Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Pembimbing :
dr. Riana Sari, Sp.P
Diajukan Oleh :
Disusun Oleh :
Pembimbing:
dr. Riana Sari, Sp.P ( )
dipresentasikan di hadapan
dr. Riana Sari, Sp.P ( )
2
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Alamat : Batam
No. RM : xxx252
Tanggal masuk RS : 5 Mei 2019
Tanggal pemeriksaan : 8 Mei 2019
II. Anamnesis
1. Keluhan Umum
Sesak napas kumat-kumatan ± sejak 1 bulan ini
3
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat sakit serupa : diakui, sejak bulan februari
b. Riwayat penyakit asma : disangkal
c. Riwayat penyakit TB/minum OAT: diakui, sejak 11 april 2019
d. Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat alergi obat : diakui, ceftriaxon
f. Riwayat hipertensi : disangkal
g. Riwayat diabetes melitus : disangkal
h. Riwayat mondok : diakui
i. Riwayat B20 : disangkal
4
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Gizi : Cukup
BB : 46 Kg
a. Vital Sign
TD : 110/80 mmHg
HR : 116 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36.5 oC
SpO2 : 92%
b. Status Generalis
Kulit
ikterik (-), ptekie (-), purpura (-), turgor cukup, kulit kering (-),
hiperemis (-), sikatriks (-).
Kepala
normocephal, rambut hitam, mudah rontok (-), luka (-).
Mata
conjunctiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, diameter
(3mm/3mm), refleks cahaya(+/+), edema palpebra(-/-), mata cekung(-/-
)
Hidung
napas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-), sekret (-)
Telinga
deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
Mulut
sianosis (-), stomatitis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-),
mukosa pucat (-), luka pada sudut bibir (-), oral trush (-)
Leher
deviasi trakea (-), peningkatan JVP (-), pembesaran KGB (-)
5
Thorax
i. Paru
1. Inspeksi :
Kelainan bentuk (-),simetris ka/ki, ketinggalan gerak (-/-)
2. Palpasi :
Ketinggalan gerak (-)
Depan belakang
- - - -
- - - -
- - - -
Fremitus
Depan Belakan
Kanan Kiri Kanan Kiri
N N N N
N N N N
N N N N
3. Perkusi :
Depan Belakang
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
6
4. Auskultasi :
Suara dasar vesikuler
Depan Belakang
Kanan Kiri Kanan Kiri
+ + + +
+ + + +
+ + + +
Suara tambahan : wheezing (-/-), ronki (+/+)
ii. Jantung
1. Inspeksi : ictus cordis tampak
2. Palpasi : ictus cordis kuat angkat
3. Perkusi : redup, kesan normal
4. Auskultasi : bunyi jantung I/II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
1. Inspeksi :
dinding abdomen sejajar dengan dinding dada
2. Auskultasi :
peristaltik normal
3. Palpasi :
hepatosplenomegali (-), defans muscular (-),nyeri tekan (-)
4. Perkusi :
timpani, undulasi (-)
7
PARAMETER
DARAH LENGKAP HASIL NILAI
NORMAL
Hemoglobin 10.0 g/dl (L) 11,0-16,0 g/dl
WBC (leukosit) 10.400/uL (H) 4.000-10.000/Ul
Hematokrit 34.4% (L) 37,0-54,0 %
Eritrosit 4.49 jt/uL 3,50-5,50 jt/uL
Trombosit 277ribu 150.000-450.000
Limfosit # 0,8x 10 9/uL 800-4.000/uL
Monosit # 1,3x10 9/uL 100-1500/uL
Granulosit # 8,3 x 10 9/uL (H) 2.000-7.000/uL
Limfosit % 8,1 % (L) 20,0-40,0 %
Monosit % 12,7 % 3,0-15,0 %
Granulosit % 79,2 % (H) 50,0-70,0%
MCV 76,7 fL (L) 80,0-100,0 fL
MCH 22.2Pcg (L) 27,0 – 34,0 Pcg
MCHC 29.0 g/dl (L) 32, 0-36,0 g/dl
RDW-CV 17.8 % (H) 11,0-16,0 %
RDW-SD 38,5 fL 35,0-56,0 fL
MPV 10,3 fL 6,5-12,0 fL
PDW 15.3 9,0-17,0
PCT 0,285 % (H) 0,108-0,282 %
8
1) Foto Rontgen
Tanggal 7 April 2019
Kesan :
TB Milier
9
Tanggal 06 Mei 2019
Kesan :
Tidak tampak perbaikan
10
USG
Kesan : secara sonografi tak tampak kelainan pada organ-organ solid intra
abdomen
V. Daftar Abnormalitas
- Batuk ± 1 bulan, dahak (+)
- Batuk tambah berat pada malam hari
- Sesak ± 1 bulan kambuh-kambuhan
- Keringat malam hari
- Demam naik turun
- Berat badan turun sebanyak ±10 kg dalam 2 bulan
- Pemeriksaan rongen thorax :
Cor normal
corakan vaskuler kasar
11
infiltrat di kedua lapangan
diafragama dan sinus kanan suram
- pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin menurun
Hematokrit menurun
Limfosit % menurun
Granulosit % meningkat
MCV menurun
MCH menurun
MCHC menurun
RDW-CV meningkat
PCT meningkat
VI. Diagnosis
Diagnosis : TB Paru
Diagnosis Banding : Pneumonia, Bronkiektasis Terinfeksi
VII. Penatalaksanaan
• Non Medikamentosa :
• Mengkonsumsi makanan bergizi
• Tinggal di lingkungan sehat
• Fisioterapi
• Konseling Gizi
• Medikamentosa :
• O2 3 lpm
• Nebu velutine plus + pulmicord 0,5/6 jam
• Inf RL 30 tpm
• Inj Metyl prednisolon 62,5 mg/8jam
• Inj Omeprazole 1 amp/24 jam
• NAC 3x200mg
