Vous êtes sur la page 1sur 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan prematur adalah persalinan yang berlangsung pada


umur kehamilan antara 20 sampai menjelang 37 minggu yang ditandai
dengan munculnya kontraksi uterus dengan intensitas dan frekuensi
yang cukup untuk menyebabkan penipisan dan dilatasi serviks (Ross,
2013). Menurut WHO (2013), persalinan prematur adalah persalinan
yang terjadi sebelum usia kehamilan genap 37 minggu.

Persalinan prematur adalah masalah global yang terjadi di


berbagai negara di dunia. Di negara yang berpenghasilan rendah, 12%
bayi dilahirkan prematur dan di negara yang berpenghasilan tinggi bayi
yang lahir prematur mencapai angka 9%. Sepuluh negara dengan kasus
persalinan prematur tertinggi adalah India, China, Nigeria, Pakistan,
Indonesia, Amerika Serikat, Bangladesh, Filipina, Republik Kongo, dan
Brazil (WHO, 2013).

Prematuritas merupakan penyebab utama mortalitas dan


morbiditas neonatus. Prematuritas berkaitan dengan morbiditas serta
cacat pada anak dan hampir seluruh kasus gangguan perkembangan
neurologis (HTA Indonesia, 2010). Menurut WHO (2013), setiap tahun,
15 juta bayi dilahirkan sebelum usia kehamilan 37 minggu dan lebih
dari 1 juta bayi meninggal karena komplikasi persalinan prematur.

Prevalensi persalinan prematur di Indonesia sendiri juga masih


tinggi. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun
2007, kematian perinatal (usia 0-7 hari) 32,3% disebabkan oleh
persalinan premature.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, data indikator kesehatan


provinsi yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan menunjukkan

1
bahwa proporsi kelahiran prematur dengan BBLR pada tahun 2001
berkisar antara 0,54% (NAD), dan 6,90% (Sumatera Utara) (Rahayu,
2011)

Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang


multifaktorial. Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor
medik mempunyai pengaruh terhadap terjadinya persalinan prematur
(Prawirohardjo, 2011). Kurang lebih 30% persalinan prematur tidak
diketahui penyebabnya. Sedangkan 70% sisanya, disumbang oleh
beberapa faktor seperti kehamilan ganda (30% kasus), infeksi genitalia,
ketuban pecah dini, perdarahan antepartum, inkompetensia serviks, dan
kelainan kongenital uterus (20-25%). Sisanya 15-20% sebagai akibat
hipertensi dalam kehamilan, pertumbuhan janin terhambat, kelainan
kongenital dan penyakit-penyakit lain selama kehamilan. Selain itu,
terdapat sejumlah morbiditas yang turut berperan dalam terjadinya
persalinan prematur, misalnya anemia (HTA Indonesia, 2010).

B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi persalinan prematur?
2. Sebutkan klasifikasi persalinan prematur?
3. Apasajakah etiologi persalinan prematur?
4. Apa manifestasi klinik persalinan prematur?
5. Bagaiman patofisiologi persalian prematur?
6. Bagaimana dampak persalinan prematur?
7. Bagaimana komplikasi persalinan prematur?
8. Bagaimana persalinan penunjang pada pemeriksaan prematur?
9. Bagaimana penatalaksanaan persalian prematur?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa defenisi persalinan prematur
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari persalinan prematur
3. Untuk mengetahui etiologi persalinan prematur
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik persalinan prematur

2
5. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi persalian prematur
6. Untuk mengetahui dampak persalinan prematur
7. Untuk mengetahui komplikasi persalinan prematur
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada persalinan prematur
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan persalian prematur

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Defenisi Persalinan Prematur


