Vous êtes sur la page 1sur 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera (Sjamsuhidayat, 2005). Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan
pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi
gangguan metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ
(Musliha, 2010).
Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan bagian terbesar penyebab
kasus-kasus trauma yang harus dirawat di rumah sakit, baik di daerah pedesaan
maupun perkotaan dan penyebab mayoritas trauma abdomen. Cedera dapat terjadi
akibat benturan kendaraan atau terjatuh. Ketika terjadi benturan, pembuluh darah
dan organ yang terfiksasi akan bergesekan dari tempat perlekatannya. Pada saat itu,
organ dan pembuluh darah terus bergerak ke depan sedangkan tempat
perlekatannya yang lain berhenti tiba-tiba. Cedera dengan pengurangan kecepatan
yang mendadak mencakup cedera robekan (parsial atau total) pada aorta torakalis
desenden, regangan atau robekan arteri renalis dari pedikel renal, robekan
perlekatan usus dan limfa, serta laserasi hepar (Oman, 2008).
Trauma / cedera abdomen dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu trauma
tumpul dan trauma tembus (Musliha, 2010). Cedera tumpul terjadi akibat
kecelakaan yang mengenai kendaraan bermotor serta pejalan kaki, tindak kekerasan
seperti penyerangan dan kecelakaan terjatuh. Cedera tumpul abdomen terjadi akibat
energy mekanis yang meliputi gaya eksternal (percepatan serta deselerasi) dan gaya
internal (penekanan serta penarikan). Deselerasi membuat struktur yang anatomi
terfiksasi, seperti aorta torakalis desendens, serta terhadap cedera, dan tekanan
yang merobek (gaya internal) akan mengakibatkan rupture aorta (Oman, 2008).
Trauma tembus dapat terjadi akibat tusukan, luka tembak, atau lontaran
benda tajam. Pada kasus luka tusuk, cedera tersebut berkaitan dengan panjang alat
yang digunakan untuk menusuk, sudut tempat masuknya dan velositas ketika
kekuatan atau gaya tusukan tersebut bekerja. Kerusakan organ dan jaringan yang
terjadi karena peluru berkaitan dengan massa proyektil serta bentuknya, velositas
peluru, fragmentasi, dan jaringan yang bergeser. Sebanyak 96-98% luka tembak
yang menembus akibatkan cedera intraabdomen yang signifikan (Oman, 2008).
Pengetahuan tentang cara terjadinya peristiwa traumatic yang
mengakibatkan trauma abdomen baik tumpul maupun tembus, akan membantu
identifikasi dini dan penatalaksanaan cedera yang mungkin tidak tampak pada
pengkajian pendahuluan. Cedera yang terlewatkan akan mengakibatkan hal yang
serius, khususnya kalau cedera tersebut baru terlihat setelah terjadi kelelahan
mekanisme kompensasi yag digunakan oleh tubuh. Di samping itu, pengetahuan
pola mekanisme cedera dapat membantu perawat kedaruratan dalam pencegahan
cedar dan penyuluhan pasien selama waktu penyuluhan (Oman, 2008).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan : Bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Dan Fisiologi


Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas
dari atas diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi
tiga bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga peritoneum, rongga pelvis,
dan rongga retroperitoneal. Batasan – batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di
bawah, pintu masuk panggul dari panggul besar. Di depan dan kedua sisi, otot –
otot abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga – iga sebelah bawah. Di belakang,
tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum (Sjamsuhidayat, 2005).

Struktur yang terdapat dalam rongga abdomen bagian atas (daerah


torakoabdomen) adalah diafragma, hepar, limfe, lambung, dan colon transversum.
Struktur abdomen yang terdapat dalam rongga peritoneum pada abdomen bagian
bawah adalah usus halus dan colon sigmoid. Struktur yang terdapat dalam rongga
pelvis adalah dkelilingi oleh tulang-tulang pelvis dan rongga retroperineal bagian
bawah. Rongga ini berisi rectum, kandung kemih, pembuluh darah iliaka, dan pada
wanita genetalia interna. Sedangkan struktur yang terdapat dalam rongga
retroperitoneal adalah aorta abdominalis, vena kava inferior, sebagian besar
duodenum, pancreas, ginjal serta ureter, dan colon asendens serta desendens
(Oman, 2008).
B. Definisi
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera (Sjamsuhidayat, 2005). Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan
pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi
gangguan metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ
(Musliha, 2010). Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ
abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ
(Sjamsuhidayat, 2005). Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat
berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2002).

