Vous êtes sur la page 1sur 18

KANDAI

Volume 14 No. 2, November 2018 Halaman 269-286

PRINSIP JALAN TENGAH ‘ZHONG YONG’ LU XUN:


PENDEKATAN ANALISIS WACANA KRITIS
(The Principle of Lu Xun’s Middle Way ‘Zhong Yong’: An Approach of Critical
Discourse Analysis)”

Neni Kurniawati
Program Studi Ilmu-ilmu Humaniora Minat Studi Susastra
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Pos-el: neni.kurniawati@ugm.ac.id
(Diterima: 2 Juni 2018; Direvisi: 10 Oktober 2018; Disetujui: 12 Oktober 2018)

Abstract
The May Fourth Reform in 1919 made the discourse of gender equality and Western
values become more popular in Chinese literary world. As one of the Chinese prominent
literary figures, Lu Xun actively delivered his paradigm on Western thought and new
women in his writings. He paradoxically responded to the new women's issue and
modernization which then raised the question of what was his ideology of women and how
he responded to traditional and modern discourse contestation in the May Fourth period.
This paper is aimed at analyzing his ideology on the new Chinese women and modernism
by applying Norman Fairclough’s critical discourse analysis method, especially in textual
and intertextuality. The perspective is analyzed from the textual and discursive practices in
the short stories of "New Year Offering", “Happy Family”, “Soap”, ”Regret for The Past”,
and an essay “Noula Zou Hou Zenmeyang”. The results of the study can be concluded that
Lu Xun negotiated with Western values and traditional values. He transformed modernism
based on Western values and Chinese traditionalism into an ideology which suited more to
Chinese culture. Using Confusian’s "Zhong Yong" principle (Doctrine of the Mean), Lu
Xun made this transformation. To Lu Xun, “the middle way” is the solution to harmonize
society and achieve women emancipation.
Keywords: women, Lu Xun, ideology, modernism, Zhong Yong

Abstrak
Reformasi Empat Mei 1919 membuat wacana kesetaraan gender dan nilai-nilai Barat
menjadi sangat populer dalam dunia sastra Cina. Sebagai salah tokoh utama dalam sastra
Cina modern, Lu Xun aktif menyuarakan pandangannya tentang pemikiran Barat dan
perempuan baru dalam berbagai tulisannya. Ia secara paradoks merespons isu perempuan
baru dan modernisasi yang kemudian memunculkan pertanyaan bagaimana sebenarnya
ideologi Lu Xun tentang perempuan dan bagaimana Lu Xun menyikapi kontestasi wacana
tradisional dan modern pada periode Empat Mei. Makalah ini bertujuan untuk
menganalisis ideologinya tentang perempuan Cina baru dan modernisme dengan
menggunakan metode analisis wacana kritis Norman Fairclough, terutama dalam teks dan
intertekstual. Perspektif tersebut dianalisis dari praktik tekstual dan praktik diskursif yang
tampak pada cerpen “Persembahan Tahun Baru”, “Keluarga Bahagia”, “Menyesali Masa
Lalu”, “Sabun”, dan sebuah esai “Nuola Zou Hou Zenmeyang”. Dari hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa Lu Xun bernegosiasi dengan nilai-nilai Barat dan nilai-nilai
tradisional. Ia mentransformasi nilai-nilai Barat dan tradisionalisme Cina menjadi
ideologi yang lebih sesuai dengan budaya Cina. Dengan menggunakan prinsip “Zhong
Yong” (Jalan Tengah) dari Konfusianisme, ia membuat transformasi ini. Bagi Lu Xun,
“jalan tengah” merupakan solusi untuk mengharmonisasi masyarakat dan mencapai
emansipasi wanita.
Kata-kata kunci: perempuan, Lu Xun, ideologi, modernisme, Zhong Yong

©2018 Kandai, ISSN 2527-5968 (online), 1907-204X (print)


http://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/kandai 269
This is an open access article distributed under the CC BY-NC-SA 4.0 license
Kandai Vol. 14, No. 2, November 2018; 269-286

DOI: 10.26499/jk.v14i2.791
How to cite: Kurniawati, N. (2018). Prinsip “Jalan Tengah” Lu Xun: Pendekatan analisis wacana kritis. Kandai,
14(2), 269-286 (DOI: 10.26499/jk.v14i2.791)

PENDAHULUAN arah dalam upaya memperkuat negara


melalui westernisasi (Yip, 2012).
Wacana perempuan selalu menjadi Masuknya pemikiran Barat ini
tema yang menarik untuk dikaji. Faktor mempengaruhi pandangan masyarakat,
sosial budaya yang berbeda membuat terutama kaum muda, yang menganggap
isu-isu tentang kesetaraan perempuan bahwa filsafat Barat sebagai solusi
dan laki-laki memiliki karakter dalam menghapuskan opresi dan
tersendiri. Isu gender di Indonesia diskriminasi dalam sistem sosial yang
misalnya, dipengaruhi oleh latar sosial berlandaskan nilai-nilai Konfusianisme.
budaya dari suku yang berbeda-beda Kaum intelektual muda pada
yang membuat masalah gender menjadi periode itu kemudian membuat gerakan-
berbeda di tiap tempat. Wacana gerakan untuk mereformasi berbagai
perempuan di Indonesia pernah diteliti aspek sosial. Isu tentang perempuan
oleh Syahrul (2018) melalui novel Aku menjadi isu utama yang dikaitkan
Supiyah Istri Hardian karya Titis Basino dengan masalah bangsa. Teks drama
dengan latar sosial budaya “Rumah Boneka” karya Henrik Ibsen
Minangkabau. Perspektif feminis tampak merupakan salah satu teks kanon Barat
dalam narasi perjuangan memperoleh yang menjadi inspirasi intelektual muda
kesetaraan pendidikan melalui tokoh dalam hal emansipasi perempuan.
perempuan dalam novel tersebut. Dipengaruhi oleh feminisme Barat,
Penelitian lain dilakukan oleh Herawati berbagai tulisan tentang perempuan baru
(2014) yang mengkaji tiga buah novel bermunculan. Lu Xun adalah salah satu
karya pengarang laki-laki dari intelektual sastra yang aktif
Kalimantan Timur. Ia menyoroti menyuarakan pandangannya tentang isu-
masalah perempuan yang dilihat dari isu tersebut. Teknik Barat dalam tulisan-
aspek sosial, budaya, dan sejarah dengan tulisannya menawarkan modernisasi di
menggunakan kritik sastra feminis yang bidang sastra, seperti teknik ironi,
menekankan pada membaca sebagai penggunaan narator orang ketiga, dan
perempuan untuk memahami puisi prosa (sanwen shi). Perubahan-
representasi berbagai isu gender pada perubahan mendasar dalam kesusastraan
novel di Indonesia. Cina ini membuatnya disebut sebagai
Di Cina, isu tentang perempuan Bapak Sastra Cina Modern. T. A. Hsia
menjadi tema populer terutama sejak bahkan menyebutnya sebagai salah satu
awal abad ke-20. Wacana perempuan “arsitek” utama dalam pemberontakan
baru yang ingin dikonstruksi oleh para kesusastraan Cina (Admussen, 2009).
intelektual sastra saat itu menjadi bagian Namun demikian, westernisasi dalam
dari proyek besar revitalisasi Cina. bidang sastra yang merepresentasikan
Kampanye Ziqiang (‘memperkuat diri’) pandangan modernnya berbeda dengan
yang dipropagandakan pemerintahan apa yang ditulisnya. Tema cerita karya
dinasti Qing pada tahun 1861—1895 fiksi dan esainya mengimplikasikan
menggerakkan kaum intelektual untuk paradoksalitas tersebut.
ikut membangun bangsa. Mereka Merespons pandangan feminis
mempelajari karya-karya kanonik Barat Barat yang terkandung dalam drama
untuk mendapatkan inspirasi, model, dan “Rumah Boneka”, Lu Xun menulis