Menurut Wibowo (1997) yang mengutip pendapat dari Herron,dkk.
Persalinan prematur adalah kontraksi uterus yang teratur setelah kehamilan 20
minggu dan sebelum 37 minggu, dengan interval kontraksi 5 hingga 8 menit
atau kurang dan disertai satu atau lebih tanda-tanda berikut :
1. Perubahan serviks yang progresif.
2. Dilatasi serviks 2 cm atau lebih.
3. Penipisan serviks 80%
Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu (Alston, 2012).
Partus prematur adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37
mingggu atau berat badan lahir antara 500 sampai 2499 gram. (Sastrawinata,
2003).
B. Klasifikasi Persalinan Prematur
1. Menurut kejadiannya, persalinan prematur digolongkan menjadi:
a. Idiopatik/spontan
Kurang lebih 50% penyebab persalinan prematur tidak diketahui,
oleh karena itu digolongkan pada kelompok idiopatik atau persalinan
prematur spontan. Termasuk ke dalam golongan ini antara lain
persalinan prematur akibat kehamilan kembar, poli hidramnion atau
persalinan prematur yang didasari oleh faktor psikososial dan gaya
hidup. Persalinan prematur spontan didahului oleh ketuban pecah dini
yang berkisar 13,5%, yang sebagian besar disebabkan karena faktor
infeksi (korioamnionitis).
Saat ini penggolongan idiopatik dianggap berlebihan, karena
setelah diketahui banyak faktor yang terlibat dalam persalinan
prematur, oleh karena itu sebagian besar penyebab persalinan prematur
dapat digolongkan ke dalamnya. Apabila tidak terdapat faktor-faktor

4
lain sehingga penyebab prematuritas tidak dapat diterangkan, maka
penyebab persalinan prematur ini disebut idiopatik.
b. Iatrogenik/elektif
Perkembangan teknologi kedokteran dan perkembangan etika
kedokteran menempatkan janin sebagai individu yang mempunyai hak
atas kehidupannya (fetus as a patient), sehingga apabila kelanjutan
kehamilan diduga dapat membahayakan janin, janin akan dipindahkan
ke dalam lingkungan luar yang dianggap lebih baik dari rahim ibunya
sebagai tempat kelangsungan hidupnya.Kondisi tersebut juga disebut
Elective preterm.
Keadaan ibu yang sering menyebabkan persalinan prematur elektif
seperti preeklamsi berat dan eklamsi, perdarahan antepartum (plasenta
previa dan solusio plasenta), korioamnionitis, penyakit jantung yang
beraat atau penyakit paru/ginjal yang berat. Selain keadaan ibu,
keadaan janin juga dapat menyebabkan persalinan prematur dilakukan
adalah gawat janin (hipoksia, asidosis atau gangguan jantung janin),
infeksi intrauterine, pertumbuhan janin terhambat (IUGR) serta
isoimunisasi rhesus
2. Organisasi Kesehatan Dunia yaitu WHO (2013) membagi persalinan
prematur menjadi tiga kategori berdasarkan umur kehamilan, yaitu:
a. extremely preterm bila kurang dari 28 minggu\
b. very preterm bila kurang dari 32 minggu
c. moderate to late preterm antara 32 dan 37 minggu
C. Etiologi Persalinan Prematur
Persalinan prematur dapat disebabkan oleh banyak faktor.
Cunningham, et.al., (2004) menyatakan bahwa penyebab persalinan
prematur dapat dibagi menjadi:
1. Komplikasi medis dan obstetric
Kurang lebih 1/3 dari kejadian persalinan prematur disebabkan oleh
hal-hal yang berkaitan dengan komplikasi medis atau obstetrik tertentu
misalnya pada kasus-kasus perdarahan antepartum atau hipertensi dalam

5
kehamilan yang sebagian besar memerlukan tindakan terminasi saat
kehamilan preterm. Akan tetapi, 2/3 dari kejadian persalinan prematur
tidak diketahui secara jelas penyebabnya karena persalinan prematur pada
kelompok ini terjadi persalinan yang spontan atau idiopatik (Feryanto,
2011).
2. Faktor gaya hidup
Perilaku seperti merokok, gizi buruk, penambahan berat badan yang
kurang baik selama kehamilan, serta penggunaan obat seperti kokain atau
alkohol telah dilaporkan memainkan peranan penting pada kejadian
prematur dan hasil akhir bayi dengan berat lahir rendah (Cunningham et
al, 2004).
Penyalahgunaan alkohol tidak hanya dikaitkan dengan kelahiran
prematur melainkan dengan peningkatan cedera otak pada bayi yang lahir
prematur. Konsumsi alkohol yang berlebihan selama kehamilan dapat
memengaruhi perkembangan fetus dan harapan hidup neonatus. Wanita
yang mengonsumsi alkohol lebih dari satu gelas per hari dapat
meningkatkan risiko persalinan prematur sementara jika mengosumsi
akohol kurang dari 4 gelas tiap miggu tidak memberikan efek
meningkatkan risiko persalinan premature (Offiah, Donoghue, dan Kenny,
2012).
Faktor usia juga diduga berhubungan dengan kejadian persalinan
prematur. Wanita usia muda cenderung mempunyai pasangan seksual yang
lebih banyak dan infeksi pada vagina, sementara wanita usia yang lebih
tua cenderung mengalami kontaksi uterus yang irregular, seperti mioma
(Chalermchockcharoenkit, 2002).
3. Faktor genetic
Kelahiran prematur juga diduga sebagai suatu proses yang terjadi
secara familial karena sifat persalinan prematur yang berulang dan
prevalensinya yang berbeda-beda antar ras (Cunningham et al, 2004).

