Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Seiring dengan berkembangnya teknologi obat, perkembangan penyakit pun semakin
pesat.Penyakit-penyakit itu berasal dari perkembangan penyakit-penyakit sebelummnya,
misalnyaAngina Pektoris. Angina pektorisadalah gejala dari nyeri dada atau tekanan yang
terjadi saat jantung tidak menerima cukup darah dan oksigen untuk memenuhi kebutuhannya.
Secara umum, anginamerupakan hasil dari plak yang terbuat dari lemak kolesterol atau
bangunan lainnya di arteri koroner.Akumulasi plak ini dikenal sebagai penyakit arteri koroner
(CAD).Ketika plak menumpuk di dalam arteri koroner seseorang, darah yang mengalir
melewati plak berkurang, sehingga oksigen dan nutrisi yang dibawajuga
berkurang.Akibatnya, gejala angina dapat terjadi.Angina lebih mungkin terjadi ketika jantung
bekerja lebih keras dan membutuhkan aliran darah tambahan, seperti selama aktivitas fisik
atau stres emosional.
Angina pektoris dapat memicu terjadinya penyakit jantung lainnya, seperti penyakit
jantung koroner.Pengetahuan masyarakat luas mengenai bahaya Angina pektoris sangatlah
minim.Sehingga banyak penderita Angina pektoris yang tidak menyadarinya.Selain itu,
tingkat kepedulian terhadap penyakit ini cukup memprihatinkan.Banyak diantara kita yang
tidak menghiraukan penyakit dan penderita angina pektoris.Bahkan banyak penderita yang
tidak mengetahui tanda dan gejala dari penyakit tersebut.Hal ini menyebabkan penderita
angina pektoris semakin bertambah tiap tahunnya.
Pada tahun 1772 Herbeden menemukan suatu sindroma gangguan pada dada berupa
perasaan nyeri terlebih-lebih waktu berjalan, mendaki atau segera sesudah makan.
Sebenarnya perasaan nyeri seperti ini tidak saja disebabkan oleh kelainan organ didalam
toraks, akan tetapi dapat juga berasal dari otot, syaraf, tulang dan faktor psikis. Dalam
kaitannya dengan jantung sindroma ini disebut Angina Pektoris, yang disebabkan oleh karena
ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dengan penyediaannya.1
Isi
Anamnesis
1
Pada anamnesis ditanyakan identitas pasien,keluhan utama, riwayat penyakit sekarang
dan riwayat penyerta, riwayat pengobatan, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, riwayat
sosial.2
Berdasarkan kasus, pasien seorang laki-laki berusia 60 tahun dengan keluhan utama
yaitu nyeri dada kiri terus-menerus sejak 40 menit yang lalu. Pada riwayat penyakit sekarang
diketahui gambaran nyeri seperti tertimpa beban berat dibagian tengah dada dengan riwayat
penyerta berupa keringat dingin dan mual. Pasien mempunyai riwayat penyakit dahulu yaitu
riwayat darah tinggi dan dari riwayat sosialnya diketahui pasien seorang perokok sejak 20
tahun terakhir.
Untuk kasus angina pektoris tidak stabil dapat ditanyakan beberapa pertanyaan seperti:
Deskripsi nyeri
Ditanyakan pada pasien apakah ada keluhan seperti nyeri yang tumpul seperti rasa
tertindih/berat di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma,
seperti diremas-remas atau dada mau pecah dan biasanya pada keadaan yang berat
disertai keringat dingin dan sesak napas serta perasaan takut mati. Tidak jarang pasien
mengatakan bahwa ia merasa tidak enak didadanya. Dan biasanya muncul saat aktivitas
ringan bahkan saat istirahat nyerinya tidak hilang.1
Lokasi nyeri
Setelah pasien mendeskripsikan nyeri, tanyakan lagi lokasi nyerinya. Lokasinya biasanya
di dada, retrosternal, dan menjalar ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan
jari-jari bagian ulnar, bisa juga di epigastrium pasien merasa seperti sakit ulu hati atau
maag.1
Sifat nyeri
Sifat nyeri bisa dipengaruhi oleh aktifitas, bukan nyeri lokal, kadang disertai mual dan
muntah.
Lama nyeri
Lama nyeri biasanya lebih dari 20 menit dan berat sehingga dimasukkan ke dalam
sindrom koronera akut = acute coronary syndrom = ACS, yang memerlukan perawatan
khusus.
