Vous êtes sur la page 1sur 13

A.

JUDUL PERCOBAAN
Penentuan Tetapan Kesetimbangan Ion Triodida.

B. TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan ion trioida.

C. LANDASAN TEORI
Ekstraksi adalah teknik yang sering digunakan bila senyawa organik
(sebagian besar hidrofob) dilarutkan atau didispersikan dalam air. Pelarut yang
tepat (cukup untuk melarutkan senyawa organik; seharusnya tidak hidrofob)
ditambahkan pada fasa larutan dalam airnya, campuran kemudian diaduk dengan
baik sehingga senyawa organik diekstraksi dengan baik. Lapisan organik dan air
dapat dipisahkan dengan corong pisah, dan senyawa organik dapat diambil ulang
dari lapisan organik dengan menyingkirkan pelarutnya (Takeuchi, 2006: 231).
Ekstraksi bertahap merupakan metode ekstraksi yang paling sederhana.
Pelaksanan ekstraksi dilakukan dengan menggunakan alat corong pisah. Zat yang
akan diekstraksi dilarutkan dalam air kemudian dimasukkan dalam corong
pemisah. Pelarut pengekstrak (biasanya pelarut organik) ditambahkan kepada
larutan agar zat terlarut dapat diekstrak ke dalam cairan pengekstrak. Campuran
dalam corong pemisah tersebut harus dikocok berulang kali dan setelahnya
didiamkan beberapa saat, hingga dalam corong terbentuk dua lapisan. Corong
pisah digunakan dalam ekstraksi bertahap (Ayuni dan Yuningrat, 2014: 136).
Ekstraksi bermanfaat untuk memisahkan campuran senyawa dengan
berbagai sifat kimia yang berbeda. Bila senyawa organik tidak larut sama sekali
dalam air, pemisahannya akan lengkap. Namun, nyatanya, banyak senyawa
organik, khususnya asam dan basa organik dalam derajat tertentu larut juga dalam
air. Hal ini merupakan masalah dalam ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan
yang disebabkan gejala pelarutan ini, disarankan untuk dilakukan ekstraksi
berulang (Takeuchi, 2006: 231).
Jika peristiwa-peristiwa (a) zat terlarut tidak terionisasi dalam salah satu
pelarut; (b) zat terlarut tidak berasosiasi dalam salah satu pelarut dan (c) zat
terlarut tidak dapat bereaksi dengan salah satu pelarut atau adanya reaksi-reaksi
lain terjadi, harga KD tidak dapat lagi menggambarkan distribusi zat terlarut di
antara kedua fasa pelarut, karena zat terlarut tidak berada dalam rumus molekul
yang sama di dalam kedua fasa pelarut. Oleh karena itu perlu didefinisikan suatu
besaran baru, yang dinamakan angka banding distribusi (D). Angka banding
distribusi menyatakan perbandingan konsentrasi total zat terlarut dalam pelarut
organik (fasa organik) dan pelarut air (fasa air).
konsentrasi total senyawa X dalam fasa organik
D =
konsentrasi total senyawa X dalam fasa air
Untuk keperluan analisis kimia angka banding distribusi (D) akan lebih bermakna
dari pada koefisien distribusi (KD). Pada kondisi ideal dan tidak terjadi asosiasi,
disosiasi, atau polimerisasi, maka harga Ko sama dengan harga D. Harga D tidak
konstan, dipengaruhi oleh pH fasa air (Ayuni dan Yuningrat, 2014: 140-141).
Besarnya D menentukan kemampuan ekstraksi, akan tetapi D dalam
prakteknya jarang digunakan, lebih sering digunakan isilah persen ekstraksi (%E).
Hubungan antara persen ektraksi dengan volume fasa organik dan volume fasa air
serta angka banding distribusi (D) dapat dituliskan dalam persamaan :
100𝐷
%𝐸 =
𝑉
𝐷 + 𝑉𝑎
𝑜

