Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh
(1208015006)
Pembimbing :
1
LAPSUS RAWAT JALAN
PENYAKIT JANTUNG REMATIK
Siegfrid Claudio Antonio Manoeroe, S. Ked
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana
I. Pendahuluan
Penyakit jantung rematik adalah komplikasi paling serius dari demam rematik. Sebanyak
39% pasien dengan demam rematik akut dapat berkembang menjadi pankarditis yang
dihubungkan dengan insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis dan akhirnya dapat
menyebabkan kematian. Demam rematik (DR) adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh
respons imunologis lambat yang terjadi setelah infeksi kuman Streptokokkus hemolitikus grup A.
Pada PJR yang kronik, pasien dapat mengalami stenosis katup, dengan berbagai tingkat kelainan
mulai dari regurgitasi, dilatasi atrial, aritmia, dan disfungsi ventrikel. 1,2
PJR masih merupakan masalah kesehatan yang besar dan sering dijumpai. PJR yang
kronik dapat ditemukan pada 5-30 juta anak dan dewasa muda, 90.000 orang dapat meninggal tiap
tahunnya akibat penyakit ini. Kelainan ini paling sering ditemukan pada anak usia 6-15 tahun.
Mortalitas penyakit ini di dunia adalah sebesar 1-10%. Diperkirakan prevalensi PJR di Indonesia
sebesar 0,3-0,8 anak sekolah 5-15 tahun. Penyakit jantung rematik terutama mengenai katup mitral
(75%), katup aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid dan tidak pernah menyerang katup
pulmonal. 1,3
2
II. Laporan Kasus
Identitas pasien
Nama : An. ARRL
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/Umur : 1 Agustus 2004/ 13 tahun
Agama : Islam
Alamat : Kuanino
No. MR : 279439
3
nyeri lagi maka diberikan asam mefenamat. Riwayat batuk pilek saat sebelum nyeri
pada kaki tangan diakui oleh ayah pasien.
- Riwayat kehamilan : Pasien adalah anak tunggal. Selama sakit ibu rutin periksa
kehamilan di Puskesmas sebanyak enam kali. Penyakit berat selama kehamilan tidak
ada.
- Riwayat persalinan : Ibu melahirkan secara normal di RSUD Prof.W.Z. Johannes,
cukup bulan, bayi segera menangis, BBL 2800gram.
- Riwayat Imunisasi : Pasien telah mendapat imunisasi dasar lengkap yaitu Hep B,
BCG, Polio, DPT, Hib, dan Campak.
- Riwayat ASI : Mendapat ASI saja sejak lahir sampai berusia 6 bulan, lalu
dilanjutkan bersama MPASI sampai usia 1,5 tahun.
- Riwayat Perkembangan : saat ini pasien dalam perkembangan yang normal, tidak
ada keterbelakngan mental. Pasien mulai bisa mengucapkan kata mama/papa saat
usia 1 tahun dan mulai bisa berjalan saat usia 1 tahun 6 bulan.
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Antropometri : BB :45 kg, TB : 155 cm
Status Gizi : Grafik pertumbuhan CDC BBI % : 100% Gizi baik
TB/U percentile 50
BB/U percentile 50
IMT/U percentile 50 gizi baik
Tanda vital :
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi = 96x/menit, regular, kuat angkat
Respiratory Rate (RR) = 24 x/menit
Suhu = 36,70C
Kulit : pucat (-), ikterik (-), sianosis (-), edema (-).
Kepala : Simetris, rambut hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Wajah : Simetris, edema (-)
4
Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), simetris, reflex cahaya +/+,
pupil isokor (+/+)
Telinga : deformitas (-/-), otorea (-/-)
Hidung : rhinore (-/-),nafas cuping hidung(-/-),epistaksis (-/-), deviasi septum (-/-).
Mulut : mukosa lembab, bibir warna merah muda, tonsil (T1/T1), hiperemis (-/-)
Leher : massa (-), pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Dada : gerakan nafas simetris, penggunaan otot bantu nafas (-)
Cor :
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba (thrill) pada ICS V linea midclavicularis sinistra.
Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternalis dextra
Batas bawah : ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas kiri : ICS V 2 cm dari linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : ICS III linea parasternalis dextra
Auskultasi : S1/S2 tunggal, reguler, murmur (+) sistolik pada apex jantung grade 4, gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), Ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : tampak datar, distensi (-), bising usus (+) kesan normal, supel, hepar dan
lien tidak teraba, nyeri tekan (-),turgor <2 detik.
