Vous êtes sur la page 1sur 22

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Filariasis Limfatik

Filariasis limfatik adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit

golongan nematoda (famili Filaridae).14 Filariasis limfatik merupakan penyakit

kronis yang dapat melemahkan dan menimbulkan kecacatan. Manifestasi klinis

kronik dari penyakit ini biasanya berupa limfedema, elephantiasis/kaki gajah, dan

hidrokel. Infeksi ini disebabkan oleh tiga spesies cacing yaitu Wuchereria

bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori yang ditularkan oleh nyamuk ke

manusia. Cacing filaria dapat hidup di kelenjar dan saluran limfatik.1,15

2.2 Epidemiologi Filariasis Limfatik

Pada tahun 2014 kasus filariasis menyerang 1,1 juta orang di 73 negara

yang berisiko filariasis. Kasus menyerang 632 juta (57%) penduduk yang tinggal

di Asia Tenggara (9 negara endemis termasuk Indonesia), 410 juta (37%)

penduduk yang tinggal di wilayah Afrika (35 negara endemis) dan sisanya (6%)

diderita oleh penduduk yang tinggal di wilayah Amerika (4 negara endemis),

Mediterania Timur (3 negara endemis) dan wilayah barat Pasifik (22 negara

endemis).4

Distribusi geografis parasit Wuchereria bancrofti tersebar di daerah tropis

dan subtropis. Parasit ini memiliki periodisitas nokturna yang tersebar di Negara

India, China, dan Indonesia, sedangkan periodisitas subperiodik diurna tersebar di

Pasifik bagian timur.16 Wuchereria bancrofti dapat ditemukan di daerah perkotaan


8

di Indonesia seperti di Kota Jakarta, Tangerang, Pekalongan, dan Semarang yang

ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus, sedangkan di daerah pedesaan

ditularkan oleh nyamuk Anopheles dan Aedes.17

Brugia malayi memiliki distribusi di Asia Tenggara termasuk Indonesia

dengan periodisitas nokturna dan subperiodik diurna, sedangkan di India parasit

ini bersifat periodisitas nokturna.16 Brugia malayi hanya terdapat di pedesaan.

Nyamuk Anopheles barbirostris merupakan vektor Brugia malayi yang hanya

dapat menularkan cacing filaria ke manusia saja, berbeda dengan nyamuk

Mansonia dapat menularkan cacing filaria ke manusia dan juga hewan.17

Brugia timori merupakan satu-satunya cacing filaria yang hanya terdapat

di Indonesia bagian Timur yaitu di Nusa Tenggara Timur dan Timor-Timur.

Cacing filaria ini hanya dapat menginfeksi manusia melalui nyamuk Anopheles

dan bersifat periodisitas nokturna.16,17

2.3 Faktor Risiko Filariasis Limfatik

Faktor risiko filariasis limfatik memiliki keterkaitan antara host (manusia

dan nyamuk), agent (parasit filaria), dan environment (lingkungan fisik, biologik,

kimia, dan sosial). Melakukan kontrol terhadap faktor risiko akan meningkatkan

keberhasilan dalam melakukan pencegahan penyebaran parasit filaria sehingga

akan menurunkan jumlah penderita filariasis.18

1. Agent

Penyebab penyakit filariasis adalah parasit filaria yakni Wuchereria

bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Mengetahui persebaran epidemiologi

parasit filaria akan memudahkan dalam melakukan pencegahan penyebaran larva


9

stadium 3 dengan membrantas vektor parasit filaria tersebut yang telah diketahui

bionomiknya.18

2. Host

Host atau hospes perantara parasit filaria adalah nyamuk dan hospes

definitif adalah manusia. Hospes berperan penting sebagai tempat

perkembangbiakan parasit filaria baik secara seksual maupun aseksual.17

a. Vektor

Nyamuk berperan sebagai vektor dalam penyebaran parasit filaria. vektor

filariasis di Indonesia berasal dari 5 genus yakni Anopheles, Aedes, Mansonia,

Armigeres, dan Culex.3 Mengetahui bionomik vektor seperti tempat perindukan,

tempat peristirahatan, kebiasaan nyamuk dalam menggigit, serta lama hidup, dan

jarak terbang dapat membantu dalam menurunkan kepadatan vektor filariasis

tersebut. Nyamuk dikatakan sebagai vektor filariasis jika kepadatan atau jumlah

nyamuk banyak, persentase spesies nyamuk yang mengandung larva stadium 3

tinggi, sifat nyamuk yang menggigit orang pada malam hari, dan umur nyamuk

yang lebih panjang (minimal 10 hari) sehingga parasit memiliki kesempatan untuk

berkembang menjadi larva infektif di dalam tubuh nyamuk.18

b. Manusia

1. Umur

Filariasis dapat menyerang pada semua kelompok usia. Penularan filariasis

dipengaruhi oleh intensitas tusukan nyamuk yang mengadung larva 3 parasit

filaria. Umur mempengaruhi aktivitas seseorang untuk kontak dengan vektor.