6
4. Infeksi cairan amnion dan korion
Infeksi koriamnion yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme
telah muncul sebagai penyebab kasus pecah ketuban dini dan persalinan
prematur. Proses persalinan aterm diawali dengan aktivasi dari fosfolipase
A2 (PLA-2) yang melepaskan bahan asam arakidonat dari selaput amnion
janin sehingga meningkatkan penyediaan asam arakidonat benas untuk
sintesis prostaglandin. Banyak mikroorganisme yang menghasilkan
fosfolipase A2 sehingga mencetuskan persalinan prematur. Endotoksin
bakteri (liposakarida) dalam cairan amnion merangsang sel desidua untuk
memproduksi sitokin dan prostaglandin yang memicu persalinan
(Cunningham, 2004). Drife dan Magowan dalam Prawirohardjo (2011)
menyatakan bahwa proses persalinan prematur yang dikaitkan dengan
infeksi diperkirakan diawali dengan pengeluaran produk sebagai hasil dari
aktivasi monosit. Berbagai sitokin termasuk interleukin-1, tumor
nekrosing faktor (TNF), dan interleukin 6 adalah produk sekretorik yang
dikaitkan dengan persalinan prematur. Sementara itu, Platelet Activating
Factor (PAF) yang ditemukan dalam air ketuban terlibat secara sinergik
pada aktivasi jalinan sitokin tadi. PAF diduga dihasilkan dari paru dan
ginjal janin. Dengan demikian janin memerankan peran sinergik dalam
mengawali proses persalinan prematur yang disebabkan oleh infeksi.
Bakteri sendiri mungkin menyebabkan kerusakan membran melalui
pengaruh langsung dari protease.
Sedangkan Prawirohardjo (2011) menyatakan bahwa kondisi yang terjadi
selama kehamilan dapat berisiko terhadap kejadian persalinan prematur yang
dibagi dalam dua faktor, yaitu:
1. Janin dan plasenta
a. perdarahan trimester awal
b. perdarahan antepartum (plasenta previa, solution plasenta, vasa previa)
c. ketuban pecah dini (KPD)
d. pertumbuhan janin terhambat
e. cacat bawaan janin

7
f. kehamilan ganda/gemeli
g. polihidramnion
2. Ibu
a. penyakit berat pada ibu
b. diabetes mellitus
c. gizi ibu
d. preeklamsia/hipertensi
e. infeksi saluran kemih/genital/intrauterine
f. penyakit infeksi dengan demam
g. stress psikologik
h. kelainan bentuk uterus/serviks
i. riwayat persalinan prematur/abortus berulang
j. inkompetensia serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)
k. pemakaian obat narkotik
l. trauma perokok berat
m. kelainan imunologik/kelainan resus
D. Manifestasi Klinik
Tanda-tanda persalinan prematur,yaitu:
1. Kram seperti ketika dating bulan atau rasa sakit pada punggung bawah
2. Kram perut dengan atau tampa diare
3. Rasa tertekang pada perut bagian baewah, terasa berat atau seperti bayi
yang mendorong kebawah
4. Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali atau 2-3 kali
dalam waktu 10 menit.
5. Perdarahan
6. Perasaaan menekan daerah servik
7. Pemeriksaan servik menunjukan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm
dan penipisan 50-80
8. Presentasi janin rendah, sampai mencapai ischiadika
9. Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan
pretem

