Vous êtes sur la page 1sur 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anticipatory Guidance

2.1.1 Pengertian

Petunjuk antisipasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu anticipatory guidance. Bila dilihat

dari arti harfiah, anticipatory berarti lebih dulu, guidance berarti petunjuk. Jadi, petunjuk antisipasi

bisa diartikan petunjuk-petunjuk yang perlu diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat

mengarahkan dan membimbing anaknya secara bijaksana, sehingga anak dapat tumbuh dan

berkembang secara optimal.

Petunjuk antisipasi dapat digunakan oleh orang tua sebagai pedoman untuk mendidik dan

mengasuh anak pada masa balita karena disesuaikan dengan kemampuan pertumbuhan dan

perkembangannya. Setiap tahapan mempunyai petunjuk antisipasi yang berbeda dengan tahapan

berikutnya, sehingga anak dapat melewati tahapan tumbuh kembangnya dengan baik.

Dengan demikian, dalam upaya memberikan bimbingan dan arahan pada masalah-masalah

yang kemungkinan timbul pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangan anak, ada petunjuk-

petunjuk yang perlu dipahami oleh orang tua. Orang tua dapat membantu mengatasi masalah anak

pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangannya dengan cara yang benar dan wajar.

2.1.2 Petunjuk Antipasi pada Masa Bayi


Wong (2009) menjelaskan bahwa bimbingan terhadap orang tua pada satu tahun pertama

kelahiran, dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

a. Usia Enam Bulan Pertama

1. Memahami adanya proses penyesuaian orang tua dengan bayinya, terutama pada ibu yang

membutuhkan bimbingan/asuhan pada masa setelah melahirkan.

2. Membantu orang tua untuk memahami bayinya sebagai individu yang mempunyai

kebutuhan dan memahami bagaimana bayi mengekspresikan apa yang diinginkan melalui

tangisan.

3. Menentramkan orang tua bahwa bayinya tidak akan menjadi manja dengan adanya

perhatian yang penuh selama 4-6 bulan pertama.

4. Menganjurkan orang tua untuk membuat jadwal kebutuhan bayi dan orang tuanya.

5. Membantu orang tua untuk memahami kebutuhan bayi terhadap stimulasi lingkungan.

6. Menyokong kesenangan orang tua dalam melihat pertumbuhan dan perkembangan

bayinya, yaitu dengan rasa persahabatan dan mengamati respon sosial anak, misalnya,

dengan tertawa/tersenyum.

7. Menyiapkan orang tua untuk memenuhi kebutuhan rasa aman dan kesehatan bagi bayi,

misalnya, dengan imunisasi.

8. Menyiapkan orang tua untuk mengenalkan dan memberikan makanan padat.

b. Usia Enam Bulan Kedua

1. Menyiapkan orang tua adanya ketakutan bayinya terhadap orang yang belum dikenal

(Stranger anxiety).
2. Menganjurkan orang tua untuk mengizinkan anaknya dekat dengan ayah dan ibunya dan

menghindarkan perpisahan yang terlalu lama dengannya.

3. Membimbing orang tua mengetahui disiplin sehubungan dengan semakin meningkatnya

mobilitas (pergerakan) si bayi.

4. Menganjurkan menggunakan suara yang negative dan kontak mata daripada hukuman

badan sebagai suatu disiplin bila tidak berhasil gunakan satu pukulan pada kaki atau

tangannya.

5. Menganjurkan orang tua untuk memberikan lebih banyak perhatian ketika bayinya

berkelakuan baik daripada ketika ia menangis.

6. Mengajarkan mengenai pencegahan kecelakaan karna bayi sudah meningkat keterampilan

motoriknya dan rasa ingin tahunya.

7. Menganjurkan orang tua untukl meninggalkan bayinya beberapa saat dengan pengganti ibu

yang menyusui.

8. Mendiskusikan tentang kesiapan untuk penyapihan.

9. Menggali perasaan orang tua sehubungan dengan pola tidur bayinya.

2.1.2 Petunjuk Antisipasi pada Masa Balita (1-3 tahun)

a. Umur 12-18 bulan

1. Menyiapkan orang tua untuk mengantisipasi adanya perubahan tingkah laku pada masa

balita, terutama negatifistik dan ritualism. Negatifistik adalah perilaku yang bertentangan

dengan kebiasaan.
2. Mengkaji kebiasaan makan sekarang dan menganjurkan secara bertahap penyapihan dari

botol, serta meningkatkan pemasukan makanan padat.