Kelompok masyarakat yang berusia produktif (15-64 tahun) berpotensi tertular


10

filariasis karena memiliki aktivitas yang banyak sehingga memungkinkan kontak

dengan vektor filariasis lebih sering.18,19

2. Jenis Kelamin

Laki-laki ataupun perempuan mempunya risiko yang sama untuk tertular

filariasis. Insidensi lebih tinggi pada laki-laki karena dipengaruhi pekerjaan dan

kebiasaan menghabiskan waktu di luar rumah pada malam hari.18

3. Pekerjaan

Pekerjaan berisiko terinfeksi filariasis adalah pekerjaan yang

memungkinkan seseorang megalami multi gigitan vektor filariasis. Pekerjaan

tersebut dihubungkan dengan tempat pekerjaan yang dekat dengan tempat

perkembangbiakan nyamuk seperti daerah perkebunan dan dihubungkan dengan

waktu pelaksanaan kerja yang dilakukan pada saat nyamuk mencari darah pada

malam hari seperti nelayan. Contoh pekerjaan berisiko adalah petani, nelayan,

pedagang, pencari kayu. Contoh pekerjaan yang tidak berisko adalah pegawai

kantor dan pekerjaan lainnya yang banyak melakukan aktivitas di dalam ruangan

tertutup.14

4. Ras

Ras dapat menjadi penanda bahwa seseorang berasal dari daerah endemis

filariasis atau tidak. Penduduk asli suatu daerah endemis bisa saja telah memiliki

sel imun spesifik terhadap parasit filaria sehingga jika terinfeksi kembali tidak

akan menunjukan gejala klinis yang nyata. Hal ini berbeda dengan penduduk

pendatang yang belum memiliki kekebalan imunitas spesifik. Penduduk

pendatang mempunyai risiko terinfeksi filariasis lebih besar dibanding penduduk

asli dan gejala yang ditimbulkan lebih berat walaupun pada pemeriksaan darah
11

ditemukan mikrofilaria dalam jumlah sedikit, namun dibutuhkan kontak yang

berulang kali untuk bisa menimbulkan gejala klinis tersebut.18,20

3. Environment

Lingkungan menjadi salah satu faktor risiko yang harus dikontrol untuk

mengendalikan penyakit filariasis. Lingkungan yang mendukung akan

memudahkan dalam perkembangbiakan vektor filariasis. Faktor lingkungan yang

dapat mempengaruhi peningkatan jumlah vektor diantaranya:18

a. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik mencakup keadaan iklim, geografis, struktur geologi, suhu,

angin, hujan, sinar matahari, arus air, dan kelembapan yang erat kaitannya dengan