270
Neni Kurniawati: Prinsip “Jalan Tengah” Lu Xun....

sebuah cerpen berjudul “Persembahan lebih menyoroti ketergantungan ekonomi


Tahun Baru” dan esai yang berjudul dan seksual perempuan. Ketergantungan
“Nuola Zou Hou Zenmeyang” pada dua hal ini menurutnya menjadi
(‘Bagaimana Nasib Nora Setelah penyebab ketidakberhasilan
Meninggalkan rumah?’). Melalui tokoh pemberontakan perempuan.
Xianglin Sao dalam cerpen tersebut, ia Cheng (2015) menganalisis
menggambarkan kemungkinan nasib ideologi Lu Xun dari sisi yang berbeda.
perempuan Cina jika pergi Ia menampilkan pandangan revolusioner
meninggalkan rumah untuk mencari Lu Xun dalam menyikapi gerakan-
kebebasan layaknya Nora dalam gerakan revolusi pada awal abad ke-20
“Rumah Boneka”. Pandangannya melalui penampilan visual. Cheng
tentang perempuan baru juga memahami bahwa Lu Xun menunjukkan
dimunculkan dalam beberapa karya identitas yang berbeda dengan para
lainnya, yaitu cerpen “Keluarga reformis lain melalui foto dan teks puisi
Bahagia”, “Sabun”, dan “Menyesali yang menyertai foto-fotonya. Esai Cheng
Masa Lalu”. Namun demikian, ada mengungkap ideologi ini dengan
paradoksalitas dalam penceritaan tokoh- menggunakan intertekstual dari sumber-
tokoh perempuan yang diciptakannya sumber sejarah, visual, sastra, dan
dalam cerpen-cerpen tersebut. Mereka tulisan-tulisan Lu Xun lainnya. Menurut
digambarkan sebagai perempuan yang Cheng, Lu Xun mengombinasikan
berpandangan revolusioner namun wacana tradisional dan referensi asing
berubah menjadi konservatif dan tidak pada citra baru yang dikonstruksinya
reaktif ketika menghadapi tradisi. melalui foto seorang pria muda
Pandangan Lu Xun tentang isu di “modern” dengan rambut pendek dan
atas menarik untuk diteliti mengingat pakaian asing disertai lirik dari puisi
label yang dilekatkan padanya sebagai klasik Qu Yuan. Bagi Lu Xun, busana
reformis dan pendukung gerakan Barat tidak melambangkan identitas
emansipasi perempuan paradoks dengan revolusioner. Mode dan teknologi baru
yang tampak di dalam tulisan-tulisannya. tidak selalu membebaskan seseorang
Penelitian terkait ideologi Lu Xun dari belenggu tradisi yang menindas atau
tentang perempuan dan modernisme juga menciptakan identitas dan nasib baru.
pernah dilakukan oleh Li Xia (2008), Tampilan visual ini menunjukkan
Cheng (2015), Admussen (2009), dan pemikiran Lu Xun yang berbeda dengan
Kowallis (2013). Li Xia (2008) intelektual dan tokoh revolusioner
membandingkan pandangan feminisme lainnya pada waktu itu yang cenderung
Lu Xun dengan Elfriede Jelinek terutama mengadopsi tradisi Barat secara utuh.
yang berkaitan dengan tokoh Nora Kowallis (2013) menanggapi
sebagai simbol modernitas dan pendapat Takeuchi tentang perubahan
kemandirian perempuan yang ada dalam perspektif Lu Xun yang menurutnya
drama Dolls House. Lu Xun dan Jelinek tidak tepat karena tidak
berpandangan sama bahwa kebebasan mempertimbangkan tulisan awal Lu Xun
perempuan pada hakikatnya berkaitan tentang humanisme dan Marxisme.
dengan sumber daya ekonomi. Menurut Kowallis, Lu Xun
Persamaan hak antara perempuan dan mempromosikan pelestarian “esensi
laki-laki dapat terjadi jika ada nasional”, yaitu pelestarian nilai-nilai
pembagian yang sama dalam bidang tradisional Cina dan bukan
ekonomi. Jika Lu Xun hanya menyoroti menghancurkannya. Bagi Lu Xun, masa
masalah kemandirian ekonomi, Jelinek lalu digunakan sebagai alat ukur untuk

271
Kandai Vol. 14, No. 2, November 2018; 269-286

menghitung masa depan. Ia kritis dalam membaca wacana


mempromosikan “Grabbism” (nalai memberikan perspektif bahwa bahasa
zhuyi) yaitu pandangan yang mengambil yang digunakan dalam suatu wacana
hal-hal menguntungkan dari negara tidak bersifat netral. Bahasa digunakan
asing, tetapi menolak budaya populer, oleh pengarang sebagai representasi
material, patriotisme buta, nasionalisme, ideologi mereka dalam mengkonstruksi
militerisme, dan chauvinisme. subjek tertentu sesuai dengan
Menurutnya kegagalan Cina terjadi kepentingannya. Hal ini sesuai dengan
karena tidak memahami letak kekuatan pernyataan Norman Fairclough (1992)
Barat yang ada pada orang-orangnya. Lu bahwa representasi ideologi pengarang
Xun menghormati agama, khususnya terdapat dalam teks. Untuk mengungkap
Budha. Menurutnya, hak-hak individu makna laten yang tersirat pada fitur-fitur
harus dijaga untuk menghindari tirani bahasa dalam teks dan mengetahui
mayoritas yang lebih opresif. Kowallis ideologi Lu Xun tentang perempuan dan
berkesimpulan bahwa esensi pandangan modernisme, digunakan pendekatan
Lu Xun pada dasarnya adalah anarko- analisis wacana kritis Norman
sosialis dan sangat skeptis terhadap Fairclough. Pendekatan ini dipilih karena
modernisasi. model analisis yang dipromosikan
Penelitian Li Xia yang berfokus Fairclough menekankan analisis pada
pada pandangan Lu Xun terhadap dimensi teks, diskursif, dan sosial
feminisme Barat hanya membahas budaya. Model analisis ini didasarkan
ideologi tentang kemandirian ekonomi pada prinsip bahwa teks tidak dapat
saja. Perspektif lain ditampilkan oleh dipahami secara terpisah karena
Cheng yang mencoba mendeskripsikan terhubung dengan jaringan teks-teks lain
dan menginterpretasi perspektif dalam konteks sosial budaya. Untuk
revolusioner Lu Xun terutama dari aspek memahami keterkaitan antara teks dan
visual. Sementara Kowallis konteks, Fairclough menghubungkannya
berseberangan dengan kedua peneliti di dengan praktik diskursif. Ketiga dimensi
atas yang menyimpulkan bahwa Lu Xun tersebut kemudian dianalisis dengan
bersikap skeptis terhadap modernisasi. menggunakan tiga tipe analisis, yaitu
Dengan mempertimbangkan argumen deskripsi, interpretasi, dan eksplanasi.
tersebut, penelitian ini mencoba Dalam dimensi tekstual, fitur-fitur
menggunakan pendekatan analisis bahasa yang diorganisasi sedemikian
wacana kritis dengan data dari beberapa rupa oleh produsen teks untuk
tulisan Lu Xun untuk menganalisis mengonstruksi subjek, relasi sosial, dan
idenya tentang kesetaraan perempuan merepresentasikan ideologinya,
dan bagaimana ia merepresentasikan dideskripsikan secara mendalam. Fitur-
ideologinya tersebut, baik dalam tulisan fitur bahasa tersebut dapat berupa word
berupa karya fiksi maupun esai. meaning, wording, metafora, modus
kalimat, ketransitifan, tema, dan
LANDASAN TEORI modalitas (Fairclough, 1992). Dalam
dimensi wacana, ada dua bagian utama
Wacana adalah ide umum bahwa yang dianalisis, yaitu interdiskursivitas
bahasa distrukturasi berdasarkan pola- dan intertekstualitas. Interdiskursivitas
pola berbeda yang dituturkan adalah bagian dari intertekstualitas,
berdasarkan domain sosial tempat genre, wacana, gaya yang digunakan di
seseorang mengambil bagian di dalam teks, dan bagaimana mereka
dalamnya (Jorgensen, 2002). Paradigma diartikulasikan. Intertekstualitas