3. Menyediakan makanan camilan/selingan di antara dua waktu makan dan rasa yang disukai,

serta adanya jadwal waktu makan yang rutin.

4. Mengkaji pola tidur malam, terutama kebiasaan minum malam memakai botol yang

merupakan penyebab utama gigi berlubang dan perilaku menunda yang memperlambat jam

tidur.

5. Menyiapkan orang tua untuk mencegah bahaya yang potensial terjadi di rumah, seperti

kecelakaan kendaraan bermotor dan bahaya/kecelakaan jatuh. Berikan saran yangb sesuai

untuk pengamanan dirumah.

6. Mendiskusikan kebutuhan dan adanya ketentuan-ketentuan/aturan-aturan tetapi dengan

disiplin yang lembut dan cara-cara untuk mengatasi negatifistik dan ledakan amarah serta

menekankan pada keuntungan yang positif dari disiplin yang tepat atau sesuai.

7. Mendiskusikan mainan baru yang dapat mengembangkan motorik halus, motorik kasar,

bahasa, pengetahuan, dan keterampilan sosial.

b.Umur 18-24 bulan

1. Menekankan pentingnya persahabatan sebaya dalam bermain.

2. Mengkali kebutuhan untuk menyiapkan kehadiran saudara kandung/adiknya, menekankan

pentingnya persiapan anak untuk kehadiran bayi baru.

3. Menekankan kebutuhan akan pengawasan terhadap gigi dan tipe kebersihan di rumah serta

kebiasaan makanyang merupakan faktor pencetus gigi berlubang dan menyarankan

pentingnya penambahan fluoride untuk memperkuat pertumbuhan tulang.


4. Mendiskusikan metode disiplin yang ada, bagaimana keaktifan serta menggali perasaan

orang tua tentang negatifistik anaknya. Menekankan bahwa negatifistik adalah aspek

penting dari perkembangan self assertion (penonjolan/tuntutan diri) dan independen, serta

hal ini bukan merupakan tanda kemanjaan.

5. Mendiskusikan tanda-tanda kesiapan untuk toilet training, menekankan pentingnya

menunggu kesiapan fisik dan psikologi anak.

6. Mendiskusikan berkembangnya rasa takut, seperti ada kegelapan atau suara keras dan

kebiasaan seperti membawa selimutnya atau menghisap jari. Menekankan bahwa ha ini

normal dan perilaku yang bersifat sementara.

7. Menyiapkan orangtua akan adanya tanda-tnda regerasi pada waktu anak mengalami stres.

8. Mengkaji kemampuan anak untuk berpisah sesaat dengan mudah dari orang tuanya di

bawah asuhan keluarga.

9. Memberikan kesempatan kepada orang tua untuk mengekspresikan perasaan kelelahan,

frustasi, dan kejengkelan dalam merawat anak usia balita.

10. Menunjukan harapan adanya perubahan pada anaknya di tahun mendatang, seperti lingkup

perhatiannya yang luas dan berkurangnya negatifistik, serta adanya perhatian untuk

menyenangkan orang lain.

c. Umur 24-36 bulan

1. Mendiskusikan pentingnya meniru dan kebutuhan anak untuk dilibatkan dalam kegiatan

2. Mendiskusikan kegiatan yang dilakukan dalam toilet training terutama terhadap harapan-

harapan yang realistis dan sikap menghadapi keadaan-keadaan, seperti mengompol atau

buang air besar di celana.


3. Menekankan keunikan dari proses berpikir balita terutama melalui bahasa yang ia gunakan,

pemahaman terhadap waktu, dan ketidakmampuan melihat kejadian dari perspektif yang

lain.

4. Menekankan disiplin harus tetap berstruktur dengan benar dan nyata, ajukan alasan yang

rasional, hindari kebingungan, dan salah pengertian.

5. Mendiskusikan adanya taman kanak-kanak atau pusat penitipan anak pada siang hari (play

group).