8
10. Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu
E. Patofisiologi Persalinan Prematur
Persalinan prematur dapat terjadi secara spontan atau karena ada indikasi.
Persalinan prematur secara spontan dapat terjadi pada selaput ketuban yang
masih intak atau karena ketuban pecah dini (preterm premature rupture of
fetal membranes). Persalinan prematur atas indikasi bisa tejadi karena kondisi
yang terjadi pada ibu ataupun janin. Kondisi pada ibu yang sering
menginduksi adalah kejadian preeklampsia, plasenta previa sedangkan pada
janin adalah karena pertumbuhan janin terhambat. Namun, kedua kondisi ini
dapat terjadi secara bersamaan. Dari semua kasus persalinan prematur yang
terjadi, 25% terjadi atas indikasi dan 75% terjadi secara spontan dimana 45%
dengan selaput ketuban yang masih intak dan 30% dengan kasus ketuban
pecah dini (Romero, 2007).

Proses persalinan aterm dan prematur pada dasarnya adalah sama,


perbedaannya hanya pada usia kehamilan. Mekanisme umum persalinan yaitu
adanya kontraksi uterus, pendataran serviks, dan ketuban pecah. Perbedaan
yang paling mendasar antara persalinan aterm dan prematur adalah persalinan
aterm terjadi sebagai hasil proses fisiologis dari mekanisme umum persalinan
sedangkan persalinan prematur sebagai hasil proses patologis yang
mengaktifkan salah satu atau lebih komponen dari mekanisme umum
persalinan (Romero, 2007)

Mekanisme umum persalinan pada persalinan aterm ataupun prematur


melibatkan psoses anatomik, biokimia, imunologi, endokrin, dan hal klinis
pada ibu dan janin. Banyak klinisi lebih menekankan pada komponen uterus
meliputi kontraksi miometrium, dilatasi serviks, dan pecahnya ketuban.
Namun, dapat terjadi perubahan sistemik seperti peningkatan kadar
Corticotropin Releasinng Hormone (CRH) di plasma (Romero, 2007).

Keseluruhan aktivasi mekanisme persalinan dipicu oleh suatu sinyal.


Prostaglandin dipertimbangkan sebagai kunci dalam onset persalinan karena

9
dapat memicu kontraksi miometrium, perubahan matrix ekstraselular yang
berhubungan dengan pendataran serviks dan aktivasi membran desidua
(Romero, 2007). Infeksi merupakan salah satu penyebab persalinan prematur.
Mikroorganisme ataupun produk yang dihasilkan dapat memicu inflamasi
pada cairan amnion dan korioamnion (Cunningham et al, 2004).

Penelitian menunjukkan bahwa 25%-40% kasus persalinan prematur


karena infeksi. Microbial invasion of the amniotic cavity (MIAC) terdapat
pada 12,8% wanita yang mengalami persalinan prematur dengan selaput
ketuban yang masih intak dan 32% pada persalinan prematur dengan ketuban
pecah dini. Mikroorganisme yang paling sering ditemui di cairan amnion
adalah mikoplasma dari daerah genitalia (Romero, 2007).

Menurut Prawirohardjo (2011), kasus persalinan prematur dapat terjadi


sebagai akibat proses patogenik yang merupakan mediator biokimia yang
mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks,
yaitu:

1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu


maupun janin, akibat stress pada ibu atau janin.
2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asendens
dari traktus genitourinaria atau infeksi sistemik.
3. Perdarahan desidua
4. Peregangan uterus patologik
5. Kelainan pada uterus atau serviks
Enzim sitokinin dan prostaklandin, rupture membran, ketubsan pecah,
aliran darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi
aktifitas yang menimbulkan kontraksi uterus sehingga menyebabkan
persalinan premature
Akibat dari persalinan premature berdampak pada janin dan pada ibu. Pada
janin, meneybabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga terjadilah

