Vous êtes sur la page 1sur 99

i

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI TOKSISITAS AKUT GELATIN BABI PADA TIKUS


BETINA GALUR SPRAGUE DAWLEY

SKRIPSI

ADE RACHMA ISLAMIAH


1112102000037

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2016

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI TOKSISITAS AKUT GELATIN BABI PADA TIKUS


BETINA GALUR SPRAGUE DAWLEY

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

ADE RACHMA ISLAMIAH


1112102000037

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2016

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


iii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


iv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


v

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


vi

ABSTRAK

Nama : Ade Rachma Islamiah


Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Uji Toksisitas Akut Gelatin Babi Pada Tikus Betina Galur
Sprague Dawley

Gelatin babi merupakan salah satu eksipien yang banyak digunakan pada industri
farmasi. Berdasarkan tingkat kemurniannya, gelatin babi terbagi menjadi golongan
farmasetik dan pro analisis. Adanya perbedaan tingkat kemurnian gelatin babi dapat
meningkatkan potensi toksisitas. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan tingkat
keamanan dari gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis melalui uji toksisitas
akut pada tikus betina Sprague-Dawley dengan metode Up and Down Procedure
(OECD 425). Hewan uji tikus betina galur Sprague Dawley dibagi menjadi kelompok
kontrol (akuades ±4 ml), kelompok uji gelatin babi golongan farmasetik dan kelompok
uji golongan babi pro analisis. Seluruh hewan uji diamati secara individu untuk melihat
adanya perubahan berat badan dan tanda-tanda toksisitas selama 14 hari dan perubahan
pada histopatologi hati dan ginjal hewan uji. Hasil dari limit test menunjukkan bahwa
nilai LD50 gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis adalah >5000
mg/kgBB. Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada perubahan bermakna pada berat
badan tikus uji (p≥0,05) dan tidak ada tikus uji yang menunjukkan tanda-tanda
toksisitas. Pemeriksan histopatologi menunjukkan bahwa pemberian gelatin babi
golongan farmasetik ataupun pro analisis tidak menyebabkan perubahan bermakna
pada histopatologi hati dan ginjal (p≥0,05). Berdasarkan data di atas, gelatin babi
golongan farmasetik ataupun pro analisis bersifat tidak toksik.
Kata Kunci : Gelatin babi, OECD 425, nilai LD50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


vii

ABSTRACT

Name : Ade Rachma Islamiah


Programme of Study : Pharmacy
Title : Acute Toxicity Study Of Porcine Gelatin in Female
Sprague-Dawley Rats

Porcine gelatin is widely utilized in the pharmaceutical industry as an excipient. Based


on the level of purity, porcine gelatin is divided into pharmaceutical grade and pro
analysis grade. The different of purity can increase toxicity potent. The present study
was aimed to evaluate the safety of porcine gelatin pharmaceutical grade and pro
analysis grade by acute oral toxicity study in female Sprague-Dawley rats as per Up
and Down Procedure (OECD guideline 425). Female Sprague-Dawley are divided into
three groups such as control (aquadest ±4 ml), porcine gelatin pharmaceutical grade
and porcine gelatin pro analysis grade. All the animals were individually observed for
change in body weight, wellness parameters for 14 days and histopathological effect
on liver and kidney of rats. Limit test showed that the porcine gelatin pharmaceutical
grade or pro analysis grade LD50 is greater than 5000 mg/kgBW. There were no
significant changes were observed in body weight (p≥0,05) and wellness parameters.
Further, histopathological examination showed the porcine gelatin pharmaceutical
grade or pro analysis grade did not cause significant change in liver and renal
histopatological (p≥0,05). Overall, the result suggest that the oral administration of
porcine gelatin pharmaceutical grade or pro analysis grade is non toxic.
Kata Kunci : Porcine gelatin, OECD 425, LD50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan menyusun skripsi berjudul “Uji Toksisitas Akut Gelatin Babi Pada
Tikus Betina Galur Sprague Dawley” dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa
penulis curahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat
serta para pengikut di jalan yang diridhoi-Nya.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian sampai penyusunan skripsi ini tidak
akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis tidak lupa
mengucapkan terima kasih banyak kepada :
1. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt selaku Ketua dan Ibu Nelly Suryani, Ph.D, Apt
selaku Sekretaris Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt., dan Zilhadia, M.Si., Apt., selaku pembimbing,
yang senantiasa memberikan bimbingan, ilmu, masukan, dukungan, dan
semangat kepada penulis.
3. Ibu dr. Dyah Ayu Woro Setyaningrum, M. Biomed, terimakasih telah bersedia
memberikan ilmu dan waktu kepada penulis selama penelitian berlangsung
4. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Suryadi dan Ibunda Rosnaenah yang
senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan baik moril maupun materil,
serta doa tiada henti yang selalu menyertai setiap langkah penulis.
5. Kakak dan Adikku Lani Suryani, Yuslam Rochim dan Rizka Amirah serta
keluarga besar yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada
penulis.
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
7. Sahabat terbaik, Nurul Fitri Rukmana yang selalu memberikan semangat,
dukungan, doa kepada penulis.
8. Sahabat seperjuangan, Azmi Indillah yang senantiasa menjadi sahabat diskusi,
memotivasi dan menemani penulis melewati Up and Down nya penelitian ini.
9. Rekan seperjuangan penulis, Denny Bachtiar, Afina Almas Ghassani, Nita
Fitriani dan Siti Windi Hariani, Hary Abdul Rahman atas semua keceriaan,
bantuan dan motivasi kepada penulis.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


ix

10. Teman-teman yang senantiasa berbagi gelak tawa bersama selama proses
penelitian dan skripsi Nabilah Urwatul, Verona Shaqilla, Anissa Florensia,
Fenny Delfiyanti, Zakiyah Zahra, Noni Tri Utami dan Rakha Jati Prasetyo.
11. Kakak-kakak yang senantiasa berbagi pengalaman, ilmu dan waktunya (Kak
aci, Kak eca, Kak Fathiyah, Kak Rian, Kak Rahmi)
12. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Eris, Kak Tiwi, Kak
Walid, Kak Rani, Kak Yaenap, yang membantu penulis selama penelitian.
13. Rekan-rekan pengurus HMPS Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode
2014-2015 atas semua pengalaman dan motivasinya kepada penulis.
14. Teman-teman 2012 atas segala bantuan, kebersamaan, motivasi selama
pengerjaan skripsi ini maupun selama di bangku perkuliahan.
15. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian naskah
skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna dan
banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang membangun sangat
diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya. Amin Ya Robbal’alamin.
Jakarta, Juni 2016

Penulis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


x

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii


HALAMAN PERSYARATAN ORISINILITAS...........................................iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................ vi
ABSTRACT ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................. x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
1.3.1 Tujuan Umum .............................................................. 4
1.3.2 Tujuan Khusus .............................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 5
1.4.1 Manfaat Teoritis ............................................................ 5
1.4.2 Manfaat Metodologi ...................................................... 5
1.4.3 Manfaat Aplikatif .......................................................... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6
2. 1. Eksipien ......................................................................................... 6
2. 2. Gelatin ........................................................................................... 6
2.2.1 Sifat Fisika Kimia Gelatin .................................................... 7
2.2.2 Klasifikasi Gelatin ................................................................ 8
2.2.3 Manfaat Gelatin .................................................................... 9
2. 3. Toksisitas ...................................................................................... 9
2. 4. Uji Toksisitas .............................................................................. 10
2. 5. Uji Toksisitas Akut Oral ............................................................. 10
2.5.1 Penentuan Nilai LD50 ........................................................ 12
2.5.1.1 Metode Standar OECD 401 AOT ............................. 12
2.5.1.2 Metode Standar OECD 420 FDP ............................... 13
2.5.1.3 Metode Standar OECD 423 ATC ............................... 14
2.5.1.4 Metode Standar OECD 425 Up and Down Procedure14
2. 6. Penelitian Uji Toksisitas .............................................................. 18
2. 7. Pengamatan Tanda Toksisitas Tikus ........................................... 19
2. 8. Efek Toksik Terhadap Organ ..................................................... 21
2.8.1 Hati ............................................................................. 21
2.8.2 Ginjal ........................................................................... 22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


xii

2. 9. Tinjauan Hewan Uji ................................................................... 24


2.9.1 Klasifikasi Tikus Putih........................................................ 24
2.9.2 Karakteristik Tikus Betina Sprague-Dawley ...................... 24
BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................. 26
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 26
3.2. Alat dan Bahan Penelitian .............................................................. 26
3.2.1 Alat Penelitian ...................................................................... 26
3.2.2 Bahan Penelitian ................................................................... 26
3.2.3 Hewan Uji ............................................................................. 26
3.3 Rancangan Penelitian ...................................................................... 27
3.3.1 Besar Sampel ......................................................................... 27
3.3.2 Dosis Perlakuan ..................................................................... 27
3.4 Prosedur Penelitian .......................................................................... 28
3.4.1 Penyiapan Larutan Gelatin .................................................... 28
3.4.2 Penyiapan Hewan Uji ............................................................ 28
3.4.3 Uji Toksisitas Akut Gelatin Babi .......................................... 28
3.4.4 Pengamatan Toksisitas .......................................................... 29
3.4.4.1 Penentuan Nilai LD50 .............................................. 29
3.4.4.2 Pengamatan Berat Badan Tikus ................................ 29
3.4.4.3 Pengamatan Tanda Toksisitas................................... 29
3.4.4.4 Pengamatan Histopatologi Organ Hati dan Ginjal .. 30
3.5 Analisis Data ................................................................................... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 32
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................... 32
4.1.1 Penyiapan Bahan Uji .......................................................... 32
4.1.2 Penentuan Nilai LD50 ......................................................... 33
4.1.3 Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus ................................ 34
4.1.4 Pengamatan Tanda Toksisitas ............................................ 35
4.1.5 Pengamatan Histopatologi .................................................. 36
4.1.5.1 Hati ......................................................................... 35
4.1.5.2 Ginjal ...................................................................... 37
4.2 Pembahasan ..................................................................................... 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 46
5.1 Kesimpulan...................................................................................... 46
5.2 Saran ................................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 47
LAMPIRAN ..................................................................................................... 56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
Tabel 2.1 Kriteria Toksisitas Senyawa Berdasarkan GHS .................................11
Tabel 2.2 Klasifikasi Toksisitas Akut Loomis ....................................................12
Tabel 2.3 Perbandingan Metode Uji Toksisitas Akut OECD .............................17
Tabel 2.4 Data Biologis Tikus ............................................................................25
Tabel 3.1 Dosis Perlakuan Pada Tikus ................................................................27
Tabel 3.2 Skoring Derajat Kerusakan Jaringan Hati ...........................................30
Tabel 3.3 Skoring Derajat Kerusakan Jaringan Ginjal........................................31
Tabel 4.1 Data Respon Hewan Uji Terhadap Dosis ...........................................33
Tabel 4.2 Pengamatan Tanda Toksisitas .............................................................35
Tabel 4.3 Rerata Skoring Histopatologi Jaringan Hati Hewan Uji .....................36
Tabel 4.4 Rerata Skoring Histopatologi Jaringan Ginjal Hewan Uji ..................37
Tabel 4.5 Gambaran Histopatologi Organ Hati Dan Ginjal Tikus......................38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Kimia Gelatin .................................................................... 7


Gambar 2.2 Histologi Hati Normal ................................................................... 22
Gambar 2.3 Histologi Ginjal Normal ................................................................ 23
Gambar 4.1 Gelatin Babi golongan farmasetik dan pro analisis ....................... 32
Gambar 4.2 Rerata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok ................................... 34
Gambar 5.1 Serbuk Gelatin Babi Golongan Farmasetik ................................... 63
Gambar 5.2 Serbuk Gelatin Babi Golongan Pro Analisis ................................. 63
Gambar 5.3 Proses Penimbangan Serbuk Gelatin Babi .................................... 63
Gambar 5.4 Proses Pelarutan Gelatin Dengan Akuades Pada Suhu 600C ........ 63
Gambar 5.5 Larutan Gelatin Babi Golongan Farmasetik.................................. 63
Gambar 5.6 Larutan Gelatin Babi Golongan Pro Analisis ................................ 63
Gambar 5.7 Hewan Uji ..................................................................................... 63
Gambar 5.8 Penimbangan Hewan Uji ............................................................... 63
Gambar 5.9 Penyondean Larutan Gelatin Babi................................................. 64
Gambar 5.10 Hewan Uji Dibius Dengan Eter ................................................... 64
Gambar 5.11 Pembedahan Hewan Uji .............................................................. 64
Gambar 5.12 Preparat Histopatologi Hati Dan Ginjal Tikus ............................ 64

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Sehat Hewan Uji .................................................. 56


Lampiran 2. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik..................................................... 57
Lampiran 3. Alur Penelitian .................................................................................. 58
Lampiran 4. Rancangan Uji Toksisitas Akut Gelatin Babi dengan Metode Up and Down
Procedure ............................................................................................................... 60
Lampiran 5.Perhitungan Dosis Gelatin Babi ........................................................ 61
Lampiran 6. Penentuan Nilai LD50 pada Limit Test ............................................ 62
Lampiran 7. Gambar Kegiatan Penelitian ............................................................. 63
Lampiran 8. Nilai LD50 Bahan Uji ...................................................................... 65
Lampiran 9. Data Berat Badan Tikus.................................................................... 67
Lampiran 10. Analisis Data Bobot Tikus ............................................................. 68
Lampiran 11. Hasil Pengamatan Tanda-tanda Toksisitas ..................................... 71
Lampiran 12. Pengamatan Tanda Toksisitas ........................................................ 72
Lampiran 13. Gambar Histopatologi Hati Tikus .................................................. 73
Lampiran 14. Skoring Derajat Kerusakan Histopatologi Hati Tikus .................... 75
Lampiran 15. Analisis Skoring Derajat Kerusakan Histopatologi Hati Tikus ...... 76
Lampiran 16. Gambar Histopatologi Ginjal Tikus ............................................... 79
Lampiran 17. . Skoring Derajat Kerusakan Histopatologi Ginjal Tikus ............... 81
Lampiran 18. Analisis Skoring Derajat Kerusakan Histopatologi Ginjal Tikus... 82

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan, yang termasuk ke dalam sediaan farmasi adalah obat dan bahan obat. Obat
merupakan bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk mempengaruhi sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Departemen
Kesehatan RI, 2005). Kandungan obat dapat berupa bahan aktif tunggal atau campuran
bahan aktif dengan eksipien.
Eksipien adalah bahan tambahan pada formulasi sediaan yang berfungsi untuk
menjaga stabilitas obat atau meningkatkan bioavailabilitas zat aktif (Pifferi, et al.,
2002). Karakteristik yang ideal bagi eksipien yang digunakan adalah stabil secara
kimia, bersifat inert, ekonomis dan tidak toksik (Chaudhari, et al., 2012). Sifat eksipien
yang dianggap inert menjadikan profil keamanannya jarang diperhatikan (Pifferi et
al.,2002). Padahal, eksipien yang terdapat dalam obat juga akan dicerna oleh tubuh.
Beberapa eksipien dilaporkan dapat menimbulkan efek toksik, yakni pemberian
siklodekstrin dengan dosis 1000mg/kgBB/hari secara oral dapat menyebabkan diare
pada hewan uji (Stella V.J, et al., 2008). Efek toksik juga dapat ditimbulkan oleh
propilen glikol berupa disfungsi ginjal, gangguan keseimbangan cairan tubuh dan
kejang pada manusia (Zar T, et al., 2007). Penggunaan minyak jarak sebagai eksipien
pada lipstik diketahui dapat menimbulkan dermatitis (Sai, 1983). Penambahan β-
siklodekstrin sebagai eksipien pada sediaan intravena dan subkutan juga dilaporkan
dapat menimbulkan nekrosis pada tubulus ginjal (Osteberg et al.,2011). Efek toksik
eksipien juga dapat ditimbulkan oleh lesitin berupa depresi saluran pernapasan dan
gangguan motorik dengan dosis pemberian ≥10.000mg/kgBB (Manley, 2014).
Penentuan profil keamanan eksipien menjadi hal yang penting untuk dilakukan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


2

Profil keamanan eksipien dapat ditentukan melalui uji toksisitas akut. Uji
toksisitas akut adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul
setelah pemberian sediaan uji dalam dosis tunggal pada hewan uji (BPOM, 2014). Pada
uji toksisitas akut, dilakukan pengamatan hewan uji selama 24 jam dan dilanjutkan
selama 7-14 hari. Tujuan uji toksisitas akut adalah untuk menentukan nilai Lethal Dose
50 (LD50), yaitu dosis tunggal suatu senyawa yang secara statistik diperkirakan akan
membunuh 50% hewan percobaan (Harmita, 2006). Selain itu, uji toksisitas akut juga
bertujuan untuk mengamati berbagai gejala yang dapat timbul karena efek toksik dari
senyawa uji (Wahyono et al., 2006). Hewan uji yang digunakan dapat berupa tikus atau
mencit betina yang telah diaklimatisasi terlebih dahulu (Organisation for Economic
Co-operation and Development, 2008).
Menurut Handbook Of Pharmaceutical Excipient (2006), salah satu eksipien
yang banyak digunakan pada sediaan farmasi adalah gelatin. Gelatin merupakan
protein yang dihasilkan dari hidrolisis jaringan kolagen hewan yang terdapat pada
tulang, kulit dan jaringan ikat (Gimenez et al., 2005). Pada industri farmasi, gelatin
umum digunakan sebagai bahan penyusun kapsul keras dan lunak, pengikat pada tablet,
pelapis pada tablet, stabilizer pada vaksin dan pembawa pada sediaan suppositoria.
Selain industri farmasi, gelatin juga banyak digunakan pada bidang pangan,
kedokteran, kosmetik dan industri fotografi. Pada industri pangan, gelatin dapat
digunakan sebagai pembentuk gel, agen pengikat dan pengemulsi (Gelatin
Manufacture Institute Of America, 2012).
Bahan baku gelatin dapat berasal dari mamalia (kulit sapi, tulang sapi, kulit
babi) maupun ikan. Gelatin yang beredar di pasaran umumnya berasal dari kulit babi
atau sapi (Pranoto et al., 2011) dan diimpor dari negara-negara di Eropa atau Amerika.
Produsen Eropa pada tahun 2011 menyatakan bahwa bahan baku gelatin adalah kulit
babi sebanyak 80%, kulit sapi 15% dan sebanyak 5% sisanya dapat berasal dari babi,
tulang sapi, unggas dan ikan (Jamaludin et al., 2011).
Bagi muslim, penggunaan gelatin babi adalah hal yang haram. Penelitian Choe,
et al (2015) melaporkan bahwa daging babi mengandung lemak dan kolesterol yang
tinggi, sehingga dapat meningkatkan resiko timbulnya penyakit kardiovaskular, seperti

