulan.

Skala pengukuran : skala ordinal

2) Kriteria Objektif :
Tingkat pendapatan berdasarkan Upah Minimum Kota dan Upah

Minimum Sektoral Kendari tahun 2017 yaitu Rp. 2.172.578,00

(Peraturan Gubernur Nomor 43 Tahun 2016 tentang Daftar Upah

Minimum Kota dan Upah Minimum Sektoral Kendari Tahun

2017).

1. Pendapatan cukup : Jika pendapatan perbulan lebih dari

Rp. 2.172.578,-

2. Pendapatan kurang : Jika pendapatan perbulan kurang

dari Rp. 2.172.578,-

f. Peran Petugas Kesehatan


1) Definisi Operasional :
Penjelasan berbagai hal tentang metode KB yang diberikan oleh
petugas KB kepada ibu.
Skala pengukuran: skala ordinal.
2) Kriteria Objektif :
a) Ya : jika mendapatkan informasi lengkap dari petugas

b) Tidak : jika tidak mendapatkan informasi dari petugas.


(Aryanti, 2014).
g. Jarak Fasilitas
1) Definisi Operasional :
Jarak rumah dengan fasilitas pelayanan kesehatan,
Skala pengukuran : skala ordinal.
2) Kriteria Objektif :
a) Jauh : jarak dikatakan jauh apabila > 2 km.
b) Dekat : jarak dikatakan dekat apabila ≤ 2 km.
(Mustofa, 2006)
G. Alur Penelitian

Studi Pustaka Dan


Pengambilan Data Awal

Pembuatan Dan Pengajuan


Proposal Penelitian

Pengajuan Kelayakan Etik Penelitian

Menentukan Populasi
Dan Sampel Penelitian

Memenuhi Memenuhi
Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Pengambilan
Data

Analisis data

Simpulan hasil penelitian

Gambar 4. Alur Penelitian


H. Teknik Analisis Data
1. Teknik analisis data
a. Analisis univariat
Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

analisa univariat dengan menampilkan tabel-tabel distribusi untuk

melihat gambaran distribusi frekuensi responden menurut berbagai

variabel yang diteliti yaitu karakteristik responden, variabel

independen dan variabel dependen.

b. Analisis bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk menganalisis hubungan

antara dua variabel yaitu variabel dependen (variabel terikat) dan

independen (variabel bebas) dengan menggunakan uji Chi square

SPSS. Interpretasi hasil menggunakan derajat kemaknaan yaitu 5%

dengan hasil Ho ditolak jika p value <α atau p value <0,05. Jika uji

Chi square tidak memenuhi syarat maka digunakan alternatif yaitu uji

Fischer. Syarat uji chi square adalah bila tidak ada sel nilai observed

yang bernilai nol dan tidak ada sel yang mempunyai nilai expected

count (frekuensi harapan) kurang dari 5.

2. Penyajian Data
Data hasil analisis univariat dan bivariat disajikan dalam bentuk

tabel. Setiap tabel diberikan penjelasan berdasarkan hasil analisis data.

I. Etika Penelitian
Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam

melaksanakan sebuah penelitian karena penelitian berhubungan langsung


dengan manusia, karena manusia mempunyai hak asasi. Peneliti harus melalui

beberapa tahap pengurusan perijinan, setelah mendapat persetujuan dari

pihak puskesmas kemudian peneliti mendatangi objek penelitian dan meminta

persetujuan objek penelitian untuk menjadi partisipan. Setelah mendapat

persetujuan barulah melaksanakan penelitian dengan memperhatikan hal

sebagai berikut :

1. Informed consent
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan partisipan,

dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent). Informed

consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilaksanakan. Tujuan

informed consent adalah agar objek penelitian tahu maksud dan tujuan

penelitian, mengetahui dampaknya, jika objek penelitian bersedia maka

mereka menandatangani lembar persetujuan, serta bersedia untuk

direkam dan jika partisipan tidak bersedia maka peneliti harus

menghormati hak dari mereka.

2. Anonimity (tanpa nama)


Merupakan etika dalam penelitian dengan tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian

yang disajikan.

3. Confidentiality (kerahasiaan)
Merupakan etika dalam penelitian untuk menjamin kerahasiaan

dari hasil penelitian baik informasi maupun masalah lainnya, semua


partisipan yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Keadaan Wilayah dan Letak Geografis

a. Sejarah Puskesmas

Puskesmas Nambo adalah Pemekaran Puskesmas Abeli yang

telah ditetapkan dan dipisahkan sebagai Puskesmas Nambo pada

Bulan Juni 2010, Puskesmas Nambo didirikan dengan pertimbangan

bahwa dalam rangka mengoptimalkan fungsi pelayanan kesehatan

masyarakat dan meningkatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat

secara konverhensif yang dipandang penting dan perlu oleh

masyarakat. Pusat kesehatan masyarakat mempunyai tujuan

menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan

masyarakat di tingkat dasar.

b. Letak Geografis

Puskesmas Nambo merupakan puskesmas induk non

perawatan yang berdiri sejak bulan Juni Tahun 2010 bertempat di

Kelurahan Nambo Kec. Abeli kota Kendari. Wilayah kerja Puskesmas

Nambo meliputi 5 ( lima) kelurahan yaitu Kelurahan Nambo, Petoaha,

Sambuli, Bungkutoko dan Kelurahan Tondonggeu, dengan luas

wilayah kerja 16.171 km2. Jumlah Penduduk Tahun 2015 sebanyak

7.277 jiwa.
Letak geografis wilayah kerja Puskesmas Nambo secara

administrasi berbatasan langsung :

Utara : berbatasan dengan Kecamatan Konda

Timur : berbatasan dengan Kecamatan Moramo Utara

Barat : berbatasan dengan Puskesmas Abeli

Selatan : berbatasan dengan Teluk Kendari

c. Aksesibilitas untuk Jalur Transportasi

Puskesmas Nambo berada di Kelurahan Nambo Kecamatan

Abeli, yang mana akses menuju ke Puskesmas Nambo mudah

terjangkau baik oleh kendaraan roda dua dan roda empat karena

medan yang tidak susah dan berada ditengah-tengah wilayah kerja

Puskesmas Nambo.

d. Administrasi Wilayah

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Kendari

(RTRW) Tahun 2015, luas wilayah Kecamatan Abeli khususnya

Kelurahan Nambo, Petoaha, Sambuli, Bungkutoko dan Kelurahan

Tondonggeu mencapai 16.171 km2. Jika di sesuaikan dengan rencana

pemanfaatan ruang yang ada di Kota Kendari, maka dapat diketahui

bahwa Kelurahan Nambo Kecamatan Abeli merupakan wilayah yang

memiliki kemungkinan arahan pengembangan fasilitas kesehatan/

Puskesmas. Sehingga, dapat disimpulkan sementara bahwa arahan

untuk pembangunan Puskesmas Nambo sebagai fasilitas kesehatan

skala Kecamatan berada di Kelurahan Nambo Kecamatan Abeli.