10
imatururitas jaringan pada janin salah satu dampaknya terjadilah maturitas
paruh yang menyebabkan resiko cedera pada janin.
Sedangkan pada ibu, resiko tinggi pada kesehatan yang menyebabkan
ansietas dan kurangnya informasi tentang kehamilan mengakibatkan
kurangnya pengetahuan untuk merawat dan menjaga kesehatan saat
kehamilan.
F. Dampak Persalinan Prematur
Permasalahan pada persalinan prematur bukan saja pada kematian
perinatal, melainkan bayi prematur sering disertai kelainan, baik kelainan
jangka pendek maupun jangka panjang. Kelainan jangka pendek yang
sering terjadi adalah: RDS (Respiratory Distress Syndrome), perdarahan
intra/periventrikular, NEC(Necrotizing Entero Cilitis), displasi bronko-
pulmoner, sepsis, dan paten duktus arteriosus. Adapun kelainan jangka
panjang sering berupa serebral palsi, retinopati, retardasi mental, juga dapat
berupa disfungsi neurobehavioral dan prestasi sekolah yang kurang baik
(Prawirohardjo, 2011).
Bayi yang lahir sebelum 32 minggu memiliki risiko yang sangat besar
akan kematian dan kesehatan yang buruk di masa kehidupannya, begitu
juga dengan bayi yang lahir di antara 32 sampai 36 minggu masih tetap
memiliki masalah kesehatan dan perkembangan dibandingkan bayi yang
dilahirkan cukup bulan (Institute of Medicine, 2006).
Komplikasi pada persalinan prematur terjadi karena sistem organ yang
masih imatur yang masih belum siap untuk mendukung kehidupan di
lingkungan ekstrauterin. Inflamasi dan pengeluaran sitokin yang
mencetuskan parsalinan prematur diduga sebagai patogenesis chronic lung
disease, NEC(Necrotizing Entero Cilitis), ROP(Rethinopathy of
Prematurity), dan kerusakan pada brain white matter ( Behrman dan Butler,
2007).
Pada ibu yang mengalami persalinan premature biasanya jarang
ditemukan komplikasi. Komplikasi yang terjadi lebih ke aspek psikologis
ibu,seperti stress,takut jika hamil lagi dan kekhawatiran akan kehamilannya

11
jika ibu tersebut hamil lagi. Jika persalina premature diakibatkan oleh
infeksi, infeksi yang terjadi mengakibatkan sepsis
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan HB
Yaitu untuk mengetahui apakah pasien mengalami anemia atau
tidak,HB normal 11 gr%
2. Pemeriksaan protein Urine
Yaitu dilakukan untuk mangetahui preeklamsi
3. USG
Dilakukan untuk mengetahuio taksiran berat janin, posisi janin,dan
letak plasenta
4. Amniosentesi
Untuk melihat kematangan beberapa organ janin seperti rasio lesitin
sfigomielin, surfaktan dll.
H. Penatalaksanaan Persalinan Premature
Beberapa langka yang dapat dilakukan pada persalinan premature terutama
mencegah mordibitas dan mortalitas neonates pretem adalah:
1. Menghambat proses persalian premature dengan pemberian tokolisis
2. Pemberian kortikosteroid untuk pematangan surfaktan paruh janin
3. Bila perlu dilakukakn pencegahaan terhadap infeksi.
4. Merencanakan cara persalinan prematur yang aman dan dengan trauma yang
minimal.
5. Mempersiapkan perawatan neonatal dini yang intensif untuk bayi-bayi prematur
(Fadlun dan Feryanto, 2013).

12
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, umur, pendidikan, pekerjaan
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Data yang perlu dikaji adalah DM menyebabkan
hidramnion,hipertensi,
b. Riwayat kesehatan sekarang
Data yang perlu dikaji seperti penyakit hipertensi dalam
kehamilan,penyakit paru,penyakit jantung dan diabetes
gestasional,anemi
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Data yang perlu ditanyakan apakah dari keluarga ibu ada riwayat
hipertensi DM karena penyakit tersebut merupakan penyebab
persalinan premature
3. Pengkajian Pola Gordon
a. Persepsi kesehatan dan Pola manajemen

Bagaimana tanggapan ibu tentang kehamilan dan persalinannya.