Keterangan :
% E = persen ekstraksi
D = angka banding distribusi
Va = volume fasa air
Vo = volume fasa organik
Dari persamaan tersebut, dilihat bahwa persentase ekstraksi berubah menurut
rasio volume fasa air dan fasa organik serta angka banding distribusi. Volume fasa
air berbanding terbalik dengan persen ekstraksi, semakin besar volume fasa air
maka persen ekstraksi akan semakin kecil (Minasari dkk, 2017: 45).
Kesetimbangan kimia merupakan proses dinamik. Ini dapat diibaratkan
dengan gerakan para pemain ski di suatu resort yang ramai, dimana jumlah
pemain ski yang dibawa ke atas gunung dengan menggunakan lift sama dengan
jumlah pemain ski yang turun berseluncur. Jadi, meskipun ada perpindahan
pemain ski yang terus terjadi, jumlah orang diatas dan jumlah orang dibawah
tidak berubah. Kesetimbangan antara dua fasa dari zat yang sama dinamakan
kesetimbangan fisis karena perubahan yang terjadi hanyalah proses fisis.
Penguapan air dalam wadah tertutup pada suhu tertentu merupakan contoh
kesetimbangan fisis. Kajian mengenai kesetimbangan fisis menghasilkan
informasi yang berguna misalnya tekanan uap kesetimbangan. Namun, kimiawan
sangat tertarik pada proses-proses kesetimbangan kimia (Chang, 2005: 66).
Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol/liter pada 25oC) akan
tetapi larut secara cepat dengan adanya kalium iodida karena terbentuknya ion
triodida menurut reaksi:

I2 + I- I 3-

Dalam kebanyakan titrasi dengan ion iodium (iodometri) digunakan suatu larutan
iodium dalam kalium iodida dan karena itu spesi reaktifnya adalah ion triodida
(I3-). Pada tepatnya semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iodium
seharusnya ditulis dengan I3- dan bukan I2 misalnya:

I3- + 2S2O32- 3 I- + S4O62-

Reaksi diatas lebih akurat dibandingkan dengan mengunkan I2, namun demi
kesederhanaan untuk selanjutnya penulisan larutan iodium dengan menggunakan
I2 bukan I3- (Mursyidi, 2008: 254).
Identifikasi iodium dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Pemeriksaan kualitatif dilakukan dengan cara penambahan beberapa pereaksi
yang diuji untuk membuktikan keberadaan iodium didalam sampel. Pereaksi yang
khas digunakan untuk uji kualitatif menggunakan indikator amilum karena
amilum akan membentuk ikatan dengan sampel berupa ikatan iod-amilum
berwarna khas yaitu biru. Pemeriksaan secara kuantitatif dilakukan dengan
metode titrasi iodometri dimana sampel berupa oksidator bereaksi dengan KI dan
menghasilkan iodium. Iodium yang dihasilkan kemudian dititrasi dengan pentiter
Na2S2O3 berupa reduktor sampai larutan berwarna kuning jerami. Ditambah
beberapa tetes indikator amilum dan terbentuk warna biru. Warna biru merupakan
hasil reaksi komplek iod amilum. Titrasi terus dilanjutkan sampai warna biru
hilang, hilangnya warna biru merupakan titik akhir titrasi (Novitriani, 2014: 239).
D. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Labu Erlenmeyer tutup asa 250 mL 4 buah
b. Labu Erlenmeyer 250 mL 2 buah
c. Gelas ukur 10 mL 1 buah
d. Gelas ukur 20 ml 1 buah
e. Buret 50 mL 2 buah
f. Statif dan klem 2 set
g. Corong pisah 250 mL 1 buah
h. Corong biasa 2 buah
i. Gelas kimia 250 mL 1 buah
j. Pipet tetes 3 buah
k. Botol semprot 1 buah
l. Lap kasar 1 buah
m. Lap halus 1 buah
2. Bahan
a. Larutan jenuh iod dalam kloroform ( I2 dalam CHCl3) (aq)
b. Larutan Kalium iodida 0,1 M ( KI) (aq)
c. Larutan natrium tiosulfat 0,1 M ( Na2S2O3)(aq)
d. Indikator Amilum (C6H10O5) (aq)
e. Aquades (H2O)(l)
f. Tissu

