Vous êtes sur la page 1sur 14

Student Centered Learning

STUDENT Centered Learning (SCL) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang
kini sangat populer di kalangan praktisi pendidikan di dunia. SCL dipercaya sangat efektif
dalam meningkatkan proses pembelajaran guna meraih hasil belajar mahasiswa secara optimal.
Ini sesuai dengan filosofi belajar, bahwa belajar merupakan kegiatan memperoleh pengetahuan
baru dimana semakin banyak pengetahuan didapat mahasiswa, semakin besar peluang mereka
untuk terus meningkatkan kualitas sikap dan prilakunya. Pandangan ini sejalan dengan
pendekatan belajar yang dikembangkan aliran psikologi kognitif yang meyakini bahwa para
mahasiswa yang memiliki informasi pengetahuan sangat banyak dapat melakukan eksplorasi
terhadap sumber-sumber belajar baru, baik sendiri maupun bersama-sama dengan peer
group-nya. Dengan begitu, mereka bisa memperoleh banyak informasi pengetahuan baru dan
terus menambah kesimpulan-kesimpulan baru.
Angele Attard dan tim dari Education International (EI) dan European Students’
Union berpendapat bahwa proses belajar terbaik adalah dengan melibatkan para mahasiswa
untuk mempelajari materi pelajaran secara aktif. Di saat yang sama, dosen juga lebih berperan
dalam memfasilitasi para mahasiswanya belajar. Beberapa fasilitasi tersebut seperti
menugaskan melaksanakan riset, memberi mereka peluang untuk mempresentasikan hasil
kajian, berdiskusi dengan peer group, dan belajar menyimpulkan hasil diskusinya. Angele
Attard membuat perbandingan capaian hasil belajar tersebut seperti dideskripsikan dalam tabel
berikut ini.