Apakah ibu tahu apa itu persalinan premature, bagaimana tanda dan
gejalanya serta cara pencegahannya. Apakah pelayanan kesehatan
menjadi salah satu pilihan jika mendapat masalah kesehatan.

b. Pola nutrisi dan metabolisme

Bagaimana penuhan nutrisi ibu selama hamil. Biasanya ibu


kekurangan gizi, malas makan, atau ibu mengalami anemia
c. Pola eliminasi
Ada beberapa pasien yang mengalami diare ada juga yang tidak

13
Sering bak biasanya dialami oelh ibu yang menderita DM, ibu
biasanya merasa kandung kemihnya penuh.

d. Pola aktivitas dan latihan


Ibu yang mengalami gangguan nutrisi atau kekurangan gizi dan
anemia biasanya sering mengalami kelelahan dan cepat merasa lelah.
e. Pola istirahat dan tidur
Ibu akan mengalami gangguan tidur akibat kecemasan mengenai
kondisi kehamilan dan persalinannya.
f. Pola persepsi dan kognitif
Bagaimana persepsi dan pengetahuan ibu tentang asalah kehamilan
yang dialami, apakah ibu tahu mengapa persalinan premature terjadi
pada dirinya.
g. Pola konsep diri
Bagaimana ibu menilai dirinya sendiri, apah ibu sudah merasa
menjadi ibu yang baik bagi bayinya
h. Pola peran dan hubungan
Bagaimana hubungan ibu dalam menjalani kehamilannya, apakah
menghindar dari orang atau tetap berkomunikasi untuk menambah
pengetahuan agar kecemasannya bias berkurang.
i. Pola seksualitas dan reproduksi
Pasien terkadang membatasi untuk melakukan hubungan seksual
jika cemas terjadi sesuatu pada bayinya
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Bagaimana cara ibu mengahdapi masalah yang sedang dialami,
apakah dengan marah, menangis, atau berbagi cerita kepada keluarga.
k. Pola keyakinan dan nilai
Ibu selalu berdoa agar anak dan dirinya sehat selalu

14
B. Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan dilatasi serviks
2. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit atau prosedur invasif
C. Intervensi

No NANDA NOC NIC

1 Nyeri akut Tingkat kenyamanan Manajemen nyeri

Karakteristik: Indikator: aktifitas :

 Parubahan tekanan  Ekspresi kepuasan  Lakukan pegkajian nyeri secara


darah dengan seluruh tubuh komprehensif termasuk lokasi,
 Perubahan tingkat  Melaporkan fisik yang karakteristik, durasi, frekuensi,
jantung baik kualitas dan faktor presipitasi.
 Diaphoresis  Melaporkan  Observasi reaksi nonverbal dari
 Fokus diri kebahagiaan dengan ketidaknyamanan.
 Melaporkan nyeri baik  Gunakan teknik komunikasi
secara verbal dan  Ekspresi kepuasan terapeutik untuk mengetahui
nonverbal spiritual pengalaman nyeri klien
 Tingkah laku Pantau nyeri sebelumnya.
berhati-hati Indikator:  Kontrol faktor lingkungan yang
 Tingkah laku mempengaruhi nyeri seperti
 Mengakui faktor
ekspresif (gelisah suhu ruangan, pencahayaan,
penyebab
merintih, menangis, kebisingan.
 Mengakui onset nyeri
waspada iritabel,  Kurangi faktor presipitasi nyeri.
 Menggunakan
napas panjang,  Pilih dan lakukan penanganan
analgesik bila perlu
mengeluh) nyeri (farmakologis/non
 Melaporkan gejala
farmakologis)..
untuk perawatan
 Ajarkan teknik non

15
kesehatan profesional farmakologis (relaksasi,
 Mengakui gejala distraksi dll) untuk mengetasi
nyerimelaporkan nyeri..
pemantauan nyeri  Berikan analgetik untuk
Tingkat nyeri mengurangi nyeri.

Indikator:  Evaluasi tindakan pengurang


nyeri/kontrol nyeri.
 Melaporkan nyeri
 Kolaborasi dengan dokter bila
 Menghadirkan
ada komplain tentang
keefektifan tubuh
pemberian analgetik tidak
 Ekspresi mulut saat
berhasil.
nyeri
 Monitor penerimaan klien
 Ekspresi wajah saat
tentang manajemen nyeri.
nyeri
Administrasi analgetik
 Lesi otot
Aktifitas:

 Cek program pemberian


analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
 Cek riwayat alergi..
 Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
 Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
 Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
 Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.