• Kurkuma 3x1 tab
• Liparin 2x1 caps
12
VIII. Prognosis
• ad vitam : dubia ad bonam
• ad functionam : dubia ad malam
• ad sanationam : dubia ad malam
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri. Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat
tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA) . Sumber
penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau
bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu
kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
ke dalam saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari
paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau
penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif
(tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Seseorang terinfeksi tuberculosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara
dan lamanya menghirup udara tersebut.
14
C. KLASIFIKASI
Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru Tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput
jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu
pada Tb Paru:
1. Tuberkulosis paru BTA positif
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS
hasilnya BTA positif.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto
toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan
kuman Tb positif.
- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif Kriteria diagnostik Tb paru
BTA negatif harus meliputi:
- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
- Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran
tuberkulosis.
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk
diberi pengobatan.
15
c. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat
pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4
minggu).
2. Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah
dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.
3. Kasus setelah putus berobat (default ) Adalah pasien yang telah
berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan
diatas, dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien
dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).
D. FAKTOR RISIKO
1. Faktor resiko tradisional (Tidak dapat diubah)
a. Usia
b. Genetik
2. Faktor resiko non tradisional (Dapat diubah)
a. Merokok
b. Gizi Buruk / malnutrisi
c. Riwayat terpapar penderita TB
d. Penderita HIV/AIDS
e. Pekerja Kesehatan
16
E. MANIFESTASI KLINIS
17
F. PATOFISIOLOGI
1. Infeksi Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan
bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang
pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer
ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan
sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis
regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan
mengalami salah satu nasib sebagai berikut
a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution
ad integrum)
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang
Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
c. Menyebar dengan cara perkontinuitatum menyebar kesekitarnya.
1) Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh
kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan
obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat
atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang
bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan
menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut,
yang dikenal sebagai epituberkulosis.
2) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan
maupun ke paru sebelahnya atau tertelan.
18
3) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini
berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi
kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara
spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat
seperti itu berkulosismilier, meningitis tuberkulosis,
typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat
menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya
tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya.
Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan:
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya
pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat
ensefalomeningitis, tuberkuloma ).
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan
tuberkulosis primer.
19
tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan
keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan
keluar.
2) Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan
keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian
dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut
akan menjadi:
- Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru.
Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti
yang disebutkan di atas.
- Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh,
tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi
kaviti lagi.
- Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau
kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya
mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang
terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang
(stellate shaped).
G. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama:
1. Menanyakan gejala yang muncul (riwayat penyakit sekarang)
2. Mengkaji informasi terdahulu (seperti, riwayat batuk , riwayat paparan,
apakah ada anggota keluarga yang telah menderita TB, dan riwayat
pengobatan), menyinggung etiologi, diagnosis banding, dan kehadiran
dari penyakit signifikan secara berbarengan.
20
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal
dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal
ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1. Gejala respiratorik
- Batuk > 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
- Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang
pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum
terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada
gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan
berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang
lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis
tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi
yang rongga pleuranya terdapat cairan.
21
Sebaiknya ditanyakan tentang penyakit yang dimiliki yang dapat menjadi
faktor risiko
b. Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi : Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan. Bila lesi
luas, dapat ditemukan bentuk dada yang tidak simetris.
- Palpasi : Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan. Bila lesi
luas, dapat ditemukan kelainan berupa fremitus mengeras atau melemah.
- Perkusi : Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan. Bila ada
kelainan tertentu, dapat terdengar perubahan suara perkusi seperti
hipersonor pada pneumotoraks, atau pekak pada efusi pleura.
- Auskultasi : Bila lesi minimal, tidak ditemukan kelainan. Bila lesi luas,
dapat ditemukan kelainan berikut: Ronki basah kasar terutama di apeks
paru, suara napas melemah atau mengeras, atau stridor, suara napas
bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di apeks.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).
b. Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
- Pagi ( keesokan harinya )
- Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi
3 hari berturut-turut
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain
22
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH)
dapat dilakukan dengan cara mikroskopik dan biakan.
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran
radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) :
- Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru
terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit
untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran
radiologi tersebut.
- Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses
penyakit
- Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) : Lesi
minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di
23
atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai
kaviti. Lesi lua, bila proses lebih luas dari lesi minimal.
Pemeriksaan khusus
1. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini.
Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara
cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.
Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth
Indicator Tube (MGIT).
24
diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis
tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada
analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.
2. Pemeriksaan Histopatologi Jaringan Pemeriksaan histopatologi dilakukan
untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan
ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui
biopsi atau otopsi, yaitu :
a. Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening
(KGB).
b. Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope
dan Veen Silverman).
c. Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan
bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru
terbuka).
d. Otopsi.
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan
dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium
mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk
pemeriksaan histologi.
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan
kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED
sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal
tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.
4. Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di
Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin
sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang
dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula
25
atau apabila kepositivan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi
dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.
I. TATALAKSANA
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat
utama dan tambahan.
Kemasan
26
PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
27
EFEK SAMPING OAT
28
1. Pasien rawat jalan
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan
vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk
pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya) .
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam.
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak
napas atau keluhan lain.
2. Pasien rawat inap, indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
- Batuk darah massif
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
- TB paru milier
- Meningitis TB
b) TERAPI PEMBEDAHAN
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak.
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak
tetap positif
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat
diatasi secara konservatif
2. lndikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
29
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap
.
c) EVALUASI PENGOBATAN
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek
samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat
Evaluasi klinik
- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan
- Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat
serta ada tidaknya komplikasi penyakit
- Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis.
30
- Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin,
dan gula darah , serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta
atau efek samping pengobatan
- Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
- Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol
(bila ada keluhan)Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa
uji keseimbangan dan audiometri (bila ada keluhan)
- Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan
awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinis
kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinis
dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan
laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping
obat sesuai pedoman.
31
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap
dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah
mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3,6,12
dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh.
Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada
kecurigaan TB Kambuh ).
32
BAB IV
KESIMPULAN
33
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T.Y. 2006. Tuberculosis Diagnose Terapi dan Masalahnya. Edisi IV.
Jakarta : Yayasan penerbit ikatan Dokter Indonesia.
PDSPDI. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Internal Publishing : Jakarta
34