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

obesitas, dislipidemia dan kanker. Menurut Sheikhi dan Firoozabadi (2015), pada babi
terdapat berbagai bibit penyakit, seperti cacing pita Taenia solium, bakteri
Tuberculosis (TBC) dan cacing usus Fasciolopis buski. DNA babi dan manusia juga
diketahui memiliki kemiripan sehingga sifat-sifat buruk babi dapat menular ke
manusia.
Gelatin sebagai eksipien terdiri dari golongan farmasetik dan non-farmasetik
yang dibedakan berdasarkan sifat fisika, kimia dan tingkat kemurniannya. Eksipien
golongan farmasetik adalah senyawa atau bahan kimia yang memiliki kemurnian
sesuai dengan standar yang tertulis di US Pharmacopeia (USP), British Pharmacopeia
(BP) dan Europe Pharmacopiea (Ph.Eur). Sedangkan, golongan non-farmasetik adalah
senyawa kimia dengan tingkat kemurnian lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan
golongan farmasetik. Golongan non-farmasetik terdiri dari golongan teknis, pro
analisis, reagen, food grade dan laboratorium. Tingkat kemurnian gelatin dapat
mempengaruhi efek toksik suatu senyawa. Pemberian senyawa kimia golongan non-
farmasetik pada hewan uji dilaporkan dapat menimbulkan efek toksik (Institutional
Animal Care Use Committe, 2015).
Menurut Handbook Of Pharmaceutical Excipient (2009), gelatin babi yang
beredar di pasaran harus memiliki nilai LD50 >5000 mg/kg. Namun, produk gelatin
babi yang beredar di pasaran tidak melampirkan data toksisitasnya. Penelitian tentang
uji toksisitas akut gelatin babi juga belum pernah dipublikasikan. Padahal penggunaan
gelatin sebagai pembentuk kapsul dilaporkan dapat menimbulkan efek toksik berupa
iritasi esophagus. Selain itu, gelatin yang digunakan sebagai eksipien pada sediaan
parenteral diketahui dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas berupa syok
anafilaktik (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009). Oleh karena itu, uji toksisitas akut
gelatin babi menjadi penting untuk mengetahui profil keamanan gelatin babi.
Pada penelitian ini dilakukan pengujian toksisitas akut gelatin babi golongan
farmasetik dan golongan pro analisis dengan menggunakan tikus betina sebagai hewan
uji. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Up and Down
Procedure (UDP). UDP merupakan metode yang efisien dalam menentukan nilai LD50
karena dapat menentukan klasifikasi toksisitas bahan uji dengan meminimalkan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


4

penggunaan hewan uji (Botham, 2003). Adapun parameter pengujiannya, meliputi


penentuan nilai LD50, pengamatan berat badan tikus, gejala toksisitas dan histopatologi
organ hati dan ginjal hewan uji. Bahan uji gelatin diberikan secara oral untuk mendekati
dengan proses pencernaan dalam tubuh manusia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat diambil
rumusan masalah sebagai berikut:
a. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa konsumsi produk babi dapat
menularkan berbagai bibit penyakit, seperti bakteri TBC, cacing pita Taenia
solium dan meningkatkan resiko timbulnya penyakti kardiovaskular.
b. Konsumsi produk babi merupakan hal yang haram bagi muslim
c. Gelatin babi merupakan protein yang dihasilkan dari proses hidrolisis jaringan
kolagen babi.
d. Nilai LD50 gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis belum pernah
diteliti sebelumnya.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati efek toksisitas akut gelatin babi
golongan farmasetik dan golongan pro analisis yang diukur dengan LD50.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui nilai LD50 gelatin babi golongan farmasetik dan golongan pro
analisis.
b. Mengamati tanda toksisitas yang dapat timbul akibat efek toksik setelah
pemberian gelatin babi golongan farmasetik dan golongan pro analisis.
c. Mengamati perubahan yang dapat terjadi pada histopatologi organ hati dan
ginjal hewan uji setelah pemberian gelatin golongan farmasetik atau golongan
pro analisis.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


5

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
tentang uji toksisitas dan tingkat keamanan gelatin babi golongan farmasetik ataupun
pro analisis yang sering digunakan sebagai eksipien pada bidang farmasi.
1.4.2 Manfaat Metodologi
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Up and Down Procedure
(UDP) dan diharapkan dapat dijadikan referensi untuk diaplikasikan pada penelitian
uji toksisitas lainnya.
1.4.3 Manfaat Aplikatif
Data toksisitas yang dihasilkan dapat digunakan sebagai dasar bagi
pengembangan gelatin lebih lanjut, baik untuk eksipien atau bahan aktif.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Eksipien
Menurut International Pharmaceutical Excipients Council Amerika dan Eropa,
eksipien adalah substansi selain zat aktif yang terdapat pada sediaan farmasi.
Penggunaan eksipien pada sediaan farmasi berfungsi untuk mempermudah proses
produksi, menjaga stabilitas sediaan selama penyimpanan dan meningkatkan
bioavaibilitas zat aktif (Blecher, 1995). Selain itu, penambahan eksipien ke dalam
sediaan farmasi bertujuan untuk menjaga pH pada formula larutan, menjaga reologi
sediaan semisolid, pengikat dan penghancur pada tablet, agen pengemulsi, antioksidan,
alasan estetika dan pengisi pada sediaan dengan dosis zat aktif yang kecil (Fathima, et
al., 2011). Karakteristik yang ideal bagi eksipien yang digunakan adalah stabil secara
kimia, bersifat inert, ekonomis dan tidak toksik (Chaudhari, et al., 2012). Salah satu
eksipien yang banyak dimanfaatkan pada industri farmasi adalah gelatin.

2.2 Gelatin
Gelatin adalah protein yang diperoleh melalui hidrolisis parsial jaringan
kolagen hewan yang terdapat pada bagian kulit dan tulang (Gimenez et al., 2005).
Komponen dasar penyusun gelatin terdiri dari 50,5% karbon, 6.8% hidrogen, 17%
nitrogen dan 25.2% oksigen. Berat molekul gelatin berkisar antara 15.000-400.000.
Sebagai produk turunan protein, gelatin dapat dihidrolisis oleh enzim proteolitik dan
menghasilkan komponen peptida atau asam amino (GMIA, 2012).
Susunan asam amino pada gelatin hampir mirip dengan kolagen, dimana 2/3
asam amino penyusunnya didominasi oleh glisin. Sementara, 1/3 asam amino yang
tersisa disusun oleh prolin dan hidroksiprolin (Chaplin, 2005). Pada gelatin, asam-asam
amino saling terikat melalui ikatan peptida. Namun, gelatin tidak dapat digolongkan
sebagai protein yang lengkap karena tidak adanya triptofan dan histidin (Grobben et
al., 2004). Struktur kimia gelatin dapat dilihat pada gambar 2.1.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


7

Gambar 2.1 Struktur kimia gelatin (Grobben et al., 2004)

2.2.1 Sifat Fisika Kimia Gelatin


Gelatin komersial yang beredar di pasaran dapat berbentuk lembaran tipis yang
transparan atau granul transparan, berwarna kuning terang hingga kuning pucat, tidak
berbau dan tidak berasa (Irwandi, et al., 2009). Kelembaban yang dimiliki oleh gelatin
berkisar antara 8-13% dengan densitas relatifnya 1,3-1,4 (GMIA, 2012). Sifat fisika
dan kimia gelatin dipengaruhi oleh sumber hewan, jenis hewan, umur hewan, tipe
kolagen, karakteristik kolagen, metode pembuatan, temperatur, waktu dan pH selama
proses produksi (Kolodziejska et al., 2008).
Menurut Handbook Of Pharmaceutical Excipent (2009), gelatin praktis tidak
larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%), eter dan metanol. Namun, larut dalam
gliserol, propilen glikol asam dan basa lemah. Penambahan asam dan basa kuat dapat
mengendapkan gelatin. Gelatin larut dalam air panas dan akan membentuk gel pada
suhu 35-400C. Sementara, pada suhu lebih besar dari 400C sistem berada dalam
keadaan sol yang bersifat reversibel terhadap pemanasan. Dalam air, gelatin akan
mengembang dan melunak, secara perlahan akan menyerap air sebanyak 5-10 kali
bobotnya. Larutan gelatin yang steril bila disimpan dalam suhu dingin akan stabil.
Tetapi pada suhu tinggi larutan gelatin akan rentan terhadap reaksi hidrolisis.
Menurut Handbook Of Pharmaceutical Excipent (2009), karakteristik gelatin
yang umum dimanfaatkan sebagai eksipien adalah kemampuan gelatin mengembang
dan membentuk gel. Kemampuan pembentukan gel dan viskositas gelatin akan
menurun dengan pemanasan pada suhu di atas 400C. Kekakuan atau kekuatan gel

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8

tergantung pada konsentrasi gelatin, kekuatan intrinsik dari gelatin, pH, suhu, dan
adanya zat tambahan. Kekuatan instrinsik gelatin merupakan fungsi dari struktur dan
massa molekul (GMIA, 2012).
Gelatin merupakan senyawa amfoter, dimana titik isoelektrik gelatin tipe A
berada diantara pH 7-9 dan titik isoelektrik gelatin tipe B berada pada pH 4,7-5,4.
Perubahan pH yang ekstrim dan adanya enzim proteolitik karena kontaminasi
mikroorganisme dapat menyebabkan degradasi pada gelatin. Sifat fisika dan kimia
gelatin dapat berubah dengan adanya modifikasi struktur gelatin atau reaksi kimia,
meliputi seperti asilasi, esterifikasi, deaminasi, cross-linking dan polimerisasi, serta
reaksi sederhana dengan asam dan basa. Viskositas larutan gelatin akan sebanding
dengan jumlah gelatin yang digunakan (GMIA, 2012).
Terdapat 2 tipe gelatin komersial di pasaran, yaitu gelatin tipe A yang
diproduksi melalui hidrolisis asam dan gelatin tipe B yang diproduksi melalui hidrolisis
basa. Sifat fisika dan kimia gelatin tipe A dan tipe B tidak banyak berbeda. Perbedaan
gelatin tipe A dan tipe B berada pada asam amino penyusunnya. Gelatin tipe A
memiliki kandungan glisin dan prolin yang lebih besar dibandingkan gelatin tipe B.
Selain itu, asam amino yang bersifat polar seperti asam aspartat, asam glutamat dan
arginin juga lebih banyak terdapat pada gelatin tipe A (Hermanto, et al., 2013).

2.2.2 Klasifikasi Gelatin


Berdasarkan proses produksinya, gelatin dibagi menjadi tipe A dan tipe B.
Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku direndam dalam larutan asam, sehingga
proses ini disebut juga dengan proses asam. Sedangkan pada gelatin tipe B, bahan baku
direndam dalam larutan basa dan disebut juga proses basa. Bahan baku gelatin tipe A
umumnya berasal dari kulit babi dan bahan baku gelatin tipe B berasal dari tulang dan
kulit jangat sapi (Utama, 1997). Gelatin tipe A dibuat dengan menggunakan larutan
asam klorida atau asam sulfat (Rachmawati et al., 2011). Sedangkan, gelatin tipe B
dapat diproduksi dengan menggunakan larutan basa, seperti air kapur (Poppe, 1992).
Gelatin komersial yang beredar di pasaran terdiri dari golongan farmasetik dan
non-farmasetik. Gelatin golongan farmasetik adalah gelatin yang telah disetujui oleh

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


9

FDA dan tingkat kemurniannya sesuai dengan persyaratan pada USP, BP dan Ph.Eur.
Gelatin yang digunakan pada produksi obat adalah gelatin golongan farmasetik
(European Pharmacopeia). Gelatin golongan non-farmasetik terbagi menjadi beberapa
jenis, salah satunya adalah gelatin pro analisis yang memiliki tingkat kemurnian 99,9%.
Pada bidang farmasi, gelatin pro analisis digunakan untuk kebutuhan analisis.

2.2.3 Manfaat Gelatin (GMIA, 2012)


Kemampuan gelatin untuk mengembang dan membentuk gel menjadikan
gelatin digunakan secara luas, baik dalam bidang farmasi, pangan ataupun kosmetik.
Pada bidang farmasi, gelatin merupakan bahan utama penyusun cangkang kapsul,
pengikat pada tablet, penyalut tablet, eksipien pada supposituria dan media untuk
pertumbuhan bakteri. Salah satu pemanfaatan gelatin pada bidang farmasi adalah
penggunaan gelatin yang berasal dari kulit babi sebagai stabilizer vaksin. Stabilizer
pada vaksin berfungsi untuk menjaga stabilitas vaksin selama penyimpanan sehingga
tetap aman dan efektif saat digunakan oleh pasien. Gelatin yang digunakan pada vaksin
harus memiliki kemurnian yang tinggi. Penggunaan gelatin tipe lain sebagai eksipien
pada vaksin dilaporkan membutuhkan waktu pengembangan yang lama untuk menilai
efektifitas dan keamanannya (Public Health England, 2015).
Pada bidang pangan, gelatin dimanfaatkan untuk membentuk lapisan film pada
buah, membentuk gel pada makanan, sebagai campuran pada bubuk agar untuk
meningkatkan ketebalan agar (thickener), memperbaiki tekstur dan konsistensi produk
susu. Kemampuan gelatin berperan sebagai emulgator juga dimanfaatkan untuk
menjaga stabilitas emulsi pada produk sampo, penyegar, krim, sabun, lipstick, cat kuku
(Hastuti,2007).

2.3 Toksisitas
Toksisitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu senyawa menimbulkan efek
yang berbahaya atau efek toksik pada suatu organisme. Senyawa yang dapat
menimbulkan toksisitas disebut dengan toksin. Efek berbahaya biasanya ditimbulkan
karena adanya interaksi toksin dengan DNA atau protein (Hodgson, 2000). Potensi
toksik suatu senyawa dipengaruhi oleh dosis, konsentrasi racun pada reseptor, sifat zat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


10

tersebut, kondisi bioorganisme, dan bentuk efek yang ditimbulkan (Wirasuta et al.,
2007).
Pemaparan senyawa kimia terhadap tubuh merupakan hal yang sulit dihindari.
Evaluasi toksisitas suatu senyawa perlu dilakukan untuk menentukan nilai pemaparan
senyawa kimia yang dapat menimbulkan efek berbahaya (Mansuroh, 2013). Salah satu
mekanisme evaluasinya adalah melalui uji toksisitas.

2.4 Uji Toksisitas


Uji toksisitas adalah uji untuk mendeteksi efek toksik yang dapat ditimbulkan
oleh suatu zat pada sistem biologi. Pada uji toksisitas akan dihasilkan data berupa dosis-
respon dari sediaan uji. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memberi informasi
mengenai derajat bahaya sediaan uji tersebut bila terjadi pemaparan pada manusia
(BPOM, 2014).
Data toksisitas yang ideal didapatkan dari uji toksisitas pada manusia. Adanya
keterbatasan etik membuat uji toksisitas tidak dapat dilakukan pada manusia. Uji
toksisitas umumnya dilakukan pada hewan atau sel kultur. Hasil uji toksisitas dapat
digunakan untuk mengetahui tingkat toksisitas suatu senyawa, efek samping yang
dapat ditimbulkan oleh suatu senyawa dan batasan maksimum penggunaan suatu
senyawa (Hodgson, et al., 2000).
Pengujian toksisitas terdiri atas dua jenis, yaitu uji toksisitas umum dan uji
toksisitas khusus. Uji toksisitas umum dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan efek
yang ditimbulkan oleh obat pada hewan uji. Berdasarkan waktu perlakuan, uji
toksisitas umum terbagi menjadi uji toksisitas akut, subkronis dan kronis. Sedangkan,
uji toksisitas khusus dirancang untuk mengevaluasi dengan rinci tipe toksisitas secara
khusus, seperti uji teratogenik, uji mutagenik, dan uji karsinogenik (Ningrum, 2012).

2.5 Uji Toksisitas Akut Oral


Toksisitas akut adalah efek toksik yang timbul akibat paparan senyawa kimia
dalam waktu yang singkat (Hodgson, 2000). Adapun uji toksisitas akut merupakan
pengujian yang bertujuan untuk mendeteksi efek toksik yang muncul dalam waktu
singkat setelah pemberian sediaan uji. Pada uji toksisitas akut oral, sediaan uji

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


11

diberikan secara oral dalam dosis tunggal atau dosis berulang yang diberikan dalam
waktu kurang dari 24 jam. Setelah pemberian sediaan uji, dilakukan pengamatan
terhadap adanya efek toksik dan kematian. Hewan yang mati selama percobaan akan
dibedah untuk melihat tanda toksisitas pada histopatologi organ. Sedangkan, hewan uji
yang hidup sampai akhir percobaan akan diamati untuk melihat adanya gejala-gejala
toksisitas dan diterminasi pada akhir uji (BPOM, 2014). Pengamatan tanda toksisitas
dan kematian dilakukan setiap 30 menit selama 4 jam dan dilanjutkan selama 14 hari
(OECD, 2008). Uji toksisitas akut dilakukan untuk mengetahui profil keamanan suatu
senyawa, menentukan klasifikasi toksisitas suatu senyawa, dan estimasi nilai LD50
(Hau et al., 2003).
Hasil yang bisa didapatkan dari uji toksisitas akut adalah nilai LD50 senyawa
uji (Gupta et al., 2012). LD50 adalah dosis tunggal suatu senyawa yang secara statistik
diperkirakan akan membunuh 50% hewan percobaan (Harmita, 2006). Penentuan LD50
merupakan langkah awal yang digunakan untuk menilai toksisitas dan keamanan
senyawa uji.
Toksisitas suatu senyawa dapat diklasifikasikan berdasarkan kategori GHS
(Globally Harmonised Classification System for Chemical Substances and Mixtures)
yang tercantum dalam Thirteenth Addendum to The OECD Guidelines for The Testing
of Chemicals (2001). Klasifikasi toksisitas senyawa berdasarkan GHS dapat dilihat
pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Kriteria toksisitas senyawa berdasarkan GHS
TOKSISITAS AKUT ORAL

Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 Kategori 4 Kategori 5

5 < mg/kg 50 < mg/kg 300 < mg/kg 2000 < mg/kg
LD50 Oral ≤ 5 mg/kg
BB≤ 50 BB≤ 300 BB≤ 2000 BB≤ 5000

Istilah Berbahaya Berbahaya Berbahaya Peringatan Peringatan

Mungkin
Pernyataan Fatal jika Fatal jika Beracun jika Berbahaya
berbahaya jika
bahaya ditelan ditelan ditelan jika ditelan
ditelan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


12

Sistem klasifikasi toksisitas lainnya adalah klasifikasi toksisitas Loomis (1978).