2.1.3 Petunjuk Bimbingan pada Usia 3-5 Tahun

Pada masa ini, petunjuk bimbingan tetap diperlukan walaupun kesulitannya lebih sedikit dibanding

tahun sebelumnya. Jika sebelumnya, pencegahan kecelakaan dipusatkan pada pengamanan

lingkungan terdekat dengan kurang menekankan alasan-alasannya, maka pada masa ini, adanya

proteksi pagar dan penutup stop kontak harus disertai dengan penjelasan secara verbal dengan

alasan yang tepat dan dimengerti oleh anak.

Masuk sekolah menjelang usia lima tahun adalah bentuk perpisahan dari rumah baik orang

tua maupun anakny, sehingga orang tua mungkin perlu bantuan untuk adaptasi terhadap perubahan

ini, terutama bagi ibu yang tinggal dirumah/tidak bekerja. Anak mulai masuk taman kanak-kanak

dan ibu mulai membutuhkan kegiatan-kegiatan diluar keluarga, seperti keterlibatannya di

masyarakat atau mengembangkan karier. Bimbingan terhadap orang tua pada masa ini adalah

sebagai berikut.

a.Umur 3 Tahun

1. Menyiapkan orang tua untuk meningkatkan minat anak dalam hubungan yang luas.

2. Menganjurkan orang tua untuk mendaftarkan anak ke taman kanak-kanak.


3. Menekankan pentingnya batas-batas/tata cara/peraturan-peraturan.

4. Menyiapkan orang tua untuk mengantisipasi tingkah laku yang berlebihan dalam hal ini

akan menurunkan ketegangan (tension).

5. Menganjurkan orang tua untuk menawarkan kepada anaknya alternatif-alternatif pilihan

ketika anak dalam keadaan bimbang.

6. Memberi gambaran pada usia 3,5 tahun ketika anak menjadi kurang koordinasi motorik

dan emosional, menjadi tidak aman, menunjukan emosi yang ekstrim, dan perkembangan

tingkah laku seperti gagap.

7. Menyiapkan orang tua untuk mengekspektasi tuntutan-tuntutan ekstra perhatian terhadap

mereka sehingga refleksi dari emosi tidak aman dan ketakutan kehilangan cinta.

8. Mengingatkan kepada orang tua bahwa keseimbangan pada usia tiga tahun akan berubah

ke tingkah laku agresif di luar batas pada usia empat tahun.

9. Mengantisipasi selera makan menetap dengan lebih luas dalam pemilihan makanan.

b.Umur 4 Tahun

1. Menyiapkan orang tua terhadap perilaku anak yang agresif termasuk aktivitasa motorik

dan bahasa yang mengejutkan.

2. Menyiapkan orang tua menghadapi perlawanan anak terhadap kekuasaan orang tua.

3. Kaji perasaan orang tua sehubungan dengan tingkah laku anak.

4. Menganjurkan beberapa macam istirahat dari pengasuh utama seperti menempatkan anak

pada taman kanak-kanak untuk sebagian harinya.

5. Menyiapkan meningkatnya rasa ingin tahu seksual.

6. MenekankankanPentingnya batas-batas yang realistis dari tingkah laku.

7. Mendiskusikan disiplin.
8. Menyiapkan orang tua meningkatkan imajinasi usia empat tahun yang memperturutkan

kata hatinya dalam “tinggi bicaranya” (bedakan dengan kebohongan) dan kemahiran anak

dalam permainan yang membutuhkan imajinasi.

9. Menyarankan pelajaran berenang.

10. Menjelaskan perasaan-perasaan Oedipus dan reaksi-reaksinya. Anak laki-laki biasanya

lebih dekat dengan ibunya dan anak perempuan dengan ayahnya. Oleh karena itu, anak

perlu dibiasakan tidur terpisah dengan orang tuanya.

11. Menyiapkan orang tua untuk mengantisipasi mimpi buruk anak dan menganjurkan mereka

jangan lupa untuk membangunkan anak dari mimpi yang menakutkan.

c.Umur 5 Tahun

1. Memberikan pengertian bahwa usia lima tahun merupakan periode tenang di banding masa

sebelumnya.