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<3 detik.
c. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratoium (17 Desember 2013)
Hasil Satuan Nilai rujukan Ket
Hemoglobin 9,50 g.dL 12-16 L
Eritrosit 3,82 10^6/uL 4,50-6,20 x 10 L
Hematrokrit 30,3 % 35-45 L
MCV 79,4 fl 75-91 N
MCH 24,9 Pg 25-33 L
Leukosit 16,2 10^3/uL 5-11 H
Eosinofil 0,146 10^3/uL 0.00-0,40 N
5
Basofil 0,207 10^3/uL 0,00-0,10 H
Neutrofil 9,49 10^3/uL 1,50-7,00 H
Limfosit 4,88 10^3/uL 1,00-3,70 H
Monosit 1,50 10^3/uL 0,00-0,70 H
Trombosit 465 10^3/ul 150-400 H
Natrium 131 mmol/L 132-147 L
darah
Kalium darah 3,4 mmol/L 3,5-4,5 L
Klorida darah 102 mmol/L 90-111 N
Glukosa 126 mg/Dl Mg/dL 70-150 N
Sewaktu
ASTO 200 IU/ml <200 H
Foto thorax
6
EKG
d. Resume
Anak laki-laki usia 13 tahun datang ke Poliklinik Anak RSUD Prof. Johannes Kupang
untuk kontrol rutin atas penyakit infeksi pada jantung, diketahui pasien telah melakukan
pengobatan rutin tiap bulannya sejak tahun 2013. Saat ini pasien tidak memiliki keluhan
apapun. 4 tahun yang lalu pasien mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri, jantung berdebar-
debar dan batuk, serta sesak napas, saat batuk maka sesak napas semakin berat. Nafsu
makan berkurang, minum baik, BAK dan BAB baik. Tidak ada penurunan berat badan.
Selain itu, pasien juga mengeluh sakit kepala, kemudian diikuti demam, lalu kemudian
pasien sesak napas dan jantung berdebar-debar. Saat berada di kelas 2 SD yaitu saat pasien
berusia 8 tahun, pasien pernah mengalami nyeri pada lutut, siku serta pergelangan kaki dan
tangan. Saat itu pasien juga mengalami demam. Orang tua membawa pasien ke puskesmas
dan pasien diberikan obat asam mefenamat sehingga nyeri hilang, selanjutnya ketika
muncul nyeri lagi maka diberikan asam mefenamat. Riwayat batuk pilek saat sebelum nyeri
pada kaki tangan diakui oleh ayah pasien.
e. Diagnosis kerja
- Penyakit Jantung Rematik
- Susp. Kelainan anatomis katup mitralis
f. Terapi
Inj. Benzathine Penicillin G 1,2 juta IU (pro skin test)
7
III. Pembahasan
Penyakit jantung rematik (PJR) merupakan kelainan jantung yang menetap akibat demam
reumatik akut sebelumnya. Demam rematik akut (DRA) merupakan penyakit reaksi autoimun
lambat terhadap Streptococcus grup A (SGA). DRA dan PJR terjadi sebagian besar di negara yang
sedang berkembang, lingkungan padat, sosial ekonomi rendah, keadaan malnutrisi, dan fasilitas
kesehatan terbatas. Insidens puncak terjadi pada usia 8 tahun (rentang usia 6 – 15 tahun). Pada
kasus, anak laki-laki usia 15 tahun didiagnosa menderita PJR. Pasien memiliki status gizi buruk
yang menjadi salah satu faktor risiko menderita PJR. 2,3,4
Demam rematik terjadi dari respon humoral dan cellular-mediated immune (CMI) yang
terjadi 1-3 minggu setelah terjadinya faringitis yang disebabkan streptokokkus. Protein dari
streptokokkus menunjukkan penyamaran molekul yang dikenali oleh sistem imun, terutama
bakteri M-protein dan human cardiac antigen seperti myosin dan endothelium dari katup.