Puskesmas Nambo adalah salah satu fasilitas kesehatan yang memiliki

pelayanan KB dan kampung KB yang terletak di Kelurahan Nambo.

Kampung KB merupakan tempat yang dapat meningkatkan keinginan

masyarakat untuk lebih mengetahui hal-hal lain mengenai kontrasepsi

sehingga capaian program pemerintah dapat terlaksana dengan baik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas

Nambo yaitu Kelurahan Nambo dan Kelurahan Bungkutoko

merupakan wilayah dengan penggunaan kontrasepsi yang cukup

banyak dari jumlah wanita usia subur di daerah tersebut sehingga

penting untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

pemilihan metode kontrasepsi di wilayah pesisir Puskesmas Nambo.

B. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

pemilihan metode kontrasepsi di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas

Nambo diperoleh sampel sebesar 227 responden yang tersebar di 2

Kelurahan wilayah kerja Puskesmas Nambo yaitu Kelurahan Nambo dan

Kelurahan Bungkutoko. Pengambilan sampel di masing-masing kelurahan

menggunakan metode propotional stratified random sampling dengan jumlah

sampel Kelurahan Nambo 96 responden dan Kelurahan Bungkutoko 131

responden. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk analisis univariat dan

bivariat.
1. Analisis Univariat

a. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi

kelompok usia responden dan pendidikan terakhir responden.

Frekuensi masing-masing kelompok tersebut dapat dilihat

dalam tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia dan


Pendidikan
No. Karakteristik Sampel Persentase (%)

1. Umur

a. 15-20 tahun
b. 20-29 tahun 3 1,3
c. 30-39 tahun
d. 40-49 tahun 59 26,0

114 50,2

51 22,5

2. Pendidikan terakhir

a. SD
b. SMP 30 13,2
c. SMA
d. Perguruan Tinggi 42 18,5

102 44,9

53 23,3

Sumber: Data Primer 2018

Tabel 2. menunjukkan hasil bahwa dari 227 responden,

didapatkan sebagian besar responden berusia 30-39 tahun

sebanyak 114 orang (50,2%) dengan pendidikan terakhir


responden paling banyak adalah SMA sebanyak 102 orang

(44,9%).

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pemilihan Metode


Kontrasepsi, Tingkat Pengetahuan, Tingkat Pendidikan,
Dukungan Suami, Jumlah Anak, Tingkat Pendapatan,
Peran Petugas Kesehatan dan Jarak Fasilitas
No. Karakteristik Responden n %

1. Pemilihan Metode Kontrasepsi


a. Hormonal 204 89,9
b. AKDR dan mantap 23 10,1

2. Pengetahuan
a. Baik 171 75,3
b. Kurang Baik 56 24,7

3. Pendidikan
a. Rendah 72 31,7
b. Menengah 102 44,9
c. Tinggi 53 23,3

4. Dukungan Suami
a. Mendukung 179 78,9
b. Tidak Mendukung 48 21,1

5. Jumlah Anak
a. Banyak 122 53,7
b. Cukup 105 46,3

6. Tingkat Pendapatan
a. Tinggi ( ≥ Rp. 2.172.578/bulan ) 133 58,6
b. Rendah ( ˂ Rp. 2.172.578/bulan ) 94 41,4

7. Peran Petugas Kesehatan


a. Berperan 197 86,8
b. Tidak 30 13,2

8. Jarak Fasilitas
a. Dekat 143 63,9
b. Jauh 84 36,1

Sumber: Data Primer 2018


Tabel 3. Menunjukkan hasil bahwa dari 227 responden,

didapatkan metode kontrasepsi terbanyak yang digunakan adalah

kontrasepsi hormonal sebanyak 204 orang (89,9%), untuk

responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 171 orang

(75,3%), kemudian untuk responden yang memiliki tingkat

pendidikan terbanyak adalah pendidikan menengah yaitu 102

responden (44,9%), sebanyak 179 responden (78,9%)

mendapatkan dukungan suami untuk memilih metode kontrasepsi.

Untuk jumlah anak didapatkan 122 responden (53,7%) memiliki

anak lebih dari 2 orang. Di Kelurahan Nambo dan Bungkutoko

untuk pendapatan di dapatkan 133 responden (58,6%)

berpendapatan tinggi ≥ Rp. 2.172.578/bulan. Responden yang

berpendapat petugas kesehatan berperan dalam pemilihan metode

kontrasepsi didapatkan 197 responden (86,8%) dan jarak fasilitas

didapatkan 143 orang (63,9%) yang bertempat tinggal ≤ 2 km dari

Puskesmas Nambo.

2. Analisis Bivariat

a. Analisis Hubungan antara Pengetahuan dengan Pemilihan


Metode Kontrasepsi
Analisis hubungan antara pengetahuan dengan pemilihan

metode kontrasepsi dapat dilihat pada tabel 4.


Tabel 4. Analisis hubungan antara pengetahuan dengan pemilihan
metode kontrasepsi.

Metode Kontrasepsi
AKDR dan Total p-value
Pengetahuan Hormonal
Mantap
n % n % n %
Baik 151 66,5 20 8,8 171 75,3
Kurang 53 23,3 3 1,3 56 24,7 0,172
Total 204 89,8 23 10,1 227 100
Sumber: Data Primer 2018

Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa pada kelompok responden

dengan pengetahuan baik, 151 responden (66,5%) memilih metode

kontrasepsi hormonal, 20 responden (8,8%) memilih metode

kontrasepsi AKDR dan mantap. Sedangkan pada kelompok responden

dengan pengetahuan kurang baik, 53 responden (23,3%) memilih

metode kontrasepsi hormonal, 3 responden (1,3%) memilih metode

kontrasepsi AKDR dan mantap.