2. Menyiapkan dan membantu anak-anak untuk memasuki lingkungan sekolah.

3. Mengingatkan imunisasi yang lengkap sebelum masuk sekolah.

2.2 Toilet Training

Suatu tugas yang besar pada usia balita adalah toilet training atau pendidikan menjadi

ceria/bersih. Kontrol volunter dari spingter ani dan urethra dicapai pada waktu anak dapat berjalan

dan biasanya terjadi antara usia 18-24 bulan. Namun, faktor kesiapan psikofisiologis sangat

berpengaruh pada kesiapan toilet training.

Anak harus mampu mengenali dorongan untuk melepaskan atau menahan dan mampu

untuk mengkomunikasikannya kepada ibunya. Pada waktu ini, anak sudah bisa menguasai
kemampuan motorik yang utama, dapat berkomunikasi dengan jelas, memiliki lebih sedikit konflik

antara tuntutan diri sendiri dengan negativisik, dan menyadari kemampuannya untuk

mengendalikan diri dan memenuhi kesenangan ibunya.

Tanggung jawab perawat adalah menolong orang tua guna mengidentifikasikan kesiapan

anaknya untuk toilet training. Latihan miksi biasanya dicapai sebelum defekasi karena ini

merupakan aktivitas reguler yang dapat diduga. Sementara, defekasi merupakan suatu sensasi yang

lebih besar daripada miksi, yang dapat menimbulkan perhatian dari si anak.

Pada waktu malam, latihan buang air kecil (miksi) menjadi tidak sempurna/lrngkap sampai

usia 4-5 tahun. Di siang hari ngompol dapat juga terjadi terutama pada saat aktivitas bermain

menyita penuh perhatian anak, sehingga bila mereka tidak diingatkan maka mereka akan terlambat

untuk pergi ke kamar mandi.

Pada anak laki-laki, mampu untuk berdiri dan meniru ayahnya setelah diajarkan mengenai

toilet training merupakan motivasi yang kuat selama masa prasekolah.

Beberapa teknik dianjurkan untuk anak yang koperatif, seperti menggunakan pispot

“portable” yang memberikan perasaan aman pada anak, atau pispot portable yang berada pada satu

tempat dengan kloset yang digunakan sehari-hari. Apabila pispot tidak tersedia, anak dapat duduk

atau jongkok di atas toilet dengan bantuan. Perkuat toilet training dengan memotivasi anak untuk

duduk pada pispot dalam jangka waktu yang relatif lama. Anak dianjurkan untuk meniru orang

lain (kakaknya) dan menghindari contoh yang keliru.


Toilet training

Salah satu tugas mayor masa toddler adalah toilet training. Kontrol volunter sfingter dan uretra

terkadang dicapai kira-kira setelah anak berjalan, mungkin antara usia 18 dan 24 bulan. Namun,

diperlukan faktor psikofisiologis kompleks untuk kesiapan. Anak harus mampu mengenali urgensi

untuk mengeluarkan dan menahan eliminasi serta mampu mengomunikasikan sensasi ini kepada

orang tua. Selain itu, mungkin ada berbagai motivasi yang penting untuk memuaskan orang tua

dengan menahan, daripada memuaskan diri dengan mengeluarkan eliminasi.

Biasanya, kesiapan fisiologis dan psikologis belum lengkap sampai anak berusia 18 sampai 24

bulan. Pada saat ini, anak telah menguasai mayoritas keterampilan motorik kasar yang penting,

mampu berkomunikasi dengan pintar, jarang mengalami konflik dengan negativisme dan

pernyataan diri, dan menyadari kemampuan untuk mengontrol tubuh dan memuaskan orang tua.

Salah satu tanggung jawab terpenting perawat adalah membantu orang tua mengidentifikasi tanda

kesiapan pada anak mereka.

Latihan defekasi biasanya selesai sebelum latihan berkemih karena latihan defekasi lebih teratur

dan lebih mudah diramalkan. Sensasi defekasi lebih kuat daripda berkemih, dan dapat menarik

perhatian anak. Nyatanya, latihan berkemih di malam hari belum bisa diselesaikan sampai usia 4

atau 5 tahun, dan bahkan penyelesaian latihan yang lebih dari usia tersebut masih normal (Luxem

dan Chistophersen, 1994).