16
2 Ansietas a. Kontrol cemas Penurunan kecemasan
Indikator : Aktivitas:
Batasan karakteristik:  Tenangkan klien
 Scaning dan  Pantau intensitas  Jelaskan seluruh posedur
kewaspadaan kecemasan tindakan kepada klien dan
 Kontak mata yang  Menyingkirkan tanda perasaan yang mungkin muncul
buruk kecemasan pada saat melakukan tindakan
 Ketidakberdayaan  Mencari informasi untuk  Berikan informasi diagnosa,

meningkat menurunkan cemas prognosis, dan tindakan


 Kerusakan  Mempertahankan  Berusaha memahami keadaan

perhatian konsentrasi klien


 Laporankan durasi dari  Kaji tingkat kecemasan dan
episode cemas reaksi fisik pada tingkat
b. Koping kecemasan
Indikator:  Gunakan pendekatan dan

 Memanajemen masalah sentuhan, untuk meyakinkan

 Melibatkan anggota pasien tidak sendiri.

keluarga dalam  Sediakan aktivitas untuk

membuat keputusan menurunkan ketegangan

 Mengekspresikan  Bantu pasien untuk identifikasi

perasaan dan kebebasan situasi yang mencipkatakan

emosional cemas

 Menunjukkan strategi  Instruksikan pasien untuk

penurunan stres menggunakan teknik relaksasi

Menggunakan support Peningkatan koping


sosial Aktivitas:
 Hargai pemahamnan pasien
tentang pemahaman penyakit
 Gunakan pendekatan yang
tenang dan berikan jaminan
 Sediakan informasi aktual
tentang diagnosa, penanganan,

17
dan prognosis
 Sediakan pilihan yang realisis
tentang aspek perawatan saat
ini
 Tentukan kemampuan klien
untuk mengambil keputusan
Bantu pasien untuk
mengidentifikasi strategi
positif untuk mengatasi
keterbatasan dan mengelola
gaya hidup atau perubahan
peran
3 Resiko infeksi Pengetahuan : Kontrol Manajemen Lingkungan
Faktor resiko: infeksi
Aktivitas:
 Ketidakadekuatan
Indikator :
imunitas yang  Mendeskripsikan  Ciptakan lingkungan yang
spesifik/dibutuhkan. tanda-tanda dan gejala aman untuk pasien.
 Pertahanan primer  Mendeskripsikan  Hindari objek yang berbahaya
tidak adekuat aktivitas-aktivitas dari lingkungan.
(misalnya: kerusakan meningkatkan daya  Sediakan tempat tidur yang
kulit, kerusakan tahan terhadap infeksi bersih dan nyaman.
jaringan, penurunan  Mendeskripsikan  Kurangi rangsangan dari
aksi silia, stasis of tingkat keberhasilan lingkungan
 body fluids, change diagnose infeksi Kontrol Infeksi
in pH secretions, Kontrol resiko  Alokasikan dengan tepat
altered peristalsis)
Indicator: kekakuan pasien dengan
 Pertahanan sekunder indikasi pedoman CDC.
 Mengetahui resiko
tidak adekuat (
 Bersihkan lingkungan sekitar
misalnya: penurunan  Memperhatikan
setelah digunakan pasien.
kadar hemoglobin, factor resiko
 Ganti peralatan pengobatan
leukopenia, lingkungan

18
suppressed  Tentukan strategi pasien setiap
inflammatory control resiko yang protocol/pemeriksaan.
response) dibutuhkan  Gunakan sabun anti mikroba
untuk mencuci tangan dengan
Deteksi resiko benar.
 Meningkatnya Indicator:  Cuci tangan sebelum dan
pemaparan sesudah melakukan perawatan
 Mengenal tanda-
lingkungan terhadap pada pasien.
tanda dan gejala-
patogen  Gunakan aturan umum.
gejala yang
 Prosedur invasif  Gunakan sarung tangan
menunjukkan
 Kerusakan jaringan sebagai pengaman yang
adanya indikasi
umum.
resiko
 Gunakan sarung tangan yang
 Gunakan sumber
bersih.
untuk
 Ajarkan pasien dan keluarga
mendapatkan
tentang tanda-tanda dan gejala
informasi tentang
infeksi dan kapan harus
adanya potensi
melaporkannya pada tim
resiko
kesehatan.
Integritas jaringan : Kulit
dan selaput lender Perlindungan Terhadap Infeksi

 Sensasi dari skala yang  Memeriksa system dan tanda-


diharapkan tanda dan gejala-gejala

 Elastisitas dari skala infeksi.

yang diharapkan  Mengajarkan pasien dan

 Warna dari skala yang keluarga mengenai gejala-

diharapkan gejala infeksi dan

 Tekstur dari sakla yang melaporkannya kepada

diharapkan pemberi layanan kesehatan

 Luka jaringan lainnya.