Menurut Loomis (1978), potensi toksisitas akut suatu senyata uji dapat digolongkan
menjadi beberapa kelas, seperti yang terlihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Klasifikasi Toksisitas Akut Loomis (1978)


No. Kelas LD50 (mg/kgBB)
1 Luar biasa toksik 1 atau kurang
2 Sangat toksik 1-50
3 Cukup toksik 50-500
4 Sedikit toksik 500-5000
5 Praktis tidak toksik 5000-15000
6 Relatif kurang berbahaya Lebih dari 15000

2.5.1 Penentuan Nilai LD50


Panduan uji toksisitas akut dari OECD (Organisation for Economic Co-
operation and Development) dilakukan dengan memberikan dosis tunggal sampel uji
secara oral kepada hewan uji berusia 8-12 minggu. Pengamatan jangka pendek
terhadap hewan uji dilakukan setiap 30 menit pada 4 jam awal setelah pemberian bahan
uji dan dilanjutkan setiap harinya selama 14 hari yang meliputi pengamatan adanya
tanda dan gejala toksisitas, penimbangan berat badan. Berat hewan uji yang digunakan
harus dalam interval ±20% dari berat rata-rata semua hewan. Adapun metode uji
toksisitas akut oral yang telah dipublikasi oleh OECD adalah panduan 401, 420, 423
dan 425. Masing-masing metode yang dipublikasikan oleh OECD memiliki kelebihan
dan keterbatasan (Sitzel, et al., 1999). Berikut penjabaran masing-masing metode uji
toksisitas akut oral OECD:

2.5.1.1 Metode Standar OECD 401 Acute Oral Toxicity (AOT)


Pedoman uji toksisitas akut oral pertama yang dipublikasikan oleh OECD
adalah pedoman nomor 401. Pada uji toksisitas ini, hewan uji dengan jenis kelamin
yang sama dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok dosis yang telah ditetapkan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


13

Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor hewan uji yang hanya menerima satu dosis saja.
Pemberian dosis dilakukan secara oral dan dengan dosis bertingkat antar kelompok.
Setelah uji selesai, dilakukan uji kembali dengan menggunakan hewan uji dari jenis
kelamin berbeda. Hewan uji yang digunakan adalah tikus atau mencit (rodentia)
dengan jenis kelamin yang sama (OECD, 1987; Sitzel&Carr 1999).
Penentuan LD50 didasarkan pada dosis yang dapat menyebabkan kematian pada
50% hewan uji. Metode penentuan LD50 mengikuti metode dari Bliss, Litchifield, &
Wilcoxon, Finney, Weil, Thompson, maupun Miller & Tainter. Kurva dosis respon
dapat dilinearkan dengan persen respon untuk log dosis ke dalam grafik probit.
Metode uji toksisitas akut oral OECD 401 sudah tidak digunakan sejak
Desember 2002 karena metode ini menggunakan banyak hewan uji (Schelde, et al.,
2005)

2.5.1.2 Metode Standar OECD 420 Fixed Dose Procedure (FDP)


Metode OECD 420 Fixed Dose Procedure (FDP) pertama kali diusulkan oleh
British Toxicology Society pada tahun 1984. Tahun 2001 OECD secara resmi
mempublikasikan metode 420 sebagai pengganti metode OECD 401. Tujuan
pengembangan metode ini untuk mengurangi penggunaan hewan uji dan menghindari
kematian hewan uji sebagai titik akhir dari uji toksisitas (OECD, 2001 Sitzel&Carr
1999).
Prinsip uji toksisitas akut oral OECD 420 adalah mengelompokkan hewan uji
dengan jenis kelamin yang sama ke dalam beberapa kelompok dosis yang telah
ditetapkan yaitu 5, 50, 300 dan 2000 mg/kgBB. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor
hewan uji. Hewan uji yang digunakan dapat berupa tikus atau mencit (rodentia) dengan
jenis kelamin betina. Penggunaan hewan uji jantan tidak direkomendasikan karena
beberapa penelitian menyatakan bahwa hewan uji betina lebih sensitif (OECD, 2001).
Sebelum dilakukan main test, dilakukan uji pendahuluan terlebih dahulu untuk
menentukan dosis awal yang akan diberikan kepada hewan uji.
Nilai LD50 yang dihasilkan dari metode OECD 420 berupa suatu rentang dosis,
bukan merupakan suatu nilai pasti (Sitzel, et al., 1999). Tingkat toksisitas senyawa uji

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


14

dapat dikelompokkan sesuai dengan klasifikasi dari GHS (Globally Harmonized


System).

2.5.1.3 Metode Standar OECD 423 Acute Toxic Class Method (ATC)
Tahun 2001, OECD juga mempublikasikan metode standar OECD 423 sebagai
alternatif metode OECD 401 (Schelde, et al., 2005). Pada metode OECD 423, hewan
uji yang digunakan lebih sedikit (3 hewan uji dengan jenis kelamin yang sama tiap
tahap uji) dan titik akhir uji ditentukan berdasarkan kematian hewan uji.
Metode OECD 423 terdiri dari limit test dan main test. Pada limit test dilakukan
penentuan dosis awal dengan menggunakan satu hewan uji pada tiap dosis. Dosis awal
yang diberikan merupakan dosis dibawah estimasi nilai LD50, namun menimbulkan
gejala toksisitas pada hewan uji. Pada main test dosis diberikan secara bertahap dengan
menggunakan 3 hewan uji untuk masing-masing kelompok dosis.. Pemberian dosis
berikutnya pada hewan uji didasarkan pada respon fisiologi hewan uji terhadap dosis
awal. Jika jumlah hewan uji yang mati lebih dari satu, maka dosis untuk uji berikutnya
diturunkan, begitupun sebaliknya (OECD, 2001c).
Dosis yang diberikan sama dengan dosis pada pedoman OECD 420 yaitu 5, 50,
300 dan 2000 mg/kgBB. Nilai LD50 yang dihasilkan juga berupa suatu rentang nilai
dosis. Perbedaan metode OECD 420 dan 423 terletak pada jumlah hewan uji yang
digunakan untuk masing-masing kelompok dosis.

2.5.1.4 Metode Standar OECD 425 Up and Down Procedure (UDP)


Metode UDP pertama kali diusulkan oleh Bruce pada tahun 1985 dan
dipublikasikan oleh OECD pada tahun 2001. Metode ini terdiri dari limit test dan main
test. Limit test dilakukan ketika diketahui bahwa senyawa uji memiliki toksisitas yang
rendah. Sedangkan, main test dilakukan untuk senyawa uji yang diduga toksik atau
tidak memiliki informasi toksisitas (OECD, 2008).
Dosis yang diberikan pada limit test adalah 2000 mg/kgBB atau 5000
mg/kgBB. Penentuan dosis didasarkan pada informasi toksisitas senyawa uji. Pada
penelitian ini, dosis yang diberikan adalah 5000 mg/kgBB karena berdasarkan literatur,
bahan uji (gelatin) dianggap memiliki toksisitas yang sangat rendah (Rowe, Sheskey

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


15

dan Quinn, 2006). Limit test dapat terdiri dari 3 termin. Pada termin pertama limit test,
digunakan satu hewan uji terlebih dahulu untuk diberi dosis 5000 mg/kgBB. Jika
hewan uji tersebut mati, maka dilakukan main test. Sedangkan, jika hewan uji tersebut
hidup maka dilakukan limit test untuk termin kedua menggunakan 2 hewan uji lainnya
dengan dosis yang sama. Jika kedua hewan uji pada termin ke-2 limit test mati, maka
uji dilanjutkan ke main test. Namun, jika terdapat salah satu hewan uji yang hidup pada
termin kedua, maka limit test dilanjutkan ke termin ke-3 dengan menggunakan 2 hewan
uji lainnya. Apabila hasil dari ketiga termin limit test menunjukkan adanya kematian
hanya pada 2 ekor tikus, maka limit test dapat dihentikan dan disimpulkan bahwa nilai
LD50 gelatin babi adalah >5000 mg/kgBB. Sedangkan jika terdapat lebih dari 2 tikus
yang mati, maka pengujian harus dilanjutkan ke main test (OECD, 2008). Penentuan
nilai LD50 melalui limit test dapat dilihat pada lampiran 6.
Pada main test, pemberian dosis dilakukan secara bertahap. Dosis awal yang
diberikan merupakan dosis dibawah estimasi nilai LD50. Pemberian dosis berikutnya
bergantung pada respon fisiologis hewan uji pertama. Jika hewan uji pertama bertahan
hidup, maka dosis berikutnya ditingkatkan. Sedangkan jika hewan uji pertama mati,
maka dosis berikutnya diturunkan. Peningkatan atau penurunan dosis sesuai dengan
faktor 3,2. Adapun urutan dosis yang dianjurkan oleh OECD adalah 5,5; 17,5; 55; 175;
550; 1750; 5000 mg/kgBB (OECD, 2001). Pengamatan tanda, gejala toksisitas dan
kematian hewan uji dilakukan setiap 30 menit selama 4 jam setelah pemberian dosis
dan dilanjutkan setiap hari selama 14 hari. Hewan uji yang digunakan dapat berupa
tikus atau mencit betina. Hewan uji jantan tidak direkomendasikan karena kurang
sensitif jika dibandingkan hewan uji betina (OECD, 2001). Uji dihentikan bila
memenuhi kriteria:

a. Tiga hewan uji hidup pada batas atas uji;


b. Lima pembalikan muncul pada 6 hewan yang diujikan. Dimulai dari dosis
terendah saat ditemukan hewan uji yang hidup, setelah itu dilakukan uji pada
konsentrasi di atas dosis terendah tersebut dan uji pada kedua konsentrasi ini
dilakukan sebanyak 2 kali;

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


16

c. Jika ditemukan 3 kematian pada 4 konsentrasi yang sama. (OECD, 2001)

Penentuan LD50 senyawa uji dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak


AOT425StatPgm (Acute Oral Toxicity Guideline 425 Statistical Programme). Data
yang dimasukkan ke dalam program AOT425StatPgm adalah dosis dan respon hewan
uji (mati/hidup). Prosedur penghitungan LD50 dengan AOT425StatPgm berlangsung
secara bertahap. Pengguna dapat memasukkan hasil uji untuk hewan pertama,
menyimpan data dan memasukkan hasil uji untuk hewan kedua pada hari yang berbeda.
Jika seluruh hasil uji sudah dimasukkan ke dalam program, maka AOT425StatPgm
akan menggunakan hasil tersebut untuk menghitung nilai LD50. Program
AOT425StatPgm dapat menghitung dosis rekomendasi untuk hewan uji berikutnya,
menentukan waktu penghentian pemberian dosis dan estimasi statistik LD50 (Westat
,2001). Perbandingan metode uji toksisitas akut oral yang dipublikasikan oleh OECD
dapat dilihat pada tabel 2.3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


17

Tabel 2.3 Perbandingan Metode Uji Toksisitas Akut Oral OECD

Kriteria OECD 401 “AOT” OECD 420 “FDP” OECD 423 “ATC” OECD 425 “UDP”
Prinsip Pemberian dosis tunggal senyawa uji secara oral pada tikus atau mencit dengan pengamatan tanda dan gejala
toksisitas, berat badan dan kematian hewan uji selama 14 hari
Jenis kelamin Terdapat kelompok hewan Hewan uji betina Hewan uji betina Hewan uji betina
hewan uji uji jantan dan kelompok
hewan uji betina
Jumlah hewan Minimal 20. 5 hewan uji 5 hewan uji untuk 3 hewan uji untuk Maksimal 14 hewan uji.
uji untuk tiap kelompok dosis tiap kelompok dosis tiap kelompok dosis Pemberian dosis dilakukan
secara bertahap
Dosis hewan Maksimal 2000 mg/kg bb Kelompok dosis 5, Kelompok dosis 5, Dimulai dari perkiraan LD50
uji 50, 300, dan 2000 50, 300, dan 2000 (175 mg/kgBB) dan
mg/ kg bb mg/ kg bb peningkatan dosisnya mengikuti
faktor pengalian 3,2.
Pengamatan Perubahan berat badan, gejala toksisitas, histopatologi
Output Rentang perkiraan LD50 dan tanda-tanda toksisitas akut Estimasi interval nilai LD50 dan
tanda-tanda toksisitas akut

Masa berlaku Dihapuskan pada tahun 2002 Masih berlaku Masih berlaku Masih berlaku
metode

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


2.6 Penelitian Uji Toksisitas
Uji toksisitas umumnya dilakukan untuk mengetahui efek toksik yang dapat
ditimbulkan oleh suatu ekstrak. Pada tahun 2009, Adeneye melakukan penelitian uji
toksisitas akut ekstrak air biji Hunteria umbellata. Metode yang digunakan adalah Up
and Down Procedure (UDP) dari protokol OECD 425. Hewan uji yang digunakan
adalah 20 ekor tikus betina galur Wistar dengan usia 10-12 minggu dan interval berat
badannya 110-140 g. Tahapan uji yang dilakukan terdiri dari limit test dengan dosis
2000 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan main test menggunakan dosis 175; 550; 2000
mg/kg. Pada penelitian Adeneye (2009), uji toksisitas akut ditentukan melalui nilai
LD50 ekstrak yang dihitung dengan menggunakan software AOT425StatPgm. Hasil
penelitian melaporkan nilai LD50 ekstrak air biji Hunteria umbellata adalah 1020
mg/kgBB (sedikit toksik).
Penelitian uji toksisitas akut dengan metode Up and Down Procedure (UDP)
dari protokol OECD 425 juga dilakukan oleh Mohd Saleh (2012). Pada penelitian
tersebut dilakukan uji toksisitas akut ekstrak air daun kratom terhadap tikus galur
Sprague Dawley. Sebelum pemberian ekstrak, hewan uji dipuasakan dan ditimbang
berat badannya. Dosis yang digunakan adalah 175, 500, 2000 mg/kgBB dan diberikan
secara oral dalam bentuk tunggal.
Hasil uji toksisitas ekstrak daun kratom tidak menunjukkan adanya perubahan
signifikan pada berat badan, konsumsi makanan dan minuman tikus uji. Namun, pada
pemeriksaan biokimia darah hewan uji melaporkan adanya penurunan kadar
hemoglobin korpuskular, albumin, kalsium dan kolesterol. Pengamatan histopatologi
organ hati menunjukkan adanya steatosis (ST) pada beberapa jaringan hati tikus uji
betina dan jantan. Pemberian ekstrak kratom dengan dosis 2000 mg/kgBB diketahui
dapat menyebabkan nekrosis sentrilobular pada jaringan hati tikus jantan. Ekstrak air
daun kratom tidak menimbulkan kematian pada hewan uji dan diklasifikasikan sebagai
senyawa agak sedikit toksik.
Tahun 2015, Vidya Sabbani, et al melakukan uji toksisitas akut ekstrak etanol
daun Derris Scandens dan Pulicaria Wightiana pada tikus putih. Metode yang
digunakan adalah Up and Down Procedure (UDP) dari protokol OECD 425. Hewan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


19

uji yang digunakan adalah tikus putih betina dengan berat 150-180 gram. Pada
penelitian tersebut dilakukan main test dengan dosis 175, 550 dan 2000 mg/kgBB.
Observasi tanda toksisitas dilakukan selama 14 hari meliputi adanya perubahan pada
bulu dan kulit, tremor, konvulsi, salivasi, lakrimasi dan adanya kematian pada hewan
uji. Hasil observasi menunjukkan tidak adanya tanda toksisitas yang disebabkan oleh
pemberian ekstrak etanol daun Derris Scandens dan Pulicaria Wightiana. Nilai LD50
dari ekstrak etanol daun Derris Scandens dan Pulicaria Wightiana adalah lebih dari
2000 mg/kgBB.
Penelitian uji toksisitas terhadap eksipien yang pernah dilakukan adalah uji
toksisitas subkronik gelatin kulit ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) terhadap
mencit (Mus musculus) oleh Rachmawati, et al (2011). Pada penelitian tersebut
digunakan 72 ekor mencit jantan dengan berat 20-30 g yang terbagi dalam 4 kelompok.
Dosis gelatin kulit ikan yang diberikan adalah 0 (kontrol negatif), 12, 24 dan 48
mg/gBB mencit. Pemberian bahan uji dilakukan setiap hari selama 4 minggu yang
dilanjutkan dengan masa pemulihan (recovery) selama 2 minggu.
Pengamatan toksisitas dilakukan terhadap kondisi serum darah, yaitu Glutamic
Oxaloacetic Transaminase (GOT), Glutamic Pyruvic Transaminase (GPT), kreatinin,
albumin, dan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan tingkat kerusakan organ target (hati,
ginjal, dan lambung). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian gelatin pada
dosis 48 mg/gBB mencit berpengaruh pada kadar GOT setelah minggu ke-2 perlakuan.
Namun, dosis lainnya tidak menunjukkan perbedaan bermakna kerusakan organ target
dari kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (Novalia, et
al., 2011).