Antibody antimyosin mengenali laminin, sebuah protein ekstraseluler matriks alpha-helix, yang
merupakan bagian dari struktur membran basalis katup jantung.5
Diagnosa PJR didasarkan pada kriteria Jones(revisi) 2002-2003.2,3,4
Kriteria Jones untuk pedoman dalam diagnosis reumatik:
Manifestasi mayor Manifestasi minor
1. Karditis 1. Klinis
2. Poliartritis Migrans Artralgia
3. Khorea Demam
4. Eritema marginatum 2. Laboratorium
5. Nodulus subkutan Peningkatan reaktan
fase akut (laju endap
darah, C-reactive
protein)
Pemanjangan interval
PR pada EKG
Tabel 1. Kriteria Jones
Ditambah dengan ;
- Bukti infeksi streptokokus grup A sebelumnya
- Kultur usap tenggorok atau rapid streptococcal antigen test positif
8
- Titer antibodi streptokokus di atas nilai normal atau meningkat
9
mitral dan/atau gangguan katup
aorta)
Demam rematik, ditandai dengan reaksi autoimun dengan antigen dari streptokokus. Diagnosis
klinis demam rematik didasarkan pada kriteria mayor dan minor. Kriteria mayor adalah: (a)
karditis, dengan berbagai bentuknya ; (b) migrasi arthritis polyarticular; (c) nodul subkutan; (d)
eritema marginatum dan (e) chorea Sydenham. Sebaliknya, kriteria minor meliputi: (a) demam;
(b) perpanjangan dari ruang PR elektrokardiografi; (c) arthralgia dan (d) kelainan laboratorium
(seperti laju endap darah dan peningkatan c-reactive protein, leukositosis di hitung darah). 10
Tes antibodi streptokokus digunakan untuk diagnosis infeksi yg disebabkan oleh kelompok
streptokokus A dan sangat berguna untuk diagnosis demam rematik akut dan pasca infeksi
streptokokus seperti glomerulonefritis. Pengujian yang paling sering dilakukan adalah menentukan
anti streptomisin O (ASO) titer dan anti-DNase B (ADB) titer. Tes ASO titer direkomendasikan
untuk menentukan titer dalam fase akut dan kemudian ditentukan lagi dalam fase penyembuhan
2-4 minggu kemudian, dengan hasil positif didefinisikan sebagai kenaikan titer dari dua kali lipat
atau lebih. Peningkatan ASO hampir spesifik membuktikan infeksi streptokokus. Tes ASO
mencapai puncaknya 3 sampai 6 minggu setelah infeksi, sedangkan anti DNase mencapai
puncaknya 6 sampai 8 minggu. Dalam kenyataannya tidak selalu memungkinkan untuk
mendapatkan kedua sampel untuk penentuan titer. Oleh karena itu, secara umum diterima bahwa
jika hanya menggunakan spesimen tunggal, dimana titer yang lebih besar dari batas normal pada
pengujian awal dapat dianggap bukti dugaan dari infeksi streptokokus. Semakin tinggi titer
semakin tinggi kemungkinan pasien mengalami demam rematik. 10
10
Pada anamnesis pasien didapatkan adanya riwayat demam, batuk, nyeri pada siku, lutut,
pergelangan kaki dan pergelangan tangan. Saat ini anak mengeluhkan nyeri dada tertikam sudah
berkurang, sesak napas yang memberat sudah tidak lagi. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan
adanya bunyi murmur sistolik pada apex jantung. Pada pasien juga dilakukan beberapa
pemeriksaan penunjang diantaranya, foto thorax dan EKG. Dari hasil foto thorax didapatkan
adanya kardiomegali. Pada kasus ini tanda manifestasi mayor yang ditemukan yaitu karditis,
karena pada rontgen toraks ditemukan gambaran kardiomegali. Karditis dapat dibagi menjadi
karditis ringan, karditis sedang dan karditis berat. Dikatakan karditis ringan adalah apabila
diragukan adanya kardiomegali, karditis sedang apabila terdapat kardiomegali ringan dan karditis
berat adalah apabila didapatkan adanya kardiomegali yang nyata atau gagal jantung. Pada pasien
ini kemungkinan terjaadi karditis sedang karena pada foto rontgen terlihat gambaran kardiomegali