C. Etiologi
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh
dari ketinggian. Menurut Sjamsuhidayat(2005) penyebab trauma abdomen adalah,
sebagai berikut :
1. Penyebab trauma penetrasi
· Luka akibat terkena tembakan
· Luka akibat tikaman benda tajam
· Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi
· Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
· Hancur (tertabrak mobil)
· Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
· Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga

D. Klasifikasi
Menurut Musliha (2008) trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat
cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah
dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen
harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen
adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan
perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi
dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Sjamsuhidayat (2005) terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada
dinding abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau
sayap kanan dan hati harus dieksplorasi

Menurut Oman (2008), trauma abdomen dibagi menjadi dua yaitu trauma
tumpul dan trauma tembus. Organ yang paling sering mengalami cedera akibat
trauma tumpul abdomen adalah limfe (40-55%) dan hepar (35-45%). Sedangkan
organ yang paling sering mengalami cedera akibat trauma tembus abdomen
adalah:
1. Luka tusuk, mengakibatkan cedera pada organ hepar 40%, usus halus 30%,
diafragma 20%, colon 15%.
2. Luka tembak, umumnya mengenai organ usus halus 50%, colon 40%, hepar
30%, dan struktur pembuluh darah abdomen 25%.
Pola cedera yang sering berkaitan dengan trauma tumpul abdomen (Oman, 2008)
adalah :
1. Cedera muskuloskeletal adalah fraktur iga kanan bawah, iga kiri bawah, pelvis
anterior, dan fraktur lumbal.
2. Cedera organ dibalik dinding abdomen adalah hepar, limfe, kandung kemih,
uretra, dan usus halus atau colon.
E. Patofisiologi

Pohon masalah:

Trauma
(kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen → Nyeri

Motilitas usus

Disfungsi usus → Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih

Gangguan cairan Nutrisi kurang dari


dan eloktrolit kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik

(Sumber : Mansjoer,2009)
Cedera tumpul terjadi akibat kecelakaan yang mengenai kendaraan
bermotor serta pejalan kaki, tindak kekerasan seperti penyerangan dan kecelakaan
terjatuh. Cedera tumpul abdomen terjadi akibat energy mekanis yang meliputi gaya
eksternal (percepatan serta deselerasi) dan gaya internal (penekanan serta
penarikan). Deselerasi membuat struktur yang anatomi terfiksasi, seperti aorta
torakalis desendens, serta terhadap cedera, dan tekanan yang merobek (gaya
internal) akan mengakibatkan rupture aorta (Oman, 2008).
Trauma tembus dapat terjadi akibat tusukan, luka tembak, atau lontaran
benda tajam. Pada kasus luka tusuk, cedera tersebut berkaitan dengan panjang alat
yang digunakan untuk menusuk, sudut tempat masuknya dan velositas ketika
kekuatan atau gaya tusukan tersebut bekerja. Kerusakan organ dan jaringan yang
terjadi karena peluru berkaitan dengan massa proyektil serta bentuknya, velositas
peluru, fragmentasi, dan jaringan yang bergeser. Sebanyak 96-98% luka tembak
yang menembus akibatkan cedera intraabdomen yang signifikan (Oman, 2008).
Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya
walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua
keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh
gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang
harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap
permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang
disebabkan beberapa mekanisme :
a. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya
tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak
benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ
berongga.
b. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
c. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya
robek pada organ dan pedikel vaskuler (Sjamsuhidayat, 2005).
Jika terjadi trauma penetrasi dan non penetrasi kemungkinana terjadi
perdarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda
iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran
klinis adalah syok hemorrhagic. Bila suatu organ visceral mengalami perforasi,
maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritoneum cepat tampak. Tanda-
tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri
lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.
Bila syok lebih lanjut pasien akan mengalami takikardia dan peningkatan suhu
tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum
tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas muncul. Bila
terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan
(Oman, 2008).