Dalam diagram di atas terlihat bahwa belajar dengan model passive learning melalui
ceramah, membaca, audio-visual, dan demonstrasi hanya mampu menghasilkan pencapaian
belajar paling tinggi 30%. Bahkan bila hanya mengandalkan audio-visual, membaca, dan
kuliah, pencapaian materi pelajaran yang bisa melekat dan diingat mahasiswa masing-masing
hanya mencapai 20%, 10% dan bahkan 5%. Prosentase pencapaian demikian jauh berbeda
dengan model belajar aktif melalui diskusi, praktik, atau mengajar orang lain. Pencapaian
paling rendah dicatatkan metode diskusi 50%. Sedangkan praktek dan mengajar yang lain
mencatatkan prosentase hasil belajar lebih tinggi, yakni 75% dan 90%. Pengajaran metode
terakhir dilakukan dengan menjelaskan informasi pengetahuan yang dipelajarinya pada peer
group-nya dengan saling bertanya, berdialog, berdiskusi atau bahkan berdebat. Dengan
demikian, pembelajaran berbasis mahasiswa atau SCL saat ini sangat direkomendasikan agar
mahasiswa mampu meraih hasil belajar yang maksimal.
Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan SCL? Dilihat dari pengertian, Student
Centered Learning, terlihat bahwa SCL merupakan proses pembelajaran yang berpusat pada
siswa atau mahasiswa. Dalam pengertian lain lain, dalam pendekatan ini para siswa atau
mahasiswa menjadi pelaku aktif dalam kegiatan belajar. Ini berbeda dengan Teacher Centred
Learning (TCL) dimana proses pembelajaran lebih banyak berpusat pada guru atau dosen.
Definisi lebih rinci tentang SCL disampaikan Rodolfo P. Ang (2001) dari Loyola School
Ateneo de Manila University. Menurutnya, SCL adalah model pembelajaran yang
memfasilitasi para mahasiswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Keaktifan
ini dilakukan dengan membaca buku-buku teks, membaca digital book dalam komputer,
mencari bahan dari sumber-sumber online, dan memfasilitasi mereka untuk secara aktif
mencari bahan, termasuk mendiskusikan informasi yang diperoleh. Selain belajar dengan
banyak sumber, proses ini memungkinkan mahasiswa belajar dengan senang hati dan
menikmati setiap prosesnya, baik di dalam maupun di luar kelas.
Redolfo menambahkan, proses belajar yang berpusat pada mahasiswa akan terjadi ketika dosen
dan mahasiswa sama-sama aktif belajar. Dalam hal ini, para mahasiswa difasilitasi melakukan
eksplorasi bahan-bahan ajar dan mendiskusikan berbagai informasi yang didapat, sedangkan
para dosen aktif mendampingi mereka selama proses tersebut, termasuk mendorong mereka
melakukan proses pencarian, diskusi, dan penyimpulan atas hasil diskusi mereka. Tuntutan
dosen untuk tetap memegang peranan aktif dalam proses belajar mahasiswa menjadi penegasan
bahwa dalam SCL tidak otomatis dosen menjadi lebih santai dan tidak banyak beraktifitas.
Sebaliknya, dalam pendekatan SCL dosen harus lebih aktif membaca dan belajar bersama para
mahasiswa mereka. Dalam SCL, hubungan antara dosen dan mahasiswa adalah hubungan
antara senior learner dengan junior learner.
Angele Attard dari Education International mengungkapkan, terdapat banyak manfaat proses
belajar dengan pendekatan SCL baik bagi kalangan mahasiswa maupun dosen. Beberapa
manfaat bagi kalangan mahasiswa, antara lain :
1. Menjadikan para mahasiswa sebagai bagian integral dari komunitas akademik.
Sebenarnya, mahasiswa kini disebut sebagai civitas academica, akan tetapi, seringkali
posisi itu tidak terwujud hanya karena dosen tidak memperlakukan mereka sebagai
masyarakat akademik, melainkan objek ceramah dosen yang–sekali waktu- diukur
tingkat pemahamannya terhadap kandungan ceramah tersebut. Sebagai masyarakat
akademik, tentu mahasiswa memiliki hak untuk melakukan proses inquiry, proses
pencarian dan pengkajian, serta proses pemahaman yang dilakukan oleh mereka
sendiri. Melalui SCL mereka memiliki kesempatan untuk melakukan penelitian dan
mempresentasikannya di hadapan peer group dan dosen mereka. Selanjutnya,
dosen harus memberi masukkan terhadap hasil penelitian para mahasiswanya. Dengan
demikian, para mahasiswa benar-benar menjadi masyarakat akademik sebagaimana
diidealkan.
2. Meningkatkan motivasi belajar mahasiswa. Hal ini karena SCL memperlakukan
mahasiswa sebagai masyarakat akademik yang harus menguasai teori,
mengaplikasikannya, dan terus melakukan kajian dan evaluasi atas teori tersebut. Selain
itu, para mahasiswa juga dituntut untuk mempresentasikan hasil kajiannya pada peer
group dan dosen pembinanya. Dengan demikian, mahasiswa akan termotivasi untuk
memperbanyak kegiatan belajar di luar kelas sehingga nantinya menjadi masyarakat
pembelajar.
3. Mahasiswa menjadi lebih independen dan bertanggung jawab untuk terus belajar.
Pembelajaran berbasis pada mahasiswa membuat mahasiswa selalu terikat untuk
belajar, karena mereka harus mempresentasikan hasil belajar di hadapan peer
group dan dosen mereka. Dengan demikian, para mahasiswa akan memiliki tanggung
jawab dan harus bergerak secara independen, karena dituntut terus melengkapi berbagai
informasi keilmuan yang mereka butuhkan untuk dipresentasikan di depan kelas pada
setiap minggu.
4. Arus masuk pendidikan tinggi yang kian besar dan kebutuhan pasar yang semakin lebar
dan ragam, maka kebutuhan belajar para mahasiswa juga semakin diversifikatif sesuai
arah profesi yang akan mereka tuju pasca belajar di perguruan tinggi. Pembelajaran
berbasis pada mahasiswa memberi mereka peluang untuk mempelajari keilmuan yang
ditekuninya secara independen dan tidak terikat dengan bahan ajar yang menjadi fokus
kajian teman lain dari program studi yang berbeda, atau bahkan mungkin dari program