Hasil analisis data dengan uji chi-square diperoleh p-value

sebesar 0,172 (p-value ˂ 0,05) yang menunjukkan bahwa Ho diterima

dan Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tidak

mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada wanita usia subur

di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli.

b. Analisis Hubungan antara Pendidikan dengan Pemilihan Metode


Kontrasepsi
Analisis hubungan antara pendidikan dengan pemilihan

metode kontrasepsi dapat dilihat pada tabel 5.


Tabel 5. Analisis hubungan antara pendidikan dengan pemilihan
metode kontrasepsi.

Metode Kontrasepsi
AKDR Total
Pendidikan Hormonal dan p-value
Mantap
n % n % n %
Rendah 68 30,0 4 1,8 72 31,8
Menengah 100 44,1 2 0,9 102 45,0
0,000
Tinggi 36 15,9 17 7,5 53 23,4
Total 204 90,0 23 10 227 100
Sumber: Data Primer 2018

Berdasarkan tabel 5 terlihat bahwa pada kelompok responden

dengan pendidikan rendah, 68 responden (30,0%) memilih metode

kontrasepsi hormonal, 4 responden (1,8%) memilih metode

kontrasepsi AKDR dan mantap. Sedangkan pada kelompok responden

dengan pendidikan menengah, 100 responden (44,1%) memilih

metode kontrasepsi hormonal, 2 responden (0,9%) memilih metode

kontrasepsi AKDR dan mantap. Untuk pendidikan tinggi, 36

responden (15,9%) memilih metode kontrasepsi hormonal, 17

responden (7,5%) memilih metode kontrasepsi AKDR dan mantap.

Hasil analisis data dengan uji chi-square diperoleh p-value

sebesar 0,000 (p-value ˂ 0,05) yang menunjukkan bahwa Ho ditolak

dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan

mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada wanita usia subur

di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli.


c. Analisis Hubungan antara Dukungan Suami dengan Pemilihan
Metode Kontrasepsi
Analisis hubungan antara dukungan suami dengan pemilihan

metode kontrasepsi dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Analisis hubungan antara dukungan suami dengan


pemilihan metode kontrasepsi.
Metode Kontrasepsi
Dukungan AKDR dan Total
Hormonal p-value
Suami Mantap
n % n % n %
Mendukung 179 78,9 0 0 179 78,9
Tidak
25 11,0 23 10,1 48 21,1 0,000
Mendukung
Total 204 89,9 23 10,1 227 100

Sumber: Data Primer 2018

Berdasarkan tabel 6 terlihat bahwa pada kelompok responden

dengan suami mendukung, 179 responden (78,9%) memilih metode

kontrasepsi hormonal, 0 responden (0,0%) memilih metode

kontrasepsi AKDR dan mantap. Sedangkan pada kelompok responden

dengan suami tidak mendukung, 25 responden (11,0%) memilih

metode kontrasepsi hormonal, 23 responden (10,1%) memilih metode

kontrasepsi AKDR dan mantap.

Hasil analisis data dengan uji chi-square diperoleh p-value

sebesar 0000 (p-value ˂ 0,05) yang menunjukkan bahwa Ho ditolak

dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa dukungan suami

mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada wanita usia subur

di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli.


d. Analisis Hubungan antara Jumlah Anak dengan Pemilihan
Metode Kontrasepsi
Analisis hubungan antara jumlah anak dengan pemilihan

metode kontrasepsi dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Analisis hubungan antara jumlah anak dengan pemilihan


metode kontrasepsi.
Metode Kontrasepsi
AKDR dan Total
Jumlah Anak Hormonal p-value
Mantap
n % n % n %
Banyak 116 51,1 6 2,6 122 53,7
Cukup 88 38,8 17 7,5 105 46,3 0,007
Total 204 89,9 23 10,1 227.0 100,0
Sumber: Data Primer 2018

Berdasarkan tabel 7 terlihat bahwa pada kelompok responden

dengan jumlah anak banyak, 116 responden (51,1%) memilih metode

kontrasepsi hormonal, 6 responden (2,6%) memilih metode

kontrasepsi AKDR dan mantap. Sedangkan pada kelompok responden

dengan jumlah anak cukup, 88 responden (38,8%) memilih metode

kontrasepsi hormonal, 17 responden (7,5%) memilih metode

kontrasepsi AKDR dan mantap.

Hasil analisis data dengan uji chi-square diperoleh p-value

sebesar 0,005 (p-value ˂ 0,05) yang menunjukkan bahwa Ho ditolak

dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah anak

mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada wanita usia subur

di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli.


e. Analisis Hubungan antara Pendapatan dengan Pemilihan Metode
Kontrasepsi
Analisis hubungan antara pendapatan dengan pemilihan

metode kontrasepsi dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Analisis hubungan antara pendapatan dengan pemilihan


metode kontrasepsi.
Metode Kontrasepsi
Tingkat AKDR dan Total
Hormonal p-value
Pendapatan Mantap
n % n % n %
Tinggi 111 48,9 22 9,7 133 586
Rendah 93 41,0 1 0,4 94 41,4 0,000
Total 204 89,9 23 10,1 227 100
Sumber: Data Primer 2018

Berdasarkan tabel 8 terlihat bahwa pada kelompok responden

dengan pendapatan tinggi, 111 responden (48,9%) memilih metode

kontrasepsi hormonal, 22 responden (9,7%) memilih metode

kontrasepsi AKDR dan mantap. Sedangkan pada kelompok responden

dengan pendapatan rendah, 93 responden (41,0%) memilih metode

kontrasepsi hormonal, 1 responden (0,4%) memilih metode

kontrasepsi AKDR dan mantap.