E. PROSEDUR KERJA
1. Larutan I2 dalam CHCl3 diukur sebanyak 10 mL, kemudian dimasukkan ke
dalam corong pisah.
2. Larutan KI 0,1 M diukur sebanyak 100 mL dan dimasukkan ke dalam
corong pisah yang berisi larutan I2 dalam CHCl3.
3. Larutan di dalam corong pisah dikocok selama 30 menit.
4. Larutan yang telah dikocok kemudian didiamkan sampai terbentuk dua
lapisan.
5. Lapisan atas dan lapisan bawah dipindahkan ke dalam gelas kimia yang
berbeda.
6. Lapisan atas diukur sebanyak 5 mL dan dipindahkan ke dalam Erlenmeyer
yang selanjutnya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 M. Titrasi
dilakukan sebanyak tiga kali dan volume yang digunakan dicatat.
7. Lapisan bawah diukur sebanyak 5 mL dan dipindahkan ke dalam
Erlenmeyer dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 M. Indikator
amilum ditambahkan sebelum mencapai titik akhir titrasi. Titrasi dilakukan
sebanyak tiga kali dan volume yang digunakan dicatat.

F. HASIL PENGAMATAN
No. Aktivitas Hasil
20 mL larutan I2 dalam CHCl3 Terbentuk dua lapisan.
(ungu) + 200 mL larutan KI (tak Lapisan bawah: Ungu.
1.
berwarna). Lapisan atas: Jingga.

Campuran dikocok selama 30 Jingga kecoklatan.


menit. Larutan terbentuk dua lapisan.
2. Pengocokan dihentikan dan Lapisan atas: Jingga kecoklatan.
didiamkan. Lapisan bawah: Ungu.

5mL lapisan atas (coklat) dititrasi Titrasi III : 0,3 mL


dengan larutan Na2S2O3. Titrasi III : 0,3 mL
3. Titrasi diulang sebanyak 3 kali. Titrasi III : 0,2 mL
Larutan menjadi tidak berwarna.

5mL lapisan bawah (ungu) Titrasi III : 4,0 mL


dititrasi dengan Na2S2O3 + 3 tetes Titrasi III : 2,6 mL
4. amilum. Titrasi III : 3,6 mL
Titrasi diulang sebanyak 3 kali. Larutan menjadi tidak berwarna.
G. ANALISIS DATA
Diketahui:
1. Lapisan bawah [ I2] dalam CHCl3
VNa2S2O3 I = 4,0 mL
VNa2S2O3 II = 2,6 mL
VNa2S2O3 III = 3,6 mL
V1 + V2 + V3 (4,0+2,6+3,6) mL
Vrata-rataNa2S2O3 = = = 3,4 mL = 0,0034 L
3 3

Mol Na2S2O3 = [Na2S2O3] × V Na2S2O3


= 0,1 mol/L × 0,0034 L
= 0,00034 mol
koefisien yang ditanya
Mol I2 dalam CHCl3 = × mol yang diketahui
koefisien yang diketahui

= ½ × 0,00034 mol
= 0,00017 mol
Jadi, konesentarsi I2 dalam CHCl3
mol I2 dalam CHCl3
[I2] CHCl3 =
V I2 dalam CHCl3

0,00025 mol
= 0,00017 mol/0,005 L
0,005 L

= 0,034 mol L-1


2. Lapisan atas [ I2] dalam H2O
VNa2S2O3 I = 0,3 mL
VNa2S2O3 II = 0,3 mL
VNa2S2O3 III = 0,2 mL
V1 + V2 + V3 (0,3 + 0,3 + 0,2) mL
VNa2S2O3 = = = 0,267 mL = 0,000267 L
3 3