studi yang sama.
Sementara itu, beberapa keuntungan belajar berdasar metode SCL bagi dosen antara lain:
1. Melahirkan peran yang sangat menarik bagi dosen, karena penyiapan bahan ajar, proses
pembelajaran, dan penyimpulan, semua ditugaskan pada mahasiswa, dosen hanya
melakukan konfirmasi atas bahan yang mereka kaji, termasuk kesimpulan yang mereka
rumuskan. Di saat yang sama, ini merupakan kesempatan baik bagi para dosen untuk
memberikan tantangan bagi para mahasiswanya dalam meningkatkan kualitas proses
dan hasil belajar mereka.
2. Sinergi antara pembelajaran dengan penelitian. Selain memungkinkan dosen
mengontrol tugas mahasiswa sampai pada level pengetahuan tertinggi, SCL
memungkinkan dosen mensinergikan kegiatan penelitiannya dengan program-program
pembelajaran (bersama mahasiswa), sehingga akan terus tervalidasi oleh masukan-
masukan yang dinamis.
3. Pengembangan profesional berkelanjutan. SCL memungkinkan dosen memberi tugas
pada para mahasiswa untuk selalu meng-update pengetahuan mereka tentang
berbagai teori dengan mengakses berbagai jurnal ilmiah terkini, sehingga dosen akan
memperoleh masukan terhadap penelitian yang sedang mereka lakukan.
Bahan Bacaan:
Attard, Angela, et all. Student Centred Learning, Toolkit for students Staffs, and Higher
Education Institution. Education International and the European Student Union, Brussel,
Belgia, 2010.
Redolfo, P. Ang. Elements of Student Centred Learning. Loyola Schools Loyola Antenoe de
Manila Uniersity, Office of Research and Publication, 2001.
Refleksi Student Centered Learning (SCL)
18 September 2016 14:26 Diperbarui: 18 September 2016 15:00 76 0 0
Ada banyak dosen mengklaim bahwa metode kuliahnya adalah metode pembelajaran student
centered learning (SCL). Berbagai argumentasi disampaikan untuk membenarkan bahwa
metodenya adalah SCL. Penjelasan yang paling populer yang dipergunakan adalah
perbandingan antara student centered learning dengan teacher centered
learning. Berdasarkan hal tersebut, ada anggapan tidak ada pihak lain menjadi
centered selain teacher dan student.
Hal yang menjadi pertanyaan kritis Penulis adalah implementasi SCL yang sepertinya tidak
menunjukkan mahasiswa sebagai subjek dalam pelaksanaannya. SCL dianggap sebagai
pengalihan aktifitas belajar dari yang awalnya dosen menjadi kepada mahasiswa. SCL lebih
mengedepankan aspek kegiatan mahasiswa presentasi, mahasiswa diskusi, mahasiswa
mencari bahan sendiri. Bahkan lama kelamaan saya merasa metode SCL pada hakekatnya
mengalihkan beban keilmuan dosen kepada mahasiswa, sehingga rasa bersalah muncul,
apakah sebenarnya cara ini memberikan pengalihan tanggungjawab keilmuan dari dosen.
Hal lainnya adalah penyebutan peran yang semula dosen menjadi fasilitator (disingkat
dengan fasil). Dari kebiasaan dosen untuk memberikan pandangan pemikiran menjadi
pelaksana event organizer (EO) atau peran Master of Ceremony. Akhirnya seorang dosen
layaknya hanya seorang asisten pengajar yang menyiapkan segala dukungan fisik.
Perasaan bingung di atas akhirnya terjawab melalui berbagai literatur dalam keilmuan
pendidikan. Pada hakekatnya student centered learning atau Teacher centered bukanlah
metode, melainkan sebuah paradigma. Walhasil, bentuk metode yang dipergunakan dapat
beragam dan dapat pula wujud kombinasi antar metode.
Paradigma learning centered menempatkan kampus sebagai pihak yang menciptakan situasi
dan kondisi yang mampu membawa peserta belajar menemukan dan mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri dan membentuk komunitas belajar yang dapat menemukan dan
menyelesaikan persoalan belajar (Barr & Tagg:1995). Lebih jauh Zeiss (1996) menguraikan
bahwa kampus menciptakan lingkungan belajar yang mampu menciptakan hubungan
partnership dengan peserta belajar dalam memelihara kegiatan pembelajaran.
Sedangkan paradigma learner centered atau learning centered. Kedua ini memiliki
perbedaan yang cukup signifikan berbeda. paradigma learner centered berfokus pada subjek
yang mengikuti pembelajaran. Artinya segala metode yang dipergunakan dipilih dan
dijalankan sesuai dengan orientasi dari learner (peserta belajar). Learner centered
berbasiskan dengan kepentingan peserta belajar. Oleh karena itu, aneh jika metode yang
dianggap learner centered pembelajaran diperlakukan sebagai sesuatu yang terstandar, mulai
dari silabus, sasaran pembelajaran, dan materi ajar.
Dalam pandangan learning centered, peserta belajar pada hakekatnya sebagai objek, karena ia
harus melakukan pembelajaran seperti yang telah digariskan penyelenggara pendidikan.
Tujuannya adalah terciptanya pembelajaran. Pada pemahaman ini, penyelenggara
menganggap bahwa hasil optimal penyelengaraan pendidikan untuk peserta adalah setiap
siswa melakukan pembelajaran. Oleh karena itu, model evaluasi melalui cara ini diukur
dengan kualitas dan kuantitas dari aktifitas pembelajaran siswa.
Berbeda dengan pandangan learning centered, learner centered tidak dapat dibakukan,
karena penyelenggaraan kegiatan pendidikan harus memperhatikan kepentingan siswa.
Segala macam perangkat dan metode didesain untuk mencapai tujuan peningkatan
kemampuan dan pengetahuan siswa. Berdasarkan hal tersebut, maka penyelenggara harus
melakukan assesment terhadap peserta, dan harapan peserta belajar. Melalui cara ini, maka
dipilihlah secara proporsional metode yang dipergunakan. Oleh karena itu, tidak mungkin
silabus, metode belajar, serta metode evaluasi sudah ditentukan sebelum kegiatan belajar
kelas dimulai.