272
Neni Kurniawati: Prinsip “Jalan Tengah” Lu Xun....

berkaitan dengan cara untuk METODE PENELITIAN


mendapatkan pandangan produsen teks
tentang konstruksi sosial atas tindakan Metode yang digunakan dalam
diskursif yang dilakukannya. Gagasan penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif
intertekstual Fairclough dipengaruhi oleh dengan pendekatan analisis wacana kritis
pemikiran Julia Kristeva yang Norman Fairclough dalam
berpandangan bahwa suatu teks dibentuk mendeskripsikan dan menginterpretasi
oleh teks-teks sebelumnya yang teks yang dikonstruksi Lu Xun tentang
kemudian menciptakan sejarah baru emansipasi perempuan dan bagaimana
melalui perannya membentuk teks-teks sikapnya terhadap nilai-nilai modern dan
selanjutnya dan perubahan sosial budaya tradisional. Korpus data yang diteliti
yang mungkin terjadi (Fairclough, berupa teks cerpen dan esai. Dari sebelas
1992). Dialogisme Michael Bakhtin juga cerpen dalam antologi Panghuang Lu
mempengaruhi konsep intertekstualitas Xun, ada empat teks cerpen yang
Fairclough. Menurut Bakhtin, ada dialog mengangkat tema perempuan dan
yang terjadi antara penulis dengan teks- modernisme, yaitu “Persembahan Tahun
teks lain yang mempengaruhi proses Baru”, “Sabun”, “Menyesali Masa
produksi suatu teks atau wacana. Lalu”, dan “Keluarga Bahagia”. Selain
Artinya, suatu teks tidak dapat berdiri karya fiksi, data penelitian juga diambil
sendiri tanpa ada interaksi dengan teks- dari teks esai berjudul “Nuola Zou Hou
teks lainnya atau dialog antara suatu teks Zenmeyang” (‘Bagaimana Nasib Nora
dengan teks-teks sebelumnya. Hasil Setelah Meninggalkan Rumah?’). Esai
interaksi atau dialog ini kemudian tersebut dipublikasikan oleh Lu Xun
diinternalisasi ke dalam teks baru. sebagai tanggapannya atas fenomena
Fairclough membedakan euforia emansipasi yang terinspirasi dari
intertektualitas ke dalam dua jenis, yaitu tema drama “Rumah Boneka” karya
manifesto intertekstualitas dan Henrik Ibsen. Korelasi topik dengan
interdiskursivitas. Intertekstualitas tujuan penelitian menjadi alasan
adalah teks-teks lain yang hadir secara pemilihan keempat cerpen dan esai
eksplisit dalam suatu wacana berupa tersebut. Data teks cerpen dan esai
representasi wacana, praanggapan, kemudian dianalisis berdasarkan metode
negasi, metawacana, dan ironi. yang diberikan oleh Fairclough yaitu
Sementara jenis kedua berupa genre, tipe melakukan analisis pada dimensi praktik
aktivitas, gaya, dan wacana (ibid. 1992). tekstual, praktik diskursif, dan praktik
Dimensi praktik diskursif ini sosial budaya. Karena keterbatasan
memberikan pemahaman tentang ruang, fokus dalam tulisan ini adalah
tindakan diskursif produsen teks dan pada analisis praktik tekstual dan praktik
hubungan antara teks dan konteks diskursif. Pembatasan analisis juga
sehingga menunjukkan relasi kuasa yang dilakukan pada dimensi tekstual yang
bekerja dalam suatu wacana. Analisis fokus pada unsur wording, word
dimensi ini merupakan interpretasi dari meaning, dan metafora, sementara
tindakan tekstual produsen yang analisis praktik diskursif berfokus pada
dipengaruhi oleh tindakan diskursifnya manifesto intertekstual.
sehingga wacana yang dikonstruksi Berangkat dari asumsi bahwa
dapat diterima secara logis. bahasa merupakan praktik sosial, maka
langkah pertama dalam penelitian ini
adalah menganalisis praktik tekstual,
yaitu praktik tempat fitur-fitur bahasa

273
Kandai Vol. 14, No. 2, November 2018; 269-286

diorganisasi sedemikian rupa dalam cerpen, Xianglin Sao seperti yang


mengonstruksi teks sesuai dengan dilakukan oleh Nora. Dialog antara teks
kepentingan produsen teks. Unit analisis cerpen “Persembahan Tahun Baru”
pada bagian praktik tekstual berupa kata, dengan esai di atas tampak pada kutipan
klausa, dan kalimat. Penulis berikut.
mengidentifikasi kata-kata kunci, kata-
kata dominan, repetisi kata, klausa, atau (1)
kalimat. Selanjutnya, data tersebut Judul lain untuk Nora adalah Ein
dideskripsikan untuk menunjukkan pupenheim yang diterjemahkan
konstruksi wacana. Berkaitan dengan dalam bahasa Cina sebagai Rumah
praktik diskursif, fokus analisis terletak Boneka. Tapi Puppe (boneka) bukan
pada manifesto intertektualitas berupa hanya hiasan rumah, tetapi juga
representasi wacana dan praanggapan. mainan anak-anak. Dalam
Unsur-unsur manifesto intertekstual pengertian luas istilah ini mencakup
tersebut diinterpretasi sesuai dengan orang-orang yang tindakannya
konteks. Dalam menyajikan temuan dikontrol orang lain. Nora
penelitian ini, hasil analisis tingkat sebenarnya hidup dalam keluarga
mikro (praktik tekstual) dan meso yang berkecukupan, tetapi kemudian
(praktik diskursif) dipaparkan secara dia terbangun pada kenyataan
acak karena Fairclough sendiri tidak bahwa dia hanyalah boneka
memberikan panduan dalam penyusunan suaminya, dan anaknya adalah
urutan analisis ketiga dimensi yang bonekanya, maka dia pergi
dikembangkannya. Menurutnya, meninggalkan rumah... (Lu Xun,
penelitian bisa saja dimulai dari analisis 2008, hlm. 14).
praktik sosial budaya tempat wacana-
wacana berada (Fairclough, 1992). Pada kutipan di atas, hubungan
intertekstualitas jelas tergambar. Lu Xun
PEMBAHASAN menggunakan nama dan sikap Nora. Ia
memberikan gambaran kepada pembaca
Kesetaraan Gender bagaimana seorang perempuan bisa
berjuang menentukan keinginan dan
Dalam cerpen “Persembahan kebebasannya sendiri. Tindakan
Tahun Baru”, Lu Xun mengangkat tema diskursif Nora dinarasikan pada teks
Nora versi Cina, yaitu tokoh perempuan cerpen “Persembahan Tahun Baru”
dalam drama “Rumah Boneka” karya melalui tindakan Xianglin Sao yang
Henrik Ibsen yang menginspirasi kaum kabur dari rumah mertuanya. Perjuangan
muda di Cina tentang emansipasi Nora yang digunakan sebagai simbol
perempuan. Cerpen tersebut tampak kebebasan perempuan ini dengan jelas
berdialog dengan teks esai “Nuola Zou digunakan dalam kisah tokoh Xianglin
Hou Zenmeyang” (‘Bagaimana Nasib Sao. Akan tetapi, berbeda dengan Ibsen
Nora Setelah Meninggalkan Rumah?’) yang tidak memberikan jawaban tentang
yang ditulis Lu Xun sebagai responsnya nasib Nora setelah bebas, Lu Xun
terhadap drama Ibsen tersebut. Isi cerita menawarkan perspektifnya. Ia mengajak
dalam cerpen menunjukkan adanya audiens untuk memberikan perhatian
intertektualitas dengan esai tersebut. Ada pada permasalahan-permasalahan yang
gambaran ide kebebasan perempuan dan akan dihadapi perempuan setelah mereka
kesetaraan gender yang dinarasikan keluar dari rumah dan belenggu laki-
melalui tindakan tokoh protagonis laki. Lu Xun memberikan dua alternatif.

274
Neni Kurniawati: Prinsip “Jalan Tengah” Lu Xun....

seperti burung yang kembali ke


(2) sangkarnya, kehilangan kebebasan dan
Apa yang terjadi setelah Nora pergi dirampas haknya. Alternatif kedua
meninggalkan rumah? Dengan adalah kematian. Dalam kasus Xianglin
deduksi logis, Nora sebenarnya Sao, alternatif kedua dipilihnya.
punya dua pilihan: pergi menuju Kehidupan Xianglin Sao yang dramatis
kesengsaraan atau kembali kepada harus berakhir dengan kematian karena
suami. Ini seperti kasus burung kelaparan dan kesendirian setelah
dalam sangkar. Tentu saja tidak ada berjuang mendapatkan kebebasan. Bagi
kebebasan dalam sangkar, tetapi Lu Xun, kematian merupakan salah satu
kalau meninggalkan sangkar, di luar akibat tindakan Xianglin Sao ketika
ada elang, kucing, dan binatang buas keberadaannya tidak diakui dan
lainnya; sementara jika dipenjara diinginkan masyarakat. Karena dengan
akan membekukan sayap, atau jika kematian, Xianglin Sao tidak akan
telah lupa cara terbang, maka dapat menemui masalah kehidupan.
dipastikan tidak bisa kemana-mana. Etika Konfusian yang menjadi
Alternatif kedua adalah mati standar moral dalam sistem sosial
kelaparan, tetapi ini berarti sudah masyarakat tradisional menjadi rintangan
meninggalkan kehidupan, maka terbesar yang harus dihadapi perempuan.
tidak ada masalah, jadi ini juga Praktik-praktik ajaran Konfusianisme
berarti suatu pilihan (Lu Xun, 2008, menyebabkan adanya dikotomi gender
hlm. 15). yang jelas. Berkaitan dengan ini,
Rosenlee (2006) mengutip kitab Liji
Kondisi perempuan Cina yang yang mengatakan bahwa laki-laki
kebebasannya terbelenggu diibaratkan menempati bagian luar (wai) dan
seperti burung dalam sangkar. Kata perempuan menempati bagian dalam
sangkar digunakan sebagai metafora (nei). Prinsip Nei Ze ini membuat
untuk keluarga, sedangkan burung perempuan berada di wilayah domestik
merupakan metafora untuk perempuan. dan laki-laki di wilayah publik.
Keberadaan perempuan yang Implikasi dari prinsip ini adalah
terbelenggu dalam keluarga mirip subordinasi perempuan di berbagai
dengan seekor burung yang terkurung aspek sosial. Dalam keluarga atau rumah
dalam sangkar. Sistem patriarki dalam tangga, laki-laki memiliki otoritas lebih
budaya tradisional, menempatkan lelaki tinggi. Kekuasaan penuh laki-laki dalam
menjadi pimpinan keluarga sehingga rumah tangga membuat mereka mampu
berkuasa atas perempuan. Dalam kutipan mengontrol penuh segala hal dalam
(2) di atas, Lu Xun memberikan rumah tangga. Sistem ini memunculkan
alternatif solusi bagi Nora yaitu tetap sikap ketergantungan perempuan pada
pergi dengan masa depan yang tidak laki-laki. Akses ke wilayah luar (wai)
jelas atau kembali kepada suaminya yang tidak dimiliki oleh perempuan
yang berarti merelakan kebebasan dan membuat mereka mengalami kesulitan
kembali menjadi boneka. Kondisi yang bertahan hidup ketika mendapatkan
dihadapi Nora itu digunakan Lu Xun kebebasan. Lu Xun menggambarkan
untuk Nora “versi Cina”nya. Jawaban kondisi ini sebagai burung yang
tentang bagaimana nasib Nora setelah sayapnya telah patah, tidak bisa terbang,
bebas, digambarkannya melalui tokoh dan ketika keluar sangkar hanya akan
Xianglin Sao. Pilihan pertama, Xianglin menjadi santapan binatang buas, dan
Sao kembali ke rumah mertuanya, pada akhirnya mati. Dari jawaban