F. Manifestasi Klinis
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut
Sjamsuhidayat (2005), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi
abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh,
nyeri spontan. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:
1. Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen
2. Terjadi perdarahan intra abdominal.
3. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus
tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual,
muntah, dan BAB hitam (melena).
4. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.
5. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding
abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
1. Terdapat luka robekan pada abdomen.
2. Luka tusuk sampai menembus abdomen.
3. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak
perdarahan/memperparah keadaan.
4. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri
lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan
oleh iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
4. Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat
pasien dalam posisi rekumben.
5. Mual dan muntah
6. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)

Menurut Oman (2008) gejala fisik yang menunjukkan cedera intra abdomen adalah:
Hasil pemeriksaan Tanda Implikasi
Ekimosis periumbilikal Tanda cullen Perdarahan peritoneal
Ekimosis pada sisi tubuh
Tanda grey-turner Perdarahan retroperitoneal
(pinggang)
Nyeri kuadran kiri atas
Cedera pada limfe atau
yang menjalar ke bahu Tanda kehr
diafragma
kiri
Ekimosis pada perineum,
Tanda coopermail Fraktur pelvis
skrotum atau labia
Daerah suara tumpul yang
menetap pada kuadran kiri
Tanda balance Hematoma limfe
atas ketika dilakukan
perkusi