Pada hakekatnya lembaga pendidikan mengemban kepentingan penyelenggaraan pendidikan
dalam dua hal. Pertama kepentingan diluar siswa dan kepentingan siswa. Tidak ada yang
mutlak mengemban hanya salah satunya, yang ada adalah kecenderungan antara keduanya.
Pihak luar siswa yang dimaksud dapat berasal dari kepentingan lembaga pendidikan untuk
mewujudkan pencapaian yang diinginkan, kepentingan pembiaya pembelajaran, seperti
pemerintah atau organisasi yang membayar kegiatan pendidikan dan kepentingan publik.
Semakin besar kepentingan luar siswa yang diakomodir, maka semakin jauh ia menjalankan
metode yang berbasiskan learner centered. Metode-metode yang selama ini mengkalim
sebagai learner centered dapat diidentifikasi kekeliruannya, saat segala latar belakang, dasar
pemikiran didominasi oleh kepentingan pihak diluar siswa. Metode tersebut menjadi kurang
porsi learner, ketika pemerintah memasukkan kepentingan, ketika user(pengguna kerja)
mendapatkan posisi yang dominan untuk diperhatikan.
Lantas, ketika begitu sulitnya pemenuhan kriteria learner centered dikarenakan pemisahan
dengan kepentingan di luar siswa begitu sulit diabaikan, muncul pertanyaan, apakah tidak ada
metode begitu dominan menerapkan berdasar learner centered.
Jawabannya bisa, dan harus bisa. Untuk dapat mewujudkan learner centered, sebagai
pendidik ia dibebani kepentingan dari berbagai pihak, khususnya dari sekolah. Oleh karena
itu, segala kepentingan di luar siswa tersebut harus mampu disampaikan dengan logis, serta
memposisikan diri untuk kebaikan siswa, sehingga siswa meyakini, menerima dan
menjadikan hal tersebut menjadi kepentingannya sendiri.
Kemampuan mempengaruhi siswa agar hal-hal baik yang dikandung dari kegiatan
pembelajaran merupakan kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang guru. Dalam learner
centered, ia bukan sebagai penyampai materi, melainkan sebagai sales yang mempu membuat
peserta belajar menganggap hal-hal yang diinginkan pemegang kepentingan bukan paksaan,
dan layak untuk diwujudkan.
Dalam hal evaluasi juga sama. Metode berbasis learner centered tidak dapat dirumuskan
dalam konteks kepentingan pihak di luar siswa. Evaluasi harus mengukur pencapaian peserta,
bukan pencapaian instrumen pembelajaran. Nilai baik bukan ditentukan dari kebutuhan
pemberi donor, seperti yang terjadi selama ini, pemerintah sudah lebih dulum menentukan
standar kelulusan peserta, tanpa memperhatikan kondisi siswa.
Salah satu metode evaluasi learner centered yang dapat dipergunakan adalah continous
improvment, yaitu gap (selisih) yang diperoleh sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran.
Oleh karena itu, pencapaian nilai akhir antara satu siswa dengan siswa lain boleh sama,
namun level pencapaian bisa berbeda.
PROSES PEMBELAJARAN dan STUDENT CENTRED LEARNING (SCL)
 3 Komentar
PROSES PEMBELAJARAN dan STUDENT CENTRE LEARNING (SCL)
Model pembelajaran yang selama ini dilakukan yaitu model pembelajaran konvensional
(faculty teaching) atau yang dikenal dengan Teacher Centre Learning (TCL) seperti model
kuliah mimbar, kental dengan suasana instruksional dan dirasa kurang sesuai dengan dinamika
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Lebih dari itu kewajiban
pendidikan dituntut untuk juga memasukkan nilai-nilai moral, budi pekerti luhur, kreatifitas,
kemandirian dan kepemimpinan, yang sangat sulit dilakukan dalam sistim pembelajaran yang
konvensional, dimana kompetensi soft skill tersebut sangat membantu lulusan untuk berhasil
dalam dunia kerja. Sistim pembelajaran konvensional kurang flexsibel dalam mengakomodasi
perkembangan materi perkuliahan karena dosen harus intensif menyesuaikan materi dengan
perkembangan teknologi terbaru. Kurang bijaksana jika perkembangan teknologi jauh lebih
cepat dibanding dengan kemampuan dosen dalam menyesuaikan materi perkuliahan dengan
perkembangan tersebut, karena dapat dipastikan lulusan akan memiliki kompetensi yang
kurang (penguasaan pengetahuan /teknologi terbaru). Sehingga dengan latar belakang tersebut
maka pola pembelajaran konvensional atau paradigma Faculty teaching ke Student-Centered
Learning (SCL) sangat tepat untuk di implementasikan pada proses pembelajaran.
PROSES PEMBELAJARAN
Komponen pembelajaran meliputi input, proses, output, outcome, dan impact. Input terdiri
dari mahasiswa (dengan berbagai atribut yang melekat padanya), kurikulum, dan fasilitas
(dosen, gedung, laboratorium, perpustakaan, dana). Proses pembelajaran melibatkan
mahasiswa, dosen, staf pendukung, kurikulum, fasilitas, dan peluang. Output dapat diukur dari
IPK, proporsi lulusan, lama studi, dan waktu tunggu untuk memperoleh pekerjaan. Outcome
dicirikan oleh kriteria kompetensi lulusan yang harus dikuasai dan dilaksanakan olehnya;
kriteria ini melekat pada tujuan pembelajaran dari masing-masing program studi. Impact dapat
diukur, dilihat, atau digali dari komunitas, stake holders, maupun alumni, beberapa
waktu setelah lulusan bekerja. Walaupun sulit diukur, dari output, outcome, dan impact
dapat diambil manfaatnya untuk perbaikan mutu mahasiswa baru, kurikulum, fasilitas, serta
proses pembelajaran itu sendiri.
Proses pembelajaran harus mengacu pada tujuan pendidikan; sementara itu implementasi
inovasi pendidikan harus mempertimbangkan tantangan (bukan hambatan) yang selalu muncul
sebagai akibat dari upaya pencapaian tujuan pendidikan. Menurut Tiffin dan Rajasingham,
tujuan pendidikan adalah “ ….providing assistance to learners that enables them to achieve
