Vous êtes sur la page 1sur 2

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher


yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas pada kepala
dan leher merupakan karsinoma nasofaring, yang kemudian diikuti oleh tumor
ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga
mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah.1
Tumor ini merupakan tumor yang jarang di Amerika dan Eropa, namun
merupakan keganasan yang sering pada ras mongoloid.2 Ras mongoloid
merupakan faktor dominan timbulnya kanker nasofaring, sehingga kekerapan
cukup tinggi pada penduduk Cina bagian Selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand,
Malaysia, Singapuran , dan juga Indonesia. Negara Indonesia tepatnya di RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, di RS.
Hasan Sadikin Bandung rata-rata terdapat 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus,
Denpasar 15 kasus, Padang dan Bukittinggi 11 kasus, dan di kota Palembang
terdapat sebanyak 25 kasus.1
World Health Organization (WHO) telah menerbitkan beberpa klasifikasi
yaitu pada tahun 1978, 1991 dan yang terakhir tahun 2005 yang membagi
karsinoma sel skuamosa menjadi basaloid, berkeratin dan tidak berkeratin,
selanjutnya karsinoma tidak berkeratin dibagi menjadi berdiferensiasi dan tidak
berdiferensiasi. Tipe Tidak berkeratin merupakan tipe yang paling sering di Cina
dan Asia tenggara, tipe ini diduga kuat berhubungan dengan inveksi virus Epstein-
Barr (EBV).3
Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring
adalah Virus Epstein-Barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer
anti-virus EB yang cukup tinggi. Namun virus EB bukanlah satu-satunya faktor
penyebab karsinoma nasofaring, karena banyak faktor lain yang sangat
mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini.1
Gejala dan tanda klinis yang sering ditemu-kan pada KNF diantaranya
epistaksis, obstruksi hidung, tinnitus serta tuli, sefalgia, gejala saraf kranial,
diplopia, pembesaran KGB leher dan gejala metastasis jauh dengan lokasi
tersering adalah ke tulang, paru-paru, hati dan sering juga terjadi metastasis pada
banyak organ sekaligus.4
Penanggulangan KNF sampai saat ini masih merupakan suatu masalah
yang cukup sulit. Hal ini karena etiologinya yang masih belum pasti. Selain itu
letak nasofaring yang cukup tersembunyi sehingga sulit untuk mendeteksinya.
Gejala dini dari penyakit ini sering tidak jelas dan tidak khas sehingga sering
diabaikan. Sebagian besar gejala klinis baru bermanifestasi setelah tumor
bermetastasis ke kelenjar getah bening (KGB) leher. Mutlak dilakukan biopsi
histopatologis sebagai konfirmasi diagnosis kanker ini. Pemeriksaan biopsi
nasofaring sering ditemukan hasil yang negatif karena letak tumor yang
tersembunyi mempersulit pengambilan dan penanganan oleh dokter.5

1. Roezim, Averdi dan Adham, Marlinda. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi ke-7. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
2. Evlina S, Sirait T, Rahayu PS, Shalmont G, Anwar E, Andalusia R, et al.
Registri kanker berbasis rumah sakit di rumah sakit kanker “Dharmais”
Pusat kanker nasional 1993-2007. Indonesian J Cancer 2012;6:181-205
3. Rahman S, Subroto H, Novianti D. Clinical Presentation of
Nasopharyngeal Carcinoma in West Sumatra Indonesia. Proceeding of the
20th International Federation of Otorhinolaryngological Societies (IFOS)
World Congress;2013 June 1-5; Seoul, Korea. 2013.
4. Desen W. Tumor di kepala dan leher. Dalam: Buku Ajar Onkologi Klinis.
Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. hlm.263-78.
5. Lu Jiade J, Jay S, Cooper, Anne, WM, Lee. Nasopharyngeal cancer:
multidiciplinary management. London: Springer-Verlag; 2010.

Vous aimerez peut-être aussi