2
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, petama-tama dilihat keadaan umum pasien, kesadaran dan
periksa tanda-tanda vitalnya. Kesan keadaan sakit pasien meliputi apakah pasien tidak
tampak sakit, sakit ringan, sedang, ataukah berat.3
Berdasarkan kasus, pada pemeriksaan TTV didapatkan hasil tekanan darah 180/90, nadi
90x/menit, frekuensi pernapasan 20x/menit dan suhunya afebris. Setelah itu dilakukan
pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.Untuk inspeksi, yang
harus dilihat bentuk torak dan pastikan ia berada dalam keadaan simetris dan tidak ada yang
tertinggal ketika berinspirasi, harus diperhatikan juga letak iktus kordis dan melihat
degupannya itu bisa terlihat atau tidak.4
Pada pemeriksaan palpasi, yangdiraba iktus kordis kemudian mengidentifikasikan
letaknya ada di sela iga yang keberapa.biasanya iktus kordis bisa ditemukan pada sela iga 4
atau 5 pada gari imejiner midclavicula, atau kurang lebih dibawah papilla mamma sinistra
atau kira-kira pada apex jantung.4
Untuk pemeriksaan perkusi, yang dilakukan adalah dengan menentukan batas-batas
jantung yaitu batas kiri jantung, batas kanan jantung, batas bawah jantung, batas atas jantung
dan pinggang jantung.4
Pemeriksaan auskultasi,dilakukanuntuk membedakan jenis bunyi yang terdapat pada
jantung dan letak atau posisi kelainan bunyi yang ditemukan.Bunyi yang harus didengarkan
adalah apakah bunyinya normal atau terdapat sistolik murmur, diastolik murmur, holosistolik
murmur, midsistolik murmur atau gallop.4
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi
lain sebagai konsekuensi dari APTS/NSTEMI,hipertensi tak terkontrol, anemia, tirotoksikosis,
stenosis aorta berat, kardiomiopati hipertropik dan kondisi lain, seperti penyakit paru.Keadaan
disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk.
Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki
kemungkinan juga penderita penyakit jantung koroner (PJK).
Pemeriksaan fisik biasanya tidak sensitif atau spesifik untuk angina tidak stabil sebagai
sejarah atau tes diagnostik.1 Sebuah pemeriksaan fisik biasa-biasa saja tidak jarang.Lakukan
penilaian cepat tanda-tanda vital pasien, dan melakukan pemeriksaan jantung.
Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiogram (EKG)
3
Tes EKG memonitor aktivitas listrik jantung.Ketika temuan EKG tertentu yang hadir,
risiko angina tidak stabil maju dengan serangan jantung meningkat secara signifikan.Sebuah
EKG biasanya normal ketika seseorang tidak memiliki rasa sakit dada dan sering
menunjukkan perubahan tertentu ketika rasa sakit berkembang.
Pada angina tidak stabil kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkat
tetapi tidak melebihi nilai 50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim yang palingsensitif
untuk nekrosis otot miokard.
4. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tidak stabil
secara langsung.Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri,adanya insufisiensi
4
mitral,dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung,menandakan prognosis kurang
baik.
Diagnosia Kerja
Diagnosis dapat ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Berdasarkan kasus, diagnosis kerja pada pasien tersebut adalah Angina pektoris
tidak stabil dan Hipertensi grade 3.
5
III Gejala akut pada saat
istirahat (dalam waktu 48
jam sebelumnya)
Faktor-faktor yang A Sekunder
mempercepat secara B Primer
klinis C Post-infark
Terapi selama gejala 1 Tanpa pengobatan
berlangsung 2 Terapi angina biasa
3 Terapi maksimal
Adapun gejala angina pekroris umumnya berupa angina untuk pertama kali atau
keluhan angina yang bertambah dari biasanya.Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih
berat dan lebih lama. Timbul pada waktu istirahat,atau timbul karena aktivitas yang
minimal.Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas,mualsampai muntah, kadang-kadang
disertai keringat dingin.