Hasil analisis data dengan uji chi-square diperoleh p-value

sebesar 0,000 (p-value ˂ 0,05) yang menunjukkan bahwa Ho ditolak

dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa pendapatan

mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada wanita usia subur

di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli.


f. Analisis Hubungan antara Peran Petugas Kesehatan dengan
Pemilihan Metode Kontrasepsi
Analisis hubungan antara peran petugas kesehatan dengan

pemilihan metode kontrasepsi dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Analisis hubungan antara peran petugas kesehatan dengan


pemilihan metode kontrasepsi.
Metode Kontrasepsi
Peran Petugas AKDR dan Total
Hormonal p-value
Kesehatan Mantap
n % n % n %
Berperan 174 76,7 23 10,1 197 86,8
Tidak 30 13,2 0 0 30 13,2 0,051
Total 204 89,9 23 10,1 227 100
Sumber: Data Primer 2018

Berdasarkan tabel 9 terlihat bahwa pada kelompok responden

dengan petugas kesehatan yang berperan, 174 responden (76,7%)

memilih metode kontrasepsi hormonal, 23 responden (10,1%)

memilih metode kontrasepsi AKDR dan mantap. Sedangkan pada

kelompok responden dengan petugas kesehatan yang tidak berperan,

30 responden (13,2%) memilih metode kontrasepsi hormonal, 0

responden (0,0%) memilih metode kontrasepsi AKDR dan mantap.

Hasil analisis data dengan uji chi-square diperoleh p-value

sebesar 0,051 (p-value ˂ 0,05) yang menunjukkan bahwa Ho diterima

dan Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa peran petugas

kesehatan tidak mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada

wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo

Kecamatan Abeli.
g. Analisis Hubungan antara Jarak Fasilitas dengan Pemilihan
Metode Kontrasepsi
Analisis hubungan antara peran petugas kesehatan dengan

pemilihan metode kontrasepsi dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Analisis hubungan antara jarak fasilitas dengan pemilihan


petode kontrasepsi.
Metode Kontrasepsi
AKDR Total
Jarak
Hormonal dan p-value
Fasilitas
Mantap
n % n % n %
Dekat 139 61,2 6 2,6 145 63,9
Jauh 65 28,6 17 7,5 82 36,1 0,000
Total 204 89,8 23 10,1 227 100
Sumber: Data Primer 2018

Berdasarkan tabel 10 terlihat bahwa pada kelompok

responden dengan jarak fasilitas dekat, 139 responden (61,2%)

memilih metode kontrasepsi hormonal, 6 responden (2,6%) memilih

metode kontrasepsi AKDR dan mantap. Sedangkan pada kelompok

responden dengan jarak fasilitas jauh, 65 responden (28,6%) memilih

metode kontrasepsi hormonal, 17 responden (7,5%) memilih metode

kontrasepsi AKDR dan mantap.

Hasil analisis data dengan uji chi-square diperoleh p-value

sebesar 0,000 (p-value ˂ 0,05) yang menunjukkan bahwa Ho ditolak

dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa jarak fasilitas

mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada wanita usia subur

di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli.


C. Pembahasan

1. Hubungan antara Pengetahuan dengan Pemilihan Metode


Kontrasepsi
Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa dari 227

responden yang diteliti, sebanyak 171 responden (75,3%) berpengetahuan

baik dan 56 responden (24,7%) berpengetahuan kurang baik. Berdasarkan

hasil analisis bivariat diketahui bahwa responden dengan pengetahuan

baik memilih metode kontrasepsi hormonal 151 responden (66,5%), 20

responden (8,8%) memilih metode kontrasepsi AKDR dan mantap.

Sedangkan pada kelompok responden dengan tingkat pengetahuan kurang

baik, 53 responden (23,3%) memilih metode kontrasepsi hormonal, 3

responden (1,3%) memilih metode kontrasepsi AKDR dan mantap.

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa tingkat

pengetahuan tidak mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada

wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo

Kecamatan Abeli (p-value = 0,172). Hal ini dapat disebabkan karena

mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik dan tingkat

pendidikan mulai dari menengah sampai pendidikan tinggi. Hal ini juga

dipengaruhi oleh ketersediaan kontrasepsi di fasilitas kesehatan terdekat,

dimana Puskesmas Nambo hanya menyediakan metode kontrasepsi

hormonal sehingga untuk memperoleh metode kontrasepsi lainnya

akseptor harus mendapatkannya dari fasilitas kesehatan lainnya seperti

klinik maupun rumah sakit. Oleh karena itu, dapat disimpulkan pemilihan
metode kontrasepsi tidak mempunyai hubungan dengan pengetahuan

wanita usia subur.

Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya

pendidikan, pengalaman, media massa, ekonomi dan hubungan sosial.

Pendidikan yang tinggi akan memudahkan seseorang untuk menerima

informasi, baik yang diperoleh dari orang lain maupun dari media masa

(Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan juga dipengaruhi dari pengalaman

seseorang, faktor lingkungan baik fisik maupun non fisik dan sosial

budaya yang nanti pengalaman tersebut akan diketahui, dipersepsikan,

diyakini sehingga mengakibatkan motivasi untuk bertidak dan akan

menimbulkan perilaku (Anisa, 2011). Berdasarkan teori tersebut dapat

diketahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi pengetahuan

seseorang sehingga hasil penelitian menghasilkan hubungan yang tidak

signifikan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Indrawati (2010)

dan Daniati (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara

pengetahuan dengan pemilihan metode kontrasepsi. Pemilihan metode

kontrasepsi bisa dilakukan karena adanya keinginan dari responden untuk

mencari berbagai informasi, responden dapat dengan mudah mendapatkan

informasi melalui buku atau media cetak, dan melalui pelayanan KB di

sekitar wilayah tempat tinggal responden sehingga informasi yang

diperlukan dapat terpenuhi.


2. Hubungan antara Pendidikan dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi
Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa dari 227

responden yang diteliti, sebanyak 72 responden (31,7%) memiliki

pendidikan rendah, 102 responden (44,9%) memiliki pendidikan

menengah dan 53 responden (23,3%) memiliki pendidikan tinggi..

Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa responden dengan

tingkat pendidikan rendah, 68 responden (30,0%) memilih metode

kontrasepsi hormonal, 4 responden (1,8%) memilih metode kontrasepsi

AKDR dan mantap. Sedangkan pada kelompok responden dengan tingkat

pendidikan menengah, 100 responden (44,1%) memilih metode

kontrasepsi hormonal, 2 responden (0,9%) memilih metode kontrasepsi

AKDR dan mantap. Untuk tingkat pendidikan tinggi, 36 responden

(15,9%) memilih metode kontrasepsi hormonal, 17 responden (7,5%)

memilih metode kontrasepsi AKDR dan mantap.