275
Kandai Vol. 14, No. 2, November 2018; 269-286

kelanjutan kisah Nora melalui Xianglin


Sao di atas, ada implikasi bahwa (3)
sekalipun perempuan mendapatkan Perjuangan tidak dapat dikatakan
kebebasan, masih terdapat masalah besar sebagai hal yang menyenangkan,
yang akan menghadang yaitu bagaimana kita tidak bisa memerintahkan
bisa bertahan hidup setelah bebas. Untuk orang-orang menjadi pejuang. Oleh
itu, perempuan harus membawa bekal karena itu, cara-cara damai
yang cukup dalam menghadapi masalah- sangatlah berharga, yaitu dengan
masalah yang akan muncul setelah menggunakan wewenang orang tua
mendapat kebebasan. untuk membebaskan putra putri
mereka sendiri. Otoritas orang tua
Kemandirian Ekonomi dalam masyarakat Cina sangatlah
tinggi, pada saat itu, bisa
Dalam esai “Noula Zou Hou mendistribusikan harta secara
Zenmeyang?”, Lu Xun memberikan satu seimbang kepada putra putrinya,
solusi berkaitan dengan “bekal” untuk membuat mereka mendapatkan
memperoleh kebebasan. Menurutnya, kesetaraan hak-hak ekonomi secara
perempuan harus memiliki kemandirian damai dan tanpa konflik.
di dalam bidang ekonomi untuk bisa Selanjutnya, mereka bisa pergi
setara dengan laki-laki. Hanya dengan menuntut ilmu, mengembangkan
itu, kebebasan dan kemandirian di potensi diri, melakukan sesuatu
bidang lainnya dapat tercapai. Dalam untuk masyarakat, atau pergi ke
teks cerpen “Persembahan Tahun Baru”, taman, semuanya diperbolehkan dan
Lu Xun menekankan signifikansi menjadi tanggung jawab sendiri. (Lu
memiliki hak dalam melakukan kegiatan Xun, 2008, hlm. 17).
ekonomi. Kesadaran akan pentingnya
kemandirian dalam bidang ekonomi ini Untuk mengatasi dan menghindari
disuarakan melalui tindakan Xianglin keadaan yang tidak menguntungkan ini,
Sao pergi menemui Nyonya Wei untuk Lu Xun mengajukan suatu solusi dengan
dicarikan pekerjaan (Lu Xun, 2006). cara mengubah pola pikir masyarakat
Tindakan itu tampaknya merupakan Cina, khususnya dalam bidang ekonomi.
jawaban atas tindakan Nora yang Kutipan (3) di atas menunjukkan cara Lu
meninggalkan rumah. Agar perempuan Xun menyelesaikan konflik yang
yang ingin bebas seperti Nora dapat mungkin muncul sebagai akibat adanya
hidup di masyarakat, syarat utamanya tuntutan hak-hak ekonomi kaum
adalah mampu bekerja atau memiliki perempuan berupa penolakan dari
penghasilan. Xianglin Sao menjawab kelompok konservatif. Pendukung
ketidakjelasan akhir cerita dalam sistem patriarki mungkin menolak
“Rumah Boneka”. Ia meninggalkan memberikan hak ekonomi kepada
keluarga suaminya dan kemudian perempuan, karena akan mempengaruhi
mencari pekerjaan sebagai sumber kontrol laki-laki terhadap perempuan
kemandirian ekonominya. Lebih lanjut, yang akan berkurang, bahkan mungkin
Lu Xun memberikan jawaban yang jelas juga hilang. Bagi perempuan, perjuangan
tentang bekal yang harus dimiliki Nora, menuntut hak ekonomi akan
yaitu uang. Makna kata uang di sini menimbulkan konflik yang mungkin
bukan hanya dalam arti sempit sebagai akan membawa dampak merugikan bagi
alat untuk berdagang, melainkan uang perempuan itu sendiri. Lu Xun
dari arti luas, yaitu hak-hak ekonomi. menyadari hal tersebut. Untuk itu, dia

276
Neni Kurniawati: Prinsip “Jalan Tengah” Lu Xun....

mengajukan solusi yang dapat baik laki-laki maupun perempuan, akan


meminimalisasi konflik yang dapat mampu mengontrol orang lain.
muncul. Ia mengusulkan jalan damai
dengan cara menggunakan hak orang tua (4)
dalam mendistribusikan hak ekonomi Mendapatkan kebebasan dalam
secara merata kepada putra dan putri bidang ekonomi, tidak menjadi
mereka. Ia juga memberikan gambaran boneka? Mungkin juga masih
tentang dampak positif tercapainya seperti boneka. Setidaknya, hal-hal
kesetaraan hak ekonomi laki-laki dan yang bisa dikontrol orang lain bisa
perempuan. Dengan didapatkannya hak berkurang, dan boneka yang bisa
ekonomi, perempuan bisa memperoleh dimainkan diri sendiri bisa
kesetaraan hak dan kebebasan lainnya. meningkat. Karena dalam
Dalam hal ini, Lu Xun melihat hak masyarakat saat ini, bukan hanya
ekonomi sebagai kunci untuk perempuan yang menjadi boneka
mendapatkan kebebasan perempuan. laki-laki, tapi laki-laki dan laki-laki,
perempuan dan perempuan, juga
Hak Ekonomi yang Setara saling menjadi boneka, laki-laki
juga menjadi boneka perempuan.
Pertanyaan Lu Xun berikutnya Hal ini sama sekali bukan masalah
tentang isu kesetaraan gender ini adalah yang dapat diselesaikan oleh
“Apakah jika seorang perempuan beberapa perempuan yang
mendapatkan hak ekonomi, maka dia mendapatkan hak ekonominya.
tidak menjadi boneka?” Dalam hal ini Akan tetapi, orang tidak bisa
Lu Xun mempertanyakan tentang menunggu datangnya dunia ideal
dampak hak ekonomi perempuan saat kelaparan dan kehausan,
terhadap kontrol orang lain pada dirinya. setidaknya harus menyisakan sedikit
Boneka menjadi metafora bagi seseorang napas terakhir, ibarat ikan yang
yang hidupnya dikontrol orang lain. terperangkap di tempat kering,
Jawaban pertanyaan itu diberikan Lu berusaha mencari sedikit air.
Xun pada kalimat selanjutnya. Dengan Dengan demikian kita
tegas ia mengatakan bahwa hak ekonomi membutuhkan kekuasaan ekonomi
tidak secara otomatis menghilangkan yang relatif bisa dicapai sebelum
kontrol orang lain terhadap dirinya. Lu kita memikirkan tolok ukur lainnya
Xun berargumen bahwa hak ekonomi (Lu Xun, 2008, hlm. 18).
hanya mengurangi atau memperkecil
kontrol orang lain kepada perempuan Bagaimana hak-hak ekonomi
dan meningkatkan kontrol perempuan mampu menjadi faktor penting dalam
terhadap orang lain. Untuk mendukung membentuk kuasa seseorang untuk
pendapatnya itu, Lu Xun mengontrol orang lain digambarkan oleh
mengungkapkan kenyataan di Lu Xun melalui tokoh ibu mertua
masyarakat bahwa bukan hanya laki-laki Xianglin Sao. Ia datang ke rumah
yang mengontrol perempuan, keluarga Lu untuk menjemput
subordinasi juga bisa terjadi pada sesama menantunya. Mengetahui bahwa
perempuan. Dalam hal ini, hak-hak Xianglin Sao kabur dari rumah dan
ekonomi bisa dikatakan sebagai dasar mertuanya datang menjemputnya
untuk mengontrol orang lain. Seseorang pulang, Paman Keempat segera
yang mempunyai hak ekonomi besar, menyetujuinya dan menyerahkan semua
gaji Xianglin Sao kepada mertuanya.