2.7 Pengamatan Tanda Toksisitas Tikus


Pengamatan tanda toksisitas pada tikus merupakan pengamatan kualitatif yang
dilakukan dengan melihat adanya perbedaan tingkah laku antara tikus uji dan tikus
kontrol. Adapun tanda toksisitas yang diamati meliputi piloereksi, konvulsi (kejang),
tremor (gemetar), nyeri, respon daun telinga, perubahan pada mata, hiperaktivitas,
hipersalivasi, lakrimasi dan mati (Sabbani, et al., 2015).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


20

Piloereksi merupakan perubahan pada bulu tikus menjadi tegang dan keras
yang dapat menandakan adanya efek toksik. Timbulnya konvulsi (kejang) dan tremor
(bergetar) mengindikasikan adanya gangguan pada sistem syaraf pusat tikus uji (Hau
et al., 2003). Konvulsi biasanya diawali dengan tremor pada bagian kaki, kepala, dahi
dan mulut. Jika kejang terjadi berulang sebanyak 5 kali, maka hewan uji dianjurkan
untuk diterminasi. Gejala toksisitas lainnya yang dapat timbul adalah tremor pada kaki
bagian depan tikus atau bagian kepala tikus (OECD, 2000).
Tanda toksisitas lainnya yang dapat muncul adalah nyeri yang ditandai ketika
tikus menyipitkan bagian orbital, melipat daun telinga ke bagian dalam dan
menjauhkan kumisnya dari wajah (OECD, 2000). Adanya efek toksik juga dapat
mengganggu respon daun telinga tikus. Pada tikus normal yang disentuh daun
telinganya, maka tikus akan mengguncangkan bagian kepalanya.
Pada tikus normal, secara berkala tikus akan mensekresikan cairan kemerahan
(cairan hardarian) di sekitar kelenjar mata yang akan digosokkan oleh tikus ke bagian
tubuhnya untuk menjaga suhu tubuhnya (OECD,2000). Akumulasi cairan kemerahan
pada daerah sekitar mata mengindikasikan tikus mengalami stress (Whishaw, et al.,
1999).
Hiperaktivitas atau aktivitas yang berlebihan pada tikus dapat timbul karena
efek toksik dari sampel uji. Tanda toksik lainnya yang dapat diamati adalah terjadinya
hipersalivasi pada tikus. Salivasi ditandai dengan produksi air liur berlebihan pada
tikus. Efek toksik yang paling parah adalah kematian. Gejala yang sering timbul
sebelum tikus uji mati dapat berupa ketidakmampuan tikus uji untuk mencapai air atau
makanan, kejang dan tremor.
Tanda toksisitas diamati secara intensif setelah pemberian sample uji dan
dilanjutkan setiap 30 menit selama 4 jam. Pengamatan tanda toksisitas dilanjutkan pada
jam ke-24, 48 hingga hari ke-14 (OECD, 2008).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


21

2.8 Efek Toksik Terhadap Organ


2.8.1 Hati
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dengan berat mencapai 2% dari
berat tubuh. Fungsi utama organ hati adalah sebagai pemetabolisme senyawa endogen
ataupun xenobiotik. Laju alir darah menuju hati sebesar 1,5 L/menit. Organ hati terletak
di kuadran kanan atas rongga abdomen abdomen, di bawah diafragma. Hati tikus
memiliki bentuk menyerupai segitiga dengan warna merah tua kecokelatan dan terdiri
dari 4 lobus yang dipisahkan oleh ligamentum fasciformis (Sibulesky, 2013). Terdapat
3 jenis jaringan hati yang penting, yaitu sel parenkim hati (hepatosit), susunan
pembuluh darah, dan susunan saluran empedu. Ketiga jaringan ini berhubungan erat,
sehingga kerusakan satu jenis jaringan dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lain
(Tortora, 2005).
Secara mikroskopis hati terdiri atas lobulus yang berbentuk heksagonal.
Masing-masing lobulus memiliki sel parenkim hati (hepatosit) yang berbentuk kubus
dan tersusun radial mengelilingi vena sentralis sebagai pusat lobulus. Pada lobulus hati
juga terdapat celah garis endotel sebagai tempat perlintasan darah yang disebut
sinusoid. Pada sinusoid terdapat sel kupfer yang merupakan makrofag dan berfungsi
untuk menghancurkan leukosit, sel darah merah yang rusak, bakteri dan senyawa asing
yang masuk dari vena porta (Dhillon, 2012). Bagian perifer lobulus hati dikelilingi oleh
vena porta, arteri hepatica dan kapiler empedu. Histologi hati normal dapat dilihat pada
gambar 2.2
Kerusakan organ hati secara mikroskopik dapat ditandai dengan adanya
pelebaran asinus, degenerasi lemak dan nekrosis pada hepatoseluler (Kamal, et al.,
2012). Pelebaran asinus merupakan kerusakan tahap awal dan bersifat reversible yang
ditandai sinusoid yang melebar. Kerusakan jaringan hati lebih lanjut ditandai dengan
degenerasi lemak berupa adanya penimbunan trigliserida dalam vakuola yang terdapat
di tengah hepatosit, sehingga terbentuk vakuola besar dan akan mendesak nukleus ke
tepi sel. Pemaparan zat toksik pada jaringan hati secara terus-menerus akan
menyebabkan nekrosis ditandai dengan mengkerutnya nukleus, pecahnya nukleus

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


22

menjadi fragmen-fragmen (kariokinesis), lisisnya nukleus dan membrane sel sehingga


batas antar sel tidak nampak jelas. (Hastuti, 2006 dalam Anggraini, 2014).

Gambar 2.2 Histologi hati normal (Eroschenko, 2010)

2.8.2 Ginjal
Ginjal adalah organ berbentuk kacang berwarna kemerahan. Pada tubuh, ginjal
berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan tubuh dan merupakan organ
pengeksresi urin. Unit fungsional setiap ginjal adalah tubulus uriniferus mikroskopik.
Tubulus ini terdiri dari nefron dan duktus koligens yang berfungsi untuk menampung
aliran dari nefron. Nefron banyak terdapat pada bagian korteks ginjal. Komponen
nefron terbagi menjadi korpuskulum ginjal dan tubulus ginjal (Eroschenko, 2010).
Setiap ginjal dilapisi oleh kapsul jaringan ikat padat tidak teratur. Irisan sagital
ginjal menunjukkan korteks pada bagian luar dan medula pada bagian dalam. Pada
bagian korteks terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal, radius
medullaris, arteri interlobularis dan vena interlobularis. Glomerulus adalah
sekumpulan kapiler yang dibentuk dari arteriol glomerulus aferen dan ditunjang oleh
jaringan ikat halus serta dikelilingi oleh kapsul glomerulus. Tubulus kontortus
merupakan segmen awal dan akhir pada nefron. Bagian tubulus kontortus proksimal
lebih panjang dibandingkan tubulus kontortus distal. Tubulus kontortus proksimal
lebih banyak ditemukan di bagian korteks jika dibandingkan dengan tubulus kontortus

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


23

distal. Bagian medulla ginjal terdiri dari piramid-piramid ginjal berbentuk kerucut.
Basis setiap piramid berbatasan langsung dengan korteks dan apeksnya membentuk
papilla renalis. Pada bagian medulla hanya mengandung bagian lurus tubulus dan
segmen ansa henle (Eroschenko, 2010).

Tubulus kontortus subkapsular


Kapsul ginjal

Glomeruli Tubulus kontortus proksimal


Radius medullaris
Arteri interlobaris

Vena interlobaris
Tubulus kontortus
proksimal

Arteri dan vena arkuata


Basis piramidis

Duktus koligens

Jaringan ikat dan


adiposa sinus renalis
Papila renalis
Kaliks minor dan
epitel transisional
Epitel silindris
Arteri interlobaris

Vena interlobaris
Area kribrosa
Gambar 2.3 Histologi ginjal normal (Eroschenko, 2010)

Bentuk kerusakan organ ginjal yang disebabkan oleh pemaparan senyawa


toksik dapat berupa atrofi glomerulus, dilatasi sel tubulus, nekrosis, hilangnya brush
border dan vakuolisasi sel (Anzini, et al., 2014)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


24

2.9 Tinjauan Hewan Uji


2.9.1 Klasifikasi Tikus Putih
Berikut klasifikasi tikus putih (Rattus novergicus):
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Odontoceti
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus (Sumber: Krinke, 2000)

2.9.2 Karakteristik Tikus Betina Sprague-Dawley


Pemilihan hewan untuk uji toksisitas didasarkan pada data toksisitas yang
tersedia (Hau, et al., 2003). Hewan uji yang banyak digunakan dalam uji toksisitas
adalah tikus betina galur Sprague- Dawley atau Wistar. Pada penelitian ini, digunakan
tikus betina galur Sprague-Dawley sebagai hewan uji. Tikus dipilih menjadi hewan uji
karena data toksisitas gelatin yang tersedia merupakan data toksisitas gelatin pada tikus
(Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009).
Tikus Sprague-Dawley merupakan tikus putih (Rattus novergicus) yang ideal
digunakan sebagai hewan uji, karena perawatannya mudah, tingkat fertilitasnya tinggi,
periode kehamilan pendek dan memiliki jalur metabolisme, anatomi dan fisiologi yang
mirip dengan manusia (Kacew, et al., 1999). Hewan uji yang direkomendasikan pada
uji toksisitas akut adalah tikus betina karena lebih sensitif dibandingkan tikus jantan
(OECD, 2008). Galur Sprague-Dawley dipilih karena lebih sensitif dibandingkan tikus
galur Wistar (Zmarowski,et al.,2013)
Tikus galur Sprague- Dawley memiliki karakteristik berupa kepala memanjang
dan ekor yang lebih panjang dibanding tubuhnya. Kelebihan galur Sprague- Dawley
adalah lebih tenang dan mudah ditangani dibandingkan tikus galur lainnya. Adapun
data biologis tikus dapat dilihat pada tabel 2.4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


25

Menurut Handbook Of Laboratory Animal Science Second Edition, tikus


merupakan hewan model yang mirip dengan manusia karena memiliki kesamaan pada
struktur sel, komponen biokimia, membrane sel lipoprotein yang akan mempengaruhi
absorbsi xenobiotik dan proses metabolisme (glikolisis dan siklus krebs).

Tabel 2.4 Data Biologis Tikus (Baker et al,1979 dan Weihe 1987).

Berat badan Dewasa: 300-800 gram (jantan)

250-400 gram (betina)

Lama hidup 2-3,5 tahun

Denyut jantung 320-480 denyut per menit

Tekanan darah Diastol: 60-90 mmHg

Sistolik: 75-120 mmHg

Laju respirasi 85-110 per menit

Volume urin 5,5 ml/ 100 g/hari

pH urin 7,5-8,5

Konsumsi makanan 5 g/100 g/hari

Konsumsi minuman 8-11 ml/100 g/hari

Aktivitas Nokturnal (pada malam hari)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


26

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2016 hingga April 2016.
Pemeliharaan dan perlakuan hewan uji di Animal House (AH), pembuatan larutan
gelatin babi dilakukan di Laboratorium Penelitian II dan pengamatan parameter
dilakukan di Laboratorium Penelitian I Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pembuatan preparat histologi di
Laboratorium Histologi Universitas Indonesia.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan analitik (AND
GH-202 dan Wiggen Hausner), erlenmeyer, beaker glass, batang pengaduk, spatula,
gelas ukur, kaca arloji, cawan penguap, pipet tetes, hot plate (cimarec, US) , timbangan
hewan, kandang tikus beserta tempat makanan dan minuman, sonde oral, syringe,
wadah pembiusan, alat bedah minor, kaca objek dan cover glass, alumunium foil,
mikroskop cahaya (Motic dan Epson).

3.2.2 Bahan Penelitian


Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelatin babi golongan
farmasetik (Guangzhou Ltd, Shanghay China) dan gelatin babi golongan pro analisis
(Sigma-Aldrich).
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades, eter, etanol
96%, Buffer Neutral Formalin (BNF) 10 %, NaCl 0,9%, xylen, paraffin, dan pewarna
haematoksilin-eosin.

3.2.3 Hewan Uji


Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih betina galur
Sprague Dawley yang sehat, tidak hamil dan belum kawin, usia 8-12 minggu dengan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


27

selisih berat badan antar tikus ±20%. Hewan uji diperoleh dari Unit Pengelola Hewan
Laboratorium (UPHL) Institut Pertanian Bogor. Tikus betina dipilih karena memiliki
sensitivitas lebih tinggi dibandingkan tikus jantan.

3.3 Rancangan Penelitian (OECD, 2008)


3.3.1 Besar Sample
Penelitian ini bersifat eksperimental dengan metode Up and Down dan terdiri
dari 2 kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol dan kelompok uji. Pemilihan
hewan uji dilakukan secara random. Masing-masing kelompok uji gelatin babi
golongan farmasetik dan pro analisis terdiri dari 3 ekor tikus putih betina galur Sprague
Dawley. Penelitian ini telah lolos kaji etik oleh Komite Etik Penelitian Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (Lampiran 2).

3.3.2 Dosis Perlakuan


Metode Up and Down yang digunakan pada penelitian ini adalah limit test
dengan dosis perlakuan adalah 5000 mg/kgBB tikus. Pemberian dosis dilakukan secara
bertahap. Penentuan dosis 5000 mg/kgBB pada limit test disebabkan data persyaratan
nilai LD50 untuk gelatin adalah 5000 mg/kgBB (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009).
Perhitungan dosis dapat dilihat pada lampiran 5. Dosis diberikan dalam bentuk tunggal
secara oral. Bahan pembawa yang digunakan untuk melarutkan gelatin babi adalah
akuades.

Tabel 3.1. Dosis Perlakuan Pada Tikus

Tikus Perlakuan Dosis


1.
Kontrol (akuades)
2.
3. 5000 mg/kgbb
4. Gelatin Babi Golongan Farmasetik 5000 mg/kgbb
5. 5000 mg/kgbb
6. 5000 mg/kgbb
Gelatin Babi Golongan Pro Analisis
7. 5000 mg/kgbb
8. 5000 mg/kgbb

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


28

3.4 Prosedur Kerja


3.4.1 Penyiapan Bahan Uji (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009)
Masing-masing gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis ditimbang
sebanyak ±800 mg. Selanjutnya, masing-masing gelatin babi golongan farmasetik dan
pro analisis didispersikan dalam 4 ml akuades pada suhu 60oC sambil diaduk.
Kemudian larutan dispersi gelatin babi didiamkan pada suhu 250C hingga suhunya
turun menjadi 30oC dan diberikan ke tikus secara oral.

3.4.2 Penyiapan Hewan Uji (OECD, 2008)


Tikus betina galur Sprague-Dawley diaklimatisasi di Animal House Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan selama 10 hari. Animal house berada dalam kondisi
terang selama 12 jam dan berada dalam kondisi gelap selama 12 jam. Tikus dipelihara
pada kandang dengan suhu 220C (±30C) dan diberikan makan dan minum ad libitum.
Masing-masing tikus uji ditempatkan dalam kandang yang berbeda (1 kandang berisi
1 tikus).

3.4.3 Uji Toksisitas Akut Gelatin Babi dengan Metode Up and Down (OECD
425, 2008)
Metode uji toksisitas akut yang digunakan pada penelitian ini adalah limit test
dari Up and Down Procedure (UDP). Larutan diberikan dalam dosis tunggal secara
oral dengan menggunakan sonde lambung.
Pada limit test digunakan 2 ekor tikus sebagai kontrol dan 3 ekor tikus pada
masing-masing kelompok uji. Sebelum perlakuan, tikus tidak diberi makan
(dipuasakan) selama 12 jam kemudian ditimbang. Setelah ditimbang, tikus kontrol
diberikan akuades dengan volume administrasi 4 ml secara oral. Pada masing-masing
kelompok uji, tikus diberikan gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis dengan
dosis 5000 mg/kgbb. Setelah perlakuan, tikus dipuasakan selama 4 jam dan diamati
adanya tanda toksisitas.
Pengamatan jangka pendek dilakukan setiap 30 menit selama 4 jam awal
setelah pemberian bahan uji. Pengamatan jangka panjang dilakukan setiap harinya
selama 14 hari. Jika setelah 48 jam pemberian bahan uji tidak ada kematian pada tikus,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


29

maka masing-masing larutan gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis
diberikan pada 2 ekor tikus lainnya dengan dosis yang sama. Limit test dapat terdiri
dari 3 termin. Jika hasil uji pada dua termin awal limit test tidak menunjukkan adanya
kematian pada hewan uji, maka limit test dapat dihentikan (lampiran 6). Sedangkan
jika terdapat tikus yang mati pada kedua termin awal, maka pengujian harus dilanjutkan
ke limit test termin ketiga. Jika hasil dari ketiga termin limit test menunjukkan adanya
kematian pada 3 ekor tikus atau lebih, maka uji dilanjutkan ke main test.

3.4.4 Pengamatan Toksisitas


3.4.4.1 Penentuan Nilai LD50 (OECD,2008)
Penentuan nilai LD50 gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis
dilakukan dengan menggunakan software AOT425StatPgm. Data yang didapatkan dari
uji toksisitas, yakni respon hewan uji (hidup atau mati) terhadap dosis perlakuan
dimasukkan ke dalam software sehingga software akan mengkalkulasikan nilai LD50.
Respon hewan uji yang bertahan hidup dilambangkan dengan “O” dan respon hewan
uji yang mengalami kematian dilambangkan dengan “X”. Selain untuk menentukan
nilai LD50, software ini juga berfungsi untuk penentuan dosis uji berikutnya dan waktu
penghentian uji toksisitas.

3.4.4.2 Pengamatan Berat Badan Tikus (Jothy, et al., 2011)


Sebelum memulai perlakuan, masing-masing tikus kontrol dan uji ditimbang
berat badannya. Setelah perlakuan, berat badan tikus ditimbang setiap hari selama 14
hari untuk melihat adanya kemungkinan perubahan secara bermakna pada berat badan
tikus.

3.4.4.3 Pengamatan Tanda Toksisitas


Tanda toksisitas diamati secara visual setelah pemberian gelatin babi golongan
farmasetik dan pro analisis. Pengamatan dilakukan setiap 30 menit selama 4 jam awal
dan dilanjutkan setiap harinya hingga 14 hari (OECD, 2008). Tanda toksisitas diamati
dengan cara membandingkan tingkah laku tikus uji dan tikus kontrol. Adapun tanda
toksisitas yang diamati meliputi adanya piloereksi, konvulsi (kejang), tremor

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


30

(gemetar), respon daun telinga, perubahan pada mata, hiperaktivitas, hipersalivasi,


lakrimasi dan mati (Sabbani, et al., 2015).

3.4.4.4 Pengamatan Histopatologi Organ Hati dan Ginjal Tikus


Pemeriksaan histopatologi organ hati dan ginjal dilakukan untuk mengamati
pengaruh pemberian gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis terhadap organ
hati dan ginjal tikus. Pemeriksaan histopatologi organ hati dan ginjal dilakukan pada
seluruh tikus uji dan kontrol. Tikus yang masih bertahan hidup hingga hari ke 14,
dimatikan dengan cara inhalasi menggunakan eter dan kemudian diambil organ hati
dan ginjalnya. Selanjutnya organ hati dan ginjal dicuci dengan NaCl 0,9% dan difiksasi
BNF 10%. Organ hati dan ginjal direndam dalam larutan BNF dan kemudian dibuat
preparat histologinya.
Bentuk kerusakan yang diamati pada jaringan hati meliputi pelebaran asinus,
degenerasi lemak dan nekrosis pada hepatosit. Derajat kerusakan hati dinilai dengan
menggunakan sistem skoring (tabel 3.2). Pengamatan preparat dilakukan di bawah
mikroskop optik dengan perbesaran 10x40 dan menggunakan 10 lapang pandang.
Skoring dilakukan untuk masing-masing lapang pandang dan kemudian dijumlahkan
(Andreas, 2015).