1. Nyeri dada
Banyak pasien memberikan deskripsi gejala yang mereka alami tanpa kata
‘nyeri’,’rasa ketat’,’rasa berat’,’tekanan’,dan ‘sakit’ semua merupakan penjelas sensasi yang
sering berlokasi di garis tengah,pada region retrosternal. Lokasi dari nyeri dada ini terletak di
jantung di sebelah kiri pusat dada,tetapi nyeri jantung tidak terbatas pada area ini.Nyeri ini
terutama terjadi di belakang tulang dada(di tengah dada) dan di sekitar area di atas putting
kiri,tetapi bisa menyebar ke bahu kiri,lalu ke setengah bagian kiri dari rahang
bawah,menurun ke lengan kiri sampai ke punggung,dan bahkan ke bagian atas perut.1
Kelas I: Dimana aktivitas sehari-hari,seperti jalan kaki,berkebun,naik tangga 1-2 lantai dan
lain-lain tidak menimbulkan nyeri dada,tetapi baru timbul pada latihan yang berat,berjalan
cepat,dan berlari
6
Kelas II: Dimana aktivitas sehari-hari agak terbatas,misalnya timbul akibat melakuakn
aktivitas yang lebih berat.
Kelas III: Dimana aktivitas sehari-hari nyata terbatas,bahkan bila naik satu atau dua tangga.
2. Sesak napas
Ansietas, berkeringat dan sesak napas dapat terjadi bersamaan dengan nyeri
dada.Kadangsesak napas tanpa nyeri dada dapat terjadi pada pasien dengan penyakit koroner
berat atau berhubungan dengan disfungsi ventrikel kiri,sebagai akibat dari peningkatan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri(left ventricular end diastolic pressure/LVEDP) dan
penurunan komplians paru.
b. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi atau istilah kedokteran menjelaskan hipertensi
adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan tekanan darah.
Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi (“The Sixth Report of The Join National Committee,
Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure “ (JNC-VI, 1997))
Diagnosis Banding
a. NSTEMI (Non ST elevation myocardial infraction)
Secara klinis, infark akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) sangat mirip dengan angina tidak
stabil. Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri
7
seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat
atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI.Walaupun
gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala
tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu
atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih
dari 65 tahun.1Yang membedakan adalah adanya enzim petanda jantung yang positif.Pada
NSTEMI kerusakan pada plak lebih berat dan menimbulkan oklusi yang lebih persisten dan
berlangsung sampai lebih dari 1 jam.Pada kurang lebih ¼ pasien NSTEMI, terjadi oklusi
trombus yang berlangsung lebih dari 1 jam, tetapi distal dari penyumbatan terdapat
koleteral.Trombolisis spontan, resolusi vasikonstriksi dan koleteral memegang peranan
penting dalam mencegah terjadinya STEMI.
Pada pemeriksaan EKG, segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko
pada pasien. Pada Trombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST
baru sebanyak 0,05 mV merupkan prediktor outcome yang buruk. Peningkatan resiko
outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST
maupun perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-
pasien dengan NSTEMI.1 Pada pemeriksaan laboratorium, Troponin T atau Troponin I
merupakan pertanda nekrosis miokard lebih spesifik dari pada CK dan CKMB. Pada pasien
IMA, peningkatan Troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2
minggu.
8
Gejala klinis STEMI berupa nyeri dada tipikal merupakan gejala cardinal pasien IMA.
Gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.Keluhan utama adalah
sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum,bisa menjalar ke dada kiri atau
kanan,ke rahang,ke bahu kiri dan kanan dan pada lengan.Penderita melukiskan seperti
tertekan,terhimpit, diremas-remas atau kadang hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walau
sifatnya dapat ringan ,tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam.Jarang
ada hubungannya dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian
nitrat.5Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering
dijumpai pada diabetes militus dan usia lanjut.
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas.
Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin. Volume dan
denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan
lambat.Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal
selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali
normal.
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut,
EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST.
Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang
Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Pada STEMI inferior, ST elevasi
dapat dilihat pada lead II, III, dan aVF.Jika obstruksi thrombus tidak total, obstruksi bersifat
sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST.
Pasien tersebut biasanya mengalami angina pectoris tak stabil atau non STEMI.
Pemeriksaan laboratorium, nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam
ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran
limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam
darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lainaspartate
aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB),
mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I
dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasiadanya
infark miokard.