G. Komplikasi
Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
Lambat : infeksi (Smeltzer, 2002).
H. Penatalaksanaan
1. Penanganan Awal
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam
nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian.
Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka
trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan
prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespom, maka segera buka
dan bersihkan jalan nafas (Musliha, 2010).
a. Airway dengan kontrol tulang belakang
Membuka jalan nafas menggunakan teknik head tilt chin lift atau
menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing
yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan nafas. Muntahan, makanan,
darah atau benda asing lainnya.
b. Breathing dengan ventilasi yang adekuat
Memeriksa pernafasan dengan menggunakan cara lihat dengar rasakan tidak
lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada nafas atau tidak.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan,
ritme dan adekuat tidaknya pernafasan.
c. Circulation dengan kontrol perdarahan hebat
Jika pernafasan tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan nafas
dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera.
2. Penanganan Awal Trauma Tumpul (Musliha, 2010)
a. Stop makan minum.
b. Imobilisasi
c. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari
DPL adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi
dilakukan DPL antara lain :
1) Nyeri abdomen yang tidak dapat diterangkan sebabnya
2) Trauma pada bagian bawah dada.
3) Hipotensi, hematocrit turun tanpa alasan yang jelas.
4) Pasien cedera intra abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,
alcohol, cedera otak).
5) Pasien cedera abdominalis dan cedera medulla spinalis.
6) Fraktur pelvis
Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapat darah segar dalam
b.a.b atau sekitar anus berarti trauma tumpul mengenai colon atau usus
besar, dan apabila darah hitam terdapat dalam b.a.b atau sekitar anus berarti
trauma tumpul pada usus halus atau lambung. Apabila telah diketahui hasil
dari DPL, seperti adanya darah pada rectum atau pada saat b.a.b.
perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000
sel/mm3 dan 500 sel/mm3, empedu atau amylase dalam jumlah yang cukup
juga merupakan indikasi untuk cedera abdomen. Tindakan selanjutnya
adalah dilakukan prosedur laparatomi.
Kontraindikasi dilakukannya DPL adalah :
1) Hamil
2) Pernah dilakukannya operasi abdominal
3) Bila hasil tidak akan merubah penatalaksanaan.
3. Penanganan Awal Trauma Tembus Abdomen (Musliha, 2010)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak
boleh dicabut.
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain
kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan untuk dimasukkan kembali ke dalam tubuh, kemudian organ
tersebut dibalut dengan kain bersih atau kassa steril.
d. Imobilisasi pasien
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekan
4. Penanganan Lanjut pada Trauma Tumpul (Musliha, 2010)
a. Pengambilan darah dan urine
Pemeriksaan darah lengkap, potassium, glukosa, amylase.
b. Pemeriksaan Rongten
Pemeriksaan rongten servical lateral, thorak anteroposterior dan pelvis
untuk mengetahui udara eksraluminal di retroperitonium atau udara bebas di
bawah diafragma yang keduanya perlu laparatomi segera.
c. Studi kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon asendens
atau desendens dan anus.
5. Penanganan Lanjut pada Trauma Tembus (Musliha, 2010)
a. Skrinning pemeriksaan rongten
Foto rongten thorak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
hemo atau pneumothorak atau untuk menemukan adanya udara
intraperitonium. Serta rongten abdomen sambal tidur (supine) untuk
menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitonium.
b. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning untuk mengetahui jenis
cedera ginjal atau organ lain.
c. Uretrografi
Dilakukan untuk mengetahui adanya rupture uretra.
d. Sistografi
Digunakan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada kandung kemih,
misalnya pada fraktur pelvis.
e. Segera lakukan laparatomi (pembedahan).
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian (Musliha, 2010)
a. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan
cedera (trauma)
b. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), polanapas
(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau
dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
d. Eliminasi
Data Subyektif: Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi.
e. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
f. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
status mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
g. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
i. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada klien trauma
abdomen
a. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
b. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
abdomen.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik (Judith.
2006).
C. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Risiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan Kontrol Infeksi
keperawatan selama 3 x 24 jam Intervensi :
diharapkan Resiko infeksi - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
teratasi dengan indicator : - Pertahankan teknik isolasi
- Klien tidak menunjukkan - Batasi pengunjung bila perlu
tanda-tanda infeksi (4) - Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat
- Vital sign dalam rentan berkunjung dan setelah berkunjung
normal (4) - Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan
- Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
Keterangan Skala : - Gunakan universal precaution dan gunakan sarung tangan
1. Tidak pernah menunjukkkan selma kontak dengan kulit yang tidak utuh
2. Jarang menunjukkan - Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
3. Kadang menunjukkan - Berikan terapi antibiotik bila perlu
4. Sering menunjukkan - Observasi dan laporkan tanda dan gejal infeksi seperti
5. Selalu menunjukkan kemerahan, panas, nyeri, tumor
- Kaji temperatur tiap 4 jam
- Catat dan laporkan hasil laboratorium, WBC
- Gunakan strategi untuk mencegah infeksi nosokomial
- Istirahat yang adekuat
- Kaji warna kulit, turgor dan tekstur, cuci kulit dengan hati-
hati
- Ganti IV line sesuai aturan yang berlaku
- Pastikan perawatan aseptik pada IV line
- Pastikan teknik perawatan luka yang tepat
- Berikan antibiotik sesuai autran
- Ajari pasien dan keluarga tanda dan gejal infeksi dan kalau
terjadi melaporkan pada perawat
2 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Pain management
keperawatan selama 3 x 24 jam - Lakkan pengkajian nyeri secara koprehensif termasuk lokasi,
diharapkan pain control klien karakteristik, kualitas, dan faktor presipitasi.
tercapai dengan indicator : - Obserasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
- Melaporkan bahwa nyeri - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri, seperti
berkura ng (4) suhu ruangan dan kebisingan.
- Mampu mengenali - Ajarkan teknik non farmakologi (nafas dalam)
nyeri(skala, - Kelola analgetik uuntk mengurangi nyeri
intensitas,tanda nyeri) (4) - Tingkatkan istirahat
- Menyatakan rasa nyaman - Kolaborasi dengan dokter peberian analgetik pamol
setelah nyeri berkurang - mOnitorv ital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
Keterangan Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
3 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan Terapi Aktivasi
keperawatan selama 3 x 24 jam - Bantu klien melakukan olah raga setiap hari seperti berjalan,
diharapkan mobilitas klien bersepeda, berenang, atau berkebun.
tercapai dengan indicator : - Anjurkan klien untuk merentangkan dan olah raga postural
Klien mampu bergerak (4) sesuai petunjuk terapis.
Keterangan Skala : - Mandikan klien dengan air hangat dan lakukan pengurutan
1. Tidak pernah menunjukkkan untuk membantu relaksasi otot.
2. Jarang menunjukkan - Instruksikan klien untuk istirahat secara teratur agar
3. Kadang menunjukkan menghindari kelemahan dan frustasi.
4. Sering menunjukkan - Ajarkan untuk melakukan olah raga postural dan teknik
5. Selalu menunjukkan berjalan untuk mengurangi kekakuan saat berjalan dan
kemungkinan belajar terus.
- Instruksikan klien berjalan dengan posisi kaki terbuka.
- Buat klien mengangkat tangan dengan kesadaran, mengangkat
kaki saat berjalan, menggunakan sepatu untuk berjalan, dan
berjalan dengan langkah memanjang.
- Beritahu klien berjalan mengikuti irama musik untuk
membantu memperbaiki sensorik.

