Vous êtes sur la page 1sur 28

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DENGAN

“GOUT ARTHRITIS”

Disusun Guna Memenuhi Tugas: Keperawatan Komunitas

Disusun Oleh

Kelompok :

Arintika Hesti Nur Aini (010116A013)

Hafidz Delby Cahyadi (010116A041)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah Asuhan Keperawatan Komunitas dengan “Gout Artritis” dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah


wawasan serta pengetahuan mengenai “Gout Artritis”. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membaca.


Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membaca demi perbaikan
makalah di waktu yang akan datang.

Ungaran, 15 April 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses menua secara individu mengakibatkan beberapa masalah baik
masalah secara fisik, biologis, mental maupun social ekonominya. Hal ini dapat
dilihat terkait dengan masalah kesehatan yang paling banyak dialami adalah
penyakit tidak menular salah satu diantaranya penyakit kronis, salah satu
penyakit kronis yang paling banyak menyerang pada lanjut usia adalah asam urat
(Diantri dan Candra, 2013).
Menurut RISKESDES 2013 pravlensi penyakit sendi pada usia 55-64
tahun 45,05%, usia 67-74 tahun 51,9%, usia >75 tahun 54,8%. Penyakit sendi
yang sering dialami oleh golongan lanjut usia yaitu penyakit arthritis gout,
osteoritis, dan remothoid arthritis. Sedangkan dari hasil pengumpulan data
penulis di desa percut kecamatan percut sei tuan kabupaten deli serdang pada
bulan desember 2015 terdapat 1,90% penduduk yang menderita gout arthritis.
Gout terjadi sebagai akibat dari hiperurisemia yang berlangsung
lama (asam urat serum meningkat) disebabkan karena penumpukan purin
atau eksresi asam urat yang kurang dari ginjal. Purin adalah zat alami yang
merupakan salah satu kelompok struktur kimia pembentuk DNA dan
RNA. Ada dua sumber utama purin, yaitu purin yang diproduksi sendiri
oleh tubuh dan purin yang didapatkan dari asupan makanan. Zat purin
yang diproduksi oleh tubuh jumlahnya mencapai 85%. Untuk mencapai
100%, tubuh manusia hanya memerlukan asupan purin dari luar tubuh
(makanan) sebesar 15%. Ketika asupan purin masuk kedalam tubuh
melebihi 15%, akan terjadi penumpukan zat purin. Akibatnya, asam urat
akan ikut menumpuk. Hal ini menimbulka risiko penyakit asam urat.
(Noviyanti, 2015).

BAB II
TINJAUAN TEORI TENTANG
KEPERAWATAN KOMUNITAS

Tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional adalah untuk mencapai hidup


sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan amsyarakat
yang optimal. Dengan demikian pembangunan di bidang kesehatan mempunyai
arti penting dalam kehidupan nasional khususnya dalam memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang erat kaitannya dengan
pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia sebagai salah satu modal
dasar pembangunan nasional.

Berdasarkan tujuan pembangunan nasional yang ingin dicapai oleh


pemerintah Indonesia, maka direncanakanlah suatu strategi pendekatan untuk
menggalang potensi yang ada pada masyarakat sehingga masyarakat dalat
berperan aktif dalam upaya meningkatkan derajat kesehatannya secara mandiri
melalui perawatan kesehatan komunitas.

A. Perawatan Kesehatan Komunitas

Keperawatan komunitas perlu dikembangkan di tatanan pelayanan kesehatan


dasar yang melibatkan komunitas secara aktif, sesuai keyakinan keperawatan
komunitas. Sedangkan asumsi dasar keperawatan komunitas menurut
American Nurses Assicoation (ANA, 1980) didasarkan pada asumsi:

1. Sistem pelayanan kesehatan bersifat kompleks


2 Pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier merupakan komponen
pelayanan kesehatan
3 Keperawatan merupakan sub sistem pelayanan kesehatan, dimana hasil
pendidikan dan penelitian melandasi praktek.
4 Fokus utama adalah keperawatan primer sehingga keperawatan komunitas
perlu dikembangkan di tatanan kesehatan utama.