9
Ischemic heart disease (IHD)/Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu kelainan
yang disebabkan oleh penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan
darah ke otot jantung.Karena sumbatan ini, terjadi ketidakseimbangan antara masukan dan
kebutuhan oksigen otot jantung yang dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah yang
terkena sehingga fungsinya terganggu.
Angina pektoris merupakan manifestasi klinik yang sering dijumpai. Manifestasi klinik
yang lain adalah Angina stabil, Angina Prinzmetal, Angina tak Stabil, Infark Miokard, Silent
Myocardial Ischemic (SMI), Gagal jantung, Disritmia cordis.
Pada EKG,adanya gelombang patologik disertai peninggian S-T segmen yang konveks
dan diikuti gelombang T yang negative dan simetrik. Kelainan Q menjadi lebar (lebih dari
0,04 sec) dan dalam (Q/R lebih dari ¼). Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium:
Etiologi
a. Angina pektoris tidak stabil
Nyeri dada angina pektoris tidak stabil timbul akibat kurangnya suplai oksigen pada
otot jantung,sehingga terjadi kerusakan hingga kematian pada otot jantung yang akhirnya
merangsang saraf nyeri.Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal,yaitu:
1) Ruptur/hancurnya plak.
10
Ruptur plak ini dianggap sebagai penyebab terbanyak timbulnya angina pektoris tidak stabil
akibat terjadinya sumbatan parsial atau total dari pembuluh darah koroner yang menyuplai
oksigen ke jantung yang sebelumnya telah mengalami sumbatan minimal.Plak terjadi akibat
penimbunan lemak dan jaringan fibrotik pada tepi pembuluh darah.Biasanya plak hancur
pada tepi yang berdekatan dengan permukaan pembuluh darah akibat timbulnya aktivasi dan
penempelan dari thrombus untuk menutup pembuluh darah yang rusak,sehingga terjadi
sumbatan pada pembuluh darah,bila sumbatan total maka akan timbul serangan jantung,tetapi
bila tidak total(70%)akan menimbulkan angina pektoris tidak stabil akibat penyempitan
pembuluh darah.1
3) Vasospasme
Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet
berperan dalam perubahan tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme.1
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya poliferasi dan migrasi dari
otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel. Adanya perubahan bentuk dan lesi
karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat
dan keluhan iskemia.
1. Merokok
11
Merokok memiliki risiko dua kali lebih besar terhadap serangan jantung dibandingkan
orang yang tidak pernah merokok,dan berhenti merokok telah mengurangi
kemungkinan terjadinya serangan jantung.
Perokok aktif memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap serangan jantung
dibandingkan bukan perokok
b. Hipertensi
12
Epidemiologi
Di Amerika Serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena angina
pektoris tidak stabil, dimana 6%-8% kemudian mendapat serangan infark jantung yang tidak
fatal atau meninggal dalam 1 tahun setelah diagnosis.1
Patofisiologi
Tidak diketahui secara pasti apa penyebab ateriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada
faktor tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan ateriosklerosis. Ateriosklerosis
merupakan penyakit arteri koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu
jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila kebutuhan meningkat
pada jantung yang sehat maka arteri koroner berdilatasi dan megalirkan lebih banyak darah
dan oksigen ke otot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau
menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap
peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah)
miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi NO (Nitrat Oksida) yang
berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini dapat
menyebabkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat
penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini
belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75 %. Bila
penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke
koroner akan berkurang. Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk
memenuhi kebutuhan energi mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang
menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri. Apabila kebutuhan energi sel-sel
jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi
oksidatif untuk membentuk energi.
13
Gambar 1. Penyumbatan Pembuluh Darah Jantung
(sumber: Pearson Education, Inc., publishing as Benjamin Cummings)
b. Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak.Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia
simpatis di toraks dan abdomen.Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh
darah terhadap rangsang vasokonstriksi.Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.Pada
saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi.Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi.Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
14
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler.Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem
pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri
besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer.
Penatalaksanaan
15
Metoprolol: 5 mg intravena (diberikan perlahan dalam 1-2 menit) diulang tiap 5 menit sampai
dosis awal total 15 mg, dilanjutkan metoprolol oral 2 x 25-50 mg.
Atenolol: 5 mgIV, dilanjutkan 5 menit kemudian 5 mg intravena, kemudian 1 x 50-100 mg
oral.