Tabel 3.2 Skoring Derajat Kerusakan Jaringan Hati

Skor Keterangan
0 Hepatosit tampak nomal
1 Terdapat pelebaran asinus, degenerasi lemak atau nekrosis
terfokus di satu tempat
2 Terdapat pelebaran asinus, degenerasi lemak atau nekrosis
terfokus di beberapa tempat
3 Terdapat pelebaran asinus, degenerasi lemak atau nekrosis
terfokus di seluruh tempat
Sumber: Andreas, et al., 2015

Pada jaringan ginjal tikus, bentuk kerusakan yang diamati merupakan


kerusakan pada glomerulus. Pengamatan dilakukan pada 30 glomerulus yang dipilih
secara random untuk setiap preparat tikus. Preparat histopatologi ginjal diamati dengan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


31

mikroskop optik pada perbesaran 10x20. Bentuk kerusakan yang ada dinilai dengan
sistem skoring (tabel 3.3).

Tabel 3.3 Skoring Derajat Kerusakan Jaringan Ginjal

Skor Keterangan
0 Struktur glomerulus normal
1 Terdapat dilatasi kapiler glomerulus
2 Terdapat atrofi glomerulus (glomerulus mengkerut)
Sumber: Leehey, et al.,2008

3.5 Analisis Data


Hasil penelitian dianalisis untuk melihat adanya pengaruh pemberian bahan uji
pada berat badan, derajat kerusakan jaringan hati dan ginjal tikus yang diberikan
perlakuan. Analisis data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program
pengolahan data statistik SPSS 20 yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas, uji
parametrik (one-way ANOVA) atau non parametrik (Kruskal Wallis).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


32

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Penyiapan Bahan Uji
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah gelatin babi golongan
farmasetik dan pro analisis. Secara organoleptis, gelatin babi golongan farmasetik dan
pro analisis berbentuk serbuk dan tidak berbau. Gelatin babi golongan farmasetik
berwarna kekuningan dan gelatin babi golongan pro analisis berwarna putih.

(a) (b)
Gambar 4.1. (a) Gelatin babi golongan farmasetik;
(b) Gelatin babi golongan pro analisis
Pada penelitian ini, masing-masing serbuk gelatin babi golongan farmasetik
dan pro analisis ditimbang sesuai bobot tikus, sehingga diperoleh dosis 5000 mg/kgBB.
Kemudian masing-masing gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis
didispersikan dalam akuades dengan suhu 600C selama ±8 menit, sehingga membentuk
larutan koloid. Dispersi gelatin didiamkan pada suhu 250C hingga suhu dispersi gelatin
turun menjadi 300C. Perbandingan gelatin babi dan akuades yang digunakan adalah 1:5
karena gelatin bersifat menyerap air dan akan mengembang di dalam akuades (Rowe,
Sheskey dan Quinn, 2009).
Larutan koloid gelatin babi golongan farmasetik yang dihasilkan memiliki
warna kuning dan konsistensi cairannya kental. Sedangkan, larutan koloid gelatin babi
golongan pro analisis memiliki warna putih dengan konsistensi cairan yang lebih kental
dibandingkan larutan gelatin babi golongan farmasetik.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


33

4.1.2 Penentuan Nilai LD50


Metode uji toksisitas akut yang digunakan pada penelitian ini adalah Up and
Down Procedure (UDP). Pada metode ini, nilai LD50 ditentukan dengan menggunakan
software AOT 425 statPgm (lampiran 8). Data yang diolah dengan software adalah
respon hewan uji (mati atau hidup) terhadap dosis setelah pemberian bahan uji, baik
pada pengamatan jangka waktu pendek (48 jam setelah pemberian) dan jangka waktu
panjang (14 hari setelah pemberian). Metode UDP yang dilakukan pada penelitian ini
adalah limit test dengan dosis 5000 mg/kgBB. Jumlah hewan uji yang digunakan pada
penelitian ini adalah 2 ekor sebagai kelompok kontrol, 3 ekor sebagai kelompok uji
gelatin babi golongan farmasetik dan 3 ekor sebagai kelompok uji gelatin babi
golongan pro analisis. Hasil pengolahan data respon hewan uji terhadap dosis dapat
dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data Respon Hewan Uji Terhadap Dosis
Bahan Uji Gelatin babi golongan farmasetik
Tipe Tes Limit Test 5000 mg/kgBB
Hewan uji ke- Dosis (mg/kgBB) Respon hewan uji Respon hewan uji jangka
jangka pendek (48 panjang (14 hari)
jam)
1 5000 O O
2 5000 O O
3 5000 O O

Bahan Uji Gelatin babi golongan pro analisis


Tipe Tes Limit Test 5000 mg/kgBB
Hewan uji ke- Dosis (mg/kgBB) Respon hewan uji Respon hewan uji jangka
jangka pendek (48 panjang (14 hari)
jam)
1 5000 O O
2 5000 O O
3 5000 O O
Keterangan: O= Hidup X= Mati

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


34

Hasil uji toksisitas akut gelatin babi golongan farmasetik menunjukkan tidak
adanya kematian pada seluruh hewan uji hingga hari ke-14. Berdasarkan hasil
pengolahan data respon hewan uji pada tabel 4.1, maka dapat diestimasikan nilai LD50
gelatin babi golongan farmasetik adalah >5000 mg/kgBB.
Pada uji toksisitas akut gelatin babi golongan pro analisis juga tidak ditemukan
adanya kematian pada seluruh hewan uji, sehingga estimasi nilai LD50 gelatin babi
golongan pro analisis adalah >5000mg/kgBB. Berdasarkan klasifikasi toksisitas akut
Loomis, senyawa dengan LD50 >5000 mg/kgBB merupakan senyawa yang bersifat
praktis tidak toksik

4.1.3 Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus


Pengukuran berat badan tikus dilakukan setiap hari selama 14 hari setelah
pemberian bahan uji. Hasil pengukuran berat badan tikus pada kelompok kontrol,
kelompok gelatin babi golongan farmasetik dan gelatin babi golongan pro analisis
dapat dilihat pada gambar 4.2

RERATA BERAT BADAN TIKUS


kontrol Gelatin Babi GF gelatin babi PA

250
BERAT BADAN TIKUS (GRAM)

200

150

100

50

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
HARI KE-

Gambar 4.2 Rerata berat badan tikus tiap kelompok


Data berat badan tikus kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-
Wallis. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
bermakna pada berat badan tikus yang diberikan gelatin babi golongan farmasetik,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


35

gelatin babi golongan pro analisis dan kontrol selama 14 hari, nilai p≥0,05 (lampiran
10). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian gelatin babi golongan farmasetik ataupun
pro analisis tidak mempengaruhi perubahan berat badan tikus uji.

4.1.4 Pengamatan Tanda Toksisitas


Pengamatan tanda toksisitas dilakukan untuk melihat adanya gejala klinis yang
mengindikasikan efek toksik pada kelompok uji. Tanda toksisitas yang diamati
meliputi adanya piloereksi (tegang pada bulu), konvulsi (kejang), tremor (gemetar),
nyeri, mata (grooming), refleks daun telinga, salivasi, lakrimasi, hiperaktivitas dan
kematian pada tikus uji (Sabbani, et al., 2015). Tanda toksisitas diamati secara visual
selama 4 jam setelah pemberian bahan uji dan dilanjutkan selama 14 hari.
Tabel 4.2. Pengamatan Tanda Toksisitas

0 60 120 180 240 H H H H H H H H H H H H H


Pengamatan
m m m m m 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Piloereksi - - - - - - - - - - - - - - - - -

Konvulsi - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Tremor - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Nyeri - - - - - - - - - - - - - - - - -

Mata
N N N N N N N N N N N N N N N N N N
(grooming)

Refleks Daun
N N N N N N N N N N N N N N N N N N
Telinga

Salivasi - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Lakrimasi - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Hiperaktivitas - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Mortalitas - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Keterangan:
0 m – 240 m : 0 menit hingga 240 menit, H2 – H14 : Hari ke-2 hingga hari ke-14
N : Normal, (-) : tidak terjadi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


36

Hasil dari pengamatan setelah pemberian larutan gelatin babi golongan


farmasetik ataupun golongan pro analisis dengan dosis 5000 mg/kgbb tidak
menunjukkan adanya tanda toksisitas pada seluruh tikus uji. Perubahan tingkah laku
juga tidak ditemukan pada seluruh tikus uji. Tikus uji yang diberikan perlakuan
mempunyai aktivitas yang sama dengan tikus kontrol (tabel 4.2). Hingga hari ke-14
tidak ditemukan adanya kematian pada seluruh tikus uji.

4.1.5 Pengamatan Histopatologi


4.1.5.1 Hati
Preparat histopatologi hati diamati di bawah mikroskop optik dengan
perbesaran 10 x 40. Pengamatan dilakukan pada 10 lapang pandang untuk masing-
masing preparat. Hasil pengamatan organ hati menunjukkan bahwa gambaran
histopatologi jaringan hati tikus uji dan kontrol serupa yakni sinusoid memancar secara
sentrifugal dari vena sentralis dan sel hati (hepatosit) bermuara ke vena sentralis. Selain
itu, hepatosit tersusun secara radial dari tepi lobulus hingga ke vena sentralis. Inti
hepatosit juga terletak di tengah sel.
Pada beberapa preparat kelompok uji terdapat kerusakan jaringan, namun
secara struktur jaringan hati kelompok uji masih serupa dengan kelompok kontrol.
Bentuk kerusakan jaringan yang ditemukan pada pengamatan merupakan kerusakan
minor, berupa pelebaran asinus dan degenerasi lemak, terutama pada kelompok uji
gelatin babi golongan pro analisis (lampiran 13).
Penilaian derajat kerusakan histopatologi hati dilakukan dengan sistem skoring
Andreas, et al. (2015). Hasil rerata skoring pengamatan histopatologi jaringan hati
dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3 Rerata Skoring Histopatologi Jaringan Hati Hewan Uji
Kelompok Rerata Skoring Histopatologi Hati±SD

Kontrol 0,150±0,212

Gelatin babi golongan farmasetik 0,167±0,288

Gelatin babi golongan pro analisis 0,667±0,808

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


37

Data skoring derajat kerusakan histopatologi hati dianalisis dengan


menggunakan uji ANOVA dan hasilnya menunjukkan bahwa derajat kerusakan
histopatologi hati tikus kelompok gelatin babi golongan farmasetik, golongan pro
analisis dan kelompok kontrol tidak berbeda secara bermakna, nilai p≥0,05 (lampiran
15). Hal ini menjelaskan bahwa pemberian gelatin babi golongan farmasetik ataupun
pro analisis tidak berpengaruh pada histopatologi hati tikus.

4.1.5.2 Ginjal
Preparat organ ginjal tikus diamati dengan mikroskop pada perbesaran 10 x 20.
Hasil pengamatan histopatologi organ ginjal kelompok kontrol dan uji menunjukkan
tidak ada kerusakan pada struktur tubulus, namun pada beberapa glomerulus ditemukan
adanya atrofi (penyempitan). Atrofi glomerulus ditandai dengan mengecilnya
glomerulus dan pelebaran bagian kapsula bowman (Hard, et al., 1999). Berdasarkan
hasil pengamatan, atrofi glomerulus lebih banyak ditemukan pada tikus uji yang
diberikan gelatin babi golongan pro analisis.
Penilaian derajat kerusakan organ ginjal dilakukan dengan melakukan skoring
pada 30 glomerulus yang dipilih secara random untuk masing-masing preparat. Rerata
hasil skoring glomerulus dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Rerata skoring histopatologi jaringan ginjal hewan uji
Kelompok Rerata Skoring Glomerulus±SD

Kontrol 0±0

Gelatin babi golongan farmasetik 0,022±0,207

Gelatin babi golongan pro analisis 0,067±0,038

Data skoring glomerulus diolah dengan uji Kruskal-Wallis dan hasilnya


menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna pada derajat kerusakan histopatologi
ginjal tikus kelompok gelatin babi golongan farmasetik, golongan pro analisis dan
kelompok kontrol (p≥0,05). Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis menjelaskan bahwa
pemberian larutan gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis tidak
berpengaruh pada histopatologi ginjal tikus.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


38

Tabel 4.5 Gambaran Histopatologi Organ Hati Dan Ginjal Tikus


Organ Kontrol Gelatin Babi Golongan Gelatin Babi Golongan Pro
Farmasetik Analisis

Hati

Keterangan: Keterangan: Keterangan:

Vena Sentralis Vena Sentralis Vena Sentralis


Hepatosit Hepatosit Hepatosit
Sinusoid Sinusoid Sinusoid
Degenerasi lemak Pelebaran asinus
Ginjal
2

Keterangan: Keterangan:
Keterangan:

Glomerulus Glomerulus
Glomerulus
Tubulus Proksimal Tubulus Proksimal
Tubulus Proksimal
Tubulus Distal Tubulus Distal
Tubulus Distal
Glomerulus yang Glomerulus yang
mengalami atrofi mengalami atrofi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


39

4.2 Pembahasan
Gelatin babi yang digunakan sebagai bahan uji pada penelitian ini terdiri dari
golongan farmasetik dan pro analisis. Menurut Institutional Animal Care and Use
Committee, adanya perbedaan kemurnian gelatin dapat mempengaruhi potensi
toksiksitas suatu senyawa (IACUC, 2015). Secara organoleptis, gelatin babi golongan
farmasetik berbentuk serbuk, berwarna kuning dan tidak berbau. Sedangkan, gelatin
babi golongan pro analisis berwarna putih, berbentuk serbuk dan tidak berbau.
Pada penelitian ini, masing-masing serbuk gelatin babi golongan farmasetik
dan pro analisis ditimbang sesuai dengan berat badan tikus, sehingga diperoleh dosis
5000 mg/kgBB. Selanjutnya masing-masing gelatin babi golongan farmasetik dan pro
analisis didispersikan dalam akuades pada suhu 600C dengan disertai pengadukan.
Waktu yang dibutuhkan agar gelatin terdispersi dalam akuades adalah 8 menit. Gelatin
babi yang telah didispersikan dalam akuades akan membentuk larutan koloid. Secara
organoleptis, larutan koloid gelatin babi golongan farmasetik yang dihasilkan memiliki
warna kuning dan konsistensi cairannya kental. Sedangkan, larutan koloid gelatin babi
golongan pro analisis memiliki warna putih dengan konsistensi cairan yang lebih kental
dibandingkan larutan gelatin babi golongan farmasetik.
Gelatin babi bersifat menyerap air dan mengembang dalam air, sehingga
perbandingan antara gelatin dan akuades yang digunakan pada penelitian ini adalah 1:5
(Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009). Berdasarkan perbandingan tersebut, larutan koloid
gelatin babi yang terbentuk juga lebih mudah untuk diberikan pada tikus uji dengan
menggunakan sonde oral. Proses pendispersian gelatin babi menggunakan suhu 600C
dikarenakan gelatin babi mudah larut dalam akuades pada suhu diatas 400C (Rowe,
Sheskey dan Quinn, 2009). Akuades merupakan pembawa bahan uji yang
direkomendasikan karena bersifat tidak toksik sehingga tidak berpengaruh pada uji
toksisitas (OECD, 2008).
Metode uji toksisitas akut yang digunakan pada penelitian ini adalah Up and
Down Procedure (UDP). Jika dibandingkan dengan metode konvensional, hewan uji
yang digunakan pada metode UDP lebih sedikit, yakni sepertiga dari jumlah hewan
yang digunakan dalam metode konvensional (Erkekoglu, et al., 2011). Metode UDP

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


40

juga telah divalidasi dan memenuhi persyaratan akurasi dan presisi sehingga dapat
digunakan sebagai metode acuan uji toksisitas (Ningrum, 2012).
Pada penelitian ini, metode UDP yang digunakan adalah limit test dengan dosis
5000 mg/kgBB. Dosis 5000 mg/kgBB dipilih karena persyaratan nilai LD50 gelatin
babi adalah lebih dari 5000 mg/kgBB (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009). Pada
prinsipnya, limit test akan menghasilkan estimasi nilai LD50 yang dapat digunakan
untuk klasifikasi tingkat toksisitas bahan uji (Roopashree, et al., 2009). Pemberian
bahan uji pada limit test dilakukan secara bertahap.
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus betina galur Sprague
Dawley berusia 8-12 minggu. Tikus betina dipilih karena lebih sensitif dibandingkan
tikus jantan (Erkekoglu, et al., 2011). Pemilihan galur Sprague Dawley karena
memiliki sifat yang tenang dan mudah dikontrol. Selain itu, galur Sprague Dawley juga
dinyatakan lebih sensitif dibandingkan galur Wistar (Zmarowski, et al., 2013). Tikus
betina yang digunakan dalam keadaan nulipara (belum pernah kawin, melahirkan) dan
tidak sedang hamil.
Hewan uji dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol (aquades ±4
ml), kelompok uji gelatin babi golongan farmasetik dan kelompok uji golongan pro
analisis. Kelompok kontrol terdiri dari 2 ekor tikus dan masing-masing kelompok uji
terdiri dari 3 ekor tikus. Menurut Interagency Coordinating Committee on the
Validation of Alternative Methods (ICCVAM), jumlah minimal hewan uji yang
digunakan sebagai kelompok kontrol adalah 2 ekor.
Limit test dapat terdiri dari 3 termin. Pada termin pertama limit test, 1 ekor tikus
diberikan larutan gelatin babi golongan farmasetik dengan dosis 5000 mg/kgBB.
Sedangkan, 1 ekor tikus lainnya diberikan larutan gelatin babi golongan pro analisis
dengan dosis 5000 mg/kgBB. Sebelum pemberian bahan uji, tikus tidak diberikan
makan selama 12 jam. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya kemungkinan
reaksi antara bahan uji dengan senyawa kandungan pakan dalam saluran cerna (Jothy,
et al., 2011). Larutan gelatin babi diberikan pada tikus secara oral dengan
menggunakan sonde. Rute oral merupakan metode yang paling umum digunakan pada
uji toksisitas akut, efisien dan tidak menyebabkan nyeri pada hewan uji (Jothy, et al.,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