Keyakinan keperawatan komunitas yang mendasari praktik keperawatan


komunitas adalah:

1. Pelayanan kesehatan sebaiknya tersedia, dapat dijangkau dan dapat diterima


semua orang
2. Penyusunan kebijakan seharusnya melibatkan penerima pelayanan dalam hal
ini komunitas

3. Perawat sebagai pemberi pelayanan dan klien sebagai penerima pelayanan


perlu terjalin kerjasama yang baik

4. Lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan komunitas baik bersifat


mendukung maupun mengahambat

5. Pencegahan penyakit dilakukan dalam upaya meningkatkan kesehatan

6. Kesehatan merupakan tanggung jawab setiap orang

Berdasarkan pada asumsi dasar dan keyakinan yang mendasar tersebut,


maka dapat dikembangkan falsafah keprawatan komunitas sebagai landasan
praktik keperawatan komunitas. Dalam falsafah keperawatan komunitas,
keperawatan komunitas merupakan pelayanan yang memberikan perhatian
etrhadap pengaruh lingkungan (bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual) terhadap
kesehatan komunitas, dan memberikan prioritas pada strategi pencegahan
penyakit dan peningkatan kesehatan.

Keperawatan komunitas sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan


utama yang ditujukan pada masyarakat pada prakteknya memerlukan acuan atau
landasan teoritis untuk menyelesaikan penyimpangan dalam kebutuhan dasar
komunitas. Salah satunya adalah konsep menurut (Christine Ibrahim, 1986)
keperawatan dikarakteristikkan oleh 4 (empat) konsep pokok, yang meliputi
konsep manusia, kesehatan, masyarakat dan keperawatan. Paradigma keperawatan
ini menggambarkan hubungan teori-teori yang membentuk susunan yang
mengatur teori-teori itu berhubungan satu dengan yang lain sehingga
menimbulkan hal-hal yang perlu di selidiki (Christine Ibrahim, !986).

B. Tujuan Perawatan Kesehatan Komunitas


a. Tujuan Umum

Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat sehingga


tercapai derajat kesehatan yang optimal agar dapat menjalankan fungsi
kehidupan sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki.

b. Tujuan Khusus

Untuk meningkatkan berbagai kemampuan individu, keluarga,


kelompok khusus dan masyarakat dalam hal:

1) Mengidentifikasi masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi

2) Menetapkan masalah kesehatan/keperawatan dan prioritas masalah

3) Merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah


kesehatan/keperawatan

4) Menanggulangi masalah kesehatan/keperawatan yang mereka hadapi

5) Penilaian hasil kegiatan dalam memecahkan masalah


kesehatan/keperawatan

6) Mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelayanan


kesehatan/keperawatan

7) Meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan secara


mandiri (self care).

C. Sasaran

Sasaran perawatan kesehatan komunitas adalah individu, keluarga,


kelompok dan masyarakat, baik yang sehat maupun yang sakit yang
mempunyai masalah kesehatan/perawatan.

a. Individu

Individu adalah bagian dari anggota keluarga. Apabila individu


tersebut mempunyai masalah kesehatan/keperawatan karena
ketidakmampuan merawat diris endiri oleh suatu hal dan sebab, maka
akan dapat mempengaruhi anggota keluarga lainnya baik secara fisik,
mental maupun sosial.
b. Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, terdiri atas


kepala keluarga, anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal
dalam suatu rumah tangga karena pertalian darah dan ikatan perkawinan
atau adopsi, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila
salah satu atau beberapa anggotat keluarga mempunyai masalah
kesehatan/keperawatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota
keluarga lainnya dan keluarga-keluarga yang ada disekitarnya.

c. Kelompok Khusus

Kelompok khusus adala kumpulan individu yang mempunyai


kesamaan jenis kelamin, umur, permasalahan, kegiatan yang terorganisasi
yang sangat rawan terhadap masalah kesehatan. Termasuk diantaranya
adalah:

1) Kelompok khusus dengan kebutuhan khusus sebagai akibat


perkembangan dan petumbuhannya, seperti:

a. Ibu hamil

b. Bayi baru lahir

c. Balita

d. Anak usia sekolah

e. Usia lanjut

2) Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan pengawasan


dan bimbingan serta asuhan keperawatan, diantaranya adalah:

a. Penderita penyakit menular, seperti: DBD, TBC, Lepra, AIDS,


penyekit kelamin lainnya.

b. Penderita dengan penyakit tak menular, seperti: penyakit


diabetes mellitus, jantung koroner, cacat fisik, gangguan mental
dan lain sebagainya.
3) Kelompok yang mempunyai resiko terserang penyakit, diantaranya:

a. Wanita tuna susila

b. Kelompok penyalahgunaan obat dan narkoba

c. Kelompok-kelompok pekerja tertentu

d. Dan lain-lain

4) Lembaga sosial, perawatan dan rehabilitasi, diantaranya adalah:

a. Panti wredha

b. Panti asuhan

c. Pusat-pusat rehabilitasi (cacat fisik, mental dan sosial)

d. Penitipan balita

d. Masyarakat

Masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup dan bekerjasama


cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap
diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang telah
ditetapkan dengan jelas. Masyarakat merupakan kelompok individu yang
saling berinteraksi, saling tergantung dan bekerjasama untuk mencapai
tujuan. Dalam berinteraksi sesama anggota masyarakat akan muncul
banyak permasalahan, baik permasalahan sosial, kebudayaan,
perekonomian, politik maupun kesehatan khususnya.