 Keutuhan dari skala  Mengajarkan pasien dan

19
yang diharapkan keluarga bagaimana
mencegah infeksi.
Indikasi Kerja

 Meninjau sejarah kandungan


untuk menginformasikan
pengaruhnya terhadap
induksi, seperti usia
kandungan dan kontra
indikasi melengkapkan
plasenta, uterus yang terisi,
dan kelainan struktur pelvis.
 Memeriksa tanda-tanda vital
ibu dan janin sebelum
induksi.
 Mengontrol efek samping
penggunaan prosedur
kesiapan cervic.
 Mengevaluasi kembali
keadaan cervic dan
memeriksa pemberian
sebelum memulai mengukur
induksi.
 Menentukan denyut jantung
bayi dengan auskultasi atau
monitor bayi dengan
elektronik.
 Menijau permulaan atau
perubahan kegiatan di uterus.
 Memulai pemberian obat (ex :
oxytocin) untuk merangsang

20
kegiatan di uterus setelah
berkonsultasi dengan dokter.
 Mencegah hyperstimulasi di
uterus dengan memberikan
oxytocin untuk mencapai
jumlah kontraksi yang cukup,
durasi, dan relaksasi.
Perawatan Perineal

 Bantu kebersihan.
 Menjaga perineum tetap
kering.
 Memeriksa kondisi torehan
atau sobekan (ex :
episiotomy).
 Gunakan kompres dingin
dengan baik.
 Bersihkan perineum
sepenuhnya pada interval
tetap.
 Memelihara kenyamanan
posisi klien.
 Gunakan bantalan empuk
yang menyerap untuk
menyerap aliran secara tepat.
 Catat karakteristik
pengaliran dengan tepat.
 Memberikan pengobatan
nyeri dengan tepat.

21
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Persalinan prematur dapat terjadi secara spontan atau karena ada


indikasi. Persalinan prematur secara spontan dapat terjadi pada selaput
ketuban yang masih intak atau karena ketuban pecah dini (preterm
premature rupture of fetal membranes). Persalinan prematur atas
indikasi bisa tejadi karena kondisi yang terjadi pada ibu ataupun janin.
Kondisi pada ibu yang sering menginduksi adalah kejadian
preeklampsia, plasenta previa sedangkan pada janin adalah karena
pertumbuhan janin terhambat. Namun, kedua kondisi ini dapat terjadi
secara bersamaan. Dari semua kasus persalinan prematur yang terjadi,
25% terjadi atas indikasi dan 75% terjadi secara spontan dimana 45%
dengan selaput ketuban yang masih intak dan 30% dengan kasus
ketuban pecah dini (Romero, 2007).

Proses persalinan aterm dan prematur pada dasarnya adalah


sama, perbedaannya hanya pada usia kehamilan. Mekanisme umum
persalinan yaitu adanya kontraksi uterus, pendataran serviks, dan
ketuban pecah. Perbedaan yang paling mendasar antara persalinan
aterm dan prematur adalah persalinan aterm terjadi sebagai hasil proses
fisiologis dari mekanisme umum persalinan sedangkan persalinan
prematur sebagai hasil proses patologis yang mengaktifkan salah satu
atau lebih komponen dari mekanisme umum persalinan (Romero, 2007)

22
DAFTAR PUSTAKA

Alston, E.2012. Guidelines Breech Presentation GUIDELINES FOR THE


MANAJEMENT OF BREECH PRESENTATION .
Graaff, V. D. (2010). Human Anatomy, Ten Edition. New York: McGraw-
Hill Copanies.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.
Pearce, E. C. (2007). Anantomy dan Fisiology untuk paramedis. Jakarta:
EGC.
Sudoyo, A. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing.
Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa
Keperawatan. Jakarta: EGC.

23

Vous aimerez peut-être aussi