kehidupan vektor yang dapat menciptakan tempat-tempat perindukan dan

peristirahatannya.18

b. Lingkungan Biologik

Lingkungan biologik seperti tanaman air, genanga air, rawa-rawa, dan semak-

semak, adanya hewan ternak seperti sapi, kerbau, dan babi akan mempengaruhi

kepadatan nyamuk suatu daerah.18

c. Lingkungan Kimia

Lingkungan kimia yang baru diketahui dapat mempengaruhi tingkat

kepadatan nyamuk adalah kadar garam dari tempat perkembangbiakan, sebagai

contoh nyamuk Anopheles tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya

berkisar antara 12-18% dan tidak dapat berkembang biak pada kadar garam 40%

ke atas.18

d. Lingkungan Sosial, Ekonomi, dan Budaya


12

Kebudayaan atau kebiasaan masyarakat disuatu daerah seperti keluar pada

malam hari, pemakaian kelambu, dan obat antinyamuk akan berkaitan erat dengan

risiko kontak. Pendidikan dan ekonomi sebenarnya tidak memiliki pengaruh yang

langsung hanya saja hal tersebut akan mempengaruhi jenis pekerjaan dan perilaku

seseorang dalam menyikapi pencegahan penyakit filariasis.21,22

2.4 Etiologi Filariasis Limfatik

Penyebab filariasis limfatik adalah nematoda (famili Filaridae) yaitu

Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori.12 Penyakit yang

disebabkan oleh Wuchereria bancrofti disebut filariasis bankrofti atau

wukereriasis bankrofti. Cacing ini memiliki siklus hidup mulai dengan larva

stadium I, larva stadium II, dan larva stadium III yang tumbuh di dalam tubuh

nyamuk. Larva stadium IV dan V tumbuh di dalam tubuh hospes.17

Gambar 2.1 Siklus Hidup Wuchereria bancrofti23


13

Mikrofilaria parasit Wuchereria bancrofti memiliki sarung pucat, lekukan

badan halus, panjang ruang kepala sama dengan lebarnya. Inti halus dan teratur

serta tidak ada inti tambahan. Cacing dewasa berbentuk seperti benang dengan

warna putih kekuningan, ekornya melingkar dan mempunyai 2 spikula. Cacing

betina ekornya lurus berujung tumpul.20

Gambar 2.2 Parasit Wuchereria bancrofti pembesaran 500×23

Penyakit yang disebabkan oleh Brugia malayi disebut filariasis malayi dan

yang disebabkan Brugia timori disebut filariasis timori. Pertumbuhan larva

Brugia sp. sama halnya dengan Wuchereria bancrofti, namun daur hidup

Wuchereria bancrofti lebih pendek.17

Gambar 2.3 Siklus Hidup Brugia malayi23


14

Mikrofilaria Brugia malayi memiliki sarung merah pada pewarnaan

giemsa, lekuk badan kaku, panjang ruang kepalanya dua kali lebarnya, badannya

mempunyai inti tidak teratur, ekornya mempunyai satu-dua inti tambahan.24

Gambar 2.4 Parasit Brugia malayi perbesaran 500×23

Mikrofilaria Brugia timori memiliki sarung berwarna pucat dengan

pewarnaan haematoxylin, lekuk badan kaku, panjang ruang kepalanya tiga kali

lebarnya, badannya juga memiliki inti tidak teratur dengan dua inti tambahan pada

ekor. Cacing dewasa (makrofilaria) Brugia sp. berbentuk seperti benang dengan

warna putih kekuningan. Cacing jantan memiliki ekor yang melingkar dan cacing

betina memiliki ekor yang lurus.24

Gambar 2.5 Parasit Brugia timor perbesaran 500×23

Lingkaran hidup filaria dimulai dari pengisapan mikrofilaria dari darah

oleh serangga penghisap, metamorfosis mikrofilaria terjadi di dalam hospes

perantara serangga. Awalnya mikrofilaria membentuk larva rhabdtiform lalu

membentuk larva filaform yang aktif. Penularan larva infektif ke dalam kulit
15

hospes baru terjadi melalui probosis serangga yang menggigit dan kemudian

pertumbuhan larva setelah masuk ke dalam luka gigitan lalu berkembang menjadi

cacing dewasa.11 Cacing dewasa ini dapat berumur 5-7 tahun.3

2.5 Patofisiologi Filariasis Limfatik

Respon imunologi pada masyarakat yang tinggal di daerah endemis

meningkat sebagai akibat dari paparan terus menerus vektor/nyamuk yang

mengandung parasit filaria. Pembentukan antibodi dan sel T menjadi sel T helper

tipe 2 terjadi pada tubuh seseorang yang terinfeksi mikrofilaria. Pada penderita

filariasis kronis, terjadi hiporesponsif pembentuk sel Th-1 yang berfungsi sebagai

pertahanan tubuh dalam menghadapi paparan konstan parasit filaria.1

Dilatasi limfatik (limfangiektasia) terjadi pada semua penderita filariasis.

Cacing dewasa memiliki kemampuan untuk mengindukasi proliferasi sel

endotelial dan dilatasi jaringan limfatik melalui mekanisme yang tidak melibatkan

obstruksi limfatik atau keterlibatan respon imun tubuh penderita. Keadaan ini

dicurigai karena adanya toksin yang dihasilkan oleh parasit filaria yang mirip

dengan toksin yang dihasilkan oleh Wolbachia bacteria.1

Limfangiektasia merusak fungsi limfatik dan menjadi predisposisi infeksi

mikroba yang dapat menyebabkan adenolimfangitis akut (ADL). Hal ini sering

disertai dengan edema di bagian yang terkena, dan serangan berulang dari

adenolimfangitis dapat menyebabkan limfedema kronis. Lesi infeksi sekunder

dari bakteri dan jamur yang berulang dapat menjadi akses masuknya mikroba di

kulit sehingga menjadi ko-faktor penting dalam perkembangan limfedema dan

kaki gajah.1
16

ADL pathway AFL pathway

Cacing dewasa Cacing dewasa


hidup di mati di pembuluh
pembuluh limfatik
Induksi pembentukan
Menghasilkan toksin
granuloma
Obstruksi saluran
Limfangiektasia
Mikroba getah bening
(limfatik melebar)
ADL (edema) masuk AFL
melalui Jarang menyebabkan
Penyebab umum lesi limfedema sisa:
filariasis penyebab umum
limfedema / hidrokel filaria
elephantiasis
Gambar 2.6 Perkembangan dari Dua Jenis Sindrom Filaria Akut,
Adenolimfangitis Akut (ADL) dan Limfoma Akut Filaria (AFL) yang
Dapat Menjadi Penyakit Filariasis Kronis1

