Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh
Kelompok 1 :
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
keadaan sehat dan tidak ada kelainan – kelainan pada bayi tersebut. Tetapi
keinginan tersebut tidak akan diperoleh oleh setiap ibu. Karena sebagian kecil
ada yang lahir dalam keadaan abnormal. Misalnya anak lahir dengan BBLR,
ikterus, hidrosefalus, dan kelainan – kelainan lainnya. Hal ini di sebabkan oleh
banyak factor pencetusnya. Seperti kurang teraturnya antenatal care ibu saat
hamil, asupan gizi yang kurang baik pada ibu maupun pada janin yang di
bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan
32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat
terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau
kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis
darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta
bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan
2
penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penulisan
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2007). Nilai normal bilirubin indirek
0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus kalau
tidak ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 2007).
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa
dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2009).
Jadi dapat disimpulkan hiperbilirubinemia adalah akumulasi berlebihan
dari bilirubin didalam darah atau jaringan ekstravaskuler karena deposisi
pigmen bilirubin atau kelainan bawaan dengan manifestasi umum jaundice.
B. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena
keadaan sebagai berikut (Ngastiyah, 2009) :
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
3. Gangguan konjugasi bilirubin.
4. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah
merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena
adanya perdarahan tertutup.
5. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
6. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti :
infeksi toxoplasma. Siphilis.
4
7. Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor:
8. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misal pada
hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan
darah lain, defisiensi enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan
sepsis.
9. Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia
dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom
Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang
berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
10. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke
sel otak.
11. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu
(atresia biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia,
hipotiroidjaundice ASI. Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi,
hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin; lahir prematur, asidosis.
Rumus Kramer :
5
katalase dan tritofan pirolase. Satu gram bilirubin yang hancur menghasilkan
35 mg bilirubin. Bayi cukup bulan akan menghancurkan eritrosit sebanyak satu
gram/hari dalam bentuk bilirubin indirek yang terikat dengan albumin bebas (1
gram albumin akan mengikat 16 mg bilirubin). Bilirubin indirek larut dalam
lemak dan bila sawar otak terbuka, bilirubin akan masuk kedalam otak dan
terjadilah kernikterus. yang memudahkan terjadinya hal tersebut ialah
imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 2500 gram),
infeksi, hipoglikemia, hiperkarbia didalam hepar bilirubin akan diikat oleh
enzim glucuronil transverse menjadi bilirubin direk yang larut dalam air,
kemudian diekskresi kesistem empedu, selanjutnya masuk kedalam usus dan
menjadi sterkobilin. sebagian di serap kembali dan keluar melalui urin sebagai
urobilinogen.
Pada BBL bilirubin direk dapat di ubah menjadi bilirubin indirek didalam
usus karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting terhadap
perubahan tersebut. bilirubin indirek ini diserap kembali oleh usus selanjutnya
masuk kembali ke hati (inilah siklus enterohepatik).
C. Patofisiologi
1. Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan .
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan
beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan
bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
2. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan
lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
3. Pada derajat tertentu, Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
6
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf
pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih
dari 20 mg/dl.
4. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir
Rendah, Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,2007)
D. Klasifikasi
1. Ikterik fisiologis
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga
yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar
yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan
tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah
ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai
suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah
ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut menurut (Hanifah,
1987), dan (Callhon, 1996), (Tarigan, 2003) dalam (Schwats, 2005):
a. Timbul pada hari kedua - ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
e. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
f. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan
dengan keadaan patologis tertentu.
g. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia
dengan karakteristik sebagai berikut Menurut (Surasmi, 2003) bila :
7
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan
dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
4) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi
enzim G6PD dan sepsis).
5) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu,
asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi,
hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
2. Ikterus Patologis
Menurut Tarigan, (2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk
menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau
mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup
bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg%
dan 15 mg%.
3. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada
otak terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus,
hipokampus, nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada
neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%)
dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak
bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf
simpatis yang terjadi secara kronik.(Ngastiyah, 2009).
E. Manifestasi klinik
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan
menjadi :
8
1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada
neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala
sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran,
paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis)
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning
(ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat
saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan bilirubin serum
a. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara
2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak
fisiologis.
b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl
antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl
tidak fisiologis.
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra
hepatic.
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic
selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,
hepatoma.
9
5. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi
untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
6. Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi
untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini
G. Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi
denganHiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi
efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
1. Pemberian ASI
2. Foto terapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus
pada cahaya dengan intensitas yang tinggi (a bound of fluorencent light
bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin
dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara
memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika
cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak
dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam
darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam
10
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati
(Avery dan Taeusch, 1984).
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan
kadarBilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan
Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus
diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit
dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan
konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk
memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi
Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
3. Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
d. Tes Coombs Positif
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
a. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
c. Menghilangkan Serum Bilirubin
d. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
11
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai
stabil.
4. Terapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektifbaik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa
minggusebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal
masih menjadipertentangan karena efek sampingnya (letargi).Colistrisin
dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urinesehingga
menurunkan siklus Enterohepatika(Ngastiyah, 2009).
H. Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin
indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas
antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan
tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher
kaku, retardasi mental (kerusakan neurologis), gangguan pendengaran dan
penglihatan dan kematian.
12
Perlunya ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang sama,
apakah sebelumnya pernah mengkonsumsi obat-obat atau jamu
tertentu baik dari dokter maupun yang di beli sendiri, apakah ada
riwayat kontak dengan penderiata sakit kuning, adakah rwayat
operasi empedu, adakah riwayat mendapatkan suntikan atau
transfuse darah. Ditemukan adanya riwayat gangguan hemolissi
darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau darah ABO), polisitemia,
infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar, obstruksi saluran
pencernaan dan ASI, ibu menderita DM.
3) Riwayat orang tua
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO,
Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI
4) Pengkajian Psikososial
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang
tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak
5) Pengetahuan Keluarga meliputi
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah
mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat
pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia
b. Pola kebutuhan sehari-hari
1) Aktivitas / istirahat : Latergi, malas
2) Sirkulasi : Mungkin pucat, menandakan anemia.
3) Eliminasi : Bising usus hipoaktif, Pasase mekonium mungkin
lambat, Feses lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin,Urine gelap pekat, hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
4) Makanan/cairan : Riwayat perlambatan/makan oral buruk, ebih
mungkin disusui dari pada menyusu botol, Palpasi abdomen dapat
menunjukkan perbesaran limfa, hepar.
5) Neurosensori : Hepatosplenomegali, atau hidropsfetalis dengan
inkompatibilitas Rh berat. Opistetanus dengan kekakuan lengkung
punggung,menangislirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
13
6) Pernafasan : Riwayat afiksia
7) Keamanan : Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus, Tampak ikterik
pada awalnya di wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh, kulit
hitam kecoklatan sebagai efek fototerapi.
8) Penyuluhan/Pembelajaran : Faktor keluarga, misal: keturunan etnik,
riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya,
penyakithepar, distrasias darah (defisit glukosa-6-fosfat
dehidrogenase (G-6-PD). Faktor ibu, mencerna obat-obat (misal:
salisilat), inkompatibilitas Rh/ABO. Faktor penunjang intrapartum,
misal: persalinan pratern.
c. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus, ikterus
terlihat pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema
palmaris, jari tubuh (clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan termasuk
pemeriksaan organ hati (tentang ukuran, tepid an permukaan);
ditemukan adanya pembesaran limpa (splenomegali), pelebaran
kandung empedu, dan masa abdominal, selaput lender, kulit nerwarna
merah tua, urine pekat warna teh, letargi, hipotonus, reflek menghisap
kurang/lemah, peka rangsang, tremor, kejang, dan tangisan melengking
d. Pemeriksaan diagnostic
1) Golongan darah bayi dan ibu, mengidentifikasi inkompatibilitas
ABO.
2) Bilirubin total: kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 – 1,5 mg/dL
kadar indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dL dalam 24
jam, atau tidak boleh lebih 20 mg/dL pada bayi cukup bulan atau 15
mg/dL pada bayi pratern.
3) Darah lengkap: Hb mungkin rendah (< 1 mg/dL) karena hemolisis.
4) Meter ikterik transkutan: mengidentifikasi bayi yang memerlukan
penentuan bilirubin serum.
14
2. Diagnosa
a. Ketidak seimbangan volume cairan berhubungan dengan pemajanan
sinar (panas) yang lama sekunder foto terapi, belum matangnya sistem
pencernaan bayi karena bayi lahir berat rendah.