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada wanita

usia subur di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan

Abeli (p-value = 0,000). Tingkat pendidikan adalah salah satu faktor

yang mempengaruhi keikutsertaan dalam program KB. Semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang maka diharapkan semakin tinggi pula

kesadarannya akan pentingnya program KB.

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi kehidupan sosial

seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan

semakin banyak informasi yang diperoleh dan akan membuka keinginan


seseorang untuk memilih metode kontrasepsi yang terbaik dan sesuai

dengan keinginannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan

semakin besar kesadaran untuk memilih metode kontrasepsi yang efektif

dan bersifat jangka panjang. Tingkat pendidikan adalah faktor yang

sangat menentukan pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap

keikutsertaan dalam program KB. Hal ini disebabkan seseorang yang

berpendidikan tinggi akan lebih mudah menerima ide dan tata cara

kehidupan yang baru (Ma’ruf, 2013).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mamik (2008) yang

menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan

pemilihan metode kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi

tingkat pendidikan maka pengetahuan juga semakin baik dan makin

mudah memahami serta menerapkan informasi yang diperoleh tetapi

semakin tinggi pengetahuan seseorang belum tentu pendidikannya juga

tinggi. Hal ini dikarenakan proses kehidupan seseorang dengan

keingintahuan berlebih membuat pengetahuan semakin baik. Ketika

proses penerimaan informasi perlu diketahui bahwa minat berperan

penting dalam penerimaan informasi yang didapatkan seseorang.

Penelitian yang dilakukan oleh Putriningrum (2010) menyatakan bahwa

semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi pribadi

seseorang dalam berpendapat, berpikir, bersikap, lebih mandiri dan

rasional dalam mengambil keputusan dan tindakan. Pendidikan juga akan


meningkatkan kesadaran seseorang terhadap manfaat yang dapat

dinikmati bila memiliki jumlah anak sedikit.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan

oleh Fiona (2006), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara

tingkat pendidikan dengan keikutsertaan perempuan dalam program KB.

Hal ini disebabkan karena wanita yang mempunyai tingkat pendidikan

lebih tinggi belum tentu memiliki kesadaran yang tinggi tentang

kesehatannya.

3. Hubungan antara Dukungan Suami dengan Pemilihan Metode


Kontrasepsi
Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa dari 227

responden yang diteliti, sebanyak 179 responden (78,9%) mendapat

dukungan suami dan 48 responden (21,1%) tidak mendapat dukungan

suami. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa responden

yang mendapat dukungan suami, 179 responden (78,9%) memilih metode

kontrasepsi hormonal, 0 responden (0,0%) memilih metode kontrasepsi

AKDR dan mantap. Sedangkan pada kelompok responden dengan suami

tidak mendukung, 25 responden (11,0%) memilih metode kontrasepsi

hormonal, 23 responden (10,1%) memilih metode kontrasepsi AKDR dan

mantap.

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa dukungan

suami mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada wanita usia


subur di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli

(p-value = 0,000).

Dukungan suami adalah hal yang sangat berpengaruh terhadap

pemilihan metode kontrasepsi bagi wanita sebagai istri secara khusus dan

di dalam keluarga secara umum. Budaya menjadikan pria sebagai kepala

keluarga yang banyak dianut sebagian besar keluarga di dunia menjadikan

preferensi suami terhadap fertilitas dan pandangan serta pengetahuannya

terhadap program KB akan sangat berpengaruh terhadap keputusan di

dalam keluarga untuk memilih metode kontrasepsi tertentu (Lina, 2004).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Rizali (2013) yang menyatakan bahwa menurut istri alasan suami untuk

memberikan dukungan adalah agar istri dapat menjarangkan kehamilan

karena jika memiiki banyak anak maka akan sulit memenuhi

kebutuhannya apalagi dengan kondisi ekonomi yang rendah. Responden

yang tidak mendapat dukungan suami dikarenakan suami kurang nyaman

saat berhubungan seksual maupun suami yang ingin memiliki banyak

anak dan masih ada pemahaman banyak anak banyak rezeki.

Dominasi keterlibatan suami dalam pengambilan keputusan yang

dianggap sebagai pemberi nafkah menunjukkan ada perbedaan gender

dalam hubungan suami istri. Pengambil keputusan secara bersama-sama

tidak membuat istri mendapatkan hak untu memilih metode kontrasepsi

yang sesuai dengan keinginannya. Hal ini sesuai dengan pendapat

Juliastuti (2008) yang menyatakan bahwa suami umumnya mendominasi


dalam mengarahkan istri dalam menggunakan kontrasepsi, memilih

metode kontrasepsi dan mengakhiri penggunaan kontrasepsi.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Kusumaningrum

(2009) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara dukungan

suami dengan pemilihan metode kontrasepsi yang digunakan wanita usia

subur.

Pada penelitian yang dilakukan di daerah pesisir wilayah kerja

Puskesmas Nambo dukungan suami sangat mempengaruhi pemilihan

metode kontrasepsi. Jika keinginan pasangan atau individu sangat kuat

untuk mencegah kehamilan, maka hal ini secara langsung berpengaruh

terhadap keteraturan menggunakan metode kontrasepsi. Bentuk dukungan

suami terhadap istri dalam penelitian ini yaitu memberikan saran dalam

memilih kontrasepsi, memberikan biaya dan mengantarkan istri ketempat

pelayanan kontrasepsi.

4. Hubungan antara Jumlah Anak dengan Pemilihan Metode


Kontrasepsi
Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa dari 227

responden yang diteliti, sebanyak 118 responden (52,0%) memiliki

jumlah anak banyak atau lebih dari 2 orang dan 109 responden (48,0%)

memiliki jumlah anak cukup atau ≤2 orang. Berdasarkan hasil analisis

bivariat diketahui bahwa responden dengan jumlah anak banyak, 116

responden (51,1%) memilih metode kontrasepsi hormonal, 6 responden

(2,6%) memilih metode kontrasepsi AKDR dan mantap. Sedangkan pada

kelompok responden dengan jumlah anak cukup, 88 responden (38,8%)


memilih metode kontrasepsi hormonal, 17 responden (7,5%) memilih

metode kontrasepsi AKDR dan mantap.