4 Defisit Volume Cairan Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor/obs tanda-tanda vital, nadi perifer, status membran
keperawatan selama 2x24 jam mukosa, turgor kulit
diharapkan cairan dan 2. Kaji dan monitor kelemahan neuromuskuler
elektrolit terpenuhi (ketidakmampuan menelan)
Tupen : 3. Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan pengeluran
Setelah dilakukan 2x24 jam cairan (mis; panas, muntah)
diharapkan cairan terpenuhi 4. Monitor/obs jumlah dan tipe cairan yang masuk dan ukur
keluaran cairan dengan akurat
5. Monitor dan ukur keseimbangan cairan
6. Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahanakan
keseimbangan cairan secara optimal (mis;jadwal masukan
cairan)
7. Kolaborasi: Kaji hasil tes fungsi elektrolit dan ginjal
BAB III
KAJIAN KASUS

Contoh Kasus :
Seorang laki-laki berusia 25 tahun mengalami kecelakaan ketika sedang mengendarai
sepeda motor. Sepeda motor klien menabrak truk yang ada di depannya. Klien terjatuh
dengan posisi dada dan perut kanan membentur trotoar aspal. Klien mengatakan perut
sebelah kanan nyeri sakit sekali apalagi saat bergerak dan terdapat lebam sampai punggung.
Klien tampak Gelisah dan Kesakitan.

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. B
Umur : 25 tahun
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Alamat : Tepurejo RT 3/2 Sumber Banjarsari Surakarta
Tangga Pengkajian : 15 Oktober 2009

2. Keluhan Utama
Klien mengatakan perut sebelah kanan sakit dan sakit saat bergerak

3. Primary Survey
a. Airway : tidak ada sumbatan, tidak ada secret.
b. Breathing : klien bernafas spontan, RR : 22 x/menit
c. Circulasi : capillary reffil < 2 detik
d. Pemeriksaan Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36 0 C
Nadi : 90 x / menit
Kesadaran : compos mentis
4. Secondary Survey
a. Kepala : bentuk simetris, rambut dan kulit kepala bersih, pupil isokor, sklera
tidak ikterik, konjunctiva tidak anemis, hidung simetris tidak ada secret.
b. Leher : tidak ada kaku kuduk
c. Paru : bentuk simetris, palpasi fremitus vocal kanan dan kiri sama, perkusi
terdengar suara sonor, dan auskultasi suara nafas vesikuler.
d. Abdomen : terdapat jejas pada abdomen sebelah kanan, peristaltic usus
7 x/menit, palpasi tidak ada pembesaran hepar, perkusi suara pekak.
e. Ekstremitas : ekstremitas atas dan bawah tidak ditemukan edema, turgor
kulit baik, kekuatan ekstremitas normal.
f. Pemeriksaan penunjang :
Hemoglobin : 14,5 g/dL (14 – 17,5 g/dL)
Eritrosit : 5,05 106/ul (4,5 – 5,9 106/ul)
Leukosit : 12,1 103/ul (4,0 – 11,3 103/ul)
Hematocrit : 43,8 % (40 – 52 %)
B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS : Agen cedera fisik Nyeri akut
Klien mengatakan perut sebelah
kanan nyeri dan sakit
DO :
- Klien tampak menahan sakit.
- Terdapat jejas pada abdomen
sebelah kanan
TD : 120/80 mmHg
Suhu : 36 0 C
Nadi : 90 x / menit
2 DS : Kelemahan Fisik Ganguan mobilitas
Klien mengatakan sulit bergerak fisik
dan terasa sakit saat bergerak
DS :
Klien Tampak Kesakitan saat
bergerak