277
Kandai Vol. 14, No. 2, November 2018; 269-286

Tindakan Paman Keempat ini dengan atas solusi yang ditawarkan oleh
jelas menunjukkan tingginya otoritas ibu feminisme Barat yaitu kemandirian
mertua terhadap menantu perempuan. dalam bidang ekonomi. Skeptisisme ini
Paman Keempat sebagai seorang yang di tunjukkan pada tulisannya berikut ini:
terpandang dan terpelajar menyetujui hal
itu. Dia menyadari bahwa seorang ibu (5)
mertua mempunyai kewenangan penuh Hal yang penting bagi Nora adalah
terhadap menantu perempuan sehingga uang. Dengan kata yang lebih
ia harus menerima permintaan ibu elegan, hak-hak ekonomi. Tentu saja
mertua Xianglin Sao untuk membawa hak kebebasan bukan hal yang bisa
menantunya pulang. Dengan dibeli dengan uang, tetapi kebebasan
mengatakan “apa yang bisa dikatakan”, bisa dijual untuk mendapat uang.
Paman Keempat menyadari bahwa Manusia mempunyai satu
otoritasnya terhadap Xianglin Sao kelemahan, yaitu sering haus dan
sebagai seorang majikan terhadap lapar. Untuk mengatasi sebab
pembantunya tidak bisa dibandingkan kelemahan ini, untuk
dengan otoritas ibu mertua terhadap mempersiapkan agar prempuan
menantu perempuannya. Otoritas ini tidak menjadi boneka di dalam
sangat besar sehingga hak-hak ekonomi pikiran masyarakat, hak-hak
sepenuhnya berada di tangan ibu mertua. ekonomi menjadi sangat penting.
Lebih lanjut, Lu Xun memberikan Pertama, di lingkungan rumah
argumen bahwa masalah mengontrol terlebih dahulu harus didapatkan
kehidupan orang lain tidak hanya terjadi distribusi yang setara antara laki-
pada mereka yang bergender berbeda. laki dan perempuan. Kedua, dalam
Perempuan dapat menjadi superior atas masyarakat harus ada kewenangan
perempuan lain. Kurniawati (2010) yang seimbang antara laki-laki dan
dalam penelitiannya tentang peran dan perempuan. Sayang sekali, saya
posisi perempuan Cina menemukan tidak tahu bagaimana mendapatkan
bahwa perempuan yang menduduki hak-hak ini. Kalaupun tahu, masih
posisi ibu mertua memiliki otoritas yang membutuhkan perjuangan, atau
paling tinggi di antara posisi yang dapat mungkin lebih membutuhkan
diduduki perempuan. Sementara posisi perjuangan yang besar dibandingkan
paling rendah, didukuki oleh perempuan menuntut hak partisipasi politik (Lu
yang berperan sebagai menantu. Dalam Xun, 2008, hlm.16-17).
peran sosial tersebut, perempuan inferior
terhadap semua anggota keluarga. Ketika Solusi terhadap permasalahan di
seorang perempuan berada dalam posisi atas dapat dilihat dalam bagian solusi
menantu, ia memiliki otoritas paling yaitu pada kalimat kedua, ketiga, dan
rendah, bahkan tidak memiliki hak sama keempat. Dalam bagian tersebut, Lu Xun
sekali dalam keluarga kecuali jika mengungkapkan pentingnya kesetaraan
memiliki anak laki-laki. Xianglin Sao gender laki-laki dan perempuan, baik di
yang digambarkan tidak memiliki anak ranah keluarga (domestik) maupun ranah
laki-laki berada pada posisi paling tidak masyarakat (publik). Pada kalimat
menguntungkan dalam struktur sosial kedua, Lu Xun memberikan argumen
masyarakat tradisional. Upayanya untuk pentingnya hak ekonomi dalam
membebaskan diri dari diskriminasi menyelesaikan masalah pemenuhan
yang diakibatkan oleh sistem sosial ini, kebutuhan (makan). Bentuk nyata
tidak menghilangkan pesimisme Lu Xun penyelesaian masalah disampaikan pada

278
Neni Kurniawati: Prinsip “Jalan Tengah” Lu Xun....

kalimat ketiga dan keempat. Kalimat pelaksanaan ide-ide kesetaraan gender


ketiga menunjukkan pentingnya yang disampaikan sebelumnya.
kesetaraan laki-laki dan perempuan di Pesimisme juga ditunjukkan
ranah keluarga, sedangkan kalimat dengan kata kalaupun dalam kalimat
keempat mengungkapkan kesetaraan kelima. Hal ini karena menurutnya jalan
laki-laki dan perempuan di dalam yang harus ditempuh untuk mencapai
masyarakat. Hal yang patut untuk cita-cita feminisme di Cina sangat sulit
diperhatikan adalah penggunaan bentuk dan membutuhkan perjuangan yang
urutan (kesatu, kedua) dalam kalimat besar. Dalam hal ini, Lu Xun seperti
ketiga dan keempat. Penggunaan bentuk ingin membuat audiens menyadari
poin semacam ini memberikan kesan besarnya permasalahan yang dihadapi
penekanan terhadap hal penting yang dan merenungkan kembali perjuangan
ingin disampaikan. Dalam hal ini, Lu kesetaraan gender. Tingginya kuasa laki-
Xun ingin para audiens lebih laki atas perempuan menjadi
memperhatikan makna kalimat ketiga penghambat besar dalam mewujudkan
dan keempat. kebebasan perempuan dan kesetaraan
Dalam kalimat ketiga dan keempat gender. Jika seorang perempuan
esai Lu Xun di atas, terdapat dua kata bersikukuh menuntut hak dan
yang bermakna mirip yaitu kesetaraan kebebasannya dari laki-laki, ia harus siap
dan keseimbangan. Penggunaan dua kata menghadapi perlawanan yang sengit dari
yang maknanya mirip ini masyarakat. Kata perjuangan yang
mengindikasikan bahwa apa yang muncul dua kali di akhir paragraf
menjadi solusi dari permasalahan memainkan peranan penting untuk
perempuan adalah kesetaraan hak laki- menentukan maksud Lu Xun. Bersama-
laki dan perempuan di semua ranah. sama dengan frasa hak ekonomi dan
Repetisi juga menjadi penanda penting kesetaraan laki-laki dan perempuan,
dalam maksud Lu Xun ini. Kata laki-laki kata perjuangan menjadi kata kunci
dan perempuan muncul dua kali dalam dalam rantai pemaknaan wacana
paragraf tiga dan empat yang kesetaraan gender. Kutipan (5) di atas
mengindikasikan pentingnya kata menunjukkan bagaimana Lu Xun
tersebut dalam wacana kesetaraan. Lebih memandang pentingnya uang atau hak
jauh lagi, pada akhir paragraf terdapat ekonomi sebagai bekal utama
dua kata yang diulang yaitu tahu dan perempuan setelah berhasil mendapatkan
perjuangan. Pengulangan kata tahu yang kebebasan. Agar bisa bertahan hidup,
diikuti dengan klausa majemuk seorang perempuan harus bisa
pertentangan mengindikasikan memenuhi kebutuhan utamanya, yaitu
pesimisme dalam diri penulis. Dalam hal makan. Ketika seorang perempuan pergi
ini, pertentangan yang ada dalam kalimat dari rumah dengan hanya membawa
kelima lebih diperdalam dengan badan dan cita-cita kebebasannya, akan
penggunaan struktur kalimat sayang timbul masalah baru yaitu bagaimana
sekali ... tidak..., hanya.... Penggunaan mewujudkan cita-cita kebebasan dalam
frasa sayang sekali mengindikasikan kelaparan. Ironisnya, perempuan dituntut
adanya pertentangan antara yang untuk memilih antara menghilangkan
diharapkan sebelumnya dengan rasa lapar dan mencapai cita-cita.
kenyataan yang mungkin terjadi. Frasa
sayang sekali di awal kalimat kelima, Wacana Konfusianisme
mengungkapkan pesimisme terhadap