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa jumlah anak

mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada wanita usia subur di

daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli (p-

value = 0,005).

Hal ini diasumsikan bahwa umur ibu yang memiliki jumlah anak

cukup di usia produktif sehingga dalam memilih metode kontrasepsi

cenderung untuk menjarangkan atau menunda kelahiran bukan untuk

menghentikan kehamilan seperti memilih metode kontrasepsi yang

bersifat permanen. Seorang ibu untuk menambah kelahiran dapat

tergantung pada jumlah anak yang telah dilahirkan. Seorang ibu memilih

metode kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu. Semakin

sering seorang wanita melahirkan anak, maka akan semakin memiliki

resiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah anak

mempengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan taraf hidup

keluarga secara maksimal (Mantra, 2006).

Hal ini sejalan dengan penelitian Rizali (2013) menyatakan bahwa

ada hubungan jumlah anak dengan pemilihan metode kontrasepsi. Jika

ditinjau dari sudut pandang ekonomi, maka jumlah anak yang banyak bisa

menyebabkan keluarga harus menambah penghasilan. Sebagian

responden mempunyai jumlah anak cukup alasan mereka menunda untuk

mempunyai anak karena ingin mempunyai keluarga kecil bahagia


sejahtera serta tidak ingin terbebani saat memiliki jumlah anak banyak

seperti tidak mampu membiayai saat sekolah dan lain sebagainya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Wahidin (2005) menunjukkan adanya hubungan antara jumlah anak hidup

dengan pemilihan metode kontrasepsi di Kecamatan Palu Selatan Kota

Palu. Akseptor akan menggunakan metode kontrasepsi sebagai suatu cara

untuk mengatasi kelahiran anak yang tidak diinginkan, apabila jumlah

anak hidup yang dimilikinya telah cukup.

5. Hubungan antara Pendapatan dengan Pemilihan Metode


Kontrasepsi
Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa dari 227

responden yang diteliti, sebanyak 133 responden (58,6%) memiliki

pendapatan tinggi dan 94 responden (41,4%) memiliki pendapatan

rendah. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa responden

dengan pendapatan tinggi, 111 responden (48,9%) memilih metode

kontrasepsi hormonal, 22 responden (9,7%) memilih metode kontrasepsi

AKDR dan mantap. Sedangkan pada kelompok responden dengan

pendapatan rendah, 93 responden (41,0%) memilih metode kontrasepsi

hormonal, 1 responden (0,4%) memilih metode kontrasepsi AKDR dan

mantap.

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa pendapatan

mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada wanita usia subur di

daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli (p-

value = 0,000). Pendapatan suatu keluarga memiliki hubungan erat


dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga. Penghasilan seseorang merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan dan pengambilan

keputusan terhadap suatu tindakan yang akan dilakukan. Hasil penelitian

ini diasumsikan semakin tinggi pendapatan keluarga perbulan maka daya

beli responden akan semakin besar pula.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Aryanti (2014) yang menunjukkan adanya hubungan antara biaya

kontrasepsi dengan pemilihan metode kontrasepsi. Penelitian yang

dilakukan oleh Maiharti (2012) didapatkan hubungan antara pendapatan

keluarga dengan pemilihan metode kontrasepsi.

6. Hubungan antara Peran Petugas Kesehatan dengan Pemilihan


Metode Kontrasepsi
Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa dari 227

responden yang diteliti, sebanyak 197 responden (86,8%) mendapat

informasi dari petugas kesehatan dan 30 responden (13,2%) tidak

mendapat informasi dari petugas kesehatan. Berdasarkan hasil analisis

bivariat diketahui bahwa responden yang mendapat informasi dari petugas

kesehatan, 174 responden (76,7%) memilih metode kontrasepsi hormonal,

23 responden (10,1%) memilih metode kontrasepsi AKDR dan mantap.

Sedangkan pada kelompok responden dengan petugas kesehatan yang

tidak berperan, 30 responden (13,2%) memilih metode kontrasepsi

hormonal, 0 responden (0,0%) memilih metode kontrasepsi AKDR dan

mantap.
Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa peran petugas

kesehatan mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada wanita usia

subur di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli

(p-value = 0,048).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan leh

Arliana dkk. (2012) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara

pemberian informasi oleh petugas KB dengan pemilihan metode

kontrasepsi.

Petugas KB berperan dalam member informasi, penyuluhan dan

penjelasa tentang alat kontrasepsi bagi calon akseptor yang masih ragu-

ragu dalam pengggunaan alat kontrasepsi akhirnya memilih metode

kontrasepsi berdasarkan informasi dari petugas KB. Masih banyak ibu-ibu

yang memilih metode kontrasepsi hanya berdasarkan informasi dari

akseptor KB lain berdasarkan pengalaman masing-masing. Tidak adanya

hubungan peran petugas kesehatan dengan pemilihan metode kontrasepsi

di daerah pesisir Puskesmas Nambo disebabkan karena masih ada

masyarakat yang kurang tertarik mengikuti kegiatan penyuluhan yang di

adakan oleh Puskesmas.

Pemilihan metode kontrasepsi seharusnya melalui konseling,

artinya petugas telah membantu klien dalam memilih dan menentukan

jenis kontrasepsi yang akan dipakai karena konseling sangat penting

sebagai bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi (Handayani, 2012).


7. Hubungan antara Jarak Fasilitas dengan Pemilihan Metode
Kontrasepsi
Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa dari 227

responden yang diteliti, terlihat bahwa pada kelompok responden dengan

jarak fasilitas dekat, 143 responden (63,9%) dan 84 responden (36,1%)

jauh dengan fasilitas. Berdasarkan hasil analisis bivariat pada kelompok

responden dengan jarak fasilitas dekat, 139 responden (61,2%) memilih

metode kontrasepsi hormonal, 6 responden (2,6%) memilih metode

kontrasepsi AKDR dan mantap. Sedangkan pada kelompok responden

dengan jarak fasilitas jauh, 65 responden (28,6%) memilih metode

kontrasepsi hormonal, 17 responden (7,5%) memilih metode kontrasepsi

AKDR dan mantap.

