Vous êtes sur la page 1sur 34

KASUS BESAR

SEORANG PEREMPUAN BERUMUR 25 TAHUN DENGAN TB PARU

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan


Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Penyakit Paru
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
dr. Riana Sari, Sp.P

Diajukan Oleh :

Dyah Fitriyana Sari, S.Ked J510185109


Kapindra Bagus Prabowo, S. Ked J510195003
Moch Iqbal Maulana, S. Ked J510185110

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
LAPORAN KASUS

SEORANG PEREMPUAN BERUMUR 25 TAHUN DENGAN TB PARU

Disusun Oleh :

Dyah Fitriyana Sari, S.Ked J510185109


Kapindra Bagus Prabowo, S. Ked J510195003
Moch Iqbal Maulana, S. Ked J510185110

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Mei 2019

Pembimbing:
dr. Riana Sari, Sp.P ( )

dipresentasikan di hadapan
dr. Riana Sari, Sp.P ( )

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019

2
BAB I
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Alamat : Batam
No. RM : xxx252
Tanggal masuk RS : 5 Mei 2019
Tanggal pemeriksaan : 8 Mei 2019

II. Anamnesis
1. Keluhan Umum
Sesak napas kumat-kumatan ± sejak 1 bulan ini

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD BBKPM Surakarta diantar orang tuanya
dengan keluhan sesak kumat-kumatan yang dirasakan sejak ± 1 bulan yang
lalu, . Keluhan juga disertai dengan batuk yang dirasakan sudah lebih dari
1 bulan yang lalu. Batuk disertai dahak yang berwarna putih kental namun
terkdang sulit keluar. Pasien mengaku pernah mengalami batuk berdahak
dan bercampur darah pada bulan februari 2019. Pasien mengatakan sering
keringat dingin pada saat malam hari dan sering demam, pasien juga
mengeluhkan lemas serta dada terasa nyeri ketika batuk. Batuk pasien
bertambah berat saat malam hari. Nafsu makan pasien menurun. Pasien
mengatakan bahwa berat badannya menurun ± 10 kg. Pasien tidak
mengalami mual, muntah, dan pusing.

3
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat sakit serupa : diakui, sejak bulan februari
b. Riwayat penyakit asma : disangkal
c. Riwayat penyakit TB/minum OAT: diakui, sejak 11 april 2019
d. Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat alergi obat : diakui, ceftriaxon
f. Riwayat hipertensi : disangkal
g. Riwayat diabetes melitus : disangkal
h. Riwayat mondok : diakui
i. Riwayat B20 : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat sakit serupa : disangkal
b. Riwayat penyakit asma : disangkal
c. Riwayat penyakit TB : disangkal
d. Riwayat hipertensi : disangkal
e. Riwayat diabetes melitus : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
g. Riwayat alergi obat : disangkal

5. Riwayat Penyakit di Lingkungan


a. Penyakit Serupa : disangkal
b. Riwayat tempat tinggal : bekerja dipabrik elektrik di
batam

6. Riwayat Kebiasaan Sosial


a. Riwayat merokok : disangkal
b. Riwayat kontak dengan penderita TB : disangkal
c. Riwayat penggunaan alkohol : disangkal

4
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Gizi : Cukup
BB : 46 Kg
a. Vital Sign
TD : 110/80 mmHg
HR : 116 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36.5 oC
SpO2 : 92%
b. Status Generalis
 Kulit
ikterik (-), ptekie (-), purpura (-), turgor cukup, kulit kering (-),
hiperemis (-), sikatriks (-).
 Kepala
normocephal, rambut hitam, mudah rontok (-), luka (-).
 Mata
conjunctiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, diameter
(3mm/3mm), refleks cahaya(+/+), edema palpebra(-/-), mata cekung(-/-
)
 Hidung
napas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-), sekret (-)
 Telinga
deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
 Mulut
sianosis (-), stomatitis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-),
mukosa pucat (-), luka pada sudut bibir (-), oral trush (-)
 Leher
deviasi trakea (-), peningkatan JVP (-), pembesaran KGB (-)

5
 Thorax
i. Paru
1. Inspeksi :
Kelainan bentuk (-),simetris ka/ki, ketinggalan gerak (-/-)
2. Palpasi :
Ketinggalan gerak (-)
Depan belakang
- - - -
- - - -
- - - -

Fremitus
Depan Belakan
Kanan Kiri Kanan Kiri
N N N N
N N N N
N N N N

3. Perkusi :
Depan Belakang
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor

6
4. Auskultasi :
Suara dasar vesikuler
Depan Belakang
Kanan Kiri Kanan Kiri
+ + + +
+ + + +
+ + + +
Suara tambahan : wheezing (-/-), ronki (+/+)

ii. Jantung
1. Inspeksi : ictus cordis tampak
2. Palpasi : ictus cordis kuat angkat
3. Perkusi : redup, kesan normal
4. Auskultasi : bunyi jantung I/II reguler, gallop (-), murmur (-)