Mol Na2S2O3 = [Na2S2O3] V Na2S2O3


= 0,1 mol/L × 0,000267 L
= 0,0000267 mol
koefisien yang ditanya
Mol I2 dalam H2O = × mol yang diketahui
koefisien yang diketahui

= ½ × 0.0000267 mol
= 0,00001335 mol
mol I2 dalam CHCl3
[I2] H2O =
V I2 dalam CHCl3

= 0,00001335 mol/0,005 L
= 0,00267 mol L-1
Sehingga, koefisien distribusi
[I2 ]CHCl3
Koefisien distribusi (Kd) =
[I2 ]H2 O

= 0,034 mol L-1/ 0,00267 mol L-1


=
12,734
MNa2S2O3 = 0,02 M
Ditanyakan: K = ....?
Penyelesaian:
(0,3+ 0,3+ 0,2)mL
Vrata-rata tio lapisan atas [I2]H2O =
3
= 0,267 mL
(4,0+2,6+3,6)mL
Vrata-rata tio lapisan bawah [I2]CHCl3 =
3
= 3,4 mL
2 S2O32- (aq) + I2 (aq) ⇌ S4O62- (aq)
2 mmol S2O32- = 1 mmol I2
1 mmol S2O32- = ½ mmol I2
n. S2O32- =M×V
= 0,02 M × 0,267 mL
= 0,02 mmol/mL × 0,267 mL
= 0,00534 mmol
n. I2 = ½ × n. S2O32-
= ½ × 0,00534 mmol
= 0,00267 mmol
n
[I2]CHCl3 =
v
0,00267 mmol
=
5 mL
= 0,000534 M
a = 0,000534 M
Menghitung [I2]H2O
[I2 ]CHCl3
KD =
[I2 ]H2 O

[I2 ]CHCl3
[I2]H2O =
KD

0,000534 M
=
12,734
= 4,193 × 10-5 M
Menghitung [I2]H2O + [I3-]H2O
n. S2O32- =M×V
= 0,02 M × 0,267 mL
= 0,02 mmol/mL × 0,267 mL
= 0,00534 mmol
n. I2 = ½ × n. S2O32-
= ½ × 0,00534 mmol
= 0,00267 mmol
n
b =
v
0,00267 mmol
=
5 mL
b = 0,000534 M
-
[I2]H2O + [I3 ]H2O = b
[I3-]H2O = b - [I2]H2O
= 0,000534 M – 4,193 x 10-5 M
= (53,4 x 10-5 – 4,193 x 10-5) M
= 49,207. 10-5 M
Menghitung [I-]H2O
KI ⇌ K+ + I-
0,1 M 0,1 M 0,1 M
[I-]H2O = [I-]mula-mula - [I3-]H2O
= 10000 × 10-5 M – 49,207 × 10-5 M
= 9950,793 × 10-5 M
Menghitung harga K
I2 + I- I3-
[I3 - ]H2 O
K =
[I2 ]H2 O . [I- ]H2 O