D. Peran Perawat Komunitas (PROVIDER OF NURSING CARE)


Banyak peranan yang dapat dilakukan oleh perawat kesehatan masyarakat
diantaranya adalah:
1. Sebagai Pendidik (Health Education)
Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat baik di rumah, puskesmas, dan di masyarakat
secara terorganisirdalam rangka menanamkan perilaku sehat, sehingga
terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan dalam mencapai
derajat kesehatan yang optimal.

2. Sebagai Pengamat Kesehatan (Health Monitor)

Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang


terjadi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang
menyangkut masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang timbul
serta berdampak terhadap status kesehatan melalui kunjungan rumah,
pertemuan-pertemuan, observasi dan pengumpulan data.

3. Koordinator Pelayanan Kesehatan (Coordinator of Servises)

Mengkoordinir seluruh kegiatan upaya pelayanan kesehatan


masyarakat dan puskesmas dalam mencapai tujuan kesehatan melalui
kerjasama dengan team kesehatan lainnya sehingga tercipta keterpaduan
dalam sistem pelayanan kesehatan. Dengan demikianpelayanan kesehatan
yang diberikan merupakan suatu kegiatan yang menyeluruh dan tidak
terpisah-pisah antara satu dengan yang lainnya.

4. Sebagai Pembaharuan (Inovator)

Perawat kesehatan masyarakat dapat berperan sebagai agen


pembaharu terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
terutama dalam merubah perilaku dan pola hidup yang erat kaitannya
dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan.

5. Pengorganisir Pelayanan Kesehatan (Organisator)

Perawat kesehatan masyarakat dapat berperan serta dalam


memberikan motivasi dalam meningkatkan keikutsertaan masyarakat
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dalam setiap upaya
pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh masyarakat misalnya:
kegiatan posyandu, dana sehat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan
sampai dengan tahap penilaian, sehingga ikut dalam berpartisipasi dalam
kegiatan pengembangan pengorganisasian masyarakat dalam bidang
kesehatan.
6. Sebagai Panutan (Role Model)

Perawat kesehatan masyarakat harus dapat memberikan contoh


yang baik dalam bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat tentang bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat ditiru
dan di contoh oleh masyarakat.

7. Sebagai Tempat Bertanya (Fasilitator)

Perawat kesehatan masyarakat dapat dijadikan tempat bertanya


oleh individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk memecahkan
berbagai permasalahan dalam bidang kesehatan dan keperawatan yang
dihadapi sehari-hari. Dan perawat kesehatan diharapkan dapat membantu
memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah kesehatan dan
keperawatan yang mereka hadapi.

8. Sebagai Pengelola (Manager)

Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola


berbagai kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai
dengan beban tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

E. Ruang Lingkup Perawatan Kesehatan Komunitas

Ruang lingkup praktik keperawatan masyarakat meliputi: upaya-upaya


peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), pemeliharaan
kesehatan dan pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dan
mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya
(resosialisasi).

Dalam memberikan asuhan keperawatan komunitas, kegiatan yang


ditekankan adalah upaya preventif dan promotif dengan tidak mengabaikan
upaya kuratif, rehabilitatif dan resosialitatif.

1. Upaya Promotif
Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat dengan jalan memberikan:

1) Penyuluhan kesehatan masyarakat

2) Peningkatan gizi

3) Pemeliharaan kesehatan perseorangan

4) Pemeliharaan kesehatan lingkungan

5) Olahraga secara teratur

6) Rekreasi

7) Pendidikan seks

2. Upaya Preventif

Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan


gangguan terhadap kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat melalui kegiatan:

1) Imunisasi massal terhadap bayi, balita serta ibu hamil

2) Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui Posyandu, Puskesmas


maupun kunjungan rumah

3) Pemberian vitamin A dan yodium melalui Posyandu, Puskesmas


ataupun di rumah

4) Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan meyusui

3. Upaya Kuratif

Upaya kuratif ditujukan untuk merawat dan mengobati anggota-


anggota keluarga, kelompok dan masyarakat yang menderita penyakit atau
masalah kesehatan, melalui kegiatan:

1) Perawatan orang sakit di rumah (home nursing)

2) Perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut perawatan dari Puskesmas


dan rumah sakit.
3) Perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis di rumah, ibu bersalin
dan nifas.