 Abdomen
1. Inspeksi :
dinding abdomen sejajar dengan dinding dada
2. Auskultasi :
peristaltik normal
3. Palpasi :
hepatosplenomegali (-), defans muscular (-),nyeri tekan (-)
4. Perkusi :
timpani, undulasi (-)

 Ekstremitas : edema ekstremitas (-/-), akral hangat (+/+)

IV. Pemeriksaan penunjang


1. Tes Cepat Molekuler
Tanggal 06 Mei 2019
MTB Not Detected
2. Hematologi
05 Mei 2019

7
PARAMETER
DARAH LENGKAP HASIL NILAI
NORMAL
Hemoglobin 10.0 g/dl (L) 11,0-16,0 g/dl
WBC (leukosit) 10.400/uL (H) 4.000-10.000/Ul
Hematokrit 34.4% (L) 37,0-54,0 %
Eritrosit 4.49 jt/uL 3,50-5,50 jt/uL
Trombosit 277ribu 150.000-450.000
Limfosit # 0,8x 10 9/uL 800-4.000/uL
Monosit # 1,3x10 9/uL 100-1500/uL
Granulosit # 8,3 x 10 9/uL (H) 2.000-7.000/uL
Limfosit % 8,1 % (L) 20,0-40,0 %
Monosit % 12,7 % 3,0-15,0 %
Granulosit % 79,2 % (H) 50,0-70,0%
MCV 76,7 fL (L) 80,0-100,0 fL
MCH 22.2Pcg (L) 27,0 – 34,0 Pcg
MCHC 29.0 g/dl (L) 32, 0-36,0 g/dl
RDW-CV 17.8 % (H) 11,0-16,0 %
RDW-SD 38,5 fL 35,0-56,0 fL
MPV 10,3 fL 6,5-12,0 fL
PDW 15.3 9,0-17,0
PCT 0,285 % (H) 0,108-0,282 %

Kimia darah Hasil Nilai Normal


GDS 105,11 mg/dl 70-115 mg/Dl (H)
SGOT 62,2 U/L <31.0
SGPT 57,1 U/L <41.0
Ureum 7,6 mg/dl 17.0-43.0
Creatinin 0,40 mg/dl (L) 0.67-1.17
HbsAg Negatif

8
1) Foto Rontgen
Tanggal 7 April 2019

COR : tertarik ke kiri


Pulmo :
Corakan vaskuler kasar
Infiltrat di kedua lapangan
Diafragma dan sinus kanan suram

Kesan :
TB Milier

9
Tanggal 06 Mei 2019

COR : tertarik ke kiri


Pulmo :
Corakan vaskuler kasar
Infiltrat belum berkurang
Diafragma dan sinus kiri suram

Kesan :
Tidak tampak perbaikan

10
USG

Kesan : secara sonografi tak tampak kelainan pada organ-organ solid intra
abdomen

V. Daftar Abnormalitas
- Batuk ± 1 bulan, dahak (+)
- Batuk tambah berat pada malam hari
- Sesak ± 1 bulan kambuh-kambuhan
- Keringat malam hari
- Demam naik turun
- Berat badan turun sebanyak ±10 kg dalam 2 bulan
- Pemeriksaan rongen thorax :
 Cor normal
 corakan vaskuler kasar

11
 infiltrat di kedua lapangan
 diafragama dan sinus kanan suram
- pemeriksaan laboratorium
 Hemoglobin menurun
 Hematokrit menurun
 Limfosit % menurun
 Granulosit % meningkat
 MCV menurun
 MCH menurun
 MCHC menurun
 RDW-CV meningkat
 PCT meningkat

VI. Diagnosis
 Diagnosis : TB Paru
 Diagnosis Banding : Pneumonia, Bronkiektasis Terinfeksi

VII. Penatalaksanaan
• Non Medikamentosa :
• Mengkonsumsi makanan bergizi
• Tinggal di lingkungan sehat
• Fisioterapi
• Konseling Gizi
• Medikamentosa :
• O2 3 lpm
• Nebu velutine plus + pulmicord 0,5/6 jam
• Inf RL 30 tpm
• Inj Metyl prednisolon 62,5 mg/8jam
• Inj Omeprazole 1 amp/24 jam
• NAC 3x200mg
• Kurkuma 3x1 tab
• Liparin 2x1 caps

12
VIII. Prognosis
• ad vitam : dubia ad bonam
• ad functionam : dubia ad malam
• ad sanationam : dubia ad malam

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama


menyerang penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang
berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan
membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat
menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular melalui udara, waktu
seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara.