Edema juga disebabkan oleh matinya cacing dewasa di saluran limfatik

baik secara alamiah maupun akibat induksi obat antifilaria. Reaksi inflamasi yang

terjadi dapat menyebabkan terbentuknya nodul granulomatosa dan mengakibatkan

limfangitis filaria akut (AFL). Manifestasi klinis dapat berupa hidrokel yang

muncul akibat serangan limfangitis di limfatik intraskrotal atau obstruksi saluran

limfatik di tunika vaginalis.1

2.6 Diagnosis Filariasis Limfatik

Filariasis limfatik adalah penyakit yang bersifat menahun atau kronis

karena cacing filaria dapat hidup di pembuluh darah limfatik sehingga dapat

menimbulkan kecacatan menetap.1 Gejala klinis dipengaruhi oleh kontak yang


17

berulang kali dengan vektor parasit filaria serta status gizi seseorang. 3 Penegakan

diagnosis filariasis limfatik dapat ditegakkan melalui :

1. Gejala Klinis

Manifestasi klinis filariasis dapat dibagi atas 3 stadium yakni stadium

tanpa gejala, stadium peradangan (akut), dan stadium penyumbatan (menahun).15

a. Stadium Tanpa Gejala

Ditemukan pembesaran kelenjar limfe terutama di inguinal dan penemuan

mikrofilaria dalam jumlah yang besar disertai eosinofil pada masyarakat di daerah

endemis. Pertumbuhan mikrofilaria hingga dewasa biasanya tidak menimbulkan

gejala klinis yang nyata.4

b. Stadium Peradangan (Akut)

Pada stadium akut, penderita filariasis biasanya mengalami demam

berulang-ulang selama 3-5 hari dan akan hilang jika beristirahat. Pada

pemeriksaan fisik akan ditemukan adanya pembengkakan kelenjar getang bening

tanpa luka yang disertai warna kemerahan, rasa panas, dan sakit di daerah lipatan

paha dan ketiak. Pembengkakan ini dapat berkembang hingga menghasilkan

abses/nanah yang kemudian pecah. Pasien juga mengeluhkan adanya gejala

limfangitis yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung.

Limfedema awal dapat terjadi.2 Tropical pulmonary eosinophilia (hiperesponsif

sistem imun yang ditandai dengan gangguan pernapasan) dapat terjadi pada

stadium ini.12

c. Manifestasi Penyumbatan (Menahun)


18

Limfedema dapat terjadi disemua jaringan limfatik. Parasit filaria tumbuh

menjadi cacing dewasa pada jaringan limfatik yang lebar, jaringan limfatik

ekstremitas atas dan bawah serta sekitar alat kelamin.22

Manifestasi kronis diakibatkan oleh berkurangnya fungsi saluran limfe

akibat cacing dewasa pada sistem limfatik dan oleh reaksi hiperresponsif akibat

occult filariasis. Gejala pada stadium ini dapat berupa hidrokel, limfedema,

elephantiasis, kiluria.2,12
Tabel 2.1 Stadium Limfedema3

Stadium Stadium Stadium Stadium Stadium Stadium Stadium


Gejala
1 2 3 4 5 6 7
Menghila
Menetap Menetap Menetap
Bengkak ng waktu
Menetap Menetap Menetap dan dan dan
di kaki bangun
meluas meluas meluas
tidur pagi
Dalan,
Lipatan Tidak Dangkal, Dangkal,
Tidak ada Dangkal Dangkal kadang
kulit ada dalam dalam
dangkal
Tidak Tidak Kadang- Kadang- Kadang-
Nodul Tidak ada Ada
ada ada kadang kadang kadang
Mossy Tidak Tidak Tidak Tidak Kadang-
Tidak ada Ada
lesions ada ada ada ada kadang
Hambat-
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya
an berat

2. Diagnosis Parasitologi

Kepastian diagnosis filariasis sering dilakukan atas ditemukannya

mikrofilaria dalam darah atau jaringan. Waktu optimum untuk pengambilan darah

dalam pembuatan sediaan basah darah tebal dan tipis yakni pada malam hari yaitu

antara pukul 10 sampai 2 pagi. Diagnosis parasitologi yang dilakukan dengan

pewarnaan giemsa atau hematoksilin delafield.16

Mikrofilaria dalam darah


Larva Bersarung Larva tidak bersarung
19

Inti di ekor
Mansonella ozzardi
Mansonella perstans
Inti tidak sampai ke
ujung ekor Inti sampai ke ujung ekor