ringan. Selain itu pasien juga pernah mengalami atralgia, karena pasien pernah mengeluh nyeri
sendi pada kedua lutut dan siku.6,7 Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan ASTO (Anti
Streptolissin Titer O), dan didapatkan hasil ASTO meningkat. Titer antistreptolisin O (ASTO)
merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang
mendukung adanya infeksi Streptokokus.4
Artritis merupakan manifestasi mayor yang paling sering dikeluhkan oleh pasien demam
rematik pada serangan awal, yaitu pada lebih dari 75% pasien. Artritis ini menjadi keluhan yang
pertama dikeluhkan pada pasien demam rematik. Keterlibatan sendi pada demam rematik bisa
diartikan sebagai atralgia dan dapat menyingkirkan diagnosa artritis. Sendi yang nyeri tanpa
adanya penemuan objektif tidak dapat diklasifikasikan sebagai krietria mayor karena bersifat tidak
spesifik. 3,4 Pada pasien, diketahui bahwa saat pasien berumur 8 tahun pasien pernah mengalami
nyeri pada lutut, siku, pergelangan kaki dan pergelangan tangannya, nyeri itu membuat pasien
tidak bisa bermain seperti biasa. Saat itu tidak diketahui adanya tanda-tanda inflamasi dan pasien
hanya dibawa ke puskesmas dan diberikan obat asam mefenamat yang menurut pasien keluhan
berkurang setelah minum obat tersebut. Carditis dan artriris umumnya dapat dialami secara
bersamaan oleh pasien demam rematik. Hasil penelitian suatu studi misalnya mendapatkan bahwa
carditis yang berat dapat disertai 10% dengan artritis, 33% artralgia, dan 50% tidak ada keluhan
sendi. 3,4
Penyakit jantung rematik terutama mengenai katup mitral (75%), katup aorta (25%),
jarang mengenai katup tricuspid. Sesuai temuan klinis bahwa murmur terdapat pada bagian apex
11
dari jantung sehingga pasien ini kemungkinan mengalami kelainan katup mitral khususnya
regurgitasi mitral. Regurgitasi mitral adalah kelainan katup tersering pada remaja yang mengalami
PJR. Pada regurgitasi mitral yang kronik, terjadi volume overload pada ventrikel kiri dan atrium
kiri, yang mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan penurunan yang progresif dari fungsi
kontraksi sistolik. Pasien dengan regurgitasi mitral yang ringan dan sedang dapat asimtomatik
untuk beberapa tahun. Pada keadaan adanya regurgitasi aorta menandakan adanya volume dan
tekanan yang overload pada ventrikel kiri. Pada keadaaan kronis, pasien akan terlihat
asimptomatik, walaupun memiliki regurgitasi yang sedang dan berat. Pada keadaan yang
simptomatik, maka pasien akan mengeluhkan sesak napas saat beraktivitas, angina dan gagal
jantung. 3,4
Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan
gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat beraktivitas) yang disebabkan
oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gejala pada gagal jantung yaitu sesak napas terutama
saat berktivitas, tidur telentang, mudah lelah, batuk atau wheezing terutama saat beraktivitas atau
berbaring, bengkak pada kaki. Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association
(NYHA) :
1.
Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan kelelahan
berlebihan, palpitasi, dispneu atau nyeri angina.
2.
Pembatasan aktivitas fisik. Merasa nyaman saat beristirahat. Hasil dari aktivitas normal
fisik kelelahan, palpitasi, dispneu dan nyeri angina.
3.
Pembatasan aktivitas fisik, aktifitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi,
dispneu atau nyeri angina. Merasa nyaman saat istirahat.
4.
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik apapun. Gejala gagal jantung dapat
muncul saat istirahat.