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa jarak fasilitas

mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada wanita usia subur di

daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli (p-

value = 0,000). Jarak yang dekat dengan fasilitas kesehatan memudahkan

akseptor KB untuk menjangkau dan mengakses pelayanan yang diberikan

oleh fasilitas kesehatan serta menambah tingkat pengetahuan akseptor

KB. Pada pengguna AKDR dan mantap karena tidak tersedia di fasilitas

kesehatan terdekat maka responden memilih untuk pergi ke fasilitas

kesehatan yang lebih lengkap untuk mendapatkan jenis kontrasepsi yang

diinginkan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Christiani (2014) menyatakan bahwa jarak serta sarana dan prasarana


tempat pelayanan mempengaruhi dalam pemilihan metode kontrasepsi.

Jarak yang terjangkau akan memudahkan akses akseptor untuk ke tempat

pelayanan kontrasepsi.

D. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam proses pelaksanaannya.

Keterbatasan tersebut yaitu:

1. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang

bersifat subjektif sehingga kebenaran datanya sangat tergantung atas

kejujuran responden.

2. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 227 responden sehingga proses

penelitian membutuhkan waktu sekitar 2 minggu.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada masing-masing

variabel penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pengetahuan tidak mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada

wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo

Kecamatan Abeli.

2. Pendidikan mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada wanita usia

subur di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli.

3. Dukungan suami mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada

wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo

Kecamatan Abeli.

4. Jumlah anak mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada wanita

usia subur di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan

Abeli.

5. Pendapatan mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada wanita usia

subur di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Abeli.

6. Peran petugas kesehatan mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi

pada wanita usia subur di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo

Kecamatan Abeli.
7. Jarak fasilitas mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada wanita

usia subur di daerah pesisir wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan

Abeli.