Wuchereria bancrofti

Rangkaian inti terputus Rangkaian inti tidak


dua pada ujung ekor terputus

Brugia malayi Loa loa


Brugia timori

3. Dietylcarbamazine Provocative
Gambar 2.7 Diagnosis Day Test Mikrofilaria di Darah Tepi16
Parasitologi
Dietylcarbamazine Provocative Day Test merupakan tes provokatif dengan

menggunakan Dietilkarbamasin sitrat dosis tunggal dengan tujuan merangsang

mikrofilaria keluar ke dalam darah. Sampel darah pada pemeriksaan harus di

ambil ¼ jam – 1 jam setelah pemberian Dietilkarbamasin sitrat.16

4. Immunological and Polymerase Chain Reaction (PCR)-Based Diagnosis

Pemeriksaan antigen Wuchereria bancrofti dapat dianalisa melalui tes

ELISA dan ICT yang memiliki sensitifitas 96-100% dan spesifitas mendekati

100%. Pemeriksaan ini menggunakan antibodi monoklonal yaitu AD12 dan

Og4C3. Pemeriksaan antigen untuk Brugia sp. belum ada sampai saat ini.12

Pemeriksaan serologi antibodi subklas IgG4 juga dapat dilakukan untuk

menegakkan diagnosis filariasis yang diakibatkan oleh Wuchereria bancrofti,

pemeriksaan ini memiliki spesifitas dan sensitifitas 90-95% tetapi tidak dapat

membedakan antara infeksi sekarang atau lampau. Uji serologi lebih bermanfaat

untuk pasien yang sudah lama tidak berdiam di daerah endemis.12


20

5. Ultrasonografi

Wuchereria bancfrofti dewasa dapat dideteksi dengan ultrasonografi di

jaringan pembuluh limfatik skrotal. Cacing filaria pada wanita lebih tersebar di

saluran limfatik sehingga sulit untuk dideteksi. Pemeriksaan ultrasonografi dapat

menemukan Brugia malayi di payudara, paha, betis, dan nodus limfatik inguinal.1

2.7 Diagnosis Banding Filariasis Limfatik

Diagnosis banding filaraisis akut adalah tuberkulosis, lepra, sarkoidosis

serta penyakit sistemik granulomatosa lainnya. Adenolimfadenitis filariasis akut

memiliki diagnosis banding tromboflebitis atau trauma serta infeksi bakteri.2

2.8 Tatalaksana Filariasis Limfatik

Tatalaksana filariasis memiliki tujuan untuk mencegah kecacatan dan

peningkatan kualitas hidup penderita.

1. Perawatan Umum

Perawatan umum yang dapat dilakukan yakni dengan menjaga kebersihan

kulit untuk mencegah terjadi infeksi sekunder yang dapat meningkatkan

perkembangan elephantiasis/kaki gajah. Fisioterapi terkadang diperlukan oleh

penderita limfedema kronis.2

Serangan akut dapat dikurangi dengan beristirahat dan untuk mengurangi

edema dapat dilakukan dengan pengikatan di daerah bendungan.15

2. Medikamentosa

Obat antifilaria yang dapat digunakan adalah Dietilkarbamasin sitrat

(DEC) dan Ivermektin. Dosis Dietilkarbamasin sitrat pada penderita filariasis

bankrofti adalah 6 mg/kg BB diminum 3 kali sehari setelah makan selama 12 hari.
21

Penderita filariasis malayi dan timori diobati dengan dosis yang lebih rendah

yakni 5 mg/kg BB selama 10 hari karena efek samping Dietilkarbamasin sitrat

(DEC) yang lebih berat. Pasien penderita Tropical Pulmonary Eosinophylia

(TPE) pengobatan dilakukan dengan dosis 6 mg/kg BB selama 21-28 hari.17

Efek samping penggunaan obat Dietilkarbamazin sitrat dapat berupa reaksi

alergi akibat langsung matinya parasit filaria. Manifestasi yang timbul dapat

ringan sampai berat dengan gejala sakit kepala, malaise, popular rash, edema

kulit, gatal yang hebat, pembesaran, dan nyeri pada kelenjar inguinal, sakit-sakit