Pada pasien tidak terdapat gejala decompensasi cordis, seperti sesak napas saat beraktivitas
dan saat pasien berbaring, mudah lelah. Semua pasien yang suspect demam rematik akut (baik
serangan pertama ataupun rekuren) sebaiknya dirawat di rumah sakit. Hal ini bertujuan untuk
menegakkan diagnosis, menentukan tata laksana yang tepat dan dapat sekaligus memberikan
edukasi kepada pasien dan orang tua pasien. Penanganan untuk pasien dengan penyakit jantung
rematik antara lain : 2,3, 8
12
1. Tirah baring
Lama dan tingkat tirah baring tergantung sifat dan keparahan serangan sebagai berikut :3
Aktivitas Arhtritis Karditis minimal Karditis sedang Karditis Berat
Tirah Baring 1 – 2 minggu 2 – 4 minggu 4 – 6 minggu 2 – 4 bulan atau
gagal jantung (-)
Aktivitas dalam 1 – 2 minggu 2 – 4 minggu 4 – 6 minggu 2 - 3 bulan
rumah
Aktivitas luar 2 minggu 2 – 4 minggu 1 – 3 bulan 2 – 3 bulan
rumah
Aktivitas penuh Setelah 6 – 10 Setelah 6 – 10 Setelah 3 – 6 Bervariasi
minggu minggu bulan
13
3. Pengobatan anti nyeri dan anti inflamasi
Manifestasi demam rematik akut (termasuk karditis) biasanya berespon dengan
pemberian terapi anti inflamasi. Aspirin, dengan dosis antiinflamasi merupakan pilihan
utama. Prednisone digunakan ketika terbukti adanya carditis yang memberat dan gagal
jantung terdeteksi. 7
14
mempertimbangkan kenyamanan pasien dan tingkat kepatuhan maka diputuskan untuk diberikan
benzantin penisilin untuk profilaksis sekunder pasien.
Pasien PJR yang menunjukan gejala klinis gagal jantung dapat diberikan captopril dan
furosemid. Dapat juga diberikan terapi vasodilator, untuk mengurangi dilatasi ventrikel kiri, dan
fraksi dari regurgitasi, juga mengurangi progresifitas dilatasi ventrikel kiri, serta dapat membantu
mengurangi risiko pembedahan. Dosis furosemide adalah 0,5-1 mg/KgBB/hari diberikan 1-3 kali
pemberian. Sedangkan dosis captopril yaitu initial dose 0,1 mg/kgBB/hari diberikan dalam 1-2
pemberian, kemudian dinaikkan secara bertahap setelah 2 minggu menjadi 0,5-1 mg/kgBB/kali
dalam 2-3 kali pemberian.
Prognosis demam rematik akut tergantung pada beratnya kerusakan jantung yang
permanen. Karditis dapat sembuh spontan, terutama pada episode pertama dan jika pemberian
profilaksis dipatuhi. Tingkat keparahan kelainan jantung bertambah setiap kali ada serangan ulang
demam rematik. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam, akibat serangan karditis adalah
episode pertama, dan pada pasien tidak terjadi decompensasi cordis. 1
IV. Kesimpulan
Telah dilaporkan kasus penyakit jantung rematik pada anak laki-laki usia 13 tahun.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Saat ini pasien sudah menerima pengobatan di Poli anak RSUD W.Z Johannes dan diterapi dengan
benzantin penisilin 1,2 juta IU/IM yang harus dilakukan sekali tiap 28 hari.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahmawaty NK, dkk. Faktor Risiko Serangan Berulang Demam Rematik/Penyakit Jantung
Rematik. Sari Pediatri. , Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2012
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Demam Rematik Akut. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2011
3. Jonathan C, dkk. The Australian guideline for prevention, diagnosis and management of
acute rheumatic fever and rheumatic heart disease. 2nd ed. Australia. 2012
4. Turi BS. Rheumatic fever. Braunwald’s heart disease a textbook of cardiovascular
medicine. Saunders Elsevier .Philadelphia. 2007
5. Samik W. Kardiologi anak: penyakit jantung kongenital yang tidak sianotik. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2009
6. Kliegman RM, dkk. Rheumatic heart disease. Nelson text book of pediatric. Edisi ke-19.
Saunders Elsevier. Philadelphia. 2011
7. Chin KT. Pediatric Rheumatic Heart Disease. 2017
8. Durke A. Pathology of Rheumatic Heart Disease. 2015
9. Abdulbaset M.E. Abusetta,dkk. 2014. Detection of Anti-streptolysin O antibodies among
Rheumatic fever patients in Tripoli. [online] tersedia :
http://www.sciencepub.net/newyork/ny0702/010_23156ny070214_73_76.pdf (Diakses: 27
Desember 2016 ; 21:47)
10. Alexandre B. Merlini,dkk. 2014. Prevalence of Group A Beta-Hemolytic Streptococcus
Oropharyngeal Colonization in Children and Therapeutic Regimen Based on
Antistreptolysin Levels: Data from a City From Southern Brazil [online] tersedia :
http://benthamopen.com/contents/pdf/TORJ/TORJ-8-13.pdf (Diakses: 27 Desember 2016 ;
22:23)
16