b. Gangguan thermogulasi (Peningkatan suhu badan) berhubungan
dengan pemajanan panas yang lama sekunder foto terapi
c. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
bilirubin dikulit dan efek foto terapi
d. Resiko terjadi cidera berhubungan dengan fototerapi atau peningkatan
kadar bilirubin
3. Intervensi
keperawatan
15
membrane mukosa pemberian cairan
lembab, tidak ada IV
rasa haus yang 7. Monitor status
berlebihan nutrisi
8. Berikan cairan
IV pada suhu
ruangan
9. Dorong masukan
oral
10. Berikan
penggantian
nesogatrik sesuai
output
11. Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
2 Gangguan Setelah dilakukan Temperature
thermogulasi asuhan regulation
(Peningkatan suhu keperawatan selama (pengaturan suhu)
badan) …. X 24 jam, 1. Monitor suhu
berhubungan diharapkan suhu minimal tiap 2
dengan pemajanan tubuh stabil dengan jam
panas yang lama kriteria 2. Rencanakan
sekunder foto hasil: monitoring suhu
terapi Keseimbangan secara kontinyu
antara produksi 3. Monitor TD,
panas, panas yang nadi, dan RR
diterima, dan 4. Monitor warna
kehilangan panas dan suhu kulit
Seimbang antara 5. Monitor warna
produksi panas, dan suhu kulit
panas yang 6. Monitor tanda-
diterima dan tanda hipertermi
kehilangan panas dan hipotermi
selama 28 hari 7. Tingkatkan
pertama intake cairan dan
kehidupan nutrisi
Keseimbangan 8. Selimuti pasien
asam basa bayi untuk mencegah
baru lahir hilangnya
Temperature stabil kengatan tubuh
: 36,5 – 37 C
0 9. Diskusikan
Tidak ada kejang dengan keluarga
Tidak ada tentang
perubahan warna pentingnya
kulit pengaturan suhu
16
Glukosa darah dan
stabil kemungkinan
Pengendalian efek negative
risiko : dari kedinginan
hipertermia, 10. Berikan anti
hypothermia, piretik jika perlu
proses penularan,
dan paparan sinar
matahari
3 Resiko kerusakan Setelah dilakukan Tissue Integrity :
integritas kulit asuhan Skin and Mucous
berhubungan denga keperawatan selama Membranes
peningkatan …. X 24 jam, 1. Jaga kulit agar
bilirubin dikulit diharapkan resiko tetap bersih dan
dan efek foto terapi kerusakan integritas kering
kulit dapat 2. Monitor kulit
diminimalkan akan adanya
dengan kriteria kemerahan
hasil: 3. Kaji lingkungan
Tidak ada luka dan peralatan
dan lesi pada yang
kulit menyebabkan
Integritas kulit tekanan
yang baik bisa 4. Oleskan lotion
dipertahankan atau
Menunjukan minyak/baby oil
terjadinya proses pada deah yang
penyembuhan tertekan
luka 5. Monitor proses
pen-yembuhan
area insisi
6. Monitor tanda
dan gejala infeksi
pada area insisi
4 Resiko terjadi Setelah dilakukan Environment
cidera berhubungan asuhan management
dengan fototerapi keperawatan selama (Manajemen
atau peningkatan …. X 24 jam, Lingkungan)
kadar bilirubin diharapkan tidak 1. Sediakan
terjadi resiko cidera lingkungan yang
dengan kriteria aman untuk
hasil: pasien
Klien terbebas 2. Identifikasi
dari cidera kebutuhan
Klien mampu keamanan
menjelaskan pasien, sesuai
17
metode untuk dengan kondisi
mencegah injuri/ fisik dan fungsi
cidera kognitif pasien
Klien mampu dan riwayat
memodifikasi penyakit
gaya hidup untuk terdahulu pasien
mencegah injuri 3. Kaji status
neurologis
4. Jelaskan pada
pasien dan
keluarga tentang
tujuan dari
metode
pengamanan
5. Libatkan
keluiarga untuk
mencegah
bahaya jatuh
6. Observasi tingkat
kesadaran dan
TTV
7. Dampingi pasien
4. Implementasi
Melaksanakan tindakan sesuai dengan intervensi yang telah di
rencanakan dan dilakukan sesuai dengan kebutuhan klien/pasien
tergantung pada kondisinya. Sasaran utama pasien meliputi peredaan
nyeri, mengontrol ansietas, pemahaman dan penerimaan penanganan,
pemenuhan aktivitas perawatan diri, termasuk pemberian obat,
pencegahan isolasi sosial, dan upaya komplikasi.
5. Evaluasi
Melakukan pengkajian kembali untuk mengetahui apakah semua
tindakan yang telah dilakukan dapat memberikan perbaikan status
kesehatan terhadap klien sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Berdasarkan hasil prektik klinik laboratorium keperawatan, maka ada
beberapa saran yang sekiranya dapat digunakan meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan bagi pasien:
1. Bagi pasien
Pemerliharan lingkungan serta pola makan yang teratur dan menjaga
kebiasaan hidup sehat dan bersih perlu dilakuakan untuk menghindari
penyakit ini.Penanganan yang tepat dan cepat dapat membantu pemulihan
pasien serta mengindari terjadi komplikasi dari penyakit tersebut.
2. Bagi perawat
Pengkajian yang menyeluruh dan komperhensif perlu dilakuakn untuk
mengevalusai masalah yang dialami pasien. Pengkolaborasian dengan tim
kesehatan yang dapat membatu penanganan masalah pasin perlu dilakuakn
guna peningkatan derajad kesehatan pasien.
3. Bagi mahasiswa
Pemahaman landasan teori yang ada perlu dilakuakan agar tidak terjadi
kerancuan dari penegakan diagnose yang ada.
19
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosostro. (2002). Ilmu Kebidanan Edisi III. Jakarta: Yayasan Bima pustaka
Sarwana Prawirohardjo.
https://www.academia.edu/29464373/Askep_Hiperbilirubinemia_Aplikasi_Nanda
https://www.academia.edu/15618505/Laporan_Pendahuluan_Hiperbilirubin_pada
http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2016/06/asuhan-keperawatan-
20