279
Kandai Vol. 14, No. 2, November 2018; 269-286

Pesimisme Lu Xun terhadap kampung halamanku di Luzhen.


keberhasilan perjuangan mencapai Meskipun aku menyebutnya
kebebasan bagi perempuan, tampak kampung halaman, tapi aku sudah
dilandasi oleh nilai-nilai Konfusianisme tidak memiliki rumah. Jadi, aku
yang telah dipraktikkan oleh masyarakat terpaksa menginap untuk sementara
Cina selama ribuan tahun. Sebagai waktu di rumah Paman Keempat. Ia
intelektual borjuis, nilai-nilai adalah keluargaku, lebih tua satu
Konfusianisme sangat melekat dalam generasi dariku. Jadi, aku harus
kehidupan pribadinya. Nilai-nilai memanggilnya Paman Keempat. Ia
tersebut tampak menjadi model mental adalah mantan mahasiswa di
Lu Xun yang memengaruhi praktik perguruan tinggi kerajaan. Ia sama
tekstualnya. Dalam teks “Persembahan sekali tidak mengalami perubahan
Tahun Baru”, wacana Konfusianisme besar dibandingkan dulu, sedikit tua,
tampak melandasi isi cerita. Pada cerpen tapi masih belum juga memelihara
tersebut, Lu Xun secara eksplisit jenggot. Begitu bertemu, berbasa-
memunculkan topik cerita tentang basi, lalu mengatakan aku gemuk.
praktik ritual pemujaan leluhur pada Setelahnya, ia memaki partai baru
malam tahun baru yang merupakan lainnya. Akan tetapi, aku tahu itu
manifestasi nilai-nilai Konfusianisme sama sekali bukan sedang
tentang kesalehan berbakti. Malam tahun memakiku, karena yang dimakinya
baru dipilih sebagai latar waktu tiga masih saja Kang Youwei. Namun
peristiwa penting, yaitu kepulangan percakapan selalu tidak selaras,
tokoh Aku ke kampung halamannya sehingga tidak lama kemudian
sebagai bentuk ketaatan menjalankan tinggal aku sendirian di dalam ruang
ajaran Konfusius dalam menjaga baca (Lu Xun, 2006, hlm. 1).
hubungan keluarga, praktik pemujaan
leluhur, dan meninggalnya Xianglin Sao. Dari kutipan paragraf pertama teks
Kutipan berikut menunjukkan kehadiran “Persembahan Tahun Baru” di atas dapat
wacana Konfusianisme dalam cerita. dilihat bahwa teks diawali dengan kata
bagaimanapun juga yang dapat
(6) dimaknai sebagai upaya produsen teks
Bagaimanapun juga, akhir tahun dalam menegaskan maksud pada klausa
pada kalender kuno paling mirip yang mengikuti kata itu. Klausa akhir
dengan akhir tahun, apalagi di desa- tahun pada kalender kuno paling mirip
desa dan kota-kota. Di langit pun dengan akhir tahun dengan demikian
tampak udara Tahun Baru akan tiba. mengandung implikasi bahwa maksud
Di antara awan malam gelap klausa tersebut tidak dapat
berwarna putih keabuan sebentar- diperdebatkan lagi. Paradoksnya, Lu
sebentar mengeluarkan cahaya yang Xun mengontestasikan wacana
terang diikuti oleh suara gaduh tradisionalisme tersebut dengan wacana
bunyi petasan untuk mengantarkan modernisme. Perspektif ini dielaborasi
Dewa Dapur. Semakin dekat, pada bagian-bagian lain di dalam teks.
letusan petasan terdengar lebih Kalimat kedua hingga kedelapan
keras. Sebelum bunyi letusan yang tersebut di atas memperjelas kontestasi
memekakkan telinga itu lenyap, ideologi yang melandasi isi cerita.
udara telah dipenuhi oleh bau mesiu Pernyataan tokoh Aku dalam kalimat
yang samar-samar. Pada malam penutup seolah menegaskan hasil
Tahun Baru itulah aku kembali ke kontestasi wacana yang ditampilkan di

280
Neni Kurniawati: Prinsip “Jalan Tengah” Lu Xun....

sepanjang teks yang memunculkan Konfusianisme dalam teks. Kedatangan


praanggapan bahwa ada pandangan yang tokoh Aku ke rumah kerabatnya di
berbeda antara tokoh Paman Keempat malam Tahun Baru dan penggunaan
dan tokoh Aku. Meskipun pandangan bentuk sapaan “Paman Keempat”
tokoh Aku tidak bertentangan dengan merepresentasikan esensi ajaran
tokoh Paman Keempat, namun ada Konfusianisme dengan menjaga
indikasi bahwa pandangan mereka tidak keharmonisan hubungan dalam keluarga,
sepenuhnya sama. terutama dari garis laki-laki, seperti yang
Pandangan tradisional tokoh Aku diatur dalam prinsip Wu Lun (‘lima
dimunculkan sejak awal paragraf ketika hubungan’). Wacana Konfusianisme
ia mendeskripsikan malam tahun baru. lainnya tampak pada klausa tapi masih
Pandangan itu kemudian diperjelas pada belum juga memelihara jenggot. Bagian
kalimat selanjutnya bahwa ia kembali ke dari kalimat majemuk pertentangan ini
kampung halaman tepat pada malam itu. mengindikasikan bahwa Paman Keempat
Ada praanggapan yang muncul di sini tidak menjalankan ajaran-ajaran
bahwa hubungan yang harmonis dengan Konfusianisme yang termaktub dalam
anggota keluarga, kerabat, dan relasi kitab Xiao Jing (‘Kitab Kebaktian’).
sosial lainnya perlu dijaga. Dalam hal Tindakan mencukur jenggot dapat
ini, upaya tersebut dilakukan dengan diartikan bahwa Paman Keempat tidak
kembali ke kampung halaman dan menjalankan standar etika Konfusian
mengunjungi keluarga pamannya pada dengan tidak menjaga warisan leluhur
momentum sakral bagi masyarakat Cina, yang termanifestasi dalam tubuhnya
yaitu malam tahun baru. Hubungan dengan baik. Wacana modernisme mulai
kekeluargaan adalah hubungan paling dihadirkan secara tersirat pada klausa
penting berdasarkan kitab Zhong Yong, tersebut.
salah satu kitab dari Si Shu (‘Empat Penanda intertekstual dengan
Buku’) dalam ajaran Konfusianisme wacana Konfusianisme juga tampak
(Baker, 1979). Tindakan tokoh Aku ini pada tokoh Paman Keempat yang secara
menggambarkan ketaatannya eksplisit menyebut “Kang Youwei” dan
menjalankan tradisi. Hal ini kemudian kelompok yang dipimpinnya. Frasa
memunculkan asumsi keberpihakan partai lainnya mengacu pada kelompok
tokoh Aku pada nilai-nilai tradisional. reformasi politik yang dipimpin oleh
Tidak hanya itu, tendensi keberpihakan Kang Youwei (Yu-lan, 2007). Kelompok
pada tradisionalisme juga ditampakkan ini menginginkan perubahan sistem
pada sebutan Si Shu (Paman Keempat). pemerintahan menjadi monarki
Kata shu (‘paman’) yang berarti adik konstitusional dengan Konfusius sebagai
laki-laki ayah mengimplikasikan teladannya (Gernet, 1996). Yu-lan
keberpihakkan pada sistem patriarki dan menyebut gagasan yang diperjuangkan
kata si (empat) menunjukkan sistem oleh Kang Youwei ini adalah
keluarga yang menekankan hirarki Konfusianisme kuno dan murni.
berdasarkan gender dan usia. Dengan Gagasan tersebut ditentang oleh kaum
demikian, penggunaan sebutan konservatif karena mengancam
kekerabatan Paman Keempat dalam teks kedudukan mereka dan ditentang oleh
menggambarkan tindakan diskursif Lu kaum reformis karena terlalu konservatif
Xun yang menekankan sistem keluarga dan kuno (Kusumohamidjojo, 2010).
tradisional. Paradoksalitas pandangan Lu Xun
Tindakan diskursif di atas kembali dimunculkan pada bagian ini. Ia
menunjukkan kehadiran wacana secara implisit menentang gagasan

281
Kandai Vol. 14, No. 2, November 2018; 269-286

reformasi Kang Youwei yang dalam berbagai praktik sosial yang


menginginkan Konfusianisme kuno dan dianggap takhayul. Pertanyaan-
murni melandasi perubahan sosial. pertanyaan dan sikap kritis Xianglin Sao
Representasi wacana pada kutipan (6) di terhadap metafisika menjadi representasi
atas memunculkan praanggapan bahwa nilai-nilai modernisme dalam teks. Hal
gagasan reformasi tersebut bertolak ini sejalan dengan pandangan modern
belakang dengan pandangan tokoh yang berawal dari pemikiran positivistik
Paman Keempat. Klausa ia tidak yang mempertanyakan hal-hal tak kasat
memakiku mengimplikasikan bahwa mata.
pandangan tokoh Aku sebagai Pandangan modern juga
intelektual muda tidak berseberangan disuarakan oleh Lu Xun melalui
dengan pandangan Paman Keempat, penggunaan kata terpelajar pada kutipan
namun juga tidak didukung olehnya. berikut.