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik.
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa Rencana Kegiatan
No
Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 Pain management
berhubungan x 24 jam diharapkan pain control klien tercapai - Lakkan pengkajian nyeri secara koprehensif termasuk
dengan agen dengan indicator : lokasi, karakteristik, kualitas, dan faktor presipitasi.
cidera fisik - Melaporkan bahwa nyeri berkura ng (4) - Obserasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
- Mampu mengenali nyeri(skala, - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri,
intensitas,tanda nyeri) (4) seperti suhu ruangan dan kebisingan.
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri - Ajarkan teknik non farmakologi (nafas dalam)
berkurang (4) - Kelola analgetik uuntk mengurangi nyeri
- Tidak mengalami ganggan tidur (4) - Tingkatkan istirahat
- Kolaborasi dengan dokter peberian analgetik pamol
Keterangan Skala : - Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
1. Tidak pernah menunjukkkan analgetik.
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
2 Gangguan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 Terapi Aktivasi
Mobilitas Fisik x 24 jam diharapkan mobilitas klien tercapai - Bantu klien melakukan olah raga setiap hari seperti
dengan indicator : berjalan, bersepeda, berenang, atau berkebun.
Klien mampu bergerak (4) - Anjurkan klien untuk merentangkan dan olah raga postural
Keterangan Skala : sesuai petunjuk terapis.
1. Tidak pernah menunjukkkan - Mandikan klien dengan air hangat dan lakukan pengurutan
2. Jarang menunjukkan untuk membantu relaksasi otot.
3. Kadang menunjukkan - Instruksikan klien untuk istirahat secara teratur agar
4. Sering menunjukkan menghindari kelemahan dan frustasi.
5. Selalu menunjukkan - Ajarkan untuk melakukan olah raga postural dan teknik
berjalan untuk mengurangi kekakuan saat berjalan dan
kemungkinan belajar terus.
- Instruksikan klien berjalan dengan posisi kaki terbuka.
- Buat klien mengangkat tangan dengan kesadaran,
mengangkat kaki saat berjalan, menggunakan sepatu untuk
berjalan, dan berjalan dengan langkah memanjang.
- Beritahu klien berjalan mengikuti irama musik untuk
membantu memperbaiki sensorik.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga
abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen,
terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus
halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan
ruptur abdomen. Trauma abdomen disebabkan oleh Kecelakaan lalu lintas,
penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.

B. Saran
Banyak faktor yang bisa menyebabkan terjadinya trauma abdomen, faktor
tertinggi biasanyadisebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, kemudian karena
penganiayaan, kecelakaan olahraga dan jatuh dari ketinggian. Agar tidak terjadi
hal-hal yang tidak dikehendaki, hendaknya kita harus selalu berhati-hati dalam
melakukan aktivitas, agar terhindar dari bahaya trauma maupun cedera.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3 .
Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Mansjoer, A. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3 Jakarta : FKUI

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Nuha Medika

Oman, Kathleen. 2008. Keperawatan Emergency. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran


EGC.

Sjamsuhidayat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Smeltzer. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Wilkinson, Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


TRAUMA ABDOMEN

KELOMPOK 13

TRI DITA K. (201310201197)


UMMUL KHASANAH E. R. (201310201198)
VIVI ERLITA A. (201310201199)
VIVIN ROY W. (201310201200)
WAHYU PAMUNGKAS BAYU (201310201201)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
20013/2014

Vous aimerez peut-être aussi