41

2011). Setelah diberikan larutan gelatin babi, tikus tidak diberikan makan selama 4
jam, tetapi tetap diberikan minum secara ad libitum. Hal ini dilakukan untuk
mengoptimalkan penyerapan absorbsi pada pencernaan tikus (Mansuroh, 2013).
Setelah 48 jam pemberian bahan uji tidak ditemukan adanya kematian pada
seluruh tikus uji, sehingga limit test dilanjutkan ke termin kedua. Pada termin kedua
limit test, 2 ekor tikus diberikan larutan gelatin babi golongan farmasetik dan 2 ekor
tikus lainnya diberikan larutan gelatin babi golongan pro analisis dengan dosis 5000
mg/kgBB. Seluruh tikus yang diberikan bahan uji diamati selama 14 hari dan hasil
pengamatan menunjukkan tidak ada tanda toksisitas yang timbul ataupun kematian
pada tikus. Jika tidak ditemukan adanya kematian tikus uji pada kedua termin limit test,
maka limit test dapat dihentikan dan tidak perlu dilakukan main test (OECD, 2008).
Nilai LD50 gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis dapat ditentukan
dengan menggunakan software AOT 425 StatPgm.
Hasil pengolahan data respon hewan uji menunjukkan estimasi nilai LD50
gelatin babi golongan farmasetik ataupun golongan pro analisis adalah >5000
mg/kgBB. Menurut Kennedy dikutip dari Jothy, et al (2011), senyawa dengan nilai
LD50 (oral) >5000 mg/kgBB merupakan senyawa yang praktis tidak toksik dan aman
digunakan. Penelitian Sunggono, et al (2014) yang juga menggunakan dosis 5000
mg/kgBB menyebutkan jika suatu senyawa dengan nilai LD50 >5000 mg/kgBB, maka
menurut klasifikasi Loomis, senyawa tersebut berada pada rentang praktis tidak toksik.
Berdasarkan nilai LD50, gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis yang
digunakan pada penelitian ini telah sesuai dengan nilai LD50 gelatin yang tercantum
pada Handbook Of Pharmaceutical Excipients.
Penentuan nilai LD50 gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis belum
pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian terkait yang pernah dilakukan adalah uji
toksisitas akut kolagen oleh Marone,et al (2010). Kolagen merupakan bahan baku
gelatin. Hasil penelitian Marone,et al (2010) menunjukkan nilai LD50 kolagen yang
sama dengan nilai LD50 gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis. Nilai
LD50 polimer lain yang pernah diteliti adalah nilai LD50 kitosan. Kitosan merupakan
eksipien pada kosmetik atau formulasi farmasetik. Nilai LD50 oral kitosan adalah >16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


42

g/kgBB, sehingga kitosan termasuk senyawa yang bersifat tidak toksik. Penentuan nilai
LD50 juga pernah dilakukan pada selulosa. Selulosa dan gelatin merupakan eksipien
yang dapat digunakan sebagai pengikat pada tablet. Nilai LD50 oral selulosa adalah >
5 g/kgBB (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009).
Parameter uji toksisitas kedua yang diamati adalah pengaruh pemberian bahan
uji terhadap perubahan berat badan tikus. Perubahan berat badan tikus dapat
menggambarkan efek toksik setelah pemberian suatu zat (Jothy, et al., 2011). Menurut
Raza, et al (2002), suatu senyawa dinyatakan memiliki efek samping yang bermakna
jika menyebabkan penurunan berat badan tikus lebih dari 10% dari sebelum uji. Hasil
uji Kruskal-Wallis terhadap berat badan tikus menunjukkan tidak ada perbedaan
bermakna pada perubahan berat badan kelompok gelatin babi golongan farmasetik, pro
analisis dan kontrol selama 14 hari (p≥0,05). Tidak adanya perbedaan bermakna ini
menandakan bahwa pemberian gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis
tidak mempengaruhi berat badan tikus uji.
Pada penelitian Marone, et al (2010), pemberian kolagen juga tidak
menyebabkan perbedaan bermakna pada berat badan tikus uji yang digunakan.
Perubahan berat badan juga merupakan salah satu parameter yang diamati pada uji
toksisitas akut kitosan dan hasilnya menunjukkan bahwa pemberian kitosan tidak
menyebabkan perubahan bermakna pada berat badan tikus (Pokharkar, 2009).
Parameter ketiga yang diamati adalah kemungkinan adanya tanda toksisitas
yang timbul setelah pemberian bahan uji. Pengamatan tanda toksisitas dilakukan
dengan membandingkan aktivitas tikus uji dan kontrol selama 4 jam awal setelah
pemberian bahan uji secara intensif. Hasil pengamatan tanda toksisitas menunjukkan
bahwa tidak ada tanda toksisitas yang ditemukan pada seluruh tikus uji, sehingga
gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis dengan dosis 5000 mg/kgBB
bersifat tidak toksik dan tidak menyebabkan gejala toksititas pada tikus uji. Hasil
penelitian Marone, et al (2010) juga menunjukkan tidak ditemukan adanya gejala
toksik atau perubahan perilaku pada seluruh hewan uji setelah pemberian kolagen.
Perubahan perilaku, tanda toksisitas dan kematian hewan uji juga tidak ditemukan pada
uji toksisitas akut kitosan (Porkharkar, et al,2009).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


43

Pengamatan keempat yang dilakukan adalah pengamatan mikroskopik terhadap


organ hati dan ginjal tikus. Organ hati dipilih karena berperan penting dala
metabolisme senyawa endogen dan eksogen. Proses detoksifikasi senyawa toksik juga
terjadi pada organ hati (Biswas dan Ganga, 2014). Adanya akumulasi senyawa toksik
pada jaringan hati dapat menyebabkan kerusakan pada hepatosit dan perubahan pada
histopatologi hati (Utomo, 2015). Adapun organ ginjal dipilih karena merupakan jalur
utama ekskresi (Eroschenko, 2010). Kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan
toksikan pada filtrat dan adanya proses reabsorbsi pada tubulus dapat menyebabkan
pengaktifan toksikan tertentu (Utomo, 2015).
Jumlah lapang pandang yang diamati pada preparat histopatologi hati adalah 10
lapang pandang. Hasil pengamatan histopatologi hati menunjukkan bahwa struktur
jaringan hati tikus uji gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis serupa dengan
tikus kontrol. Bentuk kerusakan jaringan yang ditemukan pada preparat histopatologi
hati merupakan bentuk kerusakan minor, berupa pelebaran asinus dan degenerasi
lemak. Kerusakan jaringan tersebut hanya terdapat pada beberapa lapang pandang
pengamatan tikus uji. Bentuk kerusakan jaringan terbanyak ditemukan pada preparat
histopatologi hati tikus yang diberikan gelatin babi golongan pro analisis (lampiran 14).
Pelebaran asinus atau degenerasi hidropik merupakan bentuk kerusakan hepatosit tahap
awal yang disebabkan oleh terganggunya permeabilitas sel, sehingga cairan yang ada
di ekstrasel akan masuk ke dalam intrasel dan mengakibatkan terbentuknya vakuola.
Degenerasi hidropik merupakan kerusakan yang bersifat reversible, artinya bentuk
kerusakan dapat kembali menjadi normal dengan penghentian paparan toksikan
(Tatukude, Loho dan Lintong, 2014). Bentuk kerusakan lanjutan dari degenerasi
hidropik adalah degenerasi lemak. Nekrosis tidak ditemukan pada seluruh preparat
histopatologi jaringan hati kelompok kontrol, gelatin babi golongan farmasetik ataupun
pro analisis.
Penilaian derajat kerusakan jaringan hati dilakukan dengan sistem skoring yang
terdapat pada penelitian Andreas, et al (2015). Data skoring histopatologi hati dianalisis
dengan one-way ANOVA. Hasil uji ANOVA terhadap skoring histopatologi hati
menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna derajat kerusakan jaringan hati

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


44

kelompok uji dan kelompok kontrol (p≥0,05). Meskipun terdapat beberapa kerusakan
minor pada jaringan hati, hasil statistik menunjukkan bahwa pemberian larutan gelatin
babi golongan farmasetik ataupun pro analisis tidak berpengaruh terhadap
histopatologi hati hewan uji.
Gambaran histopatologi organ ginjal tikus uji serupa dengan tikus kontrol.
Berdasarkan hasil pengamatan, pada bagian tubulus ginjal tikus uji tidak ditemukan
adanya tanda patologi. Bentuk kerusakan ginjal yang ditemukan adalah atrofi
glomerulus yang ditandai dengan penyusutan kapiler glomerulus dan perbesaran pada
ruang pada kapsula bowman (Hard, et al., 1999). Berdasarkan hasil pengamatan, atrofi
glomerulus lebih banyak terdapat pada preparat histopatologi ginjal yang diberikan
gelatin babi golongan pro analisis. Adanya senyawa toksik yang masuk ke glomerulus
menyebabkan berkurangnya aktivitas sel-sel tubuli yang merupakan barrier dari filter
glomerulus. Munculnya atrofi glomerulus menggambarkan reaksi antara
makromolekul yang terfiltrasi dengan dinding filter glomerulus (Jones, et al, 2006
dalam Mansuroh, 2013).
Derajat kerusakan ginjal dinilai dengan melakukan skoring pada 30 glomerulus
yang dipilih secara random untuk masing-masing preparat. Hasil analisis Kruskal-
Wallis menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna pada derajat kerusakan
histopatologi ginjal kelompok uji dan kelompok kontrol (p≥0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa pemberian gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis tidak
mempengaruhi histopatologi ginjal tikus.
Penelitian tentang pengaruh pemberian gelatin babi golongan farmasetik
ataupun pro analisis terhadap kerusakan organ hati dan ginjal belum pernah dilakukan
sebelumnya. Penelitian Rachmawati, et al (2011), mengamati pengaruh pemberian
gelatin kulit ikan patin siam terhadap kerusakan organ hati dan ginjal. Pada penelitian
tersebut gelatin ikan diberikan setiap hari selama 4 minggu dengan dosis 0, 12, 24 dan
48 mg./gBB mencit. Hasil penelitian Rachmawati, et al (2011) juga menunjukkan
bahwa pemberian gelatin ikan pada hewan uji tidak menyebabkan kerusakan organ hati
dan ginjal. Penelitian terkait lainnya yang pernah dilakukan adalah penelitian Utomo
(2015) berupa pengamatan pengaruh pemberian gelatin tulang ayam terhadap

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


45

histopatologi hati dan ginjal mencit. Hasil penelitian Utomo (2015) menunjukkan pada
dosis 5000 mg/kgBB, gelatin ayam dapat menyebabkan degenerasi hidropik, fibrin dan
makrofag. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh pemberian dosis yang terlalu besar
(Utomo, 2015).
Gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis yang digunakan pada
penelitian ini memiliki nilai LD50 >5000 mg/kgBB. Berdasarkan klasifikasi Loomis,
senyawa dengan LD50 >5000 mg/kgBB merupakan senyawa yang bersifat praktis tidak
toksik. Pemberian gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis tidak
berpengaruh secara bermakna terhadap perubahan berat badan tikus uji (p≥0,05).
Tanda toksisitas dan perubahan aktivitas juga tidak ditemukan pada tikus yang
diberikan gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis. Hasil pengamatan
terhadap organ hati dan ginjal menunjukkan terdapat beberapa kerusakan minor
jaringan, terutama pada kelompok gelatin babi golongan pro analisis. Gelatin babi
golongan pro analisis merupakan produk yang tidak ditujukan untuk dikonsumsi,
sehingga tingkat keamanan produk mungkin kurang diperhatikan. Pada penelitian ini,
gelatin babi golongan pro analisis memiliki warna yang lebih putih jika dibandingkan
dengan gelatin babi golongan farmasetik. Perbedaan warna tersebut dapat disebabkan
adanya proses pemutihan (bleaching) pada gelatin. Proses ekstraksi gelatin babi yang
menggunakan senyawa kimia, seperti asam klorida, asam sulfat dan natrium hidroksida
dapat berisiko menimbulkan toksisitas (Rachmawati, et al.,2011). Meskipun demikian,
hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna pada derajat
kerusakan organ hati dan ginjal kelompok kontrol, kelompok gelatin babi golongan
farmasetik dan kelompok gelatin babi golongan pro analisis (p≥0,05).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


46

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil beberapa
kesimpulan, diantaranya:

1. Nilai LD50 gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis yang
didapatkan adalah >5000 mg/kgBB. Berdasarkan klasifikasi Loomis,
senyawa dengan LD50 >5000 mg/kgBB merupakan senyawa yang bersifat
tidak toksik.
2. Pemberian gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis tidak
menimbulkan tanda toksisitas pada tikus betina Sprague-Dawley
3. Derajat kerusakan histopatologi hati dan ginjal kelompok gelatin babi
golongan farmasetik ataupun pro analisis tidak berbeda secara bermakna
terhadap kelompok kontrol (p≥0,05)

Hasil uji toksisitas akut pada penelitian ini menunjukkan bahwa gelatin babi
golongan farmasetik ataupun pro analisis bersifat tidak toksik.

5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji toksisitas subkronik dan
kronik gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap organ sasaran jika digunakan dalam jangka waktu yang lama.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR PUSTAKA

Abdalbasit Adam Mariod., Hadia Fadol Adam. 2013. Review: Gelatin, Source,
Extraction And Industrial Applications. Arab: Acta Sci. Pol., Technol.
Aliment. 12(2) 2013, 135-147

Andreas, Heryanto, Heru F. Triandto, M. In’am Ilmiawan. 2015. Gambaran Histologi


Regenerasi Hati Pasca Penghentian Pajanan Monosodium Glutamat Pada
Tikus Wistar. E-Jurnal Kedokteran Indonesia Vol.3 No.1: Universitas
Tanjungpura

Anggraini, Julia. 2014. Uji Aktivitas Hepatoprotektif dan Hepatokuratif Madu


Hutan Sumbawa Terhadap Hati Tikus Putih Jantan Galur Sprague-Dawley
Secara in vivo. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah

Anzini, Nia. 2014. Uji Toksisitas Akut Fraksi Etil Asetat Batang Dan Daun Pacar Air
(Impatiens balsamina Linn) Terhadap Tikus Putih Betina Galur Sprague
Dawley. J.Trop. Pharm. Chem. 2014. Vol 2. No. 4

Biswas, Anindita, Ganga Rao Battu. 2014. Potential Hepatoprotective and Antioxidant
Activity Of Delonix Regia Flower Extract Against Paracetamol Induced Liver
Toxicity In Rats. International Journal Of Biological and Pharmaceutical
Research: India

Blecher L. Excipients-the important components. Pharm process. 1995; 12(1): 6-7

Botham. 2003. Acute systemic toxicity—prospects for tiered testing strategies: Elsevier
diakses pada tanggal 18 November 2015

BPOM RI. 2014. Peraturan Kepala dan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2014. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan

Brandle, I., Boujnah-Khouadja, A., and Foussereau, J. 1983. Allergy to Castor Oil
Contact Dermatitis 9, 424-425

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


48

Chaplin, M. 2005. Gelatin. www//Isbuc.ac.uk diakses tanggal 9 Desember 2015

Chaudhari, Shilpa P., et al. 2012. Pharmaceutical Excipient: A review. International


Journal Of Advance in Pharmacy, Biology and Chemistry Vol 1 (1): India

Choe, et al., 2015. Characteristics of Pork Belly Consumption in South Korea and
Their Health Implication. Journal of Animal Science and Technology: South
Korea

Departemen Kesehatan RI.2005.Kebijakan Obat Nasional. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI

Dhillon, Amar Paul. 2012. Normal Liver Histology. London: UCL Medical School

Diehl, Karl-Heinz, et al., 2001.A Good Practice Guide to the Administration of


Substances and Removal of Blood, Including Routes and Volumes. Journal Of
Applied Toxicology: John Wiley & Sons, Ltd

Dono, Nanung Danar. 2004. Skema Manfaat dan Penggunaan Babi. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada

Eroschenko, V P. 2010. Atlas Histologi di Fiore, edisi 11. EGC: Jakarta

Gimenez, B., M.C. Gomez-Guillen dan P. Montero. 2005. Storage of dried fish skins
on quality characteristics of extracted gelatin. J. Food Hydrocolloids. 19:958-
963.

Grobben, A.H.; P.J. Steele; R.A. Somerville; and D.M. Taylor. 2004. Inactivation of
The Bovine-Spongiform-Encephalopathy (BSE) Agent by The Acid and Alkali
Processes Used The Manufacture of Bone Gelatin. Biotechnology and Applied
Biochemistry, 39: 329 – 338.

Hard, G.C, et al. 1999. Non-proliferative Lesions of the Kidney and Lower Urinary
Tract in Rats. Guides for Toxicologic Pathology: New York

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


49

Harmita dan M. Radji. 2008. Buku Ajar Analisis Hayati Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Hastuti, Dewi, dkk. 2007. Pengenalan dan Proses Pembuatan Gelatin MEDIAGRO
Vol. 3 No. 1

Hau, Jann, Gerald L. Van Hoosier. 2003. Handbook Of Laboratory Animal Science
Second Edition. Washington D.C: CRC Press

Hinterwaldner R. 1997. Raw Material. In : Ward. AG; and A.Courts, Editors. The
Science and Technology of Gelatin.New York: Academic Press

Hodgson, E., Levi P.E. 2000. A Textbook of Modern Toxicology 2nd Ed. Singapore:
McGraw-Hill Higher Education

J, Irwandi, et.al. 2009 . Extraction and characterization of gelatin from different


marine fish species in Malaysia. International Food Research Journal 16: 381-
389

Jamaludin, Mohammad Aizat. 2011. Istihalah: Analysis on The Utilization of Gelatin


in Food Products. 2011 2nd International Conference on Humanities,
Historical and Social Sciences IPEDR vol.17 (2011) © (2011) IACSIT Press,
Singapore

Jones, Thomas C, Ronald DH, Norval WK. 2006. Veterinary Pathology. Edisi ke-6.
Blackwell Publishing. United State of America.