levels of development (and efficiency) that they would not be able to achieve by themselves”,
dan tantangan pendidikan adalah “ …creating effective learning environment and resources”.
Sementara itu, pendidikan mempunyai tujuan sosial, bukan semata-mata pencapaian
pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan tertentu yang bersifat individual.
SPICES
Strategi inovasi pendidikan secara integral meliputi pendekatan student-centered learning,
problem-based, integrated curriculum, community oriented, elective program, dan systematic
(SPICES). Dari 6 elemen tadi maka student-centered learning, integrated
curriculum, dan elective program merupakan elemen-elemen yang sangat penting dan
pelaksanaannya memerlukan sumbangsih dan keterlibatan dari semua pihak yang terkait di
dalam proses pendidikan.
STUDENT CENTRED LEARNING (SCL)
Student-centered learning (SCL) is where students work in both groups
and individually to explore problems and become active knowledge workers rather
than passive knowledge recipients. Harmon SW (1996)
Student-centred learning describes ways of thinking about learning and teaching that
emphasise student responsibility for such activities as planning learning, interacting with
teachers and other students, researching, and assessing learning. Cannon, (2000)
SCL merupakan strategi pembelajaran yang menempatkan mahasiswa sebagai peserta didik
(subyek) aktif dan mandiri, dengan kondisi psikologik sebagai adult learner,
bertanggung jawab sepenuhnya atas pembelajarannya, serta mampu belajar beyond the
classroom. Kelak, para alumni diharapkan memiliki dan menghayati karakteristik life-
long learning yang menguasai hard skills, soft skills, dan life-skills yang saling mendukung.
Di sisi lain, para dosen beralih fungsi, dari pengajar menjadi mitra pembelajaran maupun
sebagai fasilitator (from mentor in the center to guide on the side).
Materi dan model penyampaian pembelajaran dalam SCL secara lengkap meliputi 3 aspek,
yaitu (a) isi ilmu pengetahuan (IPTEK), (b) sikap mental dan etika yang
dikembangkan, dan (c) nilai-nilai yang diinternalisasikan kepada para mahasiswa. Di dalam
proses SCL terdapat hubungan “tarik-menarik” antara learner support dan learner control.
Taksonomi intelligent tutoring systems meliputi hubungan fungsional dosen terhadap
mahasiswa (tutor, penasihat, kritik, memberi bantuan, konsultan, agen) dan aktivitas dosen
(mengajar, membimbing, memberi visualisasi, menjelaskan, memberi kritik, beradu pendapat,
dan bahkan “menghambat ”). Memperhatikan taksonomi tadi maka dosen yang terlibat di
dalam proses pembelajaran yang berorientasi SCL perlu memiliki kompetensi yang sesuai
dengan proses yang sedang berjalan. Di lain pihak, penanggung jawab institusi terdepan perlu
memperhatikan seluruh aspek yang terkait dan terlibat dalam proses pembelajaran (lihat
gambar) agar seluruh kebijakan (policy) didasarkan untuk menjamin terselenggaranya proses
pembelajaran secara kondusif, efisien, dan efektif. Didalam proses SCL bukan hanya
kompetensi dosen yang harus meningkat, tetapi perubahan paradigma dan mindset adalah
merupakan hal utama. Berkaitan dengan perubahan mindset, Jordan & Spencer menyatakan
bahwa “… student-centered learning demands that not only that teachers are experts in their
fields but also – and more importantly -that they understand how people learn”. Lebih jauh
Harmon dan Hirumi menegaskan bahwa “ …because of new emerging technologies such as
networking and rapid access to vast stores of knowledge, the students can become active
seekers rather than passive
recipients to knowledge”.
Gambaran lain tentang perbedaan antara traditional teaching (Teaching Centre Learning) dan
Student-Centered Learning adalah sebagai berikut :
No TRADITIONAL TEACHING (Teaching NEW LEARNING (Student Centre Learning)
Centre Learning)
1 Transformasi pengetahuan dari dosen ke Mahasiswa aktif mengembangkan pengetahuan
Mahasiswa. dan keterampilan yang dipelajari.
2 Mahasiswa menerima pengetahuan secara Mahasiswa secara aktif terlibat dalam
pasif. mengelola pengetahuan.
3 Lebih menekankan pada penguasaan Tidaj terfokus hanya pada penguasaan materi,
materi. tetapi juga mengembangkan sikap belajar (life
long learning)
4 Single Media. Multimedia.
5 Fungsi dosen pemberi informasi utama Fungsi dosen sebagai motivator, fasilitator dan
dan evaluator. evaluator.
6 Proses pembelajaran dan penilaian Proses pembelajaran dan penilaian dilakukan
dilakukan terpisah. berkesinambungan dan terintegrasi.
7 Menekankan pada jawaban yang benar Penekanan pada proses pengembangan
saja. pengetahuan. Kesalahan dapat digunakan
sebagai sumber belajar.
8 Sesuai dengan pengembangan ilmu dalam Sesuai dengan pengembangan ilmu dengan
satu disiplin saja. pendekatan interdisipliner.
9 Iklim belajar individual dan kompetitif. Iklim yang dikembangkan bersifat kolaboratif,
suportif dan kooperatif.
10 Hanya mahasiswa yang dianggap Mahasiswa dan dosen belajar bersama dalam
melakukan proses pembelajaran. mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan.
11 Perkuliahan merupakan bagian terbesar Mahasiswa melakukan pembelajaran dengan
dalam proses pembelajaran. berbagai model pembelajaran SCL.
12 Penekanan pada tuntasnya materi Penekanan pada pencapaian kompetensi
pembelajaran. mahasiswa
13 Penekanan pada bagaimana cara dosen Penekanan pada bagaimana cara mahasiswa
melakukan pengajaran. melakukan pembelajaran.
14 Cenderung penekanan pada penguasaan Penekanan pada pengusaan Hard Skill dan Soft
Hard-Skill Mahasiswa Skill.

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN DALAM SCL


Student-Centered Learning memiliki potensi untuk mendorong mahasiswa belajar lebih aktif,
mandiri, sesuai dengan irama belajarnya masing-masing, sesuai dengan perkembangan usia
peserta didik, irama belajar mahasiswa tersebut perlu dipandu agar terus dinamis dan
mempunyai tingkat kompetensi yang tinggi. Beberapa model pembelajaran SCL adalah
sebagai berikut:
Small Group Discussion (SGD)
Metode diskusi merupakan model pembelajaran yang melibatkan antara kelompok mahasiswa
dan kelompok mahasiswa atau kelompok mahasiswa dan pengajar untuk menganalisa,
menggali atau memperdebatkan topik atau permasalahan tertentu.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) membuat rancangan bahan diskusi dan aturan diskusi.
(2) Menjadi moderator dan sekaligus mengulas pada setiap akhir sesi diskusi. Sedangkan
mahasiswa (1) membentuk kelompok (5 -10) mahasiswa, (2) memilih bahan diskusi, (3)
mempresentasikan paper dan mendiskusikannya di kelas.
Role-Play and Simulation
Metode ini berbentuk interaksi antara dua atau lebih mahasiswa tentang suatu topik atau
kegiatan dengan menampilkan simbol-simbol atau peralatan yang menggantikan proses,
kejadian, atau sistem yang sebenarnya. Jadi dengan model ini mahasiswa mempelajari sesuatu
(sistem) dengan menggunakan model.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) merancang situasi atau kegiatan yang mirip dengan
sesungguhnya, bisa berupa; bermain peran, model, dan komputer, (2) Membahas kinerja
mahasiswa. Sedangkan mahasiswa (1) mempelajari dan menjalankan suatu peran yang
ditugaskan, (2) memperaktekan atau mencoba berbagai model yang telah disiapkan (komputer,
prototife, dll).
Discovery Learning
Metode ini berbentuk pemberian tugas belajar atau penelitian kepada mahasiswa dengan tujuan
supaya mahasiswa dapat mencari sendiri jawabannya tampa bantuan pengajar.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) menyediakan data atau metode untuk menelusuri
pengetahuan yang akan dipelajari mahasiswa, (2) memeriksa dan memberikan ulasan terhadap
hasil belajar mahasiswa. Sedangkan mahasiswa (1) mencari, mengumpulkan, dan menyusun
informasi yang ada untuk mendeskripsikan suatu pengetahuan yang baru, (2)
Mempresentasikan secara verbal dan non verbal.
Self-Directed Learning
Metode ini berbentuk pemberian tugas belajar kepada mahasiswa, seperti tugas membaca dan
membuat ringkasan.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) memotivasi dan memfasilitasi mahasiswa, (2)
memberikan arahan, bimbingan dan umpan balik kemajuan belajar mahasiswa. Sedangkan
mahasiswa (1) merencanakan kegiatan belajar, melaksanakan, dan menilai pengalaman belajar
sendiri, (2) inisiatif belajar dari mahasiswa sendiri.
Cooperative Learning
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh
ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama,
pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok
secara koperatif, mahasiswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan,
pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-
sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari
kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok
untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep, menyelesaikan persoalan, atau
inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap
anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, mahasiswa heterogen (kemampuan, gender,
karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa
laporan atau presentasi.
Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok
heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) merancang dan memonitor proses belajar mahasiswa,
(2) menyiapkan kasus atau masalah untuk diselesaikan mahasiswa secara berkelompok.
Sedangkan mahasiswa (1) membahas dan menyimpulkan masalah atau tugas yang diberikan
secara berkelompok (2) melakukan koordinasi dalam kelompok.
Contextual Learning (CL)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab
lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan mahasiswa (daily
life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajikan, motivasi belajar
muncul, dunia pikiran mahasiswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman
dan menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas mahasiswa, mahasiswa
melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan
kemampuan sosialisasi.
Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya,
yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-
petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun,
mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh
mahasiswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba,
mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi,
menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-
aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment
(penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha
mahasiswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan
berbagai cara).
Dengan metode ini pengajar harus, (1) menyusun tugas untuk studi mahasiswa terjun di
lapangan, (2) menjelaskan bahan kajian yang bersifat teori dan mengkaitkan dengan situasi
nyata atau kerja profesional. Sedangkan mahasiswa (1) Melakukan studi lapapangan atau terjun
di dunia nyata untuk mempelajari kesesuaian teori (2) membahas konsep atau teori yang
berkaitan dengan situasi nyata.
Problem Based Learning (PBL)
Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan
mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah
otentik dari kehidupan aktual mahasiswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat
tinggi. Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi,
demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar mahasiswa dapat berpikir optimal.
Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi,
induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) Merangsang tugas belajar dengan berbagai alternatif
metode penyelesaian masalah (2) Sebagai fasilitator dan motivator. Sedangkan mahasiswa (1)
Belajar dengan menggali atau mencari informasi (inquiry), serta memamfaatkan informasi
tersebut untuk memecahkan masalah faktual yang sedang dihadapi, (2) Menganalisis strategi
pemecahan masalah.
Collaborative Learning (CbL)
Metode ini memungkinkan mahasiswa untuk mencari dan menemukan jawaban sebanyak
mungkin, saling berinteraksi untuk menggali semua kemungkinan yang ada.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) Merancang tugas yang bersifat open ended, (2) Sebagai
fasilitator dan motivator. Sedangkan mahasiswa (1) Membuat rancangan proses dan bentuk
penilaian berdasarkan konsensus kelompok sendiri (2) Bekerja sama dengan anggota
kelompoknya dalam mengerjakan tugas.
Project Based Learning (PjBL)
Metode pembelajaran ini adalah memberikan tugas-tugas project yang harus diselesaikan oleh
mahasiswa dengan mencari sumber pustaka sendiri.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) merumuskan tugas dan melakukan proses
pembimbingan dan asesmen, (2) Sebagai fasilitator dan motivator. Sedangkan mahasiswa (1)
Mengerjakan tugas (berupa proyek) yang telah dirancang secara sistematis (2) menun-jukkan
kinerja dan mempertanggungjawabkan hasil kerja di forum.
Daftar Pustaka
1. Atwi Suparman (1997). Desain Instruksional. Pusat Antar Universitas., DIKTI
2. Ary Ginanjar Agustian (2002). Emotional Spritual Quotient (ESQ). Jakarta: Arga.
3. Buku Kerja, (2000), Ancangan Aplikasi Peningkatan Proses Belajar Mengajar, APTIK
4. Burton, L (1993). The Constructivist Classroom Education in Profile. Perth: Edith
Cowan University.
5. Buzan, Tony (1989). Use Both Sides of Yoru Brain, 3rd ed. New York: Penguin Books.
6. Cord (2001). What is Contextual Learning. WWI Publishing Texas: Waco.
7. De Porter, Bobbi (1992). Quantum Learning. New York: Dell Publishing.
8. Ditdik SLTP (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning,
CTL). Jakarta.:Depdiknas.
Erman, S.Ar., dkk. (2002). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:
JICA-FPMIPA.
Fischer G , Palen L. Learner-centered design: beyond “gift -wrapping”. Center
forLifelong Learning & DesignUniversity of Colorado at Boulder 1999.
Siswomihardjo KW. Kearifan Guru Besar dalam perspektif normatif dan
aktualitasnya. Focus Group Discussion: Kearifan Guru besar, Keteladanan /
Budaya Panutan; Universitas Gadjah M ada, 29 Oktober 2004.
Cook J, Cook L. How technology enhances the quality of student -centered
learning. Quality Progress 1998;31(7):59-63.
Gardner, Howard (1985). Frame of Mind: The Theory of Multiple Ilntelligences. New
York: Basic Bools.
Goleman, Daniel (1995). Emotional Intelligence. New York: Bantam Books.
Harsono, (2004), Kearifan dalam transformasi pembelajaran: dari teacher-centered
ke student-centered learning, Makalah Seminar Implementasi nilai
kearifan dalam proses pembelajaran berorientasi student-centered learning UGM.
Materi Pelatihan Kurikulum Berbasis Kompetensi, (2008), Model Pembelajaran,
DIKTI.
Home » Model Pembelajaran » Pengertian, Langkah, Prinsip, Kelebihan dan
Kekurangan Pendekatan Student Centered Learning (SCL)
Model Pembelajaran Selasa, 01 September 2015
Pengertian, Langkah, Prinsip, Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Student
Centered Learning (SCL)

1. Pengertian Pendekatan Student Centered Learning


Pendekatan Student Centered Learning (SCL) adalah suatu model pembelajaran yang
menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses belajar.
Dalam menerapkan konsep Student Centered Leaning, peserta didik diharapkan sebagai
peserta aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, yang bertanggung jawab dan
berinitiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, menemukan sumber-sumber
informasi untuk dapat menjawab kebutuhannya, membangun serta mempresentasikan
pengetahuannya berdasarkan kebutuhan serta sumber-sumber yang ditemukannya.
Dalam batas-batas tertentu peserta didik dapat memilih sendiri apa yang akan
dipelajarinya (Harsono, 2005:176).
2. Langkah-langkah Pendekatan Student Centered Learning
Pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Centered Learning) memiliki
langkah-langkah yang yang menuntut partisipasi aktif dari siswa, sebagai berikut:
1) Berbagi informasi (Information Sharing) dengan cara curah gagasan
(Brainstorming), kooperatif, kolaboratif, diskusi kelompok (Gruop Discussion),
diskusi panel (Panel Discussion), simposium, dan seminar.
2) Belajar dari pengalaman (Experience Based) dengan cara simulasi, bermain peran
(Roleplay), permainan (Game), dan kelompok temu.
3) Pembelajaran melalui pemecahan masalah (Problem Solving Based) dengan cara
studi kasus, tutorial, lokakarya (Afiatin, 2009:34).
3. Prinsip-prinsip Pendekatan Student Centered Learning
1) Tanggung jawab, yaitu peserta didik mempunyai tanggung jawab pada
pelajarannya. Dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mempunyai
tanggung jawab pada pelajarannya, peserta didik diharapkan akan lebih berusaha dan
lebih termotivasi dalam memaknai pelajarannya.
2) Peran serta, yaitu peserta didik harus berperan aktif dalam pembelajaran. Dengan
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berperan serta dalam pembelajaran,
diharapkan siswa dapat mengembangkan potensinya secara maksimal sehingga
mendorong bertumbuhnya kreativitas dan inovasi.
3) Keadilan, yaitu semua peserta didik mempunyai hak yang sama untuk tumbuh
dan berkembang. Dengan kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang
tersebut akan menutup keunggulan hanya didominasi mahasiswa tertentu saja dan
diharapkan semua peserta didik dapat bersama-sama berhasil mencapai tujuan secara
maksimal.
4) Mandiri, yaitu semua peserta didik harus mengembangkan segala kecerdasannya
(intelektual, emosi, moral, dsb) karena guru hanya fasilitator dan nara sumber (mitra
belajar).
5) Berfikir kritis dan kreatif, yaitu peserta didik harus menggunakan segala
kecerdasan intelektual dan emosinya yang berwujud kreativitas, inovasi, dan analisa
untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi karena siswa akan mengalami
perpaduan antara prakonsepsi dan konsepsi.
6) Komunikatif, yaitu peserta didik harus menggunakan kemampuannya
berkomunikasi baik lisan maupun tertulis karena boleh jadi siswa melihat konsep
dengan cara yang berbeda sebagai hasil pengalaman hidupnya, sehingga diperlukan
media dan sarana yang efektif untuk menyamakan presepsi.
7) Kerjasama, yaitu kondisi dimana para peserta didik dapat saling bersinergi dan
saling mendukung pencapaian keberhasilan atau tujuan yang ditetapkan dalam
pembelajaran.
8) Integritas, yaitu peserta didik harus menunjukkan perilaku moralitas tinggi, dan
percaya diri dalam melaksanakan segala sesuatu yang diyakininya dalam situasi
apapun.
4. Kelebihan Pendekatan Student Centered Learning
1) Menyertakan peserta didik di dalam proses pembelajaran.
2) Mendorong peserta didik untuk memiliki pengetahuan yang lebih banyak/luas/
dalam.
3) Menjalin peserta didik dengan kehidupan nyata.
4) Mendorong terjadinya pembelajaran secara aktif.
5) Mengarahkan peserta didik untuk mengenali dan menggunakan berbagai macam
gaya belajar.
6) Memperhatikan kebutuhan dan latar belakang peserta didik.
7) Memberi kesempatan untuk pengembangan berbagai strategi assessment.
5. Kekurangan Pendekatan Student Centered Learning
1) Untuk peserta didik dalam jumlah besar sulit untuk diimplementasikan.
2) Ada kemungkinan untuk menggunakan waktu yang lebih banyak.
3) Belum tentu efektif untuk seluruh kurikulum.
4) Belum tentu sesuai untuk peserta didik yang tak terbiasa aktif, mandiri, dan
demokratis.
Student Centered Learning (SCL)

Belajar membuat media semai yang baik untuk pertumbuhan tanaman

Kalau jaman saya dulu ada istilah CBSA (yang plesetannya menjadi Catat Buku Sampai Abis
atau Cah Bodo Soyo Akeh...hehe...). Sekarang, kita sebagai seorang pendidik didorong untuk
senantiasa menggunakan SCL dalam merancang proses pembelajaran. Sebenarnya tidak ada
bedanya sih antara CBSA dan SCL, hanya beda istilah saja, kan...Apa sih SCL itu ?

Pembelajaran berpusat pada aktivitas siswa (SCL) merupakan pendekatan pembelajaran


pada siswa yang menitikberatkan pada 1) proses pembelajaran, yang melibatkan aktivitas
fisik, mental, intelektual, dan emosional siswa secara seimbang, 2) hasil belajar siswa,
diharapka.... Baca selengkapnya...
dengan SCL akan tercapai kompetensi siswa baik dalam aspek kognitif, afektif maupun
psikomotorik.

Tujuan SCL yaitu :


1.1. Meningkatkan kualitas pembelajaran
2.2. Mengembangkan potensi siswa secara optimal
Dari tujuan diatas, peran kita sebagai pendidik/guru dituntut untuk aktif, kreatif dan
inovatif. Ya iyalah, kalau gak aktif, kreatif bagaimana bisa kita membuat proses
pembelajaran jadi efektif dan menyenangkan sehingga tujuan diatas dapat tercapai.

Kegiatan yang dapat dilakukan guru dalam penerapan SCL antara lain :
1. •Mengemukakan berbagai alternatif tujuan pembelajaran yang harus dicapai sebelum
kegiatan pembelajaran dimulai.
2. •Menyusun tugas-tugas belajar bersama siswa.
3. •Memberikan informasi kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan.
4. •Memberikan bantuan dan pelayanan pembelajaran kepada siswa yang memerlukan.
5. •Memberikan motivasi dan bimbingan melalui pertanyaan-pertanyaan.
6. •Membantu siswa menarik kesimpulan.

Penerapan SCL dalam pembelajaran :


•1. Kadar SCL dilihat dari proses perencanaan yaitu :
Adanya keterlibatan siswa dalam :
 •Perumusan tujuan pembelajaran
 •Menyusun rancangan pembelajaran
 •Menentukan dan memilih sumber belajar
 •Menentukan dan pengadaan media.
2. Kadar SCL dilihat dari proses pembelajaran yaitu :
 1.Adanya keterlibatan siswa secara fisik,mental,emosional dan spiritual dalam proses
pembelajaran,
 2.Siswa belajar secara langsung,
 3.Adanya keinginan siswa untuk terciptanya iklim belajar yang kondusif,
 4.Prakarsa siswa dalam memecahkan masalah,
 5.Terjadi interaksi multi arah.
3. Kadar SCL dilihat dari kegiatan evaluasi yaitu :
 1.Adanya self assessment,
 2.Kemandirian siswa dalam kegiatan evaluasi,
 3.Kemauan siswa dalam menyusun laporan kegiatan belajar.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan SCL :


•1. Faktor Guru
 1.Kemampuan guru
 2.Sikap profesional guru
 3.Latar belakang pendidikan
 4.Pengalaman
2. Faktor sarana belajar
 1.Ruang kelas
 2.Media dan sumber belajar
 3.Lingkungan belajar
Jadi guru jaman sekarang memang sudah seharusnyalah bisa merancang, menampilkan,
melaksanakan dan menilai siswa secara baik. Bagi guru ini selain sebagai tugas mulia tetapi
juga penuh tantangan. Bagaimana tidak ? Kita harus pandai-pandai menimba ilmu,
mengeksplorasi, menemukan cara, metode, bahan ajar yang sesuai dengan karkteristik siswa
sehingga pada akhirnya akan terjadi proses pembelajaran yang menyenangkan, jauh dari
kesan membosankan apalagi menakutkan. Lebih jauh lagi, sebagai seorang pendidik marilah
kita tunjukkan keteladanan dan perilaku yang baik. Karena sesungguhnya, melihat dan
kemudian mempraktekkan lebih dahsyat efeknya dari pada sekedar mendengarkan.

Berikut ini saya mencoba untuk menerapkan SCL pada siswa kelas VIII SMP semester 3
pada kompetensi dasar menjelaskan keterkaitan antara struktur, fungsi dan proses serta
kelainan/penyakit yang dapat terjadi pada sistem pencernaan makanan pada manusia.

a. menetapkan indikator yang ingin dicapai, yaitu siswa dapat :


- mendeskripsikan organ yang berperan dalam sistem pencernaan
- menjelaskan urutan dan proses pencernaan makanan
- memberi contoh kelainan/penyakit yang menyerang sistem pencernaan
b. menentukan tujuan pembelajaran : siswa dapat :
- menyebutkan organ yang berperan dalam sistem pencernaan makanan beserta fungsinya
- menjelaskan pencernaan mekanis dan kimiawi
- mendeskripsikan saluran pencernaan, kelenjar pencernaan dan enzim yang berperan
- menyebutkan fungsi enzim
- menyebutkan kelainan/penyakit yang menyerang sistem pencernaan
c. Langkah-langkah pembelajaran (STUDENT CENTERED LEARNING) :
- guru menyampaikan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran yang harus dikuasai
- guru menampilkan gambar bermacam-macam makanan kemudian slide mengenai proses
pencernaan makanan pada manusia
- siswa mencermati gambar dan slide yang diberikan guru
- siswa membentuk kelompok dengan arahan guru yang masing-masing kelompok terdiri dari
4 orang
- setiap kelompok ditugaskan untuk menganalisis potongan gambar organ yang diberikan oleh
guru berdasarkan literatur/buku yang ada
- siswa dalam kelompok berdiskusi untuk menganalisis nama organ, fungsi, enzim (nama dan
fungsinya) dan kelainan/penyakit yang dapat menyerang organ tsb
- setiap kelompok berkoordinasi untuk mengurutkan potongan gambar tersebut menjadi urutan
sistem pencernaan manusia yang benar
- setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya
- siswa dengan dibimbing guru menyimpulkan hasil diskusi terkait materi
- guru memberi penilaian, bisa tes formatif maupun observasi selama proses diskusi
berlangsung

Sekian dulu mengenai sedikit SCL dari saya. Pastilah masih banyak kekurangan, maklum belum
pengalaman...hehe...

Vous aimerez peut-être aussi