Wacana Modernisme dan (7)


Tradisionalisme Namun Xianglin Sao benar-benar
berbeda. Katanya, saat itu dia benar-
Kedua tokoh cerita dalam cerpen benar memberontak dengan hebat.
“Persembahan Tahun Baru” tersebut, Orang-orang juga mengatakan
Aku dan Paman Keempat, mungkin karena dia pernah bekerja
menggambarkan kehadiran wacana di keluarga terpelajar, jadi dia
modernisme dan tradisional secara berbeda dari yang lain (Lu Xun,
bersamaan. Mereka yang merupakan 2006, hlm. 15)
intelektual borjuis tampak berinteraksi
dengan modernisme. Sikap Paman Kata terpelajar yang mendahului
Keempat yang tidak memelihara jenggot klausa dia berbeda dari yang lain ini
menggambarkan pandangan modernnya mengimplikasikan bahwa kontak dengan
yang menentang nilai-nilai tradisional. orang-orang “terpelajar” akan mengubah
Sementara kalimat Akan tetapi, aku tahu pandangan seseorang. Ini dapat berarti
itu sama sekali bukan sedang memakiku, bahwa untuk mengubah perempuan,
karena yang dimakinya masih saja Kang maka penting untuk menjadikannya
Youwei, menggambarkan pandangan orang yang terpelajar. Dengan demikian,
tokoh Aku yang berbeda dengan Kang pendidikan memainkan peran penting
Youwei yang menginginkan kembalinya dalam proses transformasi perempuan
Cina ke ajaran Konfusianisme kuno. pada khususnya dan tradisional menjadi
Pandangan itu sejalan dengan agenda modern pada umumnya. Kata tersebut
gerakan reformasi 4 Mei 1919 oleh para juga mengimplikasikan paradigma
intelektual muda yang menentang nilai- feminis Lu Xun yang menyuarakan
nilai tradisional Cina. Melalui tokoh masalah pendidikan perempuan.
Xianglin Sao, Lu Xun menunjukkan Berkaitan dengan pandangannya
pandangan modernnya dengan tentang pendidikan, paradoksalitas
mengkritisi hal-hal yang berkaitan kembali dimunculkan Lu Xun dalam
dengan nilai-nilai tradisional yaitu cerpen “Sabun”. Ia mengkritik sistem
keberadaan hantu, neraka, dan pendidikan modern melalui tokoh Simin
kehidupan setelah mati. Sikap kritis yang kecewa pada sistem pendidikan
Xianglin Sao menunjukkan upayanya modern yang menurutnya hanya
dalam mendobrak hegemoni menghasilkan pemuda dan pemudi yang
tradisionalisme yang dimanifestasikan individualis dan tidak menghormati

282
Neni Kurniawati: Prinsip “Jalan Tengah” Lu Xun....

budaya Cina. Tokoh Simin yang muda dan intelektual muda, Lu Xun
sebelumnya mendukung sistem sekolah ditantang untuk menjadi modern dan
modern, berbalik menentang dan meninggalkan nilai-nilai lama yang
berpaling pada tradisi lama. Ia mengutuk dianggap sebagai penyebab
tingkah laku orang-orang muda keterbelakangan Cina dan berbagai
berpendidikan modern yang menganut praktik sosial yang diskriminatif. Alih-
nilai-nilai Barat dan merendahkan alih mengadopsi pandangan Barat secara
tradisi. utuh seperti intelektual muda pada
umumnya, ia menawarkan solusi untuk
(8) mengambil nilai-nilai Barat yang baik
Pikirkan saja, betapa menyedihkan dan tidak meninggalkan nilai-nilai lama
kebiasaan perempuan-perempuan sepenuhnya. Pandangannya ini tampak
masa kini. Berkeliaran, turun ke pada nukilan dari cerpen “Sabun”
jalan, dan sekarang mereka juga berikut ini.
ingin memotong rambut mereka.
Tidak ada yang lebih menjijikkan (9)
bagiku selain gadis-gadis sekolah Simin kemudian berjalan kembali ke
yang berambut pendek itu. Kecuali pintu tengah dan merasa sedikit
para tentara dan perampok. Tapi khawatir. Sejenak dia ragu di depan
gadis-gadis itu membalikkan pintu. Tapi akhirnya dia melangkah
segalanya. Mereka seharusnya masuk (Lu Xun, 2006, hlm 195).
dididik dengan benar....” (Lu Xun,
2006, hlm. 188). Kata pintu pada kutipan di atas
menjadi simbol tempat keluar dan
Kutipan (8) di atas menunjukkan masuknya suatu pandangan dunia.
paradoksalitas pandangan Lu Xun Sementara kata tengah menjadi simbol
tentang modernitas. Kata menjijikkan “Jalan Tengah”. Frasa pintu tengah
yang dilekatkan pada frasa gadis-gadis menjadi penanda intertektualitas untuk
sekolah yang berambut pendek kitab Doktrin Jalan Tengah (Zhong
menunjukkan ketidaksetujuannya atas Yong). Ada kecenderungan bahwa Lu
nilai modern yang dipraktikkan oleh Xun menggunakan jalan tengah sebagai
perempuan-perempuan berpendidikan solusi dalam kontestasi wacana yang
yang direpresentasikan melalui potongan tampak pada klausa yang mengikuti kata
rambut dan tampil di depan publik. Ada tersebut. Klausa tapi akhirnya dia
upaya mengkontruksi makna negatif dari melangkah masuk mengindikasikan
“perempuan berambut pendek” dengan pilihan sikapnya ketika berada dalam
menyetarakan kata menjijikkan dengan dua pilihan. Dengan memilih “masuk”,
perampok. Tindakan tekstual Lu Xun ini mengimplikasikan makna pilihannya
memunculkan asumsi keberpihakannya pada wacana tradisional.
pada tradisionalisme. Melalui tokoh Pandangan yang berbeda
Simin, Lu Xun menggambarkan ditunjukkan pada cerpen “Keluarga
keberpihakkannya tersebut. Bahagia” dan “Menyesali Masa Lalu”.
Lu Xun mengambil jalan tengah
Prinsip “Jalan Tengah” terhadap penyelesaian pertentangan
antara tradisi lama dengan sistem
Sebagai intelektual sastra yang patriarki dan tradisi modern yang
dihadapkan pada situasi ketika nilai-nilai menuntut kesetaraan gender untuk
Barat dielu-elukan oleh terutama kaum menghindari konflik. Pada bagian ini ia

283
Kandai Vol. 14, No. 2, November 2018; 269-286

mengungkapkan idenya tentang Pertentangan “luar” dan “dalam”