sendi, dan takikardi. Obat ini juga tidak boleh diberikan pada ibu hamil karena

potensi risiko terhadap janin belum diketahui.25,24

Ivermektin dapat juga diberikan sebagai dosis tunggal 400 ug/kg BB yang

dapat efektif dalam menurunkan mikrofilaria. Ivermektin perlu diminum setiap 6

bulan sekali atau satu kali setahun dengan kombinasi Dietilkarbamasin sitrat. 15

Efek samping Ivermektin dapat berupa demam, pruritus, sakit otot dan sendi, sakit

kepala, hipotensi dan nyeri di kelenjar limfe. Efek samping berkaitan dengan

jumlah mikrofilaria yang mati dan dikenal sebagai reaksi Mazzotti.25

Pemberian obat simtomatis seperti parasetamol dan analgetik juga

diberikan pada penderita filariasis akut. Pemberian antibiotik/anti jamur diberikan

untuk tujuan mengurangi serangan ulang infeksi sekunder. Antihistamin dan

kortikosteroid diberikan untuk mengatasi efek samping pengobatan akibat reaksi

alergi penggunaan obat Dietilkarbamazin sitrat.2

3. Operasi

Sebelum melakukan prosedur pembedahan, pasien filariasis dianjurkan

untuk melakukan pengobatan Dietilkarbamasin sitrat. Pasien yang mengalami


22

hidrokel kronis maka membutuhkan prosedur eksisi dan pengeluaran kantung.

Prosedur operasi pengangkatan kulit dan jaringan skrotum pada elephantiasis

skrotum telah terbukti bermanfaat. Prosedur operasi ini belum terbukti berhasil

pada pasien kaki gajah.1

2.9 Komplikasi Filariasis Limfatik

Pasien filariasis kronis yang tidak mendapat pengobatan dapat

menimbulkan cacat menetap seperti pembesaran kaki, tangan, skrotum, lengan,

dan alat kelamin baik laki-laki maupun perempuan akibat obstruksi kelenjar

limfe.2

2.10 Prognosis Filariasis Limfatik

Prognosis filariasis limfatik bergantung pada jumlah cacing dewasa dan

mikrofilaria dalam tubuh pasien, potensi cacing untuk berkembang biak,

kesempatan pasien untuk terjadi infeksi ulang serta aktivitas RES

(reticuloendothelial system) pasien. Qup ad fungsionam adalah dubia ad bonam

dan quo ad sanation adalah malam.2

2.11 Pencegahan Filariasis Limfatik

1. Chemotherapeutic Control

Saat ini dikenal istilah pengobatan massal untuk filariasis. Pengobatan

tidak membutuhkan pemeriksaan parasitologi atau pemeriksaan lainnya untuk

menegakkan diagnosis penderita filariasis. Obat yang diberikan yakni kombinasi

Albendazol dengan Dietilkarbamasin sitrat atau Ivermektin. Pengobatan filariasis

di Indonesia menganjurkan menggunkan obat Albendazol 400 mg dan

Dietilkarbamasin sitrat 6 mg/kg BB. Ivermektin dapat juga digunakan dengan


23

dosis 400 μg/kg BB yang dapat diberikan sebagai obat tunggal setiap 6 bulan

sekali atau setahun sekali dengan kombinasi Dietilkarbamasin sitrat.1,17

Pemberian Dietilkarbamasin sitrat tidak dianjurkan pada daerah ko-

endemis infeksi Onchocerca volvulus karena efek samping yang berat pada

penderita onchocerciasis. Obat pilihan daerah tersebut adalah Ivermektin 150

μg/kg BB.1

2. Kontrol Nyamuk/vekor

Penggunaan obat anti nyamuk, kelambu, kasa ventilasi dapat menurunkan

risiko kontak dengan vektor filariasis. Selain itu, pengelolaan lingkungan seperti

menimbun sampah-sampah yang berpotensi sebagai tempat genangan air hingga

pengelolaan sistem drainase yang baik akan membantu dalam menurunkan

perkembangbiakan vektor filariasis.1,23

3. Program World Health Organization (WHO) dalam Memberantas Filariasis

Terdapat 73 negara yang diketahui sebagai daerah endemis filariasis.

Daerah endemis ini diperkirakan terdapat penduduk sebanyak 1,39 miliar orang.

Pada tahun 2000, WHO meresmikan program Global Programme to Eliminate

Lymphatic Filariasis (GPELF) yang ditarget tercapai pada tahun 2020.27

Global Programme to Eliminate Lymphatic Filariasis (GPELF) memiliki

dua tujuan utama dalam memberantas filariasis di dunia yakni untuk mencegah

penularan dengan cara Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis

dan mencegahan kecacatan untuk meningkatan kualitas hidup pada penderita

filariasis melalui penatalaksanaan penderita filariasis yang terintegrasi.27

a. Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis.