Esmolol: mulai dengan dosis pemeliharaan 0,1 mg/kgBB/menit, dititrasi dengan menaikkan
dosis 0,05 mg/kgBB/menit, tiap 10-15 menit yang masih dapat ditoleransi sampai respon
terapi yang diharapkan, atau telah tercapai dosis 0,2 mg/kgBB/menit. Dosis loading pilihan
lain untuk onset kerja yang lebih cepat adalah 0,5 mg/kgBB/menit diberikan intravena
perlahan (2-5 menit). Target frekuensi jantung 50-60/menit.
b.Terapi Hipertensi
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan:
Penatalaksanaan non farmakologis
1) Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan tekanan
darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam
plasma.
2) Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda atau
berenang.
Penatalaksanaan farmakologis.
Golongan obat-obatan yang diberikan pada pasien dengan hipertensi seperti golongan
diuretik, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan penghambat konversi
renin angiotensin.
Pencegahan
Tentu mencegah lebih baik daripada mengobati,nyeri dada ini dapat muncul bila ada
gangguan pada jantung kita.Berikut adalah langkah-langkah sederhana dalam menurunkan
risiko timbulnya penyakit jantung:
16
1. Hindari makanan yang mengandung kolesterol/lemak tinggi
2. Olahraga teratur
3. Hindari merokok
4. Jaga berat badan pada rentang normal
5. Istirahat yang cukup
6. Pemeriksaan teratur dengan EKG untuk mengetahui kelainan dini penyakit jantung.1,5
Prognosis
Umumnya pasien dengan angina pektoris dapat hidup bertahun-tahun dengan hanya
sedikit pembatasan dalam kegiatan sehari-hari.Mortalitas bervariasi dari 2% - 8%
setahun.Faktor yang mempengaruhi prognosis adalah beratnyan kelainan pembuluh koroner.
Pasien dengan penyempitan di pangkal pembuluh koroner kiri mempunyai mortalitas 50%
dalam lima tahun. Hal ini jauh lebih tinggi dibandingkan pasien dengan penyempitan hanya
pada salah satu pembuluh darah lainnya. Juga faal ventrikel kiri yang buruk akan
memperburuk prognosis. Dengan pengobatan yang maksimal dan dengan bertambah majunya
tindakan intervensi dibidang kardiologi dan bedah pintas koroner, harapan hidup pasien
angina pektoris menjadi jauh lebih baik.6
Kesimpulan
Angina pektoris tidak stabil adalah suatu sindrom klinik yang berbahaya dan
merupakan tipe angina pektoris yang dapat berubah menjadi infark ataupun kematian.
Pengenalan klinis angina pektoris termasuk patofisiologi, faktor resiko untuk terjadinya IMA
serta perjalanan penyakitnya perli diketahui agar dapat dilakukan pegobatan yang tepat
ataupun usaha pencegahan agar tidak terjadi infark miokard. Pengobatan bertujuan untuk
memperpanjang hidup dan memperbaiki kualitas hidup baik secara medikal maupun
pembedahan. Prinsipnya menambah suplai O2 ke daerah iskemik atau mengurangi kebutuhan
O2. Pencegahan terhadap faktor resiko terjadinya angina pektoris lebih penting dilakukan dan
sebaiknya dimulai pada usia muda seperti menghindarkan kegemukan, menghindarkan stres,
diet rendah lemak, aktifitas fisik yang tidak berlebihan dan tidak merokok.
17
Daftar Pustaka
1. Trisnohadi HB, Alwi I, Harun S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3. Vol. 5.
Jakarta: Interna publishing; 2009. hal. 1728-9,41,57.
2. Gleadle J. History and examination at a glance. Diterjemahkan oleh: Rahmalia A,
Safitri A. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005.hal. 96.
3. Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Edisi 2.
Jakarta: CV Sagung Seto; 2003.hal.205-6.
4. Michael I, Greenberg. Teks atlas kedokteran kedaruratan: angina pectoris. Jilid 1.
Jakarta:Erlangga; 2008.hal. 492-495.
5. Santoso, Setiawan. Penyakit jantung koroner. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran;
2005.hal. 671-2.
6. Carpenito. Diagnosa keperawatan-aplikasi pada praktik klinis. Edisi.6. Jakarta: EGC;
2000. Hal. 205.
18