49,207. 10-5 M
=
4,193 × 10-5 M × 9950,793 × 10-5 M
= 0,00118 × 105 M-1
= 118 M-1

H. PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan tetapan kesetimbangan reaksi
pembentukan ion triodida. Kesetimbangan kimia terjadi apabila laju reaksi maju
dan laju reaksi balik sama besar dengan konsentrasi reaktan dan produk tidak lagi
berubah seiring berjalannya waktu (Chang, 2005:66). Percobaan ini
memanfaatkan metode iodometri yang merupakan titrasi tidak langsung dan
hukum Nernst mengenai distribusi dua pelarut dalam larutan yang tidak saling
campur. Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang
direaksikan tidak saling bercampur tersebut dimasukkan solute yang dapat larut
dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian dari suatu kelarutan,
umumnya adalah pelarut organik dan air (Soebagio, 2003: 24).
Prinsip dasar percobaan ini yaitu distribusi zat terlarut I2 ke dalam dua
pelarut yang tidak saling bercampur yaitu air dan kloroform (Hukum Distribusi
Nerst). Adapun prinsip kerjanya meliputi: pengukuran, pencampuran,
pengocokan, pemisahan, dan penitrasian. Titrasi yang digunakan yaitu titrasi
iodometri yang merupakan jenis titrasi tidak langsung yang memerlukan reaksi
antara untuk menghasilkan I2 yaitu mereaksikan sampel dengan iodium, maka
proses iodometri sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan KI berlebih dan
akan menghasilkan I2 yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium
tiosulfat (Na2S2O3) (Asip, 2013 : 24-25).
Nilai Kd dalam percobaan ini perlu ditentukan untuk mengetahui banyak I2
yang terdistribusi ke dalam pelarut organik dan air. Dalam percobaan ini I2 dalam
CHCl3 akan terekstraksi ke dalam larutan KI yang kemudian akan ditentukan
tetapan kesetimbangan pembentukan I3- (ion triodida). Selanjutnya untuk dapat
menentukan konsentrasi yang nantinya akan dipakai dalam penentuan tetapan
kesetimbangan, maka harus diketahui berapa konsentrasi I2 yang terekstraksi
dalam KI. Penentuan konsentrasi ini dapat dilakukan dengan cara titrasi
menggunakan natrium tiosulfat, karena volume natrium tiosulfat yang digunakan
sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya
sampel yang ada (Gandjar, 2007 : 154).
Percobaan ini dilakukan dengan mencampurkan I2 dalam CHCl3 dengan
larutan kalium iodida (KI) dalam corong pisah. Corong pisah digunakan karena
corong pisah memiliki kemampuan memisahkan larutan dengan baik atau
sempurna. Prinsip dasar corong pisah yaitu memisahkan campuran berdasarkan
perbedaan sifat kepolaran dan massa jenis zat dalam campuran dan prinsip
kerjanya yaitu dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur
dengan pelarut semula, kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi
kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan, setelah
itu tercapai maka lapisan didiamkan kemudian dipisahkan (Khopkar, 2008 : 106).
Penambahan KI berfungsi sebagai penyedia ion iodide I- yang kemudian akan
bereaksi. Campuran kemudian dikocok yang berfungsi untuk mempercepat proses
distribusi I2 dalam kloroform dan air. Saat pengocokan dilakukan sekali-kali
mulut corong dibuka dengan tujuan untuk mengurangi tekanan dalam corong
pisah selama proses pengocokan berlangsung.
Setelah itu, Pengocokan dihentikan dan didiamkan beberapa saat agar
larutan terdistribusi sempurna, sehingga terbentuk dua lapisan. Lapisan bawah
adalah kloroform dan pada lapisan atas adalah air. Terbentuknya dua lapisan
tersebut disebabkan karena adanya perbedaan kepolaran antara air dan kloroform.
Air bersifat polar (Ritonga, 2011), sedangkan kloroform bersifat nonpolar
(Nurjanah, 2011). Lapisan atas adalah air dan lapisan bawah adalah kloroform
dikarenakan air memiliki massa jenis lebih kecil dibandingkan dengan kloroform.
Massa jenis air sebesar 0,9960 g/mL (Nugroho, 2010), sedangkan massa jenis
kloroform yaitu 1,48 g/mL (Effendy, 2003). Adapun reaksi yang terjadi yaitu:

KI(aq) K+(aq) + I-(aq)

I-(aq) + I2(aq) I3-(aq)