tradisional yang “dimodernkan” atau ruangan menjadi metafora untuk
dengan kata lain Cina yang “di- pertentangan antara tradisional dan
Baratkan”. Dalam pandangannya, modern, antara kenyataan dan impian,
otoritas orang tua mewakili tradisi lama serta antara masyarakat biasa dan
masyarakat Cina, sedangkan hak nasyarakat kelas atas. Ruangan luar
ekonomi perempuan mewakili tuntutan tempat terjadinya transaksi jual beli kayu
dunia modern. Ia melihat tradisi lama bakar menjadi simbol bagi kenyataan,
tidak sepenuhnya buruk dan modernitas sebuah tradisi yang umum terjadi pada
tidak sepenuhnya baik. Kekurangan masyarakat Cina, sedangkan ruang
tradisi lama bisa ditutupi dengan dalam tempat tokoh “dia” menulis
kelebihan tradisi modern dan sebaliknya. cerpen menjadi simbol bagi cita-cita
Tampaknya ini merupakan salah satu yang modern tentang kesetaraan gender,
karakter tulisan Lu Xun yang mencoba kehidupan keluarga bahagia yang terjadi
mengambil jalan tengah terhadap pada masyarakat kelas atas. Di antara
berbagai masalah. Kecenderungan pertentangan luar dan dalam, tradisional
mengambil posisi tengah di antara dua dan modern, serta masyarakat umum dan
oposisi juga ditunjukkan dalam cerpen kelas atas, terdapat satu pintu yang
“Keluarga Bahagia” dan “Sabun” seperti berada di tengah-tengah dan
berikut ini. menghubungkan keduanya. Dengan
membuka pintu, Lu Xun melalui tokoh
(10) Ia seperti ingin membiarkan kedua
“Ia bangkit dan bergegas dengan pandangan itu membaur menjadi satu, di
cepat ke arah pintu untuk mana yang satu terbuka untuk yang
menutupnya. Tapi dia hampir tidak lainnya.
meletakkan tangannya di atas pintu Dalam cerpen “Sabun”, Lu Xun
ketika merasa ini sangat terburu- memperlihatkan pandangan yang sama.
buru.... Pada saat yang bersamaan, Namun lebih jauh, ia memperlihatkan
dia berpikir “Cara ini menghindari evaluasinya terhadap nilai-nilai modern.
kepelikan, demikian juga Melalui tokoh Simin, Lu Xun
ketidaknyaman dengan membiarkan mengungkapkan pandangannya tentang
pintu terbuka. Ini sangat sesuai dampak buruk modernisme pada
dengan Doktrin Jalan Tengah” (Lu generasi muda Cina. Di lain sisi, Lu Xun
Xun, 2006, hlm. 182). juga melihat pentingnya modernisme
melalui sudut pandang tokoh Weiyuan.
Dalam kutipan cerpen “Keluarga Dari tuturan Weiyuan yang mengatakan,
Bahagia” di atas, posisi tengah “Ia akan menarik jika bisa menulis
dimunculkan secara eksplisit dalam puisi,” Lu Xun ingin menyampaikan
tuturan tokoh. Dalam kutipan tersebut cita-citanya tentang sosok ideal seorang
Lu Xun dengan jelas mengungkapkan perempuan modern. Kata menarik
ideologinya yang mengambil jalan mengindikasikan sesuatu yang baik,
tengah terhadap dua hal yang beroposisi. sesuatu yang enak untuk dilihat dan
Terjadi pertentangan antara bagian dinikmati. Perempuan Cina yang ideal
“dalam” rumah tempat tokoh Ia menulis yaitu yang bukan hanya setia dan saleh
cerpen dan ruangan “luar” rumah tempat (mengikuti tradisi), melainkan juga
terjadinya transaksi jual beli. Posisi berpendidikan (berpandangan modern).
tengah ditandai dengan pintu yang Di sini terlihat dengan jelas bagaimana
menjadi sarana keluar masuk ruangan. posisi Lu Xun yang berada di tengah dan

284
Neni Kurniawati: Prinsip “Jalan Tengah” Lu Xun....

mendamaikan pertentangan antara yang mengatakan bahwa ia melihat wajah


tradisional “gadis yang saleh dan setia” sebenarnya Lu Xun dalam aspek-aspek
dan yang modern “gadis yang bisa dalam dirinya yang tidak bisa diubah,
menulis puisi (berpendidikan)”. Untuk penelitian ini pun menghasilkan temuan
menghindari konflik yang akan muncul yang sama. Ada aspek-aspek tradisional
dari kontestasi wacana tradisional dan dalam pandangan Lu Xun yang tidak
modern yang berkaitan dengan bisa diubah, yaitu etika Konfusian dalam
perempuan, ditawarkan jalan tengah prinsip Wu Lun, Nei Ze, dan Zhong
untuk hal itu, yaitu perempuan yang Yong. Namun demikian, sebagai kaum
berbakti dan setia yang menekankan intelektual muda yang dituntut untuk
nilai-nilai tradisional dan kemampuan berperan aktif di dalam gerakan
menulis puisi yang merepresentasikan reformasi sosial budaya, ia tetap
nilai modern. Emansipasi perempuan mengadopsi pemikiran Barat tanpa
yang menggambarkan modernisme meninggalkan nilai-nilai lama sama
disejajarkan dengan kebajikan berbakti sekali. Alih-alih mengambil pemikiran-
pada orang tua yang merupakan pemikiran Barat secara utuh, ia
manifestasi tradisionalisme. melakukan negosiasi antara nilai
tradisional dan nilai-nilai modern dari
PENUTUP Barat. Lu Xun memilih melakukan
transformasi dengan cara mengambil
Pendekatan analisis wacana kritis “jalan tengah” agar kehidupan sosial
yang dipromosikan oleh Norman masyarakat Cina bisa harmonis dengan
Fairclough memberikan cara untuk landasan nilai-nilai tradisional dan
mengungkap praktik tekstual dan modern.
diskursif secara lebih komprehensif pada
teks sastra yang pada akhirnya dapat UCAPAN TERIMA KASIH
menunjukkan ideologi pengarang.
Paradoksalitas yang tampak di Tulisan ini merupakan bagian dari
permukaan teks dapat dieliminasi disertasi berjudul Ideologi Lu Xun dalam
dengan mencari maksud laten yang Cerpen “Persembahan Tahun Baru”:
terdapat pada fitur-fitur bahasa dan Pendekatan Analisis Wacana Kritis
manifestasi intertekstualitasnya. Dalam Norman Fairclough. Penulis
studi kasus cerpen-cerpen karya Lu Xun mengucapkan terima kasih kepada Prof.
di atas, tampak pandangan Lu Xun yang Dr. Faruk, S.U. dan Dr. Wening
cenderung menggunakan prinsip Zhong Udasmoro, M.Hum., DEA., selaku
Yong (‘Jalan Tengah’) sebagai solusi pembimbing.
dari kontestasi ideologi modern dan
tradisional. Melalui penanda-penanda DAFTAR PUSTAKA
intertekstualitas yang ditemukan di
dalam teks dapat disimpulkan bahwa Admussen, N. (2009). A music for
nilai-nilai tradisional menjadi model Baihua: Lu Xun's “wild grass” and
mentalnya dalam melakukan praktik “a good story”. Chinese literature:
tekstual sebagai responsnya terhadap Essays, articles, reviews (CLEAR),
modernisasi pada awal abad ke-20 di 31, hlm. 1-22.
Cina. Dari hasil analisis ditemukan
bahwa kecenderungan Lu Xun menjadi Baker, H. D.R. (1979). Chinese family
konservatif lebih tinggi. Seperti halnya and kinship. New York: Columbia
Yoshimi dalam Kowallis (2013) yang University Press.

285
Kandai Vol. 14, No. 2, November 2018; 269-286

Cheng, E. J. (2015). Performing the Li Xia. (2008). Nora and her sisters: Lu
revolutionary: Lu Xun and the Xun’s reflections on the role of
Meiji discourse on masculinity. women in Chinese society with
Modern Chinese Literature and particular reference in Chinese
Culture, hlm. 1—43. society with particular reference to
Elfriede Jelineks’s what happened
Fairclough, N. (1992). Discourse and after Nora left her husband or
social change. Cambridge: Polity pillars of society (1979).
Press. Neohelicon, XXVV(2), hlm. 217-
235.
Gernet, J. (2005). A history of Chinese
civilization. (2nd Ed.). Cambridge: Lu Xun. (2006). Panghuang: Cha tu
Cambridge. ben. Beijing: Renmin Wenxue
Chubanshe.
Herawati, Y. (2014). Isu gender pada
novel karya pengarang Kalimantan _____. (2008). Lu Xun Zawen Jing
Timur: Sosial, budaya, dan sejarah. Xuan. Beijing: Renmin Wenxue
Kandai, 10(2). hlm. 258-270. Chubanshe.

Jorgensen, M & Phillips, J.L. (2002). Rosenlee, Li-H. L. (2006). Confucianism


Discourse analysis as theory and and women: A philosophical
method. London: Sage interpretation. New York: State
Publications. University of New York Press.

Kowallis, J. E. (2013). Lu Xun’s early Syahrul, N. (2018). Mengungkap


essays and present-day China. perspektif gender dalam kehidupan
Studia Orientalia Slovaca (SOS), masa kini melalui novel “Aku
2(1), hlm. 1-44. Supiyah Istri Hardian” karya Titis
Basno. Kandai, 14(1): 105-118.
Kurniawati, N. (2010). Posisi dan peran (DOI: 10.26499/jk.v1411.476).
wanita Cina pada budaya Cina
tradisional: Kajian semiotik pada Yip, T. (2012). World literature and
cerpen “Zhufu” karya Lu Xun. cultural transformation in modern
Tesis. Program Pascasarjana Chinese literature. Interlitteraria,
Universitas Diponegoro, 17, hlm. 50-64.
Semarang.
Yu-lan, F. (2007). Sejarah filsafat Cina
Kusumohadidjoyo, B. (2010). Sejarah (John Rinaldi, penerjemah).
filsafat Tiongkok. Yogyakarta: Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jalasutra. (karya asli terbit pertama tahun
1960).

286

Vous aimerez peut-être aussi