B. ETIOLOGI
Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri. Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat
tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA) . Sumber
penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau
bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu
kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
ke dalam saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari
paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau
penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif
(tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Seseorang terinfeksi tuberculosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara
dan lamanya menghirup udara tersebut.

14
C. KLASIFIKASI
Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru Tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput
jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu
pada Tb Paru:
1. Tuberkulosis paru BTA positif
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS
hasilnya BTA positif.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto
toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan
kuman Tb positif.
- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif Kriteria diagnostik Tb paru
BTA negatif harus meliputi:
- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
- Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran
tuberkulosis.
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk
diberi pengobatan.

15
c. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat
pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4
minggu).
2. Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah
dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.
3. Kasus setelah putus berobat (default ) Adalah pasien yang telah
berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan
diatas, dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien
dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).

D. FAKTOR RISIKO
1. Faktor resiko tradisional (Tidak dapat diubah)
a. Usia
b. Genetik
2. Faktor resiko non tradisional (Dapat diubah)
a. Merokok
b. Gizi Buruk / malnutrisi
c. Riwayat terpapar penderita TB
d. Penderita HIV/AIDS
e. Pekerja Kesehatan

16
E. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan Gejala dari kasus Tuberkulosis, yaitu:


a) Gejala sistemik/umum
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam.
- Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang
timbul.
b) Gejala khusus
- Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-
paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai
sesak.
- Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
c) Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas dan
kelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat
normal atau dapat ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru.
Tanda pemeriksaan fisik paru tersebut dapat berupa: fokal fremitus
meingkat, perkusi redup, bunyi napas bronkovesikuler atau adanya ronkhi
terutama di apeks paru. Pada lesi luas dapat pula ditemukan tanda-tanda
seperti : deviasi trakea ke sisi paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi,
suara napas amporik pada cavitas atau tanda adanya penebalan pleura.

17
F. PATOFISIOLOGI

Sumber penularan Tb Paru adalah penderita Tb BTA+ , pada waktu


batuk/bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak).

1. Infeksi Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan
bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang
pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer
ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan
sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis
regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan
mengalami salah satu nasib sebagai berikut
a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution
ad integrum)
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang
Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
c. Menyebar dengan cara perkontinuitatum menyebar kesekitarnya.
1) Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh
kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan
obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat
atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang
bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan
menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut,
yang dikenal sebagai epituberkulosis.
2) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan
maupun ke paru sebelahnya atau tertelan.

18
3) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini
berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi
kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara
spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat
seperti itu berkulosismilier, meningitis tuberkulosis,
typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat
menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya
tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya.
Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan:
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya
pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat
ensefalomeningitis, tuberkuloma ).
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan
tuberkulosis primer.

2. Infeksi Post Primer


Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian
setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun.
Tuberkulosis Post Primer mempunyai nama yang bermacam-macam
yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis
menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama
menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber
penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang
umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni
kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai
berikut:
1) Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacatSarang
tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi
pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang

19
tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan
keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan
keluar.
2) Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan
keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian
dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut
akan menjadi:
- Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru.
Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti
yang disebutkan di atas.
- Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh,
tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi
kaviti lagi.
- Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau
kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya
mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang
terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang
(stellate shaped).

G. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama:
1. Menanyakan gejala yang muncul (riwayat penyakit sekarang)
2. Mengkaji informasi terdahulu (seperti, riwayat batuk , riwayat paparan,
apakah ada anggota keluarga yang telah menderita TB, dan riwayat
pengobatan), menyinggung etiologi, diagnosis banding, dan kehadiran
dari penyakit signifikan secara berbarengan.

20
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal
dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal
ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)

1. Gejala respiratorik
- Batuk > 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
- Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang
pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum
terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada
gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan
berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang
lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis
tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi
yang rongga pleuranya terdapat cairan.

Hal ini penting untuk ditanyakan:


 Apakah pasien mempunyai riwayat batuk lama lebih dari 2 minggu,
disertai dahak atau tidak, apakah berdarah atau tidak
 Apakah pasien pernah terpapar pasien TB Paru sebelumnya
 Apakah pasien pernah didiagnosis memiliki penyakit autoimun, gizi
buruk, dan malnutrisi

21
 Sebaiknya ditanyakan tentang penyakit yang dimiliki yang dapat menjadi
faktor risiko

b. Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi : Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan. Bila lesi
luas, dapat ditemukan bentuk dada yang tidak simetris.
- Palpasi : Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan. Bila lesi
luas, dapat ditemukan kelainan berupa fremitus mengeras atau melemah.
- Perkusi : Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan. Bila ada
kelainan tertentu, dapat terdengar perubahan suara perkusi seperti
hipersonor pada pneumotoraks, atau pekak pada efusi pleura.
- Auskultasi : Bila lesi minimal, tidak ditemukan kelainan. Bila lesi luas,
dapat ditemukan kelainan berikut: Ronki basah kasar terutama di apeks
paru, suara napas melemah atau mengeras, atau stridor, suara napas
bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di apeks.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Bakteriologik

a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).
b. Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
- Pagi ( keesokan harinya )
- Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi
3 hari berturut-turut
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain

22
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH)
dapat dilakukan dengan cara mikroskopik dan biakan.

Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran
radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) :
- Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru
terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit
untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran
radiologi tersebut.
- Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses
penyakit
- Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) : Lesi
minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di

23
atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai
kaviti. Lesi lua, bila proses lebih luas dari lesi minimal.

Pemeriksaan khusus
1. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini.
Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara
cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.
Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth
Indicator Tube (MGIT).

2. Polymerase chain reaction (PCR):


Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik
ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup
banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis
sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai
standar internasional. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda :
a. ELISA
b. ICT
c. Mycodot
d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
e. Uji serologi yang baru / IgG TB

Pemeriksaan Penunjang lain


1. Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan

24
diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis
tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada
analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.
2. Pemeriksaan Histopatologi Jaringan Pemeriksaan histopatologi dilakukan
untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan
ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui
biopsi atau otopsi, yaitu :
a. Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening
(KGB).
b. Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope
dan Veen Silverman).
c. Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan
bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru
terbuka).
d. Otopsi.
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan
dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium
mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk
pemeriksaan histologi.

3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan
kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED
sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal
tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

4. Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di
Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin
sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang
dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula

25
atau apabila kepositivan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi
dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

I. TATALAKSANA

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat
utama dan tambahan.

a) OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)


Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
· INH
Rifampisin
· Pirazinamid
· Streptomisin
· Etambutol
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
· Kanamisin
· Amikasin
· Kuinolon
· Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin +
asam klavulanat
Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :
 Kapreomisin
 Sikloserino
 PAS (dulu tersedia)
 Derivat rifampisin dan INH
 Thioamides (ethionamide dan prothionamide)

Kemasan

- Obat tunggal, disajikan secara terpisah masing-masing INH


- Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC)

26
PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS

27
EFEK SAMPING OAT

PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK

Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila


keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat
jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau
suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi
gejala/keluhan.

28
1. Pasien rawat jalan
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan
vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk
pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya) .
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam.
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak
napas atau keluhan lain.
2. Pasien rawat inap, indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
- Batuk darah massif
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
- TB paru milier
- Meningitis TB

b) TERAPI PEMBEDAHAN

lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak.
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak
tetap positif
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat
diatasi secara konservatif
2. lndikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang

29
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap
.
c) EVALUASI PENGOBATAN
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek
samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat
Evaluasi klinik
- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan
- Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat
serta ada tidaknya komplikasi penyakit
- Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis.

Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)


- Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
- Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
- Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji
resistensi

Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)


Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan
kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)
- Pada akhir pengobatan

Evaluasi efek samping secara klinik


- Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal
dan darah lengkap

30
- Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin,
dan gula darah , serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta
atau efek samping pengobatan
- Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
- Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol
(bila ada keluhan)Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa
uji keseimbangan dan audiometri (bila ada keluhan)
- Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan
awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinis
kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinis
dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan
laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping
obat sesuai pedoman.

Evalusi keteraturan berobat


- Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan
diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting
penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan
berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien,
keluarga dan lingkungannya
- Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah
resistensi.
- Kriteria Sembuh
 BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase
intensif dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan
pengobatan yang adekuat
 Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/
perbaikan
 Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif

Evaluasi pasien yang telah sembuh

31
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap
dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah
mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3,6,12
dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh.
Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada
kecurigaan TB Kambuh ).

32
BAB IV
KESIMPULAN

Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh


bakteri. Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan
bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA)
4 . Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu
batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak).
Gejalanya yaitu batuk > 2 minggu, batuk darah, sesak napas, dan nyeri
dada.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan

33
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T.Y. 2006. Tuberculosis Diagnose Terapi dan Masalahnya. Edisi IV.
Jakarta : Yayasan penerbit ikatan Dokter Indonesia.

Depkes RI. 2012. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta :


Depkes RI.

Hiswani. 2004. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan


Lingkungan Pemukiman. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Konseus TB Paru. Pedoman Penatalaksanaan TB.

PDSPDI. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Internal Publishing : Jakarta

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan Di Indonesia. Indonesia : PDPI.

34

Vous aimerez peut-être aussi