4) Perawatan payudara

5) Perawatan tali pusat bayi baru lahir

4. Upaya Rehabilitatif

Upaya rehabilitatif merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi


penderita-penderita yang dirawat di rumah, maupun terhadap kelompok-
kelompok tertentu yang menderita penyakit yang sama, misalnya Kusta,
TBC, cacat fisik dan lainnya, dilakukan melalui kegiatan:

1) Latihan fisik, baik yang mengalami gangguan fisik seperti penderita


Kusta, patah tulang mapun kelainan bawaan

2) Latihan-latihan fisik tertentu bagi penderita-penderita penyakit


tertentu, misalnya TBC, latihan nafas dan batuk, penderita stroke:
fisioterapi manual yang mungkin dilakukan oleh perawat

5. Upaya Resosialitatif

Upaya resosialitatif adala upaya mengembalikan individu, keluarga


dan kelompok khusus ke dalam pergaulan masyarakat, diantaranya adalah
kelompok-kelompok yang diasingkan oleh masyarakat karena menderita
suatu penyakit, misalnya kusta, AIDS.

F. Kegiatan Praktik Keperawatan Komunitas

Kegiatan praktik keperawatan komunitas yang dilakukan perawat


mempunyai lahan yang luas dan tetap menyesuaikan dengan tingkat pelayanan
kesehatan wilayah kerja perawat, tetapi secara umum kegiatan praktik
keperawatan komunitas adalah sebagai berikut:

1) Memberikan asuhan keperawatan langsung kepada individu, keluarga,


kelompok khusus baik di rumah (home nursing), di sekolah (school health
nursing), di perusahaan, di Posyandu, di Polindes dan di daerah binaan
kesehatan masyarakat.
2) Penyuluhan/pendidikan kesehatan masyarakat dalam rangka merubah
perilaku individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

3) Konsultasi dan pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi

4) Bimbingan dan pembinaan sesuai dengan masalah yang mereka hadapi

5) Melaksanakan rujukan terhadap kasus-kasus yang memerlukan


penanganan lebih lanjut

6) Penemuan kasus pada tingakat individu, keluarga, kelompok dan


amsyarakat

7) Sebagai penghubung antara masyarakat dengan unit pelayanan kesehatan

8) Melaksanakan asuhan keperawatan komuniti, melalui pengenalan masalah


kesehatan masyarakat, perencanaan kesehtan, pelaksanaan dan penilaian
kegiatan dengan menggunakan proses keperawatan sebagai suatu usaha
pendekatan ilmiah keperawatan.

9) Mengadakan koordinasi di berbagai kegiatan asuhan keperawatan


komuniti

10) Mengadakan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dengan instansi
terkait.

11) Memberikan ketauladanan yang dapat dijadikan panutan oleh individu,


keluarga, kelompok dan masyarakat yang berkaitan dengan keperawatan
dan kesehatan.

G. Model Pendekatan

Pendekatan yang digunakan perawat dalam memecahkan masalah


kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat secara keseluruhan adalah pendekatan pemecahan masalah
(problem solving approach) yang dituangkan dalam proses keperawatan
dengan memanfaatkan pendekatan epidemiologi yang dikatkan dengan upaya
kesehatan dasar (PHC).
Pendekatan pemecahan masalah dimaksudkan bahwa setiap masalah
kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyakrakat akan
dapat diatsi oleh perawat melalui keterampilan melaksanakan intervensi
keperawatan sebagai bidang keahliannya dalam melaksanakan profesinya
sebagai perawat kesehatan masyarakat.