Jothy, Subramanion L, et al. 2011. Acute Oral Toxicity of Methanolic Seed Extract of
Cassia fistula in Mice. Molecules 2011, 16, 5268-5282; ISSN 1420-3049

Juliasti, Radia, et.al. 2015. Pemanfaatan Limbah Tulang Kaki Kambing sebagai
Sumber Gelatin dengan Perendaman Menggunakan Asam Klorida
.Semarang: Indonesian Food Technologists

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


50

Junianto, Ir. MP, et al.2006. Produksi Gelatin dari Tulang Ikan dan Pemanfaatannya
sebagai Bahan Dasar Pembuatan Cangkang Kapsul. Bandung: Universitas
Padjajaran

Kamal, Mohd Saleh Ahmad, et al. 2012. Acute Toxicity Study of Standardized
Mitragyna speciosa Korth Aqueous Extract in Sprague Dawley Rats. Journal
of Plant Studies; 10.5539/jps.v1n2p120

Kimani, D, et al., 2014. Safety of Prosopis juliflora (Sw.) DC. (Fabaceae) and Entada
leptostachya Harms (Leguminosae) Extract Mixtures Using Wistar Albino
Ratsshil. British Journal of Pharmaceutical Research:
10.49734/BJPR/2014/10993

Kolodziejska, I., E. Skierka, M. Sadowska, W. Kolodziejski and C. Niecikowska. 2008.


Effect of extracting time and temperature on yield of gelatin from different fish
offal. Food Chem. 107: 700-706.

Krinke, G.J. 2000. The Laboratory Rat. San Diego, CA: Academic Press. Hal: 150-152

Leehey, David J. 2008. Glomerular renin angiotensin system in streptozotocin diabetic


and Zucker diabetic fatty rats. Department of Medicine, Veterans Affairs
Hospital, Hines, Ill; the Loyola University Medical Center, Maywood, Ill; and
the Stroger Hospital of Cook County, Chicago, Ill

Manley, Charles. 2014. GRAS Determination for Soybean-derived Hydrogenated


Lecithin in Food. Food And Drug Administration

Mansuroh, Farichah. 2013. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Kulit Akar Ginseng
Kuning (Rennellia elliptica Korth.) terhadap Mencit (Mus musculus). Skripsi
FKIK: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Marone, Palma Ann, et al. 2010. Safety and toxicological evaluation of undenatured
type collagen. Toxicology Mechanisms and Methods, 2010; 20 (4): 175-189

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


51

Nagarajan, Muralidharan. 2013. Effects of bleaching on characteristics and gelling


property of gelatin from splendid squid (Loligo formosana) skin. Food
Hydrocolloids: Elsevier

Ningrum, Sri Rahayu Widya. 2012. Validasi Uji Toksisitas Akut Metode Organization
For Economic Cooperation And Development (OECD) 425 Pada Mencit
Betina Menggunakan Tembaga (Ii) Sulfat Pentahidrat. Skripsi. FMIPA:
Universitas Indonesia

Nishath Fathima, Tirunagari Mamatha, Husna Kanwal Qureshi.2011.Drug-excipient


interaction and its importance in dosage form development. Journal of
Applied Pharmaceutical Science 01 (06); 2011: 66-71

Oliveira, Dirce R, et al. 2001. Gelatin Intake Increases The Atheroma Formation in
apoE Knock Out Mice. Elsevier

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). (1987). OECD


Guidelines for Testing of Chemicals. Test No. 401: Acute Oral Toxicity.
Paris: OECD, 1 -6.

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). (2001c) OECD


Guidelines for Testing of Chemicals. Test No. 423: Acute Oral Toxcity—
Acute Toxic Class Method. Paris: OECD, 3-6.

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). (2001a). OECD


Guidelines for Testing of Chemicals. Test No. 425: Acute Oral Toxicity: Up-
and-Down Procedure. (http://lysander.sourceoecd.org/). Paris: OECD, 1-26.

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). (2001b) OECD


Guidelines for Testing of Chemicals. Test No. 420: Acute Oral Toxicity:
Fixed Dose Procedure. Paris: OECD, 4-8.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


52

Osterberg, Robert, et al. 2011. Trends in excipient safety evaluation. International


Journal of Toxicology 30(6) 600-610

Ozolua, Raymon, et al. 2005. Microbiological and toxicological studies on cellulose


generated from agricultural wastes: Universitas Benin, Nigeria diakses pada
tanggal 24 November 2015

Pifferi, giorgio, et al. 2002. The safety of pharmaceutical excipients. Italy: Elsevier

Pokharkar, Varsha, et al. 2009. Acute and Subacute Toxicity Studies of Chitosan
Reduced Gold Nanoparticles: A Novel Carrier for Therapeutic Agents. Journal
of Biomedical Nanotechnology Vol. 5, 1-7

Poppe J. 1992. Gelatin. Di dalam: Imeson A, editor, Thikening and Gelling Agents for
Food. Blackie Academy and Profesional, London.

Pranoto, et al., 2011. Characteristics of gelatins extracted from fresh and sun dried
seawater fih skins in Indonesia. International Food Research Journal 18(4):
1335-1341

Public Health England. 2015. Vaccines and porcine gelatin. NHS

Rachmawati, Novalia, et al., 2011. Toksisitas Subkronik Gelatin Kulit Ikan Patin Siam
(Pangasius Hypophthalmus) Terhadap Mencit (Mus Musculus). Jurnal
Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol. 6 No. 1, Juni 2011

Raza, M.; Al-Shabanah, O.A.; El-Hadiyah, T.M.; Al-Majed, A.A. 2002. Effect of
prolonged vigabatrin treatment on haematological and biochemical
parameters in plasma, liver and kidney of Swiss albino mice. Sci. Pharm.
2002, 70, 135-145.

Roberto S. G. da Silva1 , Sidney F. Bandeira1 , Fabiane C. Petry1 , Luiz A. A. Pinto1


. 2011. Effect Of Bone Particle Size Of Carp (Cyprinus Carpio) Heads In

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


53

Gelatin Extraction. Unit Operations Laboratory, School of Chemistry and


Food, Federal University of Rio Grande (FURG)

Roopashree, T.S.; Raman, D.; Rani, R.H.S.; Narendra, C. Acute oral toxicity studies of
antipsoriatic herbal mixture comprising of aqueous extracts of Calendula
officinalis, Momordica charantia, Cassia tora and Azadirachta indica seed
oil. Thai J. Pharm. Sci. 2009, 33, 74-83

Rowe, R. C, Sheskey dan Quinn. 2006, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 5th


ed. London: Pharmaceutical Press, London, 295-298

Rowe, R. C, Sheskey dan Quinn. 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th


ed. London: Pharmaceutical Press, London, 295-298

Sabbani, Vidya., et al. 2015. Acute Oral Toxicity Studies of Ethanol Leaf Extracts of
Derris Scandes & Pulicaria Wightiana in Albino Rats. International Journal
Of Pharmacological Research: India

Sai, S.1983. Lipstick dermatitis caused by castor oil. Contact Dermatitis 9, 75.

Sandra Hermanto, La Ode Sumarlin, Widya Fatimah.2013.Differentiation of Bovine


and Porcine Gelatin Based on Spectroscopic and Electrophoretic Analysis.
J.Food Pharm.Sci. 1 (2013) 68-73

Schelde E, Elke, horst, Gisela, & Detlev. (2005). Oral acute toxic class method: a
successful alternative to the oral LD50 test. Jour. Reg. Toxic. and Pharm 42,
15-23.

Sheikhi, Mohammad Ali dan Mehdi Dehghani Firoozabadi. 2015. Pork Meat From
The Viewpoints Of Quran and Medical Research. World Journal Of
Pharmaceutical Research Vol. 4, Issue 8.

Sibulesky, L. (2013), Normal liver anatomy. Clinical Liver Disease, 2: S1–S3.


doi:10.1002/cld.124

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


54

Sitzel, K & G. Carr. (1999). Statistical basis for estimating acute oral toxicity
comparison of OECD guidelines 401, 420, 423, and 425. Up-andDown
Procedure Peer Panel Report, O3-O10.

Stella V.J. and He, Q. (2008). Cyclodextrins. Toxicol Pathol 36, 30-42

Sunggoni, Benny Wijaya, Indri Kusharyanti, Siti Nani Nurbaeti. 2014. Acute Toxicity
Evaluation Of Impatiens balsamina Linn. Stem and Leaf N-Hexane Fraction
Using OECD 425 Guideline. Traditional Medicine Journal, 19 (3), 2014.

Supriadi, Agus, et al. 2013. Pengaruh Defatting dan Suhu Ektraksi Terhadap
Karakteristik Fisik Gelatin Tulang Ikan Gabus (Channa striata):Universitas
Sriwijaya

Tatukude, Loho dan Lintong. 2014. Gambaran Histopatologi Hati Tikus Wistar Yang
Diberikan Boraks. Jurnal e-Biomedik (eBM), Volume 2, Nomor 3, November
2014

Tortora GJ. 2005. Principles of Human Anatomy. Ed ke-10. USA: John wiley & sons,
Inc

Utama, H. 1997. Gelatin yang Bikin Heboh. Jurnal Halal LPPOM-MUI No.18: 10- 12.

Utomo, Budi. 2015. Pengaruh Pemberian Gelatin Tulang Ayam Terhadap Gambaran
Makroskopik dan Mikroskopis Hati dan Ginjal Mencit. Skripsi: Universitas
Hasanuddin Makassar

Wahyono., Wahyuono, Subagus. 2006. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanolik


Terstandard Buah Kemukus (Piper cubeba Lf). Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada

Westat. (2001). Acute oral toxicity software program; AOT425StatPgm;


AOT425StatPgm Program User’s Manual; and Simulation Results for the
AOT425StatPgm Program. 12 Februari 2012.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


55

Whishaw IQ, Kolb B, Sutherland RJ (1999) Modern techniques in neuroscience


research. Oxford University Press, Oxford, p 237–264

Wirasuta, I Made Agus Gelgel., Rasmaya Niruri. 2007. Toksikologi Umum. Denpasar:
Udayana

Zar T, et al. 2007. Recognition, treatment, and prevention of propylene glycol toxicity.
Pubmed

Zmarowski, Amy, et al., 2013. Differential Performance of Wistar Han and Sprague
Dawley Rats in Behavioral Tests: Differences in Baseline Behavior and
Reactivity to Positive Control Agents. WIL Research Europe, B.V., ’s-
Hertogenbosch, The Netherlands

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


56

Lampiran 1. Surat Keterangan Kesehatan Hewan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


57

Lampiran 2. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


58

Lampiran 3. Alur Penelitian

Alur Kerja Penyiapan Larutan Gelatin Babi Golongan Farmasetik dan Pro
analisis

Masing-masing gelatin babi


golongan farmasetik dan pro
analisis ditimbang 800 mg

Masing-masing gelatin babi


dilarutkan dalam 4 ml
Akuades pada suhu diatas
60OC

Larutan gelatin babi


didinginkan pada suhu 250C
hingga suhu 30O C dan
diberikan kepada hewan uji

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


6 ekor tikus betina galur Sprague
Dawley diaklimatisasi selama 10 59
hari

Dipuasakan ( tetap diberi minum)


selama 12 jam

Masing-masing tikus ditimbang


bobotnya
Alur Kerja Uji Toksisitas
Akut Metode Up and Down Tikus dibagi menjadi 2 kelompok
Limit Test

1 ekor tikus sebagai kontrol 1 ekor tikus sebagai uji (larutan


(akuades 4 ml) gelatin dosis 5000 mg/kgbb)

Diberikan pada tikus secara oral menggunakan


sonde lambung dengan dua kali pemberian
Setelah perlakuan, tikus
dipuasakan selama 4 jam
Tanda toksisitas diamati setiap 30 menit
selama 4 jam dan dilanjutkan setiap Pengamatan tanda toksisitas
hari hingga 14 hari

Setelah 48 jam

Tikus uji bertahan


Tikus uji mati
hidup

Lakukan main test


2 tikus lainnya diberi larutan gelatin
babi dengan dosis 5000 mg/kg BB

2 ekor tikus uji mati Setelah 48 jam 1 ekor tikus uji mati

2 ekor tikus bertahan hidup, 2 tikus lainnya diberi


maka LD50> 5000 mg/kg BB larutan gelatin babi dengan
dosis 5000 mg/kg BB

1 ekor tikus uji mati, maka nilai


LD50 >5000 mg/kg BB

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


60

Lampiran 4. Rancangan Uji Toksisitas Akut Gelatin Babi dengan Metode Up and Down Procedure (OECD, 2008)
Jumlah Perlakuan
Kelompok Parameter Pengamatan
Tikus Sebelum Uji Uji Setelah Uji
Limit Test
Tikus diberikan aquades
I (Kontrol) 2 Dipuasakan selama i. Tanda dan gejala toksisitas (kulit dan
sebanyak ±4ml Dipuasakan selama 4 jam
12 jam (tidak diberi bulu, mata, konvulsi, tremor, dan mati)
Tikus diberikan larutan setelah pemberian (tetap
II (Dosis 5000 makan, namun tetap ii. Pengamatan mikroskopik organ hati
1 gelatin babi dengan dosis diberikan minum)
mg/kgBB) diberi minum) dan ginjal
5000mg/kgBB
Jika tikus uji tetap hidup setelah 48 jam pemberian larutan gelatin babi, maka limit test dilanjutkan ke termin kedua dengan memberikan larutan gelatin babi
pada 2 ekor tikus uji lainnya (perlakuan sebelum dan sesudah uji sama dengan tikus uji pertama). Sedangkan, jika tikus uji mati pada termin pertama limit
test, maka harus dilakukan main test.
Jika hasil uji termin kedua menunjukkan tidak ada tikus uji yang mati, maka nilai LD50 >5000 mg/kg BB. Sedangkan, jika hasil uji termin kedua
menunjukkan adanya kematian pada salah satu tikus uji, maka diperlukan limit test termin ketiga.
Apabila hasil dari ketiga termin limit test menunjukkan adanya kematian hanya pada 2 ekor tikus, maka limit test dapat dihentikan dan disimpulkan bahwa
nilai LD50 gelatin babi adalah >5000 mg/kgbb. Sedangkan jika terdapat lebih dari 2 tikus yang mati, maka pengujian harus dilanjutkan ke main test (OECD,
2008).
Main Test
Dosis yang diberikan pada uji utama adalah 55, 175, 550, 1750 dan 5000 mg/kgBB. Pemberian dosis dilakukan secara bertahap dan menggunakan tikus yang
berbeda untuk masing-masing dosis
Tikus diberikan aquades i. Tanda dan gejala toksisitas (kulit
I (Kontrol) 2 Dipuasakan selama sebanyak ±4ml Dipuasakan selama 4 jam dan bulu, mata, letargi, konvulsi,
12 jam (tidak diberi
Tikus diberikan larutan setelah pemberian (tetap tremor, diare dan mati)
II (Dosis awal makan, namun tetap
1 gelatin babi sebanyak diberikan minum) ii. Pengamatan mikroskopik organ
175 mg/kgBB) diberi minum)
175mg/kgBB hati dan ginjal
Jika setelah 48 jam tikus uji bertahan hidup, maka pemberian dosis berikutnya ditingkatkan (550 mg/kgBB)
Jika setelah 48 jam tikus uji mati, maka pemberian dosis berikutnya diturunkan (55 mg/kgBB)
Uji utama dihentikan hingga uji memenuhi salah satu kriteria:
a. 3 hewan berturut-turut bertahan di atas batas dosis;
b. 5 pembalikan (reverse) terjadi pada setiap 6 hewan yang diuji berturut-turut;
c. Sedikitnya terdapat 4 hewan telah mengalami pembalikan pertama.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


61

Lampiran 5. Perhitungan dosis gelatin babi

Perhitungan Volume Administrasi Oral (VAO)


Volume maksimal yang diberikan pada tikus adalah 6ml/150 gBB (Diehl, et al., 2001)
Maka:

Limit Test (5000 mg/kg bb)

𝑚𝑔
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 ( ) 𝑥𝐵𝐵 (𝑘𝑔)
𝑘𝑔𝐵𝐵
𝑉𝐴𝑂 (𝑚𝑙) = 𝑚𝑔
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( )
𝑚𝑙

𝑚𝑔
5000 ( ) 𝑥0,16 (𝑘𝑔)
𝑘𝑔𝐵𝐵
4𝑚𝑙 = 𝑚𝑔
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( )
𝑚𝑙
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 800 𝑚𝑔/4𝑚𝑙

Larutan gelatin babi dibuat setiap sebelum perlakuan. Volume administrasi oral yang
diberikan adalah 4 ml karena perbandingan kelarutan gelatin babi dalam akuades
adalah 1:5 dan dosis uji yang digunakan sangat besar.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


62

Lampiran 6. Penentuan Nilai LD50 pada Limit Test (OECD, 2008)

Nilai LD50 <5000 mg/kgBB (jika ditemukan 3 tikus uji yang mati, maka harus
dilakukan main test)

Limit Test I (1 tikus uji) Limit Test II (2 tikus Limit Test III (2 tikus uji)
uji)

O XO XX

O OX XX

O XX OX

O XX X

Nilai LD50 >5000 mg/kgBB (jika ditemukan 3 tikus uji yang bertahan hidup)

Limit Test I (1 tikus uji) Limit Test II (2 tikus Limit Test III (2 tikus uji)
uji)

O OO -

O XO XO

O XO O

O OX O

Respon hewan uji dilambangkan:


O = hidup
X = mati

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


63

Lampiran 7. Gambar Kegiatan Penelitian

Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3 Gambar 5.4


Serbuk gelatin babi Serbuk gelatin babi Proses Proses pelarutan
golongan farmasetik golongan pro penimbangan gelatin dengan
analisis serbuk gelatin babi akuades pada
suhu 60OC

Gambar 5.5 Gambar 5.6 Gambar 5.7 Gambar 5.8


Larutan gelatin babi Larutan gelatin babi Hewan uji Penimbangan
golongan farmasetik golongan pro hewan uji
analisis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


64

Gambar 5.9 Gambar 5.10 Gambar 5.11 Gambar 5.12


Penyondean larutan Hewan uji dibius Pembedahan hewan Preparat
gelatin babi dengan eter uji histopatologi hati
dan ginjal tikus

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


65

Lampiran 8. Nilai LD50 Bahan Uji

Bahan Uji: Gelatin Babi Golongan Farmasetik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


66

Bahan Uji: Gelatin Babi Golongan Pro Analisis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