Sejumlah teknik dalam dalam membantu ketika memulai latihan. Salah satunya adalah pemilihan

tempat duduk berlubang untuk eliminasi (potty chair) dan/atau penggunaan toilet. Tempat duduk

berlubang untuk eliminasi yang tidak ditopang oleh benda lain memungkinkan anak merasa aman.

Menjejakkan kaki dengan kuat ke lantai juga memfasilitasi defekasi (Stark, 1994). Pilihan lain
adalah tempat duduk portabel yang diletakkan di atas toilet biasa, yang memudahkan transisi dari

kursi berlubang untuk eliminasi ke toilet biasa. Menempatkan bangku panjang yang kecil di bawah

kaki membantu menstabilkan posisi anak. Mungkin paling baik menempatkan kursi berlubang

untuk eliminasi di kamar mandi dan membiarkan anak mengamati ekskresinya ketika di bilas ke

dalam toilet untuk menghubungkan aktivitas ini dengan praktik yang biasa. Bila tidak tersedia

kursi berlubang untuk eliminasi, menghdapkan anak ke tangki toilet memberi dukungan tambahan.

Anak lelaki bisa memulai toilet training dalam posisi berdiri atau duduk di kursi berlubang untuk

eliminasi atau di WC (Gbr. 12-5). Meniru ayahnya selama masa prasekolah merupakan dorongan

motivasi yang sangat kuat.

Sesi latuhan harus di batasi pada 5 sampai 10 menit, orang tua harus menunggui anak, dan

kebiasaan sanitasi harus dilakukan setiap kali selesai eliminasi. Anak harus dipuji karena perilaku

kerja samanya dan/atau evakuasi yang berhasil. Memakaikan anak pakaian yang mudah dilepas;

menggunakan celana latihan, diapers berbentuk celana atau celana pendek; dan mendorong imitasi

dengan melihat orang lain adalah anjuran yang sangat membantu. Memaksa anak duduk di kursi

berlubang untuk eliminasi atau di WC dalam waktu yang lama, memukulnya bila pengeluaran

eliminasi tidak di tempatnya, dan cara kontrol negatif lainnya harus dihindari (Taubman, 1997).

Tetrjadinya eliminasi secara tidak sengaja di tempat yang tidak semestinya pada siang hari adalah

biasa, terutama selama periode aktivitas intensif. Anak kecil menjadi sangat bersemangat dengan

aktivitas bermain sehingga jika tidak diingatkan, mereka akan berlama-lama menahan eliminasi

sampai terlamat mencapai kamar mandi. Oleh karena itu mereka harus sering diingatkan dan di

antar ke toilet.
2.2.1 Mengkaji Kesiapan Toilet Training

a. Kesiapan Fisik

1. Kontrol volunter sfingter anal dan uretral, biasanya pada usia 18 sampai 24 bulan.

2. Mampu tidak mengompol selama 2 jam; jumlah popok yang basah berkurang; tidak

mengompol selama tidur siang.

3. Defekasi teratur.

4. Keterampilan motorik kasar yaitu duduk, berjalan, dan berjongkok.

5. Keterampilan motorik halus yaitu membuka pakaian.

b. Kesiapan Mental

1. Mengenali urgensi defekasi atau berkemih.

2. Keterampilan komunikasi verbal atau nonverbal untuk menunjukkan saat basah atau

memiliki urgensi defekasi atau berkemih.

3. Keterampilan kognitif untuk menirukan perilaku yang tepat dan mengikuti perintah.

c. Kesiapan Psikologis

1. Mengekspresikan keinginan untuk menyenangkan orang tua.

2. Mampu duduk di toilet selama 5 sampai 10 menit tanpa bergoyang atau terjatuh.

3. Keingintahuan mengenai kebiasaan toilet orang dewasa atau kakak.

4. Ketidaksabaran akibat popok yang kotor oleh fasess atau basah; ingin untuk segera diganti.

d. Kesiapan Psikologis

1. Mengenali tingkat kesiapan anak.

2. Berkeinginan untuk meluangkan waktu untuk toilet training.

3. Ketiadaan stres atau perubahan keluarga, seperti perceraian, pindah rumah, sibling baru,

atau akan berpergian.

Vous aimerez peut-être aussi