24

Pemberian Obat Pencegahan Secara Massal (POPM) Filariasis bertujuan

memutuskan rantai penularan parasit filaria. Program ini menargetkan 65% dari

jumlah total penduduk suatu daerah endemis dengan cakupan minimal 85%

masyarakat meminum obat pencegah filariasis. Obat yang diberikan adalah

kombinasi dari dua macam obat yakni Albendazol dengan Dietilkarbamasin

sitrat.3,27

Gambar 2.8 Tahapan POPM Filariasis27

Program ini dimulai dengan pemetaan daerah yang diduga sebagai daerah

endemis filariasis. Pemetaan dilakukan dengan melakukan survei penderita

filariasis kronis dan survei data dasar prevalensi mikrofilaria melalui pemeriksaan

darah jari.3,27

Tahap selanjutnya adalah pelaksanaan kegiatan POPM Filariasis pada

seluruh masyarakat untuk mencegahan kejadian filariasis dengan cara meminum

obat DEC dan Albendazol dosis tunggal setiap tahunnya selama lima tahun

berturut-turut. Pada tahun ke lima pemberian obat akan dilakukan survei evaluasi

prevalensi mikrofilaria atau pre-TAS (Transmission Assesment Surveys) filariasis.

Survei evaluasi prevalensi mikrofilaria adalah survei untuk mengetahui prevalensi

mikrofilaria (microfilaria rate) dan densitas mikrofilaria (kepadatan) setelah

dilaksanakan POPM Filariasis. Metode survei adalah dengan cara memeriksaan

darah jari masyarakat yang berusia >5 tahun pada desa terpilih sebagai Desa
25

Sentinel dan Desa Spot dengan jumlah sample 600 orang. Daerah dengan hasil

MR <1% akan dinyatakan lulus pada tahap pre-TAS dan akan masuk ketahap

selanjutnya dalam program eliminasi filariasis yakni survei evaluasi penularan

filariasis atau TAS.3,15

TAS (Transmission Assesment Surveys) adalah survei evaluasi yang

bertujuan untuk menilai apakah masih ditemukan adanya penularan filariasis pada

daerah tersebut. TAS dilakukan sebanyak 3 kali. Survei ini dilakukan dengan

menggunakan rapid test pada anak yang berumur 6-7 tahun. Sertifikasi eliminasi

filariasis nasional ditetapkan jika kabupaten/kota endemis filariasis telah

mencapai kondisi Pre Eliminasi Filariasis pada TAS III dan verifikasi eliminasi

filariasis diberikan oleh WHO untuk menilai keberhasilan program ini di

Indonesia.3,27

b. Penatalaksanaan Penderita Filariasis

Penatalaksanaan penderita filariasis bertujuan untuk mencegah dan

membatasi kecacatan akibat filariasis. Peningkatan kualitas hidup yang lebih baik

serta dapat berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, baik sosial maupun

ekonomi menjadi tujuan lainnya dalam penatalaksanaan.22,27

Pengobatan dan perawatan penderita filariasis dilakukan secara

bersamaan. Pengobatan penderita filariasis dilakukan baik di daerah endemis

maupun daerah non endemis. Perawatan filariasis disesuaikan dengan gejala akut

maupun kronis serta stadium limfedema penderita filariasis.3

Parameter pengobatan dan perawatan dapat dilakukan dengan menilai

kemampuan penderita dan keluarga dalam melakukan perawatan, frekuensi


26

perawatan dan pengobatan oleh penderita atau keluarga, frekuensi serangan akut

dan berkurang atau hilangnya limfedema penderita filariasis.3

Pengobatan filariasis telah diberikan pada lebih dari 6,7 miliar penduduk

di daerah endemis sejak program ini diresmikan tahun 2000. Pada Tahun 2016,

terdapat 53 dari 73 negara endemis yang masih membutuhkan pelaksanaan

Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis, 6 negara diantaranya

belum menerapkan program ini dan 16 negara lainnya telah menerapkan namun

belum kesemua daerah.5

Tahun 2016 diperkiran terdapat 28,2 juta anak usia prasekolah (2-4 tahun)

dan 135 juta jiwa anak sekolah (5-14 tahun) diobati dengan obat selama

pelaksanaan POPM Filariasis. Pencapaian efektifitas mencapai 78%. Penderita

yang membutuhkan obat pencegah filariasis telah menurun dari 856 miliar jiwa

pada tahun 2011 menjadi 1,4 juta jiwa pada tahun 2016.5

Perkembangan di Asia Tenggara setelah dilakukan intervensi pada tahun

2016 didapatkan hasil bahwa 360,3 miliar jiwa tidak lagi membutuhkan obat

pencegah filariasis. Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis masih

dibutuhkan pada 449,3 miliar jiwa pada 5 dari 9 negara endemis termasuk

Indonesia.4 Situasi filariasis di Indonesia sampai tahun 2017 terdapat 185

kabupaten/kota masih memerlukan obat pencegah filariasis.6


28

2.12 Kerangka Teori

Berdasarkan teori yang telah diuraikan, kerangka teori penelitian ini sebagai berikut:

Filariasis Limfatik

Definisi Filariasis Etiologi Faktor Risiko Patofisiologi Diagnosis Tatalaksana dan


Limfatik Pencegahan
1. Wuchereria 1. Agent 1. Adenolimfangitis 1. Gejala klinis
bancrfoti - Parasit filaria akut 2. Parasitologi 1. Tatalaksana
2. Brugia 2. Host 2. Filariasis akut diagnosis - Simtomatik
malayi - Manusia 3. Dietylcarbamazine - Antifilaria
3. Brugia timori - Nyamuk provocative day - Operatif
3. Enviroment test
- Lingkungan 4. Immunological and 2. Pencegahan
fisik polymerase chain - Global
- Lingkungan reaction (PCR)- Programme to
biologik based diagnosis Eliminate
- Lingkungan 5. Ultrasonografi Lymphatic
kimia Filariasis
- Lingkungan (GPELF)
Faktor Risiko sosial, Diagnosis Penatalaksanaan
ekonomi dan,
budaya Gejala klinis - Farmakologi
2.13 Kerangka KonsepFaktor manusia
- Umur - Status limfedema - Operatif
- Jenis kelamin
Berdasarkan teori sebelumnya, - Lokasiini
maka kerangka konsep penelitian limfedema
sebagai berikut:
- Pekerjaan Gambar 2.9 Kerangka Teori
Global
Global
Programme
Programme to to
Eliminate
Eliminate Lymphatic
Lymphatic
Gambar 2.10 Kerangka Konsep Gambar 2.10 Kerangka
Filariasis Limfatik Konsep
Filariasis
GambarFilariasis(GPELF)
(GPELF)
2.9 Kerangka Teori
29

Vous aimerez peut-être aussi

  • Gagal Jantung Refrat
    Gagal Jantung Refrat
    Document20 pages
    Gagal Jantung Refrat
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • Axis I
    Axis I
    Document4 pages
    Axis I
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • Bab II Revisi
    Bab II Revisi
    Document10 pages
    Bab II Revisi
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • Tidak Perlu Dibaca
    Tidak Perlu Dibaca
    Document3 pages
    Tidak Perlu Dibaca
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • Jurnal Memar Dan Rinkasan (Excel)
    Jurnal Memar Dan Rinkasan (Excel)
    Document5 pages
    Jurnal Memar Dan Rinkasan (Excel)
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • Analisis Masalah
    Analisis Masalah
    Document1 page
    Analisis Masalah
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • FIX Makalah Laporan KKP
    FIX Makalah Laporan KKP
    Document54 pages
    FIX Makalah Laporan KKP
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • Laporan Kasus BS
    Laporan Kasus BS
    Document58 pages
    Laporan Kasus BS
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • Bab II Ikm Ayuuu
    Bab II Ikm Ayuuu
    Document4 pages
    Bab II Ikm Ayuuu
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • Ketoasidosis Refrat
    Ketoasidosis Refrat
    Document14 pages
    Ketoasidosis Refrat
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Document6 pages
    Bab Iii
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • Tidak Perlu Dibaca
    Tidak Perlu Dibaca
    Document3 pages
    Tidak Perlu Dibaca
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • Chord Lagu Budi 123456
    Chord Lagu Budi 123456
    Document1 page
    Chord Lagu Budi 123456
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • CA Mamae Dengan Efusi Pleura
    CA Mamae Dengan Efusi Pleura
    Document38 pages
    CA Mamae Dengan Efusi Pleura
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • Case
    Case
    Document35 pages
    Case
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • Tugas KKJ
    Tugas KKJ
    Document24 pages
    Tugas KKJ
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • Tugas KKJ
    Tugas KKJ
    Document24 pages
    Tugas KKJ
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • Dokumen Tidak Berisi
    Dokumen Tidak Berisi
    Document1 page
    Dokumen Tidak Berisi
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • Case
    Case
    Document35 pages
    Case
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • Reaksi Anafilaktik 2017 Sept
    Reaksi Anafilaktik 2017 Sept
    Document28 pages
    Reaksi Anafilaktik 2017 Sept
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • Cuci Tangan
    Cuci Tangan
    Document15 pages
    Cuci Tangan
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation
  • Kosong
    Kosong
    Document1 page
    Kosong
    gebby puspita
    Pas encore d'évaluation