Bila kegiatan perawatan komunitas dan keluarga menggunakan


pendekatan terhadapat keluarga binaan disebut dengan family approach, maka
bila pembinaann keluarga berdasarkan atas seleksi kasus yang datang ke
Puskesmas yang dinilai memerlukan tindak lanjut disebut dengan case
approach, sedangkan bila pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
pendekatan yang dilakukan terhadap masyarakat daerah binaan melalui survei
mawas diri dengan melibatkan partisipasi masyarakat disebut community
approach.
BAB III

TINJAUAN TEORI GOUT ARTHRITIS

A. Definisi Gout Arthritis


Penyakit asam urat atau dalam dunia medis disebut penyakit gout/
penyakit pirai (arthritis pirai) adalah senyawa nitrogen yang dihasilkan dari
proses katabolisme (pemecahan) purin baik dari diet maupun dari asam
nukleat endogen (asam deoksiribonukleat DNA). Asam urat sebagian besar
dieksresi melalu ginjal dan hanya sebagian kecil melalui saluran cerna(Syukri,
2007).
Purin adalah zat alami yang merupakan salah satu kelompok struktur
kimia pembentuk DNA dan RNA. Ada dua sumber utama purin, yaitu purin
yang diproduksi sendiri oleh tubuh dan purin yang didapatkan dari asupan
makanan. Zat purin yang diproduksi oleh tubuh jumlahnya mencapai 85%.
Untuk mencapai 100%, tubuh manusia hanya memerlukan asupan purin dari
luar tubuh (makanan) sebesar 15%. Ketika asupan purin masuk kedalam tubuh
melebihi 15%, akan terjadi penumpukan zat purin. Akibatnya, asam urat akan
ikut menumpuk. Hal ini menimbulka risiko penyakit asam urat (Noviyanti,
2015).
Asam urat sebenarnya memiliki fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai
antioksidan dan bermanfaat dalam regenerasi sel. Setiap peremajaan sel, kita
membutuhkan asam urat. Jika tubuh kekurangan asam urat sebagai
antioksidan maka akan banyak oksidasi atau radikal bebas yang bisa
membunuh sel-sel kita. Metabolisme tubuh secara alami menghasilkan asam
urat. Makanan yang dikonsumsi juga menghasilkan asam urat. Asam urat
menjadi masalah ketika kadar di dalam tubuh melewati batas normal.

B. Klasifikasi Gout Arthritis


Gout arthritis di bagi menjadi 2 yaitu :
1. Gout Primer
Dipengaruhi oleh faktor genetik. Terdapat produksi/ sekresi asam urat yang
berlebihan dan tidak di ketahui penyebabnya.
2. Gout sekunder
a. Produksi asam urat yang berlebihan
Kelainan mieloprolifeatif (polisitemia, leukemia, myeloma retikulasi).
b. Sekresi asam urat yang kurang
Kegagalan ginjal kronik, pemakaian obat- obatan salisila, tiazid.
c. Obesitas
d. Intoksikasi
e. Penderita DM

C. Etiologi
a. Faktor internal
Penyebab asam urat yang paling utama adalah makanan atau factor
dari luar. Asam urat dapat meningkat dengan cepat antara lain disebabkan
karena nutrisi dan konsumsi makanan dengan kadar purin tinggi.
b. Faktor eksternal
Adapun faktor dari dalam adalah terjadinya proses penyimpangan
metabolisme yang umumnya berkaitan dengan faktor usia, dimana usia
diatas 40 tahun atau manula beresiko besar terkena asam urat. Selain itu,
asam urat bisa disebabkan oleh penyakit darah, penyakit sumsum tulang
dan polisitemia, konsumsi obat-obatan, alkohol, obesitas, diabetes mellitus
juga bisa menyebabkan asam urat.

D. Patofisiologi
Hiperurisemia (konsentrasi asam urat dalam serum yang lebih besar dari
7,0 mg/dl) dapat (tetapi tidak selalu) menyebabkan penumpukan kristal
monosodium urat. Serangan gout tampaknya berhubungan dengan
peningkatan atau penurunan mendadak kadar asam urat serum. Kalau kristal
urat mengendap dalam sebuah sendi, respons inflamasi akan terjadi dan
serangan gout dimulai. Dengan serangan yang berulang – ulang, penumpukan
kristal natrium urat yang dinamakan tofus akan mengendap di bagian perifer
tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga. Nefrolitiasis urat (batu ginjal)
dengan penyakit renal kronis yang terjadi sekunder akibat penumpukan urat
dapat timbul (Smeltzer, 2002).
Gambaran kristal urat dalam cairan sinovial sendi yang asimtomatik
menunjukkan bahwa faktor – faktor non-kristal mungkin berhubungan dengan
reaksi inflamasi. Kristal monosodium urat yang ditemukan tersalut dengan
imunoglobulin yang terutama berupa IgG. IgG akan meningkatkan fagositosis
kristal dan dengan demikian memperlihatkