Vous êtes sur la page 1sur 38

Kata Pengantar

Assalamuálaikum Warahmatullahiwabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu wata’ala, karena dengan
limpahan rahmat dan hidayahNya, kami dapat menyusun makalah yang membahas tentang
penjelasan-penjelasan tentang al qurán yang kami beri judul “Al Qurán Kalamullah

Kami menyadari bahwa makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan pada masa yang akan datang.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.

Semarang, April 2015

Penyusun

Al Qur’an Kalmullah i
Daftar Isi
Kata Pengantar ..........................................................................................................................................i

Daftar Isi ................................................................................................................................................... ii

I. PENDAHULUAN ................................................................................................................................1

A. Latar Belakang ..............................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................................1

II. PEMBAHASAN ..................................................................................................................................3

A. PENGERTIAN AL QUR’AN DAN KANDUNGANNYA ........................................................................3

1. Pengertian Al Qur’an ................................................................................................................3

2. Kandungan Al Qur’an ...............................................................................................................5

B. OTENSITAS AL QUR’AN.............................................................................................................. 13

a. Bukti-Bukti dari Al-Quran Sendiri ................................................................................... 14

b. Bukti-Bukti Historis ............................................................................................................ 15

C. BUKTI AL QUR’AN KALAMULLAH............................................................................................... 18

D. MUKJIZAT AL QUR’AN ............................................................................................................... 22

E. FUNGSI AL QUR’AN DALAM KEHIDUPAN .................................................................................. 29

F. PANDANGAN NEGATIF TERHADAP AL QUR’AN DAN JAWABANNYA ........................................ 31

III. PENUTUP ................................................................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 35

Al Qur’an Kalmullah ii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Quran merupakan kitab yang telah memberikan pengaruh yang begitu luas dan
mendalam terhadap jiwa manusia. Dalam pandangan hidup Islam, mengenal hakikat Al
Qur’an sebagai Kalamullah sangatlah penting dimengerti oleh seluruh umat muslim. Al-
Quran merupakan dasar keyakinan keagamaan, keibadatan, sumber dari segala sumber
hukum dan pembimbing tingkah laku bermasyarakat dan individu. Dalam rangka
mengenal pemahaman mengenai Al Qur’an, sangat perlu untuk mengetahui apa itu Al
Qur’an secara keseluruhan dan bagimana hakikatnya.
Pengertian Al Qur’an secara singkat dapat dirumuskan sebagai wahyu Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai petunjuk akhir zaman. Kandungan isi Al
Qur’an mencakup dua dimensi utama yaitu dimensi keagamaan dan dimensi keilmuan.
Otensitas Al Qur’an atau keterjagaan keaslian Al Qur’an dapat dibuktikan dengan
berbagai dalil naqli maupun aqli serta bukti-bukti kesejarahan. Hal ini karena Allah sudah
berjanji bahwa keaslian Al Qur’an akan selalu terjaga sampai akhir zaman. Sebagai
Kalamullah (perkataan Allah), tentu saja Al Qur’an dapat dibuktikan dengan bukti yang
tak terbantahkan. Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan
pemikiran manusia, otensitas dan hakikat Al Qur’an sebagai kalamullah sering mengalami
penghujatan. Hujatan-hujatan itu tidak hanya datang dari kaum orientalis barat yang
sekuler, tapi juga muncul dari kalangan para pemikir Islam. Padahal bagi seorang muslim
tentu kita tidak boleh ragu sedikit pun tentang asal Al-Qur'an bahwa kitab ini jelas adalah
Firman Allah SWT (kalamullah) bukan karangan manusia. Karena Allah telah berfirman

ُ ِ‫ِإنَّا ن َْح ُن ن ََّز ْلنَا ال ِذِّ ْك َر َوإِنَّا لَهُ لَ َحاف‬


َ‫ظون‬
Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanyam (QS. Al Hijr ayat 9)

B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian Al Qur’an?
b. Bagaimanakah otensitas Al Qur’an itu?

Al Qur’an Kalmullah 1
c. Apa bukti jika Al Qur’an adalah kalamullah?
d. Bagaimanakah kemu’jizatan Al Qur’an?
e. Apa fungsi Al Qur’an dalam kehidupan?
f. Adakah pandangan negatif terhadap Al Qur’an dan bagaimana sanggahannya?

Al Qur’an Kalmullah 2
II. PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AL QUR’AN DAN KANDUNGANNYA

1. Pengertian Al Qur’an
a. Secara Etimologi
Secara Etimologi lafadz al Qur’an berasal dari Bahasa Arab, yaitu akar kata qara’a
yang berarti membaca. Al Qur’an adalah bentuk isim masdar yang diartikan sebagai isim
maf’ul, yaitu maqru’ yang berarti “yang dibaca”. Pendapat lain menyatakan bahwa lafadz al
qur’an berasal dari akar kata qara’a tersebut, juga memiliki arti al-Jam’u yaitu
“mengumpulkan dan menghimpun”. Jadi lafadzqur’an dan qira’ah berarti menghimpun dan
menghimpun sebagian hurufhuruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya.
Terdapat perbedaan pandangan dikalangan ulama berkaitan dengan asal mula lafadz
al Qur’an tersebut. Pendapat pertama mengatakan bahwa penulisan lafal Al-Qur-an dibubuhi
huruf hamzah/mahmuz (dibaca ‫)القرأّّّ ن‬. Pendapat lain mengatakan penulisannya tanpa
dibubuhi huruf hamzah (dibaca‫)القران‬. As-Syafi`i, al-Farro, dan al-`Asy`ari termasuk diantara
para ulama yang berpendapat bahwa lafal Al-Qur-an ditulis tanpa huruf hamzah. Berikut
penjelasannya:
 Asy Syafi`imengatakan, lafal al-Qur-an yang bukanlah musytaq (pemecahan dari akar
kata apapun) dan bukan pula berhamzah (tanpa tambahan huruf hamzah ditengahnya,
jadi dibaca al-Qur-an). Dengan kata lain bahwa lafadz al Qur’an itu adalah ismu jamid
ghairu mahmuz, yaitu suatu isim yang berkaitan dengan nama khusus di berikan
kepada al Qur’an, sama halnya dengan nama Taurat dan Injil. Dengan demikian
menurut Asy Syafi`i, lafal tersebut bukan berasal dari akar kata qoro-a (membaca),
sebab kalau akar katanya qoro-a, tentu tiap sesuatu yang dibaca dapat dinamai al-Qur-
an.
 Al-Farro, sebagaimana Asy Syafi`i berpendapat bahwa al-Qur-an bukan musytaq dari
kata qoro-a, tetapi pecahan dari kata qoro`in (jamak dari qorinah) yang berarti; kaitan,
karena ayat-ayat al-Qur-an satu sama lain saling berkaitan. Karena itu huruf nun pada
akhir lafal al-Qur-an adalah huruf asli bukan huruf tambahan. Dengan demikian, kata
al-Quran itu dibaca dengan bunyi al-Quran.

Di antara para ulama yang berpendapat bahwa lafal al-Qur-an di tulis dengan
tambahan huruf hamzah ditengahnya adalah al-Zajjaj, dan al-Lihyani.

Al Qur’an Kalmullah 3
 Menurut al-Zajjaj, lafal al-Qur-an ditulis dengan huruf hamzah (mahmuz) ditengahnya
berdasarkan pola kata (wazan) fu`lan. Lafal tersebut bentukan (musytaq) dari akar kata
al-qar’u yang berarti al-jam’u yaitu “penghimpunan”. Selanjutnya ia mengemukakan
contoh kalimat quri`alma`u fil haudi yang artinya; air itu dikumpulkan dalam kolam.
Dalam kalimat ini kata qor`un bermakna jam`un yang dalam bahasa Indonesia
bermakna kumpul. Alasannya, Al-Qur-an “mengumpulkan” atau “menghimpun” inti
sari kitab-kitab suci terdahulu.
 Sebagaimana al-Zajjaj, al-Lihyani berpendapat bahwa lafal al-Qur-an ditulis dengan
huruf hamzah (mahmuz) ditengahnya berdasarkan pola kata ghufron dan merupakan
pecahan (musytaq) dari akar kata qoro-a yang bermakna talaa (‫ تال‬/ membaca). Lafal
al-Qur-an digunakan untuk menamai sesuatu yang dibaca, yakni objek dalam bentuk
masdar.

Pendapat terakhir ini adalah pendapat yang lazim dipegang oleh masyarakat pada
umumnya. Sejalan dengan pendapat tersebut Hasbi Ash-Shiddieqy mengatakan, al-Qur-an
menurut bahasa, ialah bacaan atau yang dibaca. Al-Qur-an adalah masdar yang diartikan
dengan arti isim marfu`, yaitu maqruu, yang dibaca. Menurut Dr. Shubhi Sholih, pendapat ini
lebih kuat dan lebih tepat, karena dalam bahasa Arab lafal al-Qur-an adalah bentuk masdar
yang maknanya sinonim dengan qiro`ah, yakni bacaan.

Untuk memperkuat pendapatnya ini, Subhi Sholih mengutip ayat yang berbunyi:

ُ‫فَإِذَا قَ َرأْنَاهُ فَاتَّبِ ْع قُ ْرآنَه‬.ُ‫ِإ َّن َعلَ ْينَا َعهُْْ َجم َوقُ ْرآنَه‬
Artinya : “Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka
ikutilah bacaannya itu.”(QS. Al Qiyamah,75:17-18)

b. Secara Terminologi

Banyak ulama yang mencoba mendefinisikan Al Quran secara istilah


(terminologi). Pendefisian ini beragam disebabkan oleh penekanan kekhususan Al qur’an
yang mana yang akan di bahas oleh para ulama itu.

Al Qur’an Kalmullah 4
a. Dr. Subhi as-Salih dalam Kitab Mabahis fi Ulum al Qur’an

Al Qur'an adalah kalam Allah swt merupakan mukjizat yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw ditulis dalam mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta
membacanya adalah ibadah.

b. Muhammad Ali ash-Shabuni dalam kitab al Tibyan fi ulum al quran

Al Qur'an adalah Firman Allah swt yang tiada tandingannya, diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw penutup para nabi dan rasul dengan perantaraan malaikat Jibril as,
ditulis pada mushaf-mushaf kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir,
membaca dan mempelajari al Qur'an adalah ibadah, dan al Qur'an dimulai dengan surat al
Fatihah serta ditutup dengan surat an Nas.

Sedangkan dalam buku sejarah Al Qur’an, dijelaskan pengertian Al Qur’an secara


panjang lebar sebagai berikut. Al Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan ke dalam
kalbu Rasulullah saw dengan perantara wahyu,melalui Ruhul Qudus, yaitu Jibril, turun
secara bertahap dalam bentuk ayat demi ayat, surah demi surat sepanjang periode
kenabian Rasulullah yaitu 23 tahun, yang isi al quran tersebut diawali dengan pembukaan
surat Al Fatihah dan ditutup dengan surah An-Nas, yang proses perpindahan antargenerasi
umat Islam dengan cara mutawatir mutlak, berlaku sebagai bukti nyata dan bersifat mu'jiz
(mengalahkan pendapat yang lain) atas kebenaran risalah agama Islam. Dalam pengertian
panjang ini, kita dapat melihat 8 unsur pokok yaitu:
1. Sumbernya, yaitu dari Allah SWT
2. Pembawa/perantara yaitu malaikat Jibril
3. Penerima yaitu Rasulullah Muhammad SAW
4. Cara penyampaian, dengan cara diwahyukan.
5. Bentuk wahyu berupa ayat-ayat dan surat-surat
6. Periode penurunan selama 23 tahun
7. Isi al quran
8. Bukti al quran sebagai mu'jiz

2. Kandungan Al Qur’an
Al Qur’an sebagai Kitab Suci umat Islam merupakan kumpulan Firman Allah yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. yang mengandung petunjuk-petunjuk bagi umat
manusia. Diantara tujuan diturunkannya al Qur’an adalah untuk menjadi pedoman bagi
manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Dengan

Al Qur’an Kalmullah 5
demikian sudah sewajarnya jika isi al Qur’an mencakup segala aspek kehidupan manusia. Al
qur’an secara pribadi telah memberikan informasi yang sangat jelas mengenai isi
kandungannya. Hal ini tersurat dalam dua ayat yaitu surat al kahfi/18;109 dan surat
Luqman/31;27

QS. AL KAHFI/18;109

‫ت َر ِبي لَنَ ِف َد ا ْلبَ ْح ُر قَ ْب َل أ َ ْن ت َ ْنفَ َد‬ َ ‫قُ ْل لَ ْو ك‬


ِ ‫َان ا ْلبَ ْح ُر ِمدَادًا ِل َك ِل َما‬
‫َك ِل َماتُ َر ِبي َولَ ْو ِجئْنَا ِب ِمثْ ِل ِه َم َددًا‬
Artinya: “Katakanlah, Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat
Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)".

QS. LUQMAN/31;27

‫س ْبعَةُ أ َ ْب ُح ٍر َما‬
َ ‫ش َج َر ٍة أ َ ْق ََل ٌم َوا ْلبَ ْح ُر يَ ُم ُّدهُ ِم ْن بَ ْع ِد ِه‬ ِ ‫َولَ ْو أَنَّ َما فِي ْاْل َ ْر‬
َ ‫ض ِم ْن‬
ٌ ‫َّللاَ ع َِز‬
‫يز َح ِكي ٌم‬ َّ ُ‫نَ ِفدَتْ َك ِل َمات‬
َّ ‫َّللاِ ِإ َّن‬
Artinya: Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta),
ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-
habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.

Di bawah ini akan di uraikan dua segi kandungan isi Al Qur’an yaitu dari dimensi
keagamaan dan dimensi keilmuan

a. Dimensi Keagamaan

Sebagai Al furqan (pembeda antara yang had dan yang bathil) dan hudan (petunjuk) al
quran memberikan petunjuk dalam persoalan-persoalan keagamaan. Menurut Masyfuk Zuhdi
pada hakikatnya Al Qur’an mengandung lima prinsip yaitu:

1. Tauhid (Akidah)

Al Qur’an Kalmullah 6
Aqidah adalah ilmu yang mengajarkan manusia mengenai kepercayaan yang pasti
wajib dimiliki oleh setiap orang di dunia. Alquran mengajarkan akidah tauhid kepada kita
yaitu menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT yang satu yang tidak pernah tidur dan
tidak beranak-pinak. Percaya kepada Allah SWT adalah salah satu butir rukun iman yang
pertama. Orang yang tidak percaya terhadap rukun iman disebut sebagai orang-orang kafir.

2. Peringatan/Tadzkir
Tadzkir atau peringatan adalah sesuatu yang memberi peringatan kepada manusia
akan ancaman Allah SWT berupa siksa neraka atau waa'id. Tadzkir juga bisa berupa kabar
gembira bagi orang-orang yang beriman kepadaNya dengan balasan berupa nikmat surga
jannah atau waa'ad. Di samping itu ada pula gambaran yang menyenangkan di dalam alquran
atau disebut juga targhib dan kebalikannya gambaran yang menakutkan dengan istilah lainnya
tarhib.
3. Ibadah
Ibadah adalah taat, tunduk, ikut atau nurut dari segi bahasa. Dari pengertian "fuqaha"
ibadah adalah segala bentuk ketaatan yang dijalankan atau dikerjakan untuk mendapatkan
ridho dari Allah SWT. Bentuk ibadah dasar dalam ajaran agama islam yakni seperti yang
tercantum dalam lima butir rukun islam. Mengucapkan dua kalimah syahadat, sholat lima
waktu, membayar zakat, puasa di bulan suci ramadhan dan beribadah pergi haji bagi yang
telah mampu menjalankannya.
4. Jalan dan cara mencapai kebahagiaan
Dalam Al quran Allah telah menunjukkan jalan mana yang harus ditempuh agar dapat
diridhai oleh Allah, dengan cara mematuhi semua aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dan
RasulNya.
5. Cerita-cerita sejarah umat terdahulu
Sejarah atau kisah adalah cerita mengenai orang-orang yang terdahulu baik yang
mendapatkan kejayaan akibat taat kepada Allah SWT serta ada juga yang mengalami
kebinasaan akibat tidak taat atau ingkar terhadap Allah SWT. Dalam menjalankan kehidupan
sehari-hari sebaiknya kita mengambil pelajaran yang baik-baik dari sejarah masa lalu atau
dengan istilah lain ikibar.

b. Dimensi Keilmuan

Al Qur’an Kalmullah 7
Al quran adalah segala sumber keilmuan, didalamnya pembicaraan-pembicaraan dan
kandungan isinya tidak hanya sebatas ilmu keagamaan melainkan juga berbagai aspek hidup
dan kehidupan manusia. Sehubungan dengan ini Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin
berkata: “Jika seseorang ingin memiliki pengetahuan masa lampau dan pengetahuan modern,
selayaknya ia merenungkan Al Qur’an”. Lebih lanjut ia mengatakan; “Seluruh ilmu tercakup
dalam af’al (perbuatan-perbuatan) Allah dan sifat-sifatNya. Di dalam Al qur’an terdapat
penjelasan tentang DzatNya, af’alNya, dan sifat-sifatnNya. Ilmu tidak ada batasnya, dan di
dalam Al qur’an terdapat petunjuk kepada keseluruhannya”. Keilmuan al qur’an bukan hanya
sebatas pada keilmuan agama tapi juga keilmuan sains, dan teknologi yang ada pada masa
sekarang ini. Contoh dari keilmuan yang ada di dalam al quran adalah sebagai berikut.
1. Ilmu Sains
Walaupun Al Qur’an bukanlah sebuah ensiklopedi sains, tetapi di dalamnya telah
terdapat berbagai prinsip-prinsip dasar sains modern yang dikembangkan oleh para ilmuwan-
ilmuwan masa sekarang, contohnya adalah sebagai berikut.
a. Rotasi bumi dijelaskan secara tersirat di dalam AlQur’an, sehingga mengartikannya
perlu penalaran dengan dalil Aqliyah dan pengetahuan yang luas. Hal itu terdapat pada
surat Az Zumar. 39:5 dan An Naml ayat 88 berikut:

‫ار َعلَى اللَّ ْي ِل‬َ ‫ار َويُ َك ِّ ِو ُر النَّ َه‬ ِ ِّ ‫األرض بِ ْال َح‬
ِ ‫ق يُ َك ِّ ِو ُر اللَّ ْي َل َعلَى النَّ َه‬ ْ ‫ْو‬ َ َ
‫ت‬ َّ ‫ار ُه َو َخلَقَ ال‬
ِ ‫س َم َاوا‬ ُ َّ‫يز ْالغَف‬
ُ ‫س ًّمى أَال ْالعَ ِز‬ َ ‫س َو ْالقَ َم َر ُكل يَ ْج ِري أل َجل ُم‬ َ ‫ش ْم‬ َّ ‫ال‬
‫س َّخ َر‬
َ ‫َو‬
Artinya: Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia
menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan
matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah
Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Az Zumar, 39:55)

َ ‫َللاِ أَالَّذِي تْقَنَ ُك َّل‬


‫ش ْيء‬ َّ ‫ص ْن َع‬
ُ ‫ب‬
ِ ‫س َحا‬ َّ ‫ي تَ ُمر َّرَْم ال‬ َ ‫امدَة َو ِه‬ِ ‫سبُ َها َج‬َ ‫تَ ْح‬
‫ِإنَّهُ َخبِير ِب َما تَ ْفعَلُونَ َوتَ َرى ْال ِج َبا َل‬
Artinya: Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya,
padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat

Al Qur’an Kalmullah 8
dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.(An Naml,27:88)
Penjelasan yang kita dapat dari dua ayat ini setelah kita menggunakan dalil aqliyah
adalah sebagai berikut:
1) Bumi berputar pada porosnya, sehingga terjadi perubahan siang
menjadi malam, begitu pula sebaliknya.
2) Bumi berputar pada porosnya, sehingga terjadi pergerakan angin yang
menyebabkan terjadinya buah, perahu layar di laut dapat bergerak
(berlayar) karena ada angin, terjadinya perubahan musim dan lain
sebagainya.
3) Bumi berbentuk bulat seperti halnya matahari dan bulat yang tampak
bulat dan “semuanya” beredar menurut waktu yang ditentukan. Kata
“semuanya” mengisyaratkan bahwa bumi juga bulat dan masing-
masing beredar sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

b. Pengetahuan Biologi tentang makhluk hidup (tanaman, hewan, manusia) banyak


tersurat dan tersirat dalam ayat-ayat Al qur’an,seperti berikut ini:
1) QS.Ar Rahman, 55:10-13

‫) فِي َها فَا ِك َهةٌ َوالنَّ ْخ ُل ذَاتُ األ ْك َم ِام‬١٠( ‫ض َع َها ِلألن َِام‬
َ ‫ض َو‬ َ ‫األر‬
ْ ‫َو‬
‫آالء َربِّ ُك َما‬
ِ ‫ي‬ ِّ َ ‫)فَ ِبأ‬١٢( ‫ان‬
ُ ‫الر ْي َح‬
َّ ‫ف َو‬ ْ َ‫ب ذُو ْالع‬
ِ ‫ص‬ ُّ ‫) َو ْال َح‬١١(
ِ َ‫ت ُ َك ِذّب‬
)١٣(‫ان‬

Artinya: Dan bumi telah dibentangkan-Nya untuk makhluk(-Nya). di dalamnya ada


buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. dan biji-bijian yang
berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah
yang kamu dustakan?

2) QS. Al Mu’minun, 23: 19-22

)١٩( َ‫يرفَ َوا ِكهُ َو ِم ْن َها تَأ ْ ُكلُون‬ َ َ ‫ْنشَأْنَاَْفَأ لَ ُك ْم بِ ِه َجنَّات ِم ْن ن َِخيل اب‬
َ ِ‫ْوأَعْن لَ ُك ْم فِي َها ة َكث‬
ِ ‫س ْينَا َء ت َ ْنبُتُ بِالد ْه ِن َو‬
)٢٠( َ‫صبْغ ِلآل ِك ِلين‬ َ ‫ور‬
ِ ‫ط‬ُ ‫ش َج َرة ت َ ْخ ُر ُج ِم ْن‬
َ ‫َو‬

Al Qur’an Kalmullah 9
ِ)٢١( َ‫يرة َو ِم ْن َها تَأ ْ ُكلُون‬ ُ ُ‫فِي األ ْن َع ِام لَ ِعب َْرة نُ ْس ِقي ُك ْم ِم َّما فِي ب‬
َ ِ‫طونِ َها َولَ ُك ْم فِي َها َمنَافِ ُع َكث‬
‫َوإِ َّن لَ ُك ْم‬
)٢٢( َ‫َو َع َل ْي َها َاو َعلَى ْلفُ ْل ِك ت ُ ْح َملُون‬
Artinya: Lalu dengan air itu, Kami tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma dan anggur;
di dalam kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan yang banyak dan sebahagian dari
buah-buahan itu kamu makan, dan pohon kayu ke luar dari Thursina (pohon zaitun), yang
menghasilkan minyak, dan pemakan makanan bagi orang-orang yang makan. Dan
sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar terdapat pelajaran yang penting
bagi kamu, Kami memberi minum kamu dari air susu yang ada dalam perutnya, dan (juga)
pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang banyak untuk kamu, dan sebagian
darinya kamu makan, dan di atas punggung binatang-binatang ternak itu dan (juga) di atas
perahu-perahu kamu diangkut.

Dari ayat-ayat diatas terdapat berbagai penjelasan tentang terjadinya tanaman dan
hewan serta proses terjadinya manusia secara garis besar.
c. Pembahasan tentang energi, baik itu energi dari angin, kayu, maupun minyak yang
sangat penting dalam kehidupan manusia, seperti ayat-ayat berikut ini:
1) Energi angin, dalam QS. Ar Ruum, 30;46, dan QS. Luqman , 31:31,
disini dijelaskan peran angin yang dapat menjalankan perahu/kapal.
2) Energi dari kayu, dalam QS. Yaasiin, 36: 80 dan QS.Al Waqi’ah,
56:71-74
3) Energi dari minyak dalam QS. An Nuur, 24:35 dan QS. Al Mu’min,
40:80
d. Ilmu penerbangan dan angkasa luar yang saat ini sudah cukup maju pun dapat kita
jumpai dalam Al Qur’an, contohnya dalam QS. Ar Rahman, 55:33. Dalam ayat ini
disebutkan isyarat kepada manusia untuk dapat menembus (melintasi) penjuru langit
dan bumi dengan kekuatan. Kekuatan yang dimaksud disini adalah ilmu-ilmu
penerbangan untuk mengalahkan gaya tarik bumi.
2) Ilmu Filsafat
3) Ilmu Sosial
a. Ilmu kemasyarakatan dan kepemimpinan dapat kita jumpai dalam Al
Qur’an surat Ali Imran ayat 103 berikut:

Al Qur’an Kalmullah 10
‫َللاِ َعلَ ْي ُك ْم إِ ْذ ُك ْنت ُ ْم أ َ ْعدَاء‬
َّ َ‫ْواذ نِ ْع َمة‬
َ ْ ‫َْللا َج ِميعا َوال تَفَ َّرقُوا ُك ُروا‬
َّ ِ
‫ص ُموا بِ َح ْب ِل‬ ِ َ ‫َوا ْعت‬
ِ َّ‫شفَا ُح ْف َرة الن‬
َ‫ار ِمن‬ َ ‫ص َب ْحت ُ ْم ِن ْع َم ِت ِهِْب ِإ ْخ َوانا َو ُك ْنت ُ ْم َعلَى‬ ْ َ ‫ْم ُْقُلُو ِبك فَأ‬
َ‫ف َبيْن‬ َ َّ‫فَأَل‬
َ‫َللاُ لَ ُك ْم آيَاتِ ِه لَ َعلَّ ُك ْم ت َ ْهتَدُون‬
َّ ‫فَأ َ ْنقَذَ ُك ْم ِم ْن َها َكذَ ِل َك ُْيُبَ ِيِّن‬
Artinya: Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai. Ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi
bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu,
agar kamu mendapat petunjuk.
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa sesama anggota masyarakat dan
pemimpin masyarakat harus bersatu sesuai dengan petunjuk agama dan tidak boleh
bercerai berai. Selanjutnya masih ada ayat-ayat berikut:
1) QS. An Nisa, 4:59
2) QS. Al Mudatsir, 74:38
3) QS. As Shafat, 37: 25
4) QS. Asy Syuura, 42:38
Dalam ayat-ayat tersebut telah disebutkan bahwa dalam sebuah
masyarakat harus ada pemimpin, juga dipaparkan bagaimana syarat pemimpin yang
baik menurut Islam, serta bagaimana cara menyelesaikan permasalahan yang baik.
b. Masalah perdagangan dan ekonomi secara garis besar juga dapat kita temukan
dalam Al qur’an yaitu dalam surat Annisa ayat 29, Al baqarah ayat 282, Al
Jumu’ah ayat 9-10, serta Al baqarah ayat 275. Dari ayat-ayat tersebut, dapat kita
ketahui cara-cara pelaksanaan ekonomi sesuai dengan syariat muamalah dalam
Islam.
Dari berbagai pemaparan tentang kandungan isi Al Qur’an yang berhubungan
dengan dimensi keilmuan diatas, kita patut menyetujui bahwa Al Qur’an merupakan
kitab petunjuk bagi kemajuan manusia. Namun pada hakikatnya, semua yang
termaktub dalam Al Qur’an ini hendaknya bukan hanya untuk mengajarkan sains,
akan tetapi lebih dipahami sebagai sarana untuk menguatkan iman kita dan menjadi
lebih dekat dengan Allah SWT.

Al Qur’an Kalmullah 11
Al Qur’an Kalmullah 12
B. OTENSITAS AL QUR’AN
Al Qur’an sejak diturunkan empat abad yang lalu sampai sekarang tetap terpelihara
keaslian dan keabsahannya, tidak terjadi perubahan (tahrif) sedikitpun di dalamnya, baik
dalam bentuk penambahan, pengurangan maupun dalam bentuk lainnya. Bahkan dalam Al
Qur’an tidak di jumpai satu pun dari harakatnya, kata-katanya, ayat dan suratnya, yang
mengalami perubahan, walaupun hanya satu huruf saja. Kenyataan yang demikian telah
diakui oleh umat islam diseluruh dunia. Hal ini dapat dibuktikan tidak ada satu pun kitab Al
qur’an yang di publikasikan berbeda dengan yang lainnya. Bila ada publikasi atau penulisan
yang menyalahi pedoman yang benar, maka akan langsung dikoreksi.

Keterpeliharaan Al Qur’an dari berbagai perubahan ini, di samping menjadi tanggung


jawab umat Islam secara keseluruhan, juga karena adanya keterlibatan Allah swt secara
langsung dalam proses pemeliharaan al Qur’an sebagaimana telah dijanjikanNya. Sehingga
klaim Al Qur’an sebagai wahyu penutup tetap terjaga, dan fungsi Al qur’an sebagai pegangan
hidup bagi umat manusia sampai akhir zaman tidaka akan goyah. Keterlibatan Allah swt
dalam pemeliharaan Al Qur’an terekan dalam surat Al Hijr ayat 9 berikut:

ُ ِ‫نَّاإِ ن َْح ُن ن ََّز ْلنَا ال ِذِّ ْك َر َو ِإنَّا لَهُ لَ َحاف‬


َ‫ظون‬
Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya

Demikianlah Allah menjamin keotentikan Al-Quran, jaminan yang diberikan atas


dasar Kemahakuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh
makhluk-makhluk-Nya, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat di atas, setiap Muslim
percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai Al-Quran tidak berbeda sedikit pun
dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw., dan yang didengar serta dibaca oleh
para sahabat Nabi saw.

Tetapi, dapatkah kepercayaan itu didukung oleh bukti-bukti lain? Dan, dapatkah bukti-
bukti itu meyakinkan manusia, termasuk mereka yang tidak percaya akan jaminan Allah di
atas? Tanpa ragu kita mengiyakan pertanyaan di atas, karena seperti yang ditulis oleh
almarhum ‘Abdul-Halim Mahmud, mantan Syaikh Al-Azhar: “Para orientalis yang dari saat
ke saat berusaha menunjukkan kelemahan Al-Quran, tidak mendapatkan celah untuk

Al Qur’an Kalmullah 13
meragukan keotentikannya.” Hal ini disebabkan oleh bukti-bukti historis yang mengantarkan
mereka kepada kesimpulan tersebut. Selain bukti-bukti historis, juga akan dipaparkan bukti
yang ada pada Al Qur’an sendiri mengenai keotentikannya sebagai berikut.

a. Bukti-Bukti dari Al-Quran Sendiri

Seorang ulama besar Syi’ah kontemporer, Muhammad Husain Al-Thabathaba’iy,


menyatakan bahwa sejarah Al-Quran demikian jelas dan terbuka, sejak turunnya sampai masa
kini. Ia dibaca oleh kaum Muslim sejak dahulu sampai sekarang, sehingga pada hakikatnya
Al-Quran tidak membutuhkan sejarah untuk membuktikan keotentikannya. Kitab Suci
tersebut lanjut Thabathaba’iy memperkenalkan dirinya sebagai Firman-firman Allah dan
membuktikan hal tersebut dengan menantang siapa pun untuk menyusun seperti
keadaannya.Ini sudah cukup menjadi bukti, walaupun tanpa bukti-bukti kesejarahan. Salah
satu bukti bahwa Al-Quran yang berada di tangan kita sekarang adalah Al-Quran yang turun
kepada Nabi saw. tanpa pergantian atau perubahan –tulis Thabathaba’iy lebih jauh– adalah
berkaitan dengan sifat dan ciri-ciri yang diperkenalkannya menyangkut dirinya, yang tetap
dapat ditemui sebagaimana keadaannya dahulu.

Dr. Mustafa Mahmud, mengutip pendapat Rasyad Khalifah, juga mengemukakan bahwa
dalam Al-Quran sendiri terdapat bukti-bukti sekaligus jaminan akan keotentikannya.

Huruf-huruf hija’iyah yang terdapat pada awal beberapa surah dalam Al-Quran adalah
jaminan keutuhan Al-Quran sebagaimana diterima oleh Rasulullah saw. Tidak berlebih dan
atau berkurang satu huruf pun dari kata-kata yang digunakan oleh Al-Quran. Kesemuanya
habis terbagi 19, sesuai dengan jumlah huruf-huruf B(i)sm Ali(a)h Al-R(a)hm(a)n Al-
R(a)him. (Huruf a dan i dalam kurung tidak tertulis dalam aksara bahasa Arab).

Huruf (qaf) yang merupakan awal dari surah ke-50, ditemukan terulang sebanyak 57 kali
atau 3 X 19.

Huruf-huruf kaf, ha’, ya’, ‘ayn, shad, dalam surah Maryam, ditemukan sebanyak 798 kali
atau 42 X 19.

Huruf (nun) yang memulai surah Al-Qalam, ditemukan sebanyak 133 atau 7 X 19.Kedua,
huruf (ya’) dan (sin) pada surah Yasin masing-masing ditemukan sebanyak 285 atau 15 X 19.
Kedua huruf (tha’) dan (ha’) pada surah Thaha masing-masing berulang sebanyak 342 kali,
sama dengan 19 X 18.
Al Qur’an Kalmullah 14
Huruf-huruf (ha’) dan (mim) yang terdapat pada keseluruhan surah yang dimulai dengan
kedua huruf ini, ha’ mim, kesemuanya merupakan perkalian dari 114 X 19, yakni masing-
masing berjumlah 2.166.

Bilangan-bilangan ini, yang dapat ditemukan langsung dari celah ayat Al-Quran, oleh
Rasyad Khalifah, dijadikan sebagai bukti keotentikan Al-Quran. Karena, seandainya ada ayat
yang berkurang atau berlebih atau ditukar kata dan kalimatnya dengan kata atau kalimat yang
lain, maka tentu perkalian-perkalian tersebut akan menjadi kacau.

Angka 19 di atas, yang merupakan perkalian dari jumlah-jumlah yang disebut itu, diambil
dari pernyataan Al-Quran sendiri, yakni yang termuat dalam surah Al-Muddatstsir ayat 30
yang turun dalam konteks ancaman terhadap seorang yang meragukan kebenaran Al-Quran.

b. Bukti-Bukti Historis

Al-Quran Al-Karim turun dalam masa sekitar 22 tahun atau tepatnya, menurut sementara
ulama, dua puluh dua tahun, dua bulan dan dua puluh dua hari.

Ada beberapa faktor yang terlebih dahulu harus dikemukakan dalam rangka pembicaraan
kita ini, yang merupakan faktor-faktor pendukung bagi pembuktian otentisitas Al-Quran.

1) Masyarakat Arab, yang hidup pada masa turunnya Al-Quran, adalah


masyarakat yang tidak mengenal baca tulis. Karena itu, satu-satunya andalan
mereka adalah hafalan. Dalam hal hafalan, orang Arab –bahkan sampai kini–
dikenal sangat kuat.
2) Masyarakat Arab –khususnya pada masa turunnya Al-Quran– dikenal sebagai
masyarakat sederhana dan bersahaja: Kesederhanaan ini, menjadikan mereka
memiliki waktu luang yang cukup, disamping menambah ketajaman pikiran
dan hafalan.
3) Masyarakat Arab sangat gandrung lagi membanggakan kesusastraan; mereka
bahkan melakukan perlombaan-perlombaan dalam bidang ini pada waktu-
waktu tertentu.
4) Al-Quran mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya dan sangat
mengagumkan bukan saja bagi orang-orang mukmin, tetapi juga orang kafir.
Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik seringkali
secara sembunyi-sembunyi berupaya mendengarkan ayat-ayat Al-Quran yang

Al Qur’an Kalmullah 15
dibaca oleh kaum Muslim. Kaum Muslim, disamping mengagumi keindahan
bahasa Al-Quran, juga mengagumi kandungannya, serta meyakini bahwa ayat-
ayat Al-Quran adalah petunjuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
5) Al-Quran, demikian pula Rasul saw., menganjurkan kepada kaum Muslim
untuk memperbanyak membaca dan mempelajari Al-Quran dan anjuran
tersebut mendapat sambutan yang hangat.
6) Ayat-ayat Al-Quran turun berdialog dengan mereka, mengomentari keadaan
dan peristiwa-peristiwa yang mereka alami, bahkan menjawab pertanyaan-
pertanyaan mereka. Disamping itu, ayat-ayat Al-Quran turun sedikit demi
sedikit. Hal itu lebih mempermudah pencernaan maknanya dan proses
penghafalannya.
7) Dalam Al-Quran, demikian pula hadis-hadis Nabi, ditemukan petunjuk-
petunjuk yang mendorong para sahabatnya untuk selalu bersikap teliti dan hati-
hati dalam menyampaikan berita –lebih-lebih kalau berita tersebut merupakan
Firman-firman Allah atau sabda Rasul-Nya.

Faktor-faktor di atas menjadi penunjang terpelihara dan dihafalkannya ayat-ayat Al-


Quran. Itulah sebabnya, banyak riwayat sejarah yang menginformasikan bahwa terdapat
ratusan sahabat Nabi saw. yang menghafalkan Al-Quran. Bahkan dalam peperangan
Yamamah, yang terjadi beberapa saat setelah wafatnya Rasul saw., telah gugur tidak kurang
dari tujuh puluh orang penghafal Al-Quran.

Walaupun Nabi saw. dan para sahabat menghafal ayat-ayat Al-Quran, namun guna
menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu Ilahi itu, beliau tidak hanya mengandalkan hafalan,
tetapi juga tulisan. Sejarah menginformasikan bahwa setiap ada ayat yang turun, Nabi saw.
lalu memanggil sahabat-sahabat yang dikenal pandai menulis, untuk menuliskan ayat-ayat
yang baru saja diterimanya, sambil menyampaikan tempat dan urutan setiap ayat dalam
surahnya. Ayat-ayat tersebut mereka tulis dalam pelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-
tulang binatang.Sebagian sahabat ada juga yang menuliskan ayat-ayat tersebut secara pribadi,
namun karena keterbatasan alat tulis dan kemampuan maka tidak banyak yang melakukannya
disamping kemungkinan besar tidak mencakup seluruh ayat Al-Quran.Kepingan naskah
tulisan yang diperintahkan oleh Rasul itu, baru dihimpun dalam bentuk “kitab” pada masa
pemerintahan Khalifah Abu Bakar r.a.

Al Qur’an Kalmullah 16
Setelah wafatnya Rasulullah dan banyaknya pengahafal Al Qur’an yang gugur dalam
peperangan Yamamah, menjadikan ‘Umar ibn Al-Khaththab menjadi risau tentang “masa
depan Al-Quran”. Karena itu, beliau mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar agar
mengumpulkan tulisan-tulisan yang pernah ditulis pada masa Rasul. Walaupun pada mulanya
Abu Bakar ragu menerima usul tersebut –dengan alasan bahwa pengumpulan semacam itu
tidak dilakukan oleh Rasul saw.– namun pada akhirnya ‘Umar r.a. dapat meyakinkannya.
Kemudian keduanya sepakat membentuk suatu tim yang diketuai oleh Zaid ibn Tsabit dalam
rangka melaksanakan tugas suci dan besar itu.

Zaid pun pada mulanya merasa sangat berat untuk menerima tugas tersebut, tetapi
akhirnya ia dapat diyakinkan –apalagi beliau termasuk salah seorang yang ditugaskan oleh
Rasul pada masa hidup beliau untuk menuliskan wahyu Al-Quran. Dengan dibantu oleh
beberapa orang sahabat Nabi, Zaid pun memulai tugasnya. Abu Bakar r.a. memerintahkan
kepada seluruh kaum Muslim untuk membawa naskah tulisan ayat Al-Quran yang mereka
miliki ke Masjid Nabawi untuk kemudian diteliti oleh Zaid dan timnya. Dalam hal ini, Abu
Bakar r.a. memberi petunjuk agar tim tersebut tidak menerima satu naskah kecuali yang
memenuhi dua syarat:

Pertama, harus sesuai dengan hafalan para sahabat lain.

Kedua, tulisan tersebut benar-benar adalah yang ditulis atas perintah dan di hadapan
Nabi saw. Karena, seperti yang dikemukakan di atas, sebagian sahabat ada yang menulis atas
inisiatif sendiri. Untuk membuktikan syarat kedua tersebut, diharuskan adanya dua orang
saksi mata.

Sejarah mencatat bahwa Zaid ketika itu menemukan kesulitan karena beliau dan
sekian banyak sahabat menghafal ayat Laqad ja’akum Rasul min anfusikum ‘aziz ‘alayh ma
‘anittun harish ‘alaykum bi almu’minina Ra’uf al-rahim (QS 9:128). Tetapi, naskah yang
ditulis di hadapan Nabi saw. tidak ditemukan. Syukurlah pada akhirnya naskah tersebut
ditemukan juga di tangan seorang sahabat yang bernama Abi Khuzaimah Al-Anshari.
Demikianlah, terlihat betapa Zaid menggabungkan antara hafalan sekian banyak sahabat dan
naskah yang ditulis di hadapan Nabi saw., dalam rangka memelihara keotentikan Al-Quran.
Dengan demikian, dapat dibuktikan dari tata kerja dan data-data sejarah bahwa Al-Quran
yang kita baca sekarang ini adalah otentik dan tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang
diterima dan dibaca oleh Rasulullah saw lima belas abad yang lalu.

Al Qur’an Kalmullah 17
C. BUKTI AL QUR’AN KALAMULLAH
Kalam Allah adalah sifat yang diperlukan dan kekal dengan kesempurnaan, dan
berkaitan dengan segala sesuau yang Dia ketahui, dan dengannya Dia mengatakan perintah,
janji dan ancaman-Nya. Kalam Allah ini sangat berbeda dengan kalam manusia. Di dalam
kalam manusia (kalam insan) terkandung dua makan, yaitu al makna al masdari
(takallum/keadaan berbicara) dan al makna al hasil bil masdari (al mutakallim bih/ apa yang
dibicarakan). Kedua makna kalam tersebut dapat berupa kalam lafdzi dan kalam nafsi. Oleh
karena itu, kalam manusia memiliki beberapa aspek yaitu:

1) Kalam lafdzi bil ma’na al masdary, yaitu bergeraknya mulut dan lidah ketika
berbicara.
2) Kalam lafdzi bil ma’na al hasilbil masdar, yaitu kata-kata atau kalimat yang
diucapkan oleh pembicara.
3) Kalam nafsi bilma’na al masdary, yaitu upaya melahirkan konsep-konsep
pembicaraan yang ada dalam pikiran pembicara.
4) Kalam nafsi bilma’na al hasil bilmasdary, yaitu kata-kata atau kalimat yang lahir
dari konsep pembicara sebelum diucapkan.

Sehubungan dengan wahyu Al Qur’an sebagai kalam Allah, bisa diartikan


sebagai kalam lafdzi (diartikan sebagai kalam yang diciptakan oleh Allah yang
diletakkan di lahul mahfuz atau kalam yang berhuruf, bersuara, namun makna kalam
lafzi ini adalah sebagian daripada makna kalam nafsi yang qadim yang ada pada dzat
Allah) dan kalam nafsi (ialah dari sifat kalam Allah yang qadim) . Imam Shihabuddin
al Qasthalani mengatakan: “Al Qur’an adalah kalam Allah SWT yang ada dzatNya,
bukan makhluk dan tidak memerlukan tempat baik dalam mushaf, kalbu, lidah
maupun telinga. Ia merupakan makna yang qadim yang berada dalam dzat Allah SWT
ditulis dengan mushaf dengan warna, rupa dan bentuk dalam wujud huruf-huruf yang
menunjukkan kalam tersebut”.

Dari ungkapan diatas dapat dipahami bahwa Al Qur’an pada hakikatnya adalah
kalam Allah yang bersifat azali sehingga bersifat qadim. Jumhur ulama berpendapat
bahwa al Qur’an adalah kalam Allah yang ada bersama ZatNya, berada di luar alam
nyata, bukan makhluk dan tidak memerlukan tempat. Bentuk lafadz dalam mushaf
adalah simbol akan keberadaan sifat kalam Allah, dan sifat kalam Allah itu adalah
qadim sebagaimana qadimnya Allah. Jika dikatakan Al Qur’an adalah baru yang

Al Qur’an Kalmullah 18
dimaksud adalah lafadz-lafadz yang dicetak dalam mushaf, yang diucapkan, didengar,
dan demikian itu tidak qadim. Hal ini dijelaskan Dr. Ahmad al Syirbashi berikut:

”Kalimat-kalimat Al Qur’an yang kita baca dalam mushaf dan senantiasa kita
ulang-ulang membacanya dengan lidah kita, adalah bentuk lafadz yang menunjukkan
atas adanya sifat kalam bagi Allah SWT. Sifat kalam Allah adalah qadim sebagaimana
qadimya Allah SWT. Kalam Allah tidaklah berupa lafadz ataupun huruf seperti yang
kita kenal. Apabila Al qur’an diartikan sebagai kalam Allah seperti ini, maka tidak
bisa dikatakan bahwa Al Qur’an itu makhluk, karena kalau Al Qur’an itu makhluk
berarti ia bersifat hadits (baru);apabila Al Qur’an sebagai kalam Allah itu bersifat
hadits (baru) maka hal ini berlawanan dengan kalamNya Allah yang bersifat qadim.
Adapaun lembaran-lembaran Al Qur’an dalam mushaf berupa kalimat-kalimat yang
ditulis atau dicetak didalamnya, semua itu adalah makhluk dan bersifat baru, tidak
bersifat qadim”.

Walaupun para ulama telah menjabarkan penjabaran yang sangat rinci tentang
Al Qur’an kalamullah, berikut ini akan diberikan bukti untuk memperkuatnya.

1) Allah menantang jin dan manusia untuk membuat semisal al-Quran, meski hanya satu
ayat saja. Kenyataannya sejak al-Quran diturunkan hingga saat ini, tidak satu
orangpun atau satu kelompokpun yang dapat membuat “Quran tandingan”. Tantangan
Allah tersurat secara sharih dalam firman-Nya:

‫ون ِب ِمثْ ِل ِه‬ ِ ‫علَ ٰى أ َ ْن يَأْتُوا ِب ِمثْ ِل ٰ َهذَا ا ْلقُ ْر‬


َ ُ ‫آن ََل يَأْت‬ َ ‫س َوا ْل ِج ُّن‬
ُ ‫اْل ْن‬
ِْ ‫ت‬ ْ ‫قُ ْل لَئِ ِن‬
ِ ‫اجت َ َم َع‬
َ ‫{ولَ ْو ك‬
‫َان‬ َ 88:‫يرا}اإلسراء‬ َ ‫ض‬
ً ‫ظ ِه‬ ُ ‫بَ ْع‬
ٍ ‫ض ُه ْم ِلبَ ْع‬
Artinya: Katakanlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat
yang serupa Al Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa
dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang
lain”. (QS Al-Isra, 17: 88)

ٍ ‫س َو ٍر ِمثْ ِل ِه ُم ْفتَ َريَا‬


ُ ‫ت َوا ْد‬
‫عوا َم ِن‬ ُ ‫أَ ْم يَقُولُونَ ا ْفت َ َراهُ قُ ْل فَأْتُوا بِعَ ْش ِر‬
َ ‫َّللاِ ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم‬
َ‫صا ِدقِين‬ َ َ‫ا ْست‬
ِ ‫ط ْعت ُ ْم ِم ْن د‬
َّ ‫ُون‬
Artinya: Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad telah membuat-buat Al Qur’an
itu”, Katakanlah: “(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang

Al Qur’an Kalmullah 19
dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup
(memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”. (QS
Huud: 13)

ُ ‫ورةٍ ِم ْن ِمثْ ِل ِه َوا ْد‬


‫عوا‬ َ ‫س‬ُ ‫ع ْب ِدنَا فَأْتُوا ِب‬ َ ‫ب ِم َّما ن ََّز ْلنَا‬
َ ‫علَى‬ ٍ ‫َو ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم فِي َر ْي‬
َ ‫َّللاِ ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم‬
َ‫صا ِد ِقين‬ ِ ‫ش َهدَا َء ُك ْم ِم ْن د‬
َّ ‫ُون‬ ُ
Artinya: Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami
wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal
Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang
yang benar. (QS Al-Baqarah: 23)
2) Allah memberi jaminan mengenai orisinalitas al-Quran dan bahwa ia terjaga dari
perubahan. Sejak al-Quran diturunkan hingga saat ini, al-Quran masih tidak ada
perubahan. Kesalahan sedikit saja dalam pencetakan al-Quran akan mudah diketahui.
Menganai jaminan orisinalitas ini, Allah berfirman:

ُ ِ‫إِنَّا ن َْح ُن ن ََّز ْلنَا ال ِذّ ْك َر َو ِإنَّا لَهُ لَ َحاف‬


َ‫ظون‬
Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya. (QS Al-Hijr: 9)

3) Dalam al-Quran tidak ada kesalahan dari sisi apapun, baik bahasa, sastra, berita masa
lalu, berita masa depan, berita terkati ilmu pengetahuan, bahkan banyak penemuan
modern yang membenarkan kandungan al-Quran. Ini menjadi bukti kuat bahwa al-
Quran memang dari Allah. Mengenai jaminan tidak ada kesalahan terkait kandungan
al-Quran ini, Allah berfirman:

ْ ‫َّللاِ لَ َو َجدُوا فِي ِه‬


‫اختِ َالفًا‬ َ ‫أَفَ َال يَتَدَب َُّرونَ ْالقُ ْرآنَ َولَ ْو َكانَ ِم ْن ِع ْن ِد‬
َّ ‫غي ِْر‬
ً ‫َك ِث‬
‫يرا‬
Artinya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an? Kalau kiranya Al
Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang
banyak di dalamnya. (QS An-Nisa: 82)

Al Qur’an Kalmullah 20
‫يز * َال َيأْتِي ِه‬ ٌ ‫ع ِز‬َ ‫اب‬ ٌ َ‫ِإ َّن الَّذِينَ َكفَ ُروا ِبال ِذّ ْك ِر لَ َّما َجا َء ُه ْم َو ِإنَّهُ لَ ِكت‬
‫اط ُل ِم ْن بَي ِْن يَدَ ْي ِه َو َال ِم ْن خ َْل ِف ِه تَ ْن ِزي ٌل ِم ْن َح ِك ٍيم َح ِمي ٍد‬ِ َ‫ْالب‬
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al Qur’an ketika Al Qur’an
itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan celaka), dan sesungguhnya Al
Qur’an itu adalah kitab yang mulia. (QS: Fushilat: 41-42)

Al Qur’an Kalmullah 21
D. MUKJIZAT AL QUR’AN
Menurut bahasa kata Mu’jizat berasal dari kata i’jaz diambil dari kata kerja
a’jaza-i’jaza yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelakunya
(yang melemahkan) dinamai mu’jiz. Bila kemampuannya melemahkan pihak lain
amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan, ia dinamai mu’jizat.

Kata I’jaz dalam bahasa Arab berarti menganggap lemah kepada orang lain.
Sebagimana Allah berfirman:

‫س ْوأَة َ أَ ِخي‬ َ ‫ب فَأ ُ َو ِار‬


َ ‫ي‬ ِ ‫ع َج ْزتُ أ َ ْن أ َ ُكونَ ِمثْ َل َهذَا ْالغُ َرا‬
َ َ‫… أ‬
Artinya: “…Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini,
lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini....” (QS. Al Maidah (5): 31)

Dr. Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbakh menyatakan bahwa mukjizat


adalah suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang (yang mengaku)
nabi sebagai bukti kenabiannya yang didatangkan kepada yang ragu untuk melakukan
atau mendatangkan hal serupa,tetapi mereka tidak mampu melayani tantangan itu
(Shihab,1999:23). Dari definisi yang telah diuraikan tersebut kita dapat mengetahui
unsur-unsur mukjizat sebagai berikut:

a. Hal atau peristiwa yang luar biasa


Peristiwa-peristiwa alam, yang terlihat sehari-hari, walaupun menakjubkan, tidak
dinamai mukjizat. Hal ini karena peristiwa tersebut merupakan suatu yang biasa. Yang
dimaksud dengan “luar biasa” adalah sesuatu yang berbeda di luar jangkauan sebab
akibat yang hukum-hukumnya diketahui secara umum. Demikian pula dengan hipnotis
dan sihir, misalnya sekilas tampak ajaib atau luar biasa, karena dapat dipelajari, tidak
termasuk dalam pengertian “luar biasa” dalam definisi di atas.

b. Terjadi atau dipaparkan oleh seseorang yang mengaku Nabi.


Hal-hal di luar kebiasaan tidak mustahil terjadi pada diri siapapun. Apabila
keluarbiasaan tersebut bukan dari seorang yang mengaku Nabi, hal itu tidak dinamai
mukjizat. Demikian pula sesuatu yang luar biasa pada diri seseorang yang kelak bakal
menjadi Nabi ini pun tidak dinamai mukjizat, melainkan irhash. Keluarbiasaan itu
terjadi pada diri seseorang yang taat dan dicintai Allah, tetapi inipun tidak disebut

Al Qur’an Kalmullah 22
mukjizat, melainkan karamah atau kerahmatan. Bahkan, karamah ini bisa dimiliki oleh
seseorang yang durhaka kepada-Nya, yang terakhir dinamai ihanah (penghinaan) atau
Istidraj (rangsangan untuk lebih durhaka lagi). Bertitik tolak dari kayakinan umat
Islam bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah Nabi terakhir, maka jelaslah bahwa tidak
mungkin lagi terjadi suatu mukjizat sepeninggalannya. Namun, ini bukan berarti
bahwa keluarbiasaan tidak dapat terjadi dewasa ini.

c. Mendukung tantangan terhadap mereka yang meragukan kenabian

Tentu saja ini harus bersamaan dengan pengakuannya sebagai Nabi, bukan
sebelum dan sesudahnya. Di saat ini, tantangan tersebut harus pula merupakan sesuatu
yang berjalan dengan ucapan sang Nabi. Kalau misalnya ia berkata, “batu ini dapat
bicara”, tetapi ketika batu itu berbicara, dikatakannya bahwa “Sang penantang
berbohong”, maka keluarbiasaan ini bukan mukjizat, tetapi ihanah atau istidraj”.

d. Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani

Bila yang ditantang berhasil melakukan hal serupa, ini berarti bahwa pengakuan
sang penantang tidak terbukti. Perlu digarisbawahi di sini bahwa kandungan tantangan
harus benar-benar dipahami oleh yang ditantang. Untuk membuktikan kegagalan
mereka, aspek kemukjizatan tiap-tiap Nabi sesuai dengan bidang keahlian umatnya.

Sedangkan untuk macamnya, mukjizat para nabi dapat dibagi menjadi dua
yaitu:

1. Mukjizat yang bersifat material dan indrawi dalam arti keluarbiasaan tersebut
dapat disaksikan dan dijangkau langsung lewat indra oleh masyarakat tempat
mereka menyampaikan risalahnya
2. Mukjizat yang bersifat akli yaitu mukjizat yang dapat diterima oleh akal
pikiran.

Mukjizat nabi-nabi sebelum Rasulullah Muhammad saw bersifat material


inderawi, yang terbatas pada lokasi tempat nabi-nabi tersebut berada dan berakhir
dengan wafatnya nabi-nabi tersebut. Tapi untuk Rasulullah Muhammad saw sifatnya
bukan indrawi/material, tetapi dapat dipahami oleh akal. Perbedaan pemberian
mukjizat ini didasari oleh dua hal yaitu:

Al Qur’an Kalmullah 23
1. Para Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW, ditugaskan untuk masyarakat dan
masa tertentu. Karena itu, mukjizat mereka hanya berlaku untuk masa dan
masyarakat tersebut, tidak untuk sesudah mereka. Ini berbeda dengan mukjizat
Nabi Muhammad yang diutus seluruh umat manusia sampai akhir zaman
sehingga bukti ajaranya harus selalu ada dimana dan kapanpun berada.
2. Manusia mengalami perkembangan dalam pemikiranya. Umat para Nabi
khususnya sebelum Nabi Muhammad membutuhkan bukti kebenaran yang
sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Bukti tersebut harus demikian jelas
dan langsung terjangkau oleh indra mereka. Akan tetapi, setelah manusia
mulai menanjak ke tahap kedewasaan berpikir, bukti yang bersifat indrawi
tidak dibutuhkan lagi.

Dengan melihat keadaan dan pola pikir manusia pada masa Rasulullah
tersebut, tentu dapat kita pahami bahwa Al qur’anlah satu-satunya mukjizat yang
dapat memutlakan kedudukan Rasul Muhammad saw sebagai utusan Allah dan untuk
mengingatkan umat manusia untuk tunduk kepada Allah dan RasulNya. Maksud
kumukjizatan Al-Qur’an bukan semata mata untuk melemahkan manusia atau
menyadarkan mereka atas kelemahanya untuk mendatangkan semisal Al-Qur’an akan
tetapi tujuan yang sebenarnya adalah untuk menjelaskan kebenaran Al-Qur’an dan
Rasul yang membawanya dan sekaligus menetapkan bahwa sesuatu yang dibawa oleh
mereka hanya sekedar menyampaikan risalah Allah SWT, mengkhabarkan dan
menyerukan. Segi-segi i’jaz al-qur’an secara fundamental kemukjizatan al-Qur’an
digolongkan menjadi dua bagian yaitu:

1. Segi Bahasa
2. Segi Isi/ kandungan al-Qur’an

Adapun penjelasan mengenai keduanya, akan dijelaskan di bawah ini.

1. Kemukjizatan al-Qur’an di Tinjau dari Aspek Kebahasaan


Al-Qur’an pertama kali berinteraksi dengan masyarakat Arab pada masa
Nabi Muhammad Saw. Keahlian mereka adalah bahasa dan sastra Arab. Di mana-
mana terjadi musabaqah (perlombaan) dalam menyusun syair atau khutbah, petuah,
dan nasihat. Syair-syair yang dinilai inda, digantung di Ka’bah, sebagai penghormatan
kepada penggubahnya sekaligus untuk dapat dinikmati oleh yang melihat atau

Al Qur’an Kalmullah 24
membacanya. Penyair mendapat kedudukan yang sangat istimewa dalam masyarakat
Arab. Mereka dinilai sebagai pembela kaumnya.
Dengan syair dan gubahan, mereka mengangkat reputasi suatu kaum
atau seseorang dan juga-sebaliknya- dapat menjatuhkan. Sebenarnya orang-orang
Arab yang hidup pada masa turunnya al-Qur’an adalah masyarakat yang paling
mengetahui keunikan dan keistimewaan al-Qur’an serta ketidakmampuan manusia
untuk menyusun semacamnya. Tetapi, sebagian mereka tidak dapat menerima al-
Qur’an karena pesan-pesan yang dikandungnya merupakan sesuatu yang baru. Hal itu
masih ditambah lagi dengan ketidaksejalanan al-Qur’an dengan tradisi serta
bertentangan dengan kepercayaan mereka bahkan memorak-porandakannya.
Ditinjau dari keunikan dan keistimewaan al-Qur’an, ia memiliki
banyak kelebihan dibandingkan dengan sastra Arab. Beberapa kelebihan al-Qur’an
dari aspek kebahasaan antara lain; gaya bahasa yang indah, susunan kata dan
kalimatnya yang teratur, keseimbangan redaksinya, dan ketelitian redaksinya.
a) Gaya Bahasa Al-Qur’an (Majaz Al-Qur’an)
Al-Qur’an memiliki bentuk majaz. Adapun bentuk-bentuk majaz tersebut
adalah isti’arah (Metafora), tasybih (perbandingan), tamtsil (persamaan),
dan kinayah (Metonimia).
b) Susunan Kata dan kalimat Al-Qur’an
c) Sebelum seseorang terpesona dengan keunikan atau kemukjizatan pesan
kandungan al-Qur’an, terlebih dahulu dia akan terpukau oleh beberapa
hal yang berkaitan dengan susunan kata dan kalimatnya. Beberapa hal
tersebut antara lain menyangkut:
1) Nada dan langgamnya
Bacalah misalnya Surat An-Nazi’at (79): 1-5.

*‫سبْحا‬
َ ‫ت‬
ِ ‫سابِ َحا‬ َ ‫ْوالنَّا ِش‬
َّ ‫طات نَ ْشطا* َوال‬ َ ِ *‫غ َْرقا‬
‫ت‬
ِ ‫عا‬ ِ َّ‫َوالن‬
َ ‫از‬
ِ ‫سا ِبقَات* أَ ْمرافَ ْال ُمدَ ِب َِّرا‬
*‫ت‬ َّ ‫سبْقافَال‬
َ ِْ

Ayat tersebut memiliki keserasian bunyi dan keserasian irama dalam rangkaian
kalimat ayat-ayatnya.
2) Singkat dan padat

Al Qur’an Kalmullah 25
Misalnya surat Al-Baqarah (2): 212

َ ‫َللاُ يَ ْر ُز ُق َم ْن يَشَا ُء بِغَي ِْر ِح‬


‫ساب‬ َّ ‫و‬....
َ
”...dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang
dikehendaki-Nya tanpa batas.’
Quraish Shihab dalam bukunya menyatakan bahwa ayat di atas maknanya bisa
berarti:
a) Allah memberikan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa ada yang
berhak mempertanyakan kepada-Nya mengapa Dia memperluas rezeki kepada
seseorang dan mempersempit yang lainnya.
b) Allah memberikan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa Dia
memperhitungkan pemberian itu.
c) Allah memberikan rezeki kepada seseorang tanpa yang diberi rezeki tersebut dapat
menduga kehadiran rezeki itu.
d) Allah memberikan rezeki kepada seseorang tanpa yang bersangkutan dihitung
secara detail amal-amalnya.
e) Allah memberikan rezeki kepada seseorang dengan jumlah rezeki yang amat
banyak sehingga yang bersangkutan tidak mampu menghitungnya.
3) Memuaskan Para Pemikir dan Kebanyakan Orang
4) Memuaskan Jiwa dan Akal
5) Keindahan dan Ketepatan Maknanya

d) Keseimbangan Redaksi Al-Qur’an


Salah satu bentuk keseimbangan redaksi al-Qur’an yaitu al-Qur’an memiliki
keseimbangan khusus, misalnya: Kata yaum/hari (‫ )اليوم‬dalam bentuk tunggal,
sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun. Sedangkan kata hari yang
menunjukkan jamak ayyam (‫ )ايام‬dan dua yaumain (‫ )يومين‬jumlah kesuluruhannya
hanya tiga puluh, sejumlah hari-hari dalam sebulan. Di sisi lain kata yang berarti
bulan syahr/asyhur (‫شهر‬- ‫ )اشهر‬hanya terdapat dua belas kali, sejumlah bulan dalam
setahun.
e) Ketelitian Redaksi Al-Qur’an
Salah satu contoh bentuk ketelitian redaksi al-Qur’an adalah firman Allah
berikut ini: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur.”
Al Qur’an Kalmullah 26
Dari ayat di atas dapat dianalisis bentuk ketelitian redaksi al-Qur’an, di
antaranya sebagai berikut:
 Digandengkannya bentuk tunggal pendengaran (‫ )السمع‬dengan bentuk jamak
penglihatan-penglihatan (‫)ر االبصا‬.
 Didahulukannya pendengaran daripada penglihatan untuk mengisyaratkan bahwa
pendengaran manusia lebih dahulu berfungsi daripada penglihatannya.
 Bentuk tunggal yang digunakan pada “pendengaran“ untuk mengisyaratkan bahwa
dalam posisi apa, bagaimana, dan sebanyak beberapa pun mereka memiliki indra
pendengar selama pendengaran normal, suara yang didengar akan sama. Berbeda
dengan indra penglihatan. Jika orang berhadapan dengan seseorang, orang itu akan
melihat wajahnya, dan jika orang itu mengubah posisi, apa yang dia lihat akan
berbeda. Demikian itu keadaan pandangan mata. Jika demikian amat logis jika al-
Qur’an menggunakan bentuk jamak untuk “penglihatan”, sebagai isyarat tentang
keberagaman pandangan.

2. Kemukjizatan al-Qur’an di Tinjau dari Segi Kandungannya

Dari segi isi atau kandungannya, al-Qur’an memiliki banyak rahasia yang
belum terungkap. Kerahasiaan yang belum terungkap tersebut disebabkan karena
kadar rasio manusia yang terbatas. Dan ada pula rahasia-rahasia yang telah terungkap.
Adapun beberpa rahasia kandungan al-Qur’an yang telah terungkap adalah; isyarat
ilmiah, informasi hal gaib, dan pembentukkan hukum (tasyri’).

a) Isyarat Ilmiah (Sains)

Sebagian besar ayat kauniyah yang tercantum dalam mushaf al-Qur’an penuh
tanda-tanda bukti dan sinyal-sinyal yang benderang dan mendengungkan kekuasaan
Allah Yang Maha Hebat tentang penciptaan makhluk umat manusia dan alam
semesta.
Isyarat ilmiah dalam al-Qur’an terbilang banyak bahkan masih banyak yang belum
terungkap oleh rasio dan ilmu yang dimiliki manusia.

b) Informasi Hal Gaib


Gaib adalah sesuatu yang tidak diketahui, tidak nyata atau tersembunyi. Al-
Qur’an mengungkap sekian banyak ragam hal gaib. Al-Qur’an mengungkap kejadian
masa lampau yang tidak diketahui lagi oleh manusia, karena masanya telah demikian

Al Qur’an Kalmullah 27
lama, dan mengungkap juga peristiwa masa datang atau masa kini yang belum
diketahui manusia. Di bawah ini beberapa informasi hal gaib yang diinformasikan al-
Qur’an.
1. Peristiwa Masa Lampau ( Kehancuran Kaum ‘Ad dan Tsamud serta
Kehancuran Kota Iram) (Q.S. Al-Haqqah (69): 4-7).
2. Peristiwa Masa Datang Yang Terbukti ( Kemenangan Romawi
Setelah Kekalahannya) (Q.S. Ar-Rum (30): 1-5).
3. Masa Datang Yang Belum Terjadi ( Kehadiran Seeokor Binatang
yang Bercakap Menjelang Hari Kiamat)n (Q.S. An-Naml (27): 82).

Al Qur’an Kalmullah 28
E. FUNGSI AL QUR’AN DALAM KEHIDUPAN
1. Sebagai sumber dari segala hukum islam

2. Sebagai hakim tertinggi

Al-Qur’an memberikan keputusan terakhir dan benar terhadap segala


masalah yang diselisihkan oleh umat islam dan pemimpin-pemimpin agama
dari bermacam-macam agama. Dan sekaligus memberikan korelasi terhadap
kepercayaan- kepercayaan, pandangan dan anggapan yang salah atau keliru
dikalangan umat manusia atau umat beragama semenjak sejak ia turun hingga
di akhir zaman. Seperti telah memberikan korelasi terhadap ketuhanan Yesus
dan trinitas.

3. Sebagai penguat kebenaran adanya agama Allah sebelum Nabi Muhammad


saw.

Al-Qur’an telah membenarkan dan mengokohkan tentang adanya


Nabi/Rosul dan kitab sebelumnya.Hanya saja ajaran rosul dan kitab
sebelumnya itu sudah banyak yang dirubah atau yang diselewengkan oleh
manusia, sehingga tidak ada keorsinilan lagi.Karenanya ajarannya banyak yang
bertentangan dengan Al-Qur’an dan akal sehat.

4. Sebagai alat untuk menghidupkan manusia sebagai manusia


Al-Qur’an adalah sebagai alat untuk menghidupkan manusia sebagai
manusia hamba Allah, kalau manusia tidak memakai Al-Qur’an, maka
kehidupannya dinyatakan tuhan sebagai kehidupan hewan terjahat,
sebagaimana tercantum di QS. Muhammad ayat 12,:

‫صا ِل َحا ِتا َجنَّات‬ َ ‫َللاَ يُ ْد ِخ ُل الَّذِينَ آ َمنُوا َو‬


َّ ‫ع ِملُوا ل‬ َّ ‫ِإ َّن‬
‫ار َوالَّذِينَ َكفَ ُروا يَتَ َمتَّعُونَ َويَأ ْ ُكلُونَ َك َما‬
ُ ‫تَ ْج ِري ِم ْن تَ ْحتِ َها األ ْن َه‬
‫ار َمثْوى لَ ُه ْم‬ ُ َّ‫تَأ ْ ُك ُل األ ْنعَا ُم َوالن‬
Artinya: Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mukmin dan
beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.
Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan

Al Qur’an Kalmullah 29
seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka.
(QS: Muhammad Ayat: 12)

5. Sebagai rahmat dari allah.


Allah telah turunkan kepada manusia rahmat yang tak terkira
kepadanya. Kalau manusia hendak menghitungnya, ia tidak akan mampu
untuk menghitungnya. Seperti yang telah dijelaskan dalam QS. An-Nahl
ayat 18.

‫َللاَ لَغَفُور َر ِحيم‬ ُ ‫َو ِإ ْن تَعُدوا نِ ْع َمةَ ِهِّْال َل ال ت ُ ْح‬


َّ ‫صوهَا ِإ َّن‬
Artinya: Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak
dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS AN Nahl, 16:18)

6. Sebagai pedoman manusia di dunia


Al-Qur’an adalah kalam Allah yang multi fungsi, kegunaannyapun bisa
dibidang apapun, sehingga tak salah jika Allah mengagungkan Al-Qur’an
itu sendiri yang begitu banyak fungsi dalam kehidupan sehari-hari
manusia.

Al Qur’an Kalmullah 30
F. PANDANGAN NEGATIF TERHADAP AL QUR’AN DAN
JAWABANNYA

Sebagaimana diketahui bersama, perbincangan mengenai al-Qur’an tidak pernah


habis, terutama ketika dikaitkan dengan permasalahan hidup. Keunikan al-Qur’an inilah yang
membuat para pecinta kesesatan dan kebatilan mengerahkan segala usahanya demi
memuaskan nafsunya untuk mengotak-atik, merekonstruksi, dan mendekonstruksi segala hal
yang sebenarnya bukan persoalan yang layak untuk diperdebatkan.Orang-orang seperti itu
bukan berasal dari kalangan orientalis Barat dan non Muslim saja, tetapi banyak juga dari
kalangan umat Islam.
Di zaman yang serba modern ini, banyak sekali karya-karya edisi kritis terhadap al-
Qur’an bermunculan. Konon “katanya” karya-karya tersebut bersifat “objektif”, “modern”,
dan mampu membuat umat Islam terbebas dari kejumudan. Namun sebaliknya, upaya
demikian ternyata tidak bisa memberikan pencerahan terhadap umat Islam, tetapi justru
membawa umat Islam jatuh ke jurang kekufuran, kekeliruan, dan kesesatan.Akibatnya,
otentisitas al-Qur’an diragukan. Sendi-sendi agama pun akhirnya runtuh.
Di antara pemikir modernis terdepan yang berusaha untuk mendekonstruksi al-Qur’an
adalah Nasr Hamid Abu Zayd. Pemikirannya menjadi idola sehingga dijadikan referensi para
aktivis Islam Liberal—baik dari kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dosen,
maupun mahasiswa.
Abu Zayd dilahirkan di Desa Qahafah dekat kota Thantha Mesir pada 10 Juli 1943. Ia
menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Thantha. Setelah lulus dari Sekolah Teknik
di Thantha pada tahun 1960, dia bekerja sebagai seorang teknisi elektronik pada Organisasi
Komunikasi Nasional di Kairo sampai tahun 1972. Pada tahun 1968 ia meneruskan studinya
di Jurusan Bahasa dan sastra Arab di Universitas Kairo. Dia masuk kuliah pada malam hari
dan siangnya dia tetap bekerja.Kemudian studinya diselesaikan pada 1972 dengan predikat
cum laude. Pada tahun 1975 ia mendapat beasiswa dari Ford Foundation untuk melakukan
studi selama dua tahun di American University di Kairo. Dua tahun kemudian dia meraih
gelar MA dari Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Universitas Kairo dengan predikat cum laude
dengan tesis yang berjudul, “Rasionalisme dalam Tafsir: Sebuah Studi tentang Problem
Metafor Menurut Mu‘tazilah”. Pada tahun 1981, ia juga meraih gelar PhD dalam studi Islam
dan Bahasa Arab dari Jurusan yang sama dengan predikat cum laude dengan disertasi yang
berjudul, “Filsafat Ta’wil: Studi Hermeneutika al-Qur’an menurut Muhyiddin ibn ‘Arabi”

Al Qur’an Kalmullah 31
Nasr Hamid Abu Zayd kemudian hari divonis Murtad oleh Mahkamah Agung Mesir tahun
1996.
Abu Zayd berpendapat bahwa hakikat teks al-Qur’an adalah produk budaya, teks
manusiawi, teks historis, dan teks linguistik.Terma-terma ini didasari atas kenyataan bahwa
teks muncul dalam sebuah struktur budaya tertentu, sehingga ditulis kepada aturan-aturan
budaya tersebut, di mana bahasa merupakan sistem pemaknaannya yang sentral. Teks al-
Qur’an tegasnya bersifat ilahiyah, namun ia menjadi sebuah konsep yang relatif dan berubah
ketika ia dilihat dari perspektif manusia; ia menjadi teks manusiawi.
Sebenarnya bualan Abu Zayd Nashr Hamid tidaklah baru sama sekali. Para orientalis
sudah lama berusaha menolak otensitas alqur’an sebagai wahyu Allah SWT. Jika dulu mereka
menyatakan bahwa Alqur’an karangan Muhammad maka beberapa orientalis sekarang ini
seperti Montgomery watt dan WC smith membual Alqur’an adalah Kalam Tuhan dan
sekaligus kata-kata muhammad.
Menyikapi pernyataan Abu Zayd di atas, kita harus bertanya, adakah di antara para
ulama mu’tabar (klasik ataupun kontemporer) yang memiliki pemahaman sama seperti Abu
Zayd.
Ulama tersebut penting untuk dijadikan rujukan, sebab mereka memiliki kepakaran
dan otoritas keilmuwan.Karya-karya besar dan berjilid-jilid yang ditulis oleh mereka menjadi
bukti tentang hal tersebut. Mari kita lihat bagaimana mereka memahami al-Qur’an.
Al-Qur’an dalam pandangan Syeikh Muhammad Rasyid Ridha adalah kalamullah
yang diturunkan berbahasa Arab kepada Nabi SAW.Sedangkan Imam al-Jurjani memiliki
pandangan bahwa al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi SAW,
termaktub di dalam mushaf dan sampai kepada kita melalui periwayatan yang mutawatir
Imam al-Zurqani berpendapat bahwa al-Qur’an adalah kalamullah, dan kalamullah
berbeda dengan kalam manusia. Al-Nasafi mendefinisikan al-Qur’an sebagai kalamullah
bukan makhluq (sesuatu yang diciptakan), yang dapat dibaca dengan lisan, dihafal
(terpelihara) di dalam dada, dan tertulis dalam mushaf. Imam al-Zarkasyi mendefinisikan al-
Qur’an sebagai wahyu yang diturunkan kepada Nabi SAW untuk dijelaskan pesan-pesannya
dan dijadikan mu‘jizat.
Adapun al-Qur’an dalam pandangan Ali Shabuni adalah kalamullah yang diturunkan
kepada Nabi SAW untuk membenarkan berita yang dibawa oleh Nabi SAW, dan adil atas apa
yang telah ditentukan dan diputuskan.
Begitu juga dengan Syaikh Yusuf al-Qaradhawi yang mendefinisikan al-Qur’an
sebagai kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, yang dihafal di dalam

Al Qur’an Kalmullah 32
dada, yang dapat dibaca dengan lisan, ditulis dalam mushaf yang dilingkari dengan kemuliaan
yang tidak ada kebatilan, baik di awalnya maupun di akhirnya, diturunkan dari Yang Maha
Bijaksana lagi Maha Terpuji.
Pandangan para ulama di atas, baik klasik maupun kontemporer, sebenarnya satu dan
memiliki tujuan yang sama. Domain al-Qur’an menurut mereka tidak terlepas dari kalamullah
yang diturunkan kepada Nabi SAW dan berbahasa Arab. Kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa tidak ada satu pun di antara mereka yang mendefinisikan al-Qur’an bukan pada
tempatnya, terutama memandangnya sebagai teks manusia atau pun hasil produk budaya.
Siapa pun yang ingin berinteraksi dengan al-Qur’an, ada rambu yang telah ditetapkan
oleh para ulama dan harus ditaati bersama: pertama, senantiasa memposisikan al-Qur’an
sebagai kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang sampai kepada
kita melalui periwayatan yang mutawatir. Kedua, senantiasa memposisikan al-Qur’an yang
diturunkan dalam bahasa Arab Jika ada orang yang melanggar kedua rambu tersebut,
kajiannya dapat dikategorikan menyimpang dan diragukan keilmiahannya.

Jika Alqur’an menjadi produk budaya ketika wahyu selesai, maka dalam rentang
waktu wahyu pertama turun hingga wahyu selesai,Alqur’an berada dalam keadaan pasif
karena ia produk budaya Arab jahiliyah. Namun, ini pendapat salah, karena ketika diturunkan
secara gradual, Alqur’an ditentang dan menentang budaya Arab Jahiliyah saat itu.Jadi,
Alqur’an bukanlah produk budaya,Alqur’an justru membawa budaya baru dengan mengubah
budaya yang ada.Ia produsen budaya.

Jadi sekalipun Alqur’an disampaikan oleh Rasulullah SAW pada ummatnya pada abad
ke-7 masehi, namun ini tidak serta merta mengindikasikan bahwa Alqur’an terbentuk dalam
situasi dan budaya yang ada pada abad ke-7 masehi.Alqur’an melampaui historitasnya sendiri
karena Alqur’an dan ajarannya adalah trans-historis.Kebenarannya adalah sepanjang zaman.

Al Qur’an Kalmullah 33
III. PENUTUP
Sebagai Kalamullah, Al Qur’an mempunyai banyak keunggulan dan keistimewaan
yang lain dari pada kitab-kitab Allah sebelumnya. Keistimewaan Al Qur’an ini bukan hanya
sebagai benteng kebenaran Al Qur’an sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw dalam menghadapi kaum kafir, tapi yang paling penting adalah hakikat Al
Qur’an sebagai kalamullah itu sendiri. Kalamullah ini diturunkan semata-mata untuk
memberikan petunjuk kepada seluruh umat di dunia tentang ajaran tauhid yang satu. Ajaran
tauhid ini sebenarnya sudah tertera dengan jelas pada kitabullah-kitabullah lain sebelum Al
Qur’an. Akan tetapi, kitabulla-kitabullah itu tidak terjaga otensitasnya sehingga dapat dikatan
bahwa kitab-kitab yang beredar sekarang adalah hasil rekayasa para oknum-oknum. Atas
dasar itulah Al Qur’an diturunkan dengan berbagai keunggulan dan mukjizatnya. Sekalipun
begitu masih banyak golongan-golongan yang berusaha merusak akidah umat Islam dengan
cara mendebat otensitas dan kebenaran Al Qur’an. Terhadap golongan-golongan ini sudah
sewajarnya bagi kita umat islam mengadakan pembelaan terhadap Al Qur’an dengan cara
mempelajari Al Qur’an sedalam-dalamnya.

Al Qur’an Kalmullah 34
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2014. Perkenalan Awal dengan Al Qur'an. Jakarta : Rineka Cipta, 2014.

Efendi, Sofyan. 2008. HaditsWeb. [compiled HTML help file] s.l. : OPI software, 2008.

Ichwan, Mohammad Nor. 2005. Belajar Al-Qur'an: Menyingkap Khazanah Ilmu-ilmu Al-
Qur'an Melalui Pendekatan Historis Metodis. Semarang : RaSAIL, 2005.

Irhami. 2014. Al Qur'an Bukanlah Produk Budaya. [Online] September 22, 2014. [Cited:
April 13, 2015.] http://tugaskuliah-syaifurrahman.blogspot.com/2014/09/al-quran-bukanlah-
produk-budaya.html.

Kamal, Musthofa. 2013. Makalah Ulumul Qur'an: Fungsi Al Qur'an. [Online] November
2013. [Cited: Maret 19, 2015.] http://chamalthofa343.blogspot.com/2013/11/makalah-ulumul-
quran-fungsi-al-quran.html.

Pamungkas, Muhsin. 2013. Al Qur'an sebagai Kalamullah. [Online] Juli 25, 2013. [Cited:
Maret 19, 2015.] https://muhsinpamungkas.wordpress.com/2013/07/25/al-quran-sebagai-
kalamullah/.

Shihab, Dr. M. Quraish. 1996. Membumikan Al Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat. Bandung : Penerbit Mizan, 1996.

Sholi, Robbi. 2013. Al Qur'an dan Kanndungannya. [Online] Maret 21, 2013. [Cited: Maret
19, 2015.] http://robisevilla.blogspot.com/2013/03/al-quran-dan-kandungannya.html.

Syahin, Prof. Dr. Abdussabur. 2008. Tarikh Al Qur'an. [trans.] LC Prof. Dr. Ahmad
Bachdim. Jakarta : PT Rehal Publika, 2008.

Wahyudi. 2014. Bukti Al Qur'an Kalamullah. [Online] November 11, 2014. [Cited: Maret 19,
2015.] http://almuflihun.com/bukti-al-quran-kalamullah/.

Wardana, Wisnu Arya. 2005. Melacak Teori Einstein dalam Al Qur'an. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2005.

Al Qur’an Kalmullah 35
Al Qur’an Kalmullah 36

Vous aimerez peut-être aussi