Percobaan ini menggunakan titrasi iodometri. Titrasi iodometri merupakan


titrasi tidak langsung, yaitu I2 yang digunakan terlebih dahulu direaksikan dengan
larutan KI (Pursitasari, 2014). Lapisan-lapisan yang terbentuk dalam percobaan
ini maasing-masing dikeluarkan pada wadah yang berbeda masing-masing lapisan
tersebut dititrasi dengan Na2S2O3. Lapisan atas berwarna coklat dan lapisan bawah
berwarna ungu. Penggunaan Na2S2O3 karena merupakan larutan standar yang
konsentrasinya telah diketahui secara pasti serta konsentrasinya tetap dan tidak
mudah berubah-ubah. Proses penitrasian ini bertujuan untuk menentukan angka
pendistribusian I2 antara kloroform dan air. Pada saat proses titrasi berlangsung,
maka akan terjadi reaksi redoks, dimana iod akan mengoksidasi tiosulfat menjadi
ion tetrasianat yang tidak berwarna sehingga, menghasilkan larutan yang tidak
berwarna saat akhir titrasi. Reaksi yang terjadi:
Pada lapisan atas (I2 dalam H2O)
I2(aq) + 2S2O3(aq) 3I-(aq) + S4O62-(aq)
Pada lapisan bawah (I2 dalam CHCl3)
I2(aq) 2S2SO32-(aq) 2I-(aq) + S4O62-(aq)
Lapisan atas dalam (I2 dalam H2O) yang dititrasi dengan larutan Na2S2O3
ditambahakan indikator amilum ketika telah mendekati titik akhir titrasi, hal ini
bartujuan untuk mengetahui titik akhir titrasi dalam larutan tersebut. Sedangkan,
pada saat proses titrasi lapisan bawah (I2 dalam CHCl3) dengan larutan Na2S2O3
tidak menggunakan indikator amilum hal ini dikarenakan I2 banyak terdistribusi
kedalam kloroform dibandingkan air, dan juga dengan sifat I2 sebagai
autoindikator bagi dirinya sendiri, maka tidak dilakukan proses penamabahn
indikator amilum.
Proses titrasi diperoleh volume rata-rata natrium tiosulfat yaitu untuk
lapian atas (I2 dalam H2O) sebesar 0,267 mL dan untuk lapisan bawah (I2 dalam
CHCl3) sebesar, 3,4 mL. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi I2 lebih banyak ke
lapisan kloroform dibandingkan lapisan air. Berdasarkan hasil analisis data
diperoleh nilai tetapan kesetimbangan reaksi pembentuka n ion triiodida (K)
sebesar 118 M-1. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa tetapan kesetimbangan
kurang dari satu, yang artinya zat terlarut lebih banyak terdistribusi kedalam fasa
organik. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori, bahwa apabila I2 ditambahkan
kedalam dua fasa yang berbeda, maka akan lebih larut dalam fasa air
(Mulyani,2003).

I. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
nilai tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan ion triodida sebesar 118 M-1.

J. SARAN
Diharapkan agar praktikan selanjutnya lebih berhati–hati dalam proses
pengocokan dan titrasi agar diperoleh hasil yang tepat dan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Ayuni, Ni Putu Sri, Ni Wayan Yuningrat. 2014. Kimia Analitik Analisis Kualitatif
dan Pemisahan Kimia. Yokyakarta: Graha Ilmu.

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Jilid II. Jakarta: Erlangga.

Minasari, Yeti Kurniasih, dan Ahmadi. 2017. Pangaruh Perbandingan Volume


Fasa Air Dengan Organik dan Konsentrasi Ag Dalam Fasa Air Pada
Ekstraksi Perak Dari Limbah Foto Roentgen. Jurnal Ilmiah Pendidikan
Kimia “Hydrogen” Vol. 4 No. 1

Mursyidi, Achmad, dan Abdul Rohman. 2008. Pengantar Kimia Farmasi Analis
Volumetri dan Gravimetri. Yokyakarta: Gadjah Mada University Press.

Novitriani, Korry, dan Dina Sucianawati. 2014. Analisa Kadar Iodium pada Telur
Asin. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada Vol.12 No.1

Takeuchi, Yashito. 2006. Buku Teks Pengantar Kimia. Tokyo: Iwani Shoten

Vous aimerez peut-être aussi