67

Lampiran 9. Data Berat Badan Tikus

Tikus
Bobot tikus (gram) pada hari ke-
Kontrol
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 150 158 159 164 164 166 168 170 173 171 175 178 175 175 181
2 183 202 196 201 206 200 205 210 210 211 208 216 216 220 220
166.5± 180±3 177.5± 182.5± 185± 183± 186.5± 190± 191.5± 191± 191.5± 197± 195.5± 197.5± 200.5±
Rerata±SD
23,33 1,11 26,16 26,16 29,70 24,04 26,16 28,28 26,16 28,28 23,33 26,87 28,99 31,81 27,57
Tikus
Gelatin Babi
PG
1 167 173 172 175 178 182 180 179 181 180 178 186 186 182 180
2 151 164 144 144 161 165 163 155 151 152 161 153 152 149 151
3 148 154 152 138 138 155 156 157 158 154 164 160 164 163 167
167.3 163.6 166.3
155.3± 163.6± 156±1 152.3± 159± 166.3± 163.3± 162± 167.6± 167.31 164.66 166±14
Rerata±SD ±13,6 6±13, 3±17,
10,21 9,50 4,42 19,85 20,07 12,34 15,69 15,62 9,07 7,24 ±16,56 ,52
5 31 38
Tikus
Gelatin Babi
PA
1 166 159 162 152 158 152 155 161 160 155 170 161 173 177 176
2 153 158 160 156 157 162 161 159 164 167 171 167 170 170 170
3 159 159 157 156 154 158 157 157 158 159 160 160 160 160 164
159.3± 158.6± 159.6± 154.6± 156.3 157.3 157.6± 159± 160.6± 160.3 167±6, 162.6 167.6± 169±8,
Rerata±SD 6,51 0,58 2,52 2,31 ±2,08 ±5,03 3,05 2 3,05 ±6,11 08 ±3,78 6,8 54 170±6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


68

Lampiran 10. Analisis Data Berat Badan Tikus


1. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tujuan : Untuk melihat distribusi data berat tikus
Hipotesis : Ho : Data berat tikus terdistribusi normal
Ha : Data berat tikus tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

perlakuan Hari0 Hari1 Hari2 Hari3 Hari4 Hari5 Hari6 Hari7 Hari8 Hari9 Hari10 Hari11 Hari12 Hari13 Hari14

N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Mean 1.8750 159.6250 165.8750 162.7500 160.7500 164.5000 167.5000 168.1250 168.5000 169.3750 168.6250 173.3750 172.6250 174.5000 174.5000 176.1250
Normal
Std. .83452 11.87960 15.67015 15.64563 19.83323 20.09975 16.00000 16.99107 18.62410 18.94305 19.64643 15.39886 20.56306 19.65415 21.19973 20.22331
Parametersa,b
Deviation
Most Absolute .228 .211 .298 .269 .220 .260 .287 .253 .281 .237 .202 .257 .233 .240 .237 .280
Extreme Positive .228 .211 .298 .269 .220 .260 .287 .253 .281 .237 .202 .257 .233 .240 .237 .280
Differences Negative -.185 -.164 -.224 -.121 -.126 -.176 -.166 -.220 -.234 -.166 -.199 -.193 -.170 -.126 -.122 -.149
Kolmogorov-Smirnov Z .644 .598 .842 .761 .621 .735 .813 .715 .796 .669 .571 .727 .658 .678 .670 .791
Asymp. Sig. (2-tailed) .801 .867 .478 .608 .835 .652 .524 .685 .551 .761 .900 .666 .779 .747 .761 .558

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Keputusan: Data berat tikus terdistribusi normal (p ≥ 0,05)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


69

2. Uji Homogenitas Levene


Tujuan : Untuk melihat data berat tikus homogen atau tidak
Hipotesis Ho: Data berat tikus homogen
Ha: Data berat tikus tidak homogen
Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho
diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Test of Homogeneity of Variances


Levene df1 df2 Sig.
Statistic
Hari0 8.488 2 5 .025
Hari1 25.400 2 5 .002
Hari2 11.067 2 5 .015
Hari3 9.978 2 5 .018
Hari4 5.635 2 5 .052
Hari5 5.534 2 5 .054
Hari6 13.375 2 5 .010
Hari7 24.054 2 5 .003
Hari8 10.431 2 5 .016
Hari9 10.283 2 5 .017
Hari10 14.522 2 5 .008
Hari11 9.133 2 5 .021
Hari12 4.966 2 5 .065
Hari13 4.417 2 5 .079
Hari14 4.938 2 5 .065

Keputusan: Data berat tikus tidak homogen (p≤0,05), sehingga dilanjutkan dengan uji
Kruskal Wallis.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


70

3. Uji Kruskal Wallis terhadap berat tikus


Tujuan : Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data berat badan tikus
Hipotesis Ho : Data berat badan tikus tidak berbeda secara bermakna
Ha : Data berat badan tikus berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Test Statisticsa,b
Hari0 Hari1 Hari2 Hari3 Hari4 Hari5 Hari6 Hari7 Hari8 Hari9 Hari10 Hari11 Hari12 Hari13 Hari14

Chi-Square .556 .434 1.444 2.924 3.222 3.778 3.778 2.839 2.839 2.889 2.889 2.839 2.778 1.806 4.028
Df 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Asymp. Sig. .757 .805 .486 .232 .200 .151 .151 .242 .242 .236 .236 .242 .249 .405 .133
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: perlakuan

Keputusan: Data berat badan kelompok uji dan kelompok kontrol tidak berbeda bermakna (p≥0,05)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


71

Lampiran 11. Hasil Pengamatan Tanda-tanda Toksisitas


30 menit 4 jam 24 jam
Pengamatan
K1 K2 T1 T2 T3 T4 T5 T6 K1 K2 T1 T2 T3 T4 T5 T6 K1 K2 T1 T2 T3 T4 T5 T6
Piloereksi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Konvulsi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Tremor - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Nyeri - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Mata
N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N
(grooming)
Refleks Daun
N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N
Telinga
Salivasi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Lakrimasi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Hiperaktivitas - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Mortalitas - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
48 jam 1 Minggu 2 Minggu
Pengamatan
K1 K2 T1 T2 T3 T4 T5 T6 K1 K2 T1 T2 T3 T4 T5 T6 K1 K2 T1 T2 T3 T4 T5 T6
Piloereksi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Konvulsi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Tremor - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Nyeri - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Mata
N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N
(grooming)
Refleks Daun
N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N
Telinga
Salivasi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Lakrimasi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Hiperaktivitas - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Mortalitas - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Keterangan:
K1;K2 : Kontrol 1,2 T4,5,6: Tikus Uji Sampel Gelatin Babi Golongan Pro Analisis
T1,2,3: Tikus Uji Sampel Gelatin Babi Golongan Farmasetik N: Normal, (-): Tidak terjadi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


72

Lampiran 12. Pengamatan Tanda Toksisitas

Piloereksi Piloereksi merupakan perubahan pada bulu tikus, yakni bulu tikus terlihat
keras atau tegak sebagian (OECD, 2000).
Konvulsi Konvulsi atau kejang mengindikasikan adanya gangguan pada sistem syaraf
(kejang) pusat tikus dan dapat berlangsung selama beberapa detik atau mungkin lebih
lama. Jika konvulsi berlangsung selama lebih dari satu menit dan diulangi
selama 5 kali sehari, maka tikus harus dibunuh (Hau et al., 2003)
Tremor Tremor merupakan gerakan berkedut otot atau gerakan kulit yang cepat dan
(bergetar) mengindikasikan adanya gangguan pada sistem syaraf pusat (Hau et al.,
2003).
Nyeri Tikus yang merasakan nyeri akan menyipitkan bagian orbital, melipat daun
telinga ke bagian dalam dan menjauhkan kumisnya dari wajah (OECD, 2000)
Mata Akumulasi cairan kemerahan pada daerah sekitar mata mengindikasikan tikus
(grooming) mengalami stress. Pada tikus normal, cairan kemerahan pada sekitar mata
akan digunakan untuk menggosok bagian tubuh sehingga dapat menjaga suhu
tubuhnya (Whishaw, et al., 1999).
Refleks daun Ketika daun telinga tikus dicubit biasanya tikus akan mengguncang kepalanya.
telinga Jika tidak ada reflex maka adanya ketidaknormalan
Hiipersalivasi Hipersalivasi merupakan tanda toksisitas berupa produksi air liur berlebihan
(OECD, 2000).
Lakrimasi Lakrimasi merupakan adanya produksi air mata pada tikus. Adanya cairan air
mata berwarna merah mengindikasikan tikus mengalami stress (OECD,
2000).
Hiperaktivitas Reaksi berlebihan ketika tikus uji disentuh karena adanya ketakutan atau
perubahan pada sistem syaraf (OECD, 2000).
Mortalitas Tahapan kematian pada tikus memiliki beberapa ciri bisa dilihat saat
pengamatan berlangsung yaitu kondisi ketika tikus tidak mampu mencapai air
minum dan makanan, muncul tanda-tanda berupa kejang-kejang, penyerahan
diri, dan tremor.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


73

Lampiran 13. Gambar Histopatologi Hati Tikus

Tikus Kontrol 1 Tikus Kontrol 2: Tikus uji 1: gelatin babi


golongan farmasetik
Vena Sentralis Vena Sentralis
Hepatosit Hepatosit Vena Sentralis
Sinusoid Sinusoid Hepatosit
Pelebaran asinus Sinusoid

Tikus uji 2: gelatin babi golongan


Tikus uji 4: gelatin babi
farmasetik Tikus uji 3: gelatin babi golongan
golongan pro analisis
farmasetik
Vena Sentralis
Vena Sentralis
Hepatosit Vena Sentralis
Hepatosit
. Sinusoid Hepatosit
Sinusoid
Sinusoid
Pelebaran asinus
Degenerasi perlemakan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


74

Tikus uji 5: gelatin babi Tikus uji 6: gelatin babi golongan

golongan pro analisis pro analisis

Vena Sentralis Vena Sentralis

Hepatosit Hepatosit

Sinusoid Sinusoid

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


75

Lampiran 14. Skoring Derajat Kerusakan Histopatologi Hati Tikus

Sampel LP1 LP2 LP3 LP4 LP5 LP6 LP7 LP8 LP9 LP10 Rerata Skor
KONTROL
Tikus 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0,3
Tikus 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Rerata skor kelompok kontrol±SD 0,15±0,212
GELATIN BABI GOLONGAN FARMASETIK
Tikus 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tikus 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tikus 3 0 0 1 0 2 0 0 2 0 0 0,5
Rerata skor kelompok gelatin babi golongan farmasetik±SD 0,167±0,289
GELATIN BABI GOLONGAN PRO ANALISIS
Tikus 1 2 1 2 2 1 2 3 1 0 2 1,6
Tikus 2 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0,2
Tikus 3 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0,2
Rerata skor kelompok gelatin babi golongan pro analisis±SD 0,667±0,808

Keterangan:
LP= Lapang Pandang
0 = Sel tampak normal
1 = Terdapat degenerasi atau nekrosis terfokus di satu tempat
2 = Terdapat degenerasi atau nekrosis terfokus di beberapa tempat
3 = Terdapat degenerasi atau nekrosis terfokus di seluruh tempat (Andreas, et al., 2015)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


76

Lampiran 15. Analisis Skoring Derajat Kerusakan Histopatologi Hati Tikus

1. Uji normalitas terhadap skoring derajat kerusakan histopatologi hati tikus

Tujuan: Untuk melihat data skoring derajat kerusakan histopatologi hati tikus
terdistribusi normal atau tidak

Hipotesis :
a. Ho : Data skoring derajat kerusakan histopatologi hati tikus terdistribusi
normal
b. Ha : Data skoring derajat kerusakan histopatologi hati tikus tidak
terdistribusi normal

Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikansi ≥0,05, maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikansi ≤0,05, maka Ho ditolak

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Skoring

N 8
Mean 3.7500
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 5.47070
Absolute .305
Most Extreme Differences Positive .305
Negative -.247
Kolmogorov-Smirnov Z .861
Asymp. Sig. (2-tailed) .448

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

Keputusan : Data skoring derajat kerusakan histopatologi hati tikus terdistribusi


normal (nilai p≥0,05)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


77

2. Uji homogenitas (Uji Levene) terhadap skoring derajat kerusakan hati


histopatologi hati tikus
Tujuan : untuk melihat data skoring derajat kerusakan histopatologi hati tikus
bervariasi homogen atau tidak

Hipotesis :
a. Ho : Data skoring derajat kerusakan histopatologi hati tikus bervariasi
homogen
b. Ha : Data skoring derajat kerusakan histopatologi hati tikus tidak bervariasi
homogen

Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikansi ≥0,05, maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikansi ≤0,05, maka Ho ditolak

Test of Homogeneity of Variances


skoring

Levene Statistic df1 df2 Sig.

4.072 2 5 .089

Keputusan: Data skoring derajat kerusakan histopatologi hati tikus bervariasi


homogen (nilai p≥0,05)

3. Uji ANOVA
Tujuan : untuk menentukan ada tidaknya perbedaan derajat kerusakan
histopatologi hati tikus pada seluruh kelompok hewan uji

Hipotesis :
a. Ho : Derajat kerusakan histopatologi hati tikus tidak berbeda secara
bermakna
b. Ha : Derajat kerusakan histopatologi hati tikus berbeda secara bermakna

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


78

Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikansi ≥0,05, maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikansi ≤0,05, maka Ho ditolak

ANOVA
skoring

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 41.667 2 20.833 .621 .574


Within Groups 167.833 5 33.567
Total 209.500 7

Keputusan: Derajat kerusakan histopatologi hati tikus kelompok gelatin babi golongan
farmasetik dan golongan pro analisis tidak berbeda secara bermakna
dibandingkan terhadap kelompok kontrol (p≥0,05)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


79

Lampiran 16. Gambar Histopatologi Ginjal Tikus

Tikus kontrol 1
Tikus kontrol 2
Keterangan: Tikus uji 1: gelatin babi golongan
Keterangan:
Glomerolus farmasetik
Glomerulus
Tubulus Proksimal Keterangan:
Tubulus Proksimal
Tubulus Distal Glomerolus
Tubulus Distal
Tubulus Proksimal
Tubulus Distal
Atrofi glomerulus

Tikus uji 2: gelatin babi golongan Tikus uji 3: gelatin babi babi
Tikus uji 4: gelatin babi golongan
farmasetik golongan farmasetik
pro analisis
Keterangan: Keterangan:
Keterangan:
Glomerulus Glomerulus
Glomerulus
Tubulus Proksimal Tubulus Proksimal
Tubulus Proksimal
Tubulus Distal Tubulus Distal
Tubulus Distal

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


80

Tikus uji 5: gelatin babi golongan Tikus uji 6: : gelatin babi golongan
pro analisis pro analisis
Keterangan: Keterangan:
Glomerolus Glomerolus
Tubulus Proksimal Tubulus Proksimal
Tubulus Distal Tubulus Distal
Atrofi Glomerulus

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


81

Lampiran 17. Skoring Derajat Kerusakan Histopatologi Ginjal Tikus

Glomerulus Kontrol Gelatin babi golongan farmasetik Gelatin babi golongan pro analisis
ke- Tikus1 Tikus2 Tikus1 Tikus2 Tikus3 Tikus1 Tikus2 Tikus3
1 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 2
6 0 0 0 0 0 0 0 0
7 0 0 0 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0 0 0 0
9 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 2
11 0 0 2 0 0 0 0 0
12 0 0 0 0 0 0 0 0
13 0 0 0 0 0 0 0 0
14 0 0 0 0 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0
16 0 0 0 0 0 0 0 0
17 0 0 0 0 0 0 0 0
18 0 0 0 0 0 0 0 0
19 0 0 0 0 0 0 0 0
20 0 0 0 0 0 0 0 0
21 0 0 0 0 0 0 0 0
22 0 0 0 0 0 0 0 0
23 0 0 0 0 0 0 0 0
24 0 0 0 0 0 0 0 0
25 0 0 0 0 0 0 0 0
26 0 0 0 0 0 0 0 0
27 0 0 0 0 0 0 0 0
28 0 0 0 0 0 0 0 0
29 0 0 0 0 0 0 0 0
30 0 0 0 0 0 0 0 2
Total 0 0 2 0 0 0 0 6
Rerata±SD 0±0 0,67±1,15 2±3,46

Keterangan:
0 = Struktur glomerulus normal
1 = Terdapat dilatasi kapiler atau ekspansi matriks ekstraseluler
2 = Terdapat atrofi (pengerutan) pada glomerulus

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


82

Lampiran 18. Analisis Skoring Derajat Kerusakan Histopatologi Ginjal Tikus

1. Uji normalitas terhadap skoring derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus

Tujuan: Untuk melihat data skoring derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus
terdistribusi normal atau tidak

Hipotesis :
c. Ho : Data skoring derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus terdistribusi
normal
d. Ha : Data skoring derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus tidak
terdistribusi normal

Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikansi ≥0,05, maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikansi ≤0,05, maka Ho ditolak

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

skoring

N 8
Mean 1.0000
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 2.13809
Absolute .430
Most Extreme Differences Positive .430
Negative -.320
Kolmogorov-Smirnov Z 1.216
Asymp. Sig. (2-tailed) .104

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

Keputusan: Data skoring derajat kerusakan ginjal terdistribusi normal (nilai


p≥0,05)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


83

2. Uji homogenitas (Uji Levene) terhadap skoring derajat kerusakan histopatologi


ginjal tikus
Tujuan : untuk melihat data skoring derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus
bervariasi homogen atau tidak

Hipotesis :
a. Ho : Data skoring derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus bervariasi
homogen
b. Ha : Data skoring derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus tidak
bervariasi homogen

Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikansi ≥0,05, maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikansi ≤0,05, maka Ho ditolak

Test of Homogeneity of Variances


skoring

Levene Statistic df1 df2 Sig.

8.000 2 5 .028

Keputusan: Data skoring derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus tidak


bervariasi homogen (nilai p≤0,05)

3. Uji analisis kruskall-wallis terhadat data skoring derajat kerusakan


histopatologi ginjal tikus seluruh kelompok hewa uji
Tujuan : untuk menentukan ada tidaknya perbedaan derajat kerusakan
histopatologi ginjal tikus pada seluruh kelompok hewan uji

Hipotesis :
a. Ho : Derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus tidak berbeda secara
bermakna

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


84

b. Ha : Derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus berbeda secara bermakna

Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikansi ≥0,05, maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikansi ≤0,05, maka Ho ditolak

Test Statisticsa,b

skoring

Chi-Square .810
Df 2
Asymp. Sig. .667

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable:
kelompok

Keputusan: Derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus kelompok gelatin babi


golongan farmasetik dan golongan pro analisis tidak berbeda secara
bermakna dibandingkan terhadap kelompok kontrol (p≥0,05)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Vous aimerez peut-être aussi