B. Saran

1. Untuk peneliti selanjutnya perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut

mengenai faktor-faktor penting lainnya yang mempengaruhi pemilihan

metode kontrasepsi seperti kualitas pelayanan dan ketersediaan kontrasepsi

di Pelayanan Kesehatan,

2. Bagi pemerintah setempat, Dinas Kesehatan, BKKBN, Puskesmas, dan

institusi terkait lainnya untuk melakukan upaya peningkatkan ketersediaan

kontrasepsi untuk wanita usia subur melalui upaya-upaya meningkatkan

pengetahuan masyarakat, mendorong peran suami untuk mendukung

program KB dan menyediakan fasilitas yang memadai untuk pemasangan

alat kontrasepsi.
DAFTAR PUSTAKA

Annisa, R. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Pemilihan


Kontrasepsi Non IUD Pada Akseptor KB Wanita Usia 20-39 Tahun.
Artikel Ilmiah. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.
Anwar, M. 2014. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta. PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Arliana, W.O.D., Sarake, M., dan Seweng, A. 2012.Faktor yang berhubungan
dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi Hormonal pada Akseptor KB
di Kelurahan Pasarwajo Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton
Sulawesi Tenggara.Universitas Hasanudin. Makasar
Aryanti, H. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan
Kontrasepsi Pada Wanita Kawin Usia Dini Di Kecamatan Aikmel
Kabupaten Lombok Timur. Bali. Universitas Udayana Denpasar.
BKKBN., BPS., Menteri Kesehatan. 2012. Laporan Pendahuluan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2010. Penduduk Indonesia Hasil Survei Penduduk Antar
Sensus 2010. Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta
Budijanto., Didik., dkk. 2017. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Christiani, C.D., Wahyuningsih, & Martono B., (2015). Faktor-faktor yang
mempengaruhi pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MJKP)
Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ilmiah
Constance, S. 2009. Buku Saku Kebidanan. Jakarta: EGC.
Depkes RI. 2005. Pedoman Penanggulangan Efek Samping atau Komplikasi
Kontrasepsi. Jakarta. YBPSP.
Depkes RI. 2014. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2016. Profil Dinas Kesehatan 2016.
Sulawesi Tenggara. Badan Pusat Statistik Sultra.
EPO. 2008. Alat Kontrasepsi dalam Rahim atau Intra Uterine Device (IUD).
Everett, S. 2010. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta. EGC
Fatimah, D. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Alat
Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur. Jakarta. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Fiona, 2006. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan jenis Kontrasepsi yang
Digunakan PUS di Kota Semarang. Skripsi Universitas Diponegoro.
Semarang.
Geri, M., Carole, H. 2009. Obstetri dan Ginekologi.: Panduan Praktik. Edisi 2.
Cetakan 1. Jakarta. EGC.
Gupte, S. 2013. Panduan Perawatan Anak. Edisi 1. Jakarta. Pustaka Popule Obor.
Hartanto, H. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta. Pustaka Sinar
Harapan.
Hartanto, W. 2016. Analisis Data Kependudukan dan KB Hasil Susenas 2015.
Jakarta. Rapat Koordinasi Nasional BKKBN.
Handayani, L., Suharmiati, H., Latifah, C. 2012. Peningkatan Informasi tentang
KB: Hak Kesehatan Reproduksi yang Perlu Diperhatikan oleh Program
Pelayanan Keluarga Berencana. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan
volume 15 No. 3 Julis 2012. 289-297. Penelitian Pusat Humaniora
Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Hartoyo. 2010. Kondisi Sosial Ekonomi Dan Tingkat Kesejahteraan Keluarga:
Kasus Di Wilayah Pesisir Jawa Barat. Bogor: IPB
Hasmiatin. 2016. Hubungan Pengetahuan, Dukungan Suami Dan Budaya Dengan
Penggunaan Alat Kontrasepsi Implant Pada Pasangan Usia Subur Di
Wilayah Kerja Puskesmas Abeli Kecamatan Abeli Kota Kendari Tahun
2016. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.
Kendari.
Ikhtiarinawati., Fitriana, F., Lilis, O. 2011. Hubungan Disiplin Waktu dalam
Pemakaian Pil KB Kombinasi dengan Kegagalan Akseptor. Lamongan.
Universitas Islam Lamongan.
Imbarwati. 2009. Beberapa Faktor yang Berkaitan dengan Penggunaan KB IUD
Pada Peserta KB Non IUD Di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang.
Tesis. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Indraswari, R.R. 2017. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penundaan Kelahiran
Anak Pertama di Wilayah Perdesaan Indonesia: Analisis Data SKDI
2012. Jakarta. Jurnal Kependudukan Indonesia.
Indrawati F (2015). Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) pada Akseptor KB Wanita di
Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang. Semarang : IKM
Universitas Negeri Semarang. pp. 81.
Irmawati. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Alat Kontrasepsi
Hormonal Pada Akseptor KB Di Puskesmas Samata Kelurahan
Romang Polong Kecamatan Sombo Opu Kabupaten Gowa. Makassar.
Skripsi. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Makassar.
Juliastuti, D. 2008. Pengambil Keputusan Analisis. Jakarta: Fakultas Ilmu
edokteran Universitas Indonesia.
Kansil, S.E. 2015. Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Suntik Depo Medroksi
Progesteron Asetat (DMPA) dengan Perubahan Fisiologis pada Wanita
Usia Subur di Puskesmas Ranomuut Kota Manado. Manado. Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado.
Kusumaningrum, R. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis
Kontrasepsi yang Digunakan Pada Pasangan Usia Subur. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.
Lina, M., dkk. 2004. Persepsi Terhadap Dukungan Orang Tua dan Pembuatan
Keputusan Karir Remaja. Jurna; Provitae. Jakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Tarumanegara Jakarta.
Lontaan, A. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan
Kontrasepsi Pasangan Usia Subur di Puskesmas Damau Kabupaten
Talaud. Manado. Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes
Manado.
Maiharti. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pendidikan dan Pendapatan
dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi Pada PUS di Kecamatan Jenu
dan Kecamatan Jatirogo Kabupaten Tuban. Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya.
Mamik, dkk. 2008. Pengetahuan WUS Tentang Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
Ditinjau dari Usia, Pendidikan, Pekerjaan, dan Paritas. Buletin
Penelitian RSU dr Soetomo.
Mantra, I. 2006. Demografi Umum. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar,
Maruf, N. 2013. Study Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keefektifan
Kontrasepsi Hormonal Di Puskesmas Rappang Kec. Pancarijang Kab.
Sidrap. Makassar: UIN Alauddin Makassar.
Masita, L.E., Puspita, E. 2014. Wanita Usia Subur dalam Pelayanan Keluarga
Berencana. Jurnal Kesehatan Poltekkes Kemenkes Jakarta 1. 97-103.
Musdalifah, S., Rahma. 2013. Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan
Kontrasepsi Hormonal Pasutri di Wilayah Puskesmas Lampa
Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang 2013. Makassar.
Universitas Hasanuddin Makassar.
Mustofa, F. 2006. Analisis Penyebab Tidak Berkembangnya Pasar Desa Bandar
Agung Kecamatan Bandar Sribowono Kabupaten Lampung Timur
Tahun 2006. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Nazilah, L. 2012. Kontribusi Otonomi Perempuan dalam Rumah Tangga terhadap
Pemakaian Kontrasepsi di Nusa Tenggara Timur. Skripsi. Depok.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Notoatmodjo, S. 2003. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan dan Teori Aplikasi. Cetakan Kedua.
Jakarta. Rineka Cipta.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Surabaya. Salemba Medika.
Pendit, B. 2006. Ragam Metode Kontrasepsi. Jakarta. EGC.
Pinem, S. 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Cetakan 1. Jakarta. Trans
Info Media.
Prasetyawati, A., Artathi, E., Misrina R. 2012. Hubungan Pengetahuan Akseptor
Tentang Kontrasepsi Pil Oral Kombinasi dengan Kepatuhan dalam
Mengkonsumsi Pil KB di Wilayah Desa Margasana Kecamatan
Jatilawang Tahun 2012. Purwokerto. Akademi Kebidanan YLPP.
Putriningrum, R. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ibu dalam Pemilihan
Kontrasepsi Suntik di BSP Ruvina Surakarta. Surakarta: Stikes Kusuma
Husada.
Rifai, A. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Alat
Kontrasepsi pada Pasangan Usia Subur di Wilayah Puskesmas Bahu
Kabupaten Gorontalo (Prosiding Seminar Nasional Kependudukan).
Jember. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
Rismawati, P. (2014). Faktor Yang Membedakan Pemilihan Alat Kontrasepsi
Intra Uterine Devices ( IUD) Dan Pil Pada Wanita Usia Subur Di
Wilayah Kerja Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Rizali, I. 2013. Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi
Suntik Di Kelurahan Mattoangin Kecamatan Mariso Kota Makassar.
Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Sariestya, R. 2014. Unmet Need: Tantangan Program Keluarga Berencana dalam
Menghadapi Ledakan Penduduk Tahun 2030. Master Thesis.
Yogyakarta. Universitas Padjajaran.
Setya, A., Dyahnovita., S. 2009. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini.
Yogyakarta. Rineka Cipta.
Sinclair, S. 2009. Buku Saku Kebidanan. Jakarta. EGC.
Sitopu, S.D. 2012. Hubungan Pengetahuan Akseptor Keluarga Berencana dengan
Penggunaan Alat Kontrasepsi Puskesmas Helvetia Medan. Medan.
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Darma Agung Medan.
Suratun. 2008. Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi.
Jakarta. Trans Info Media.
Suwignyo, S., Cakrawati, F. 2010. Panduan Super Lengkap Hamil Sehat. Cetakan
1. Jakarta. Penebar Plus.
Tiku, S. 2016. Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara Tahun 2015. Kendari. UPT
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Tirtarahardja, U. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Wahidin, M. 2005. Faktor Determinan Pemilihan Metode Kontrasepsi Suntik pada
Wanita Akseptor KB di Kecamatan Palu Selatan Kota Palu. Makassar:
Fakulas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Wahyudin, Y., 2011. Karakteristik Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Teluk
Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Jurnal Bonorow
Wetlands. Vol. 1
Winda, N. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Ibu
Menggunakan Metode Kontrasepsi AKDR Di Desa Kadai Damar
Kecamatan Tebing Tinggi. Skripsi. Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara. Sumatera Utara.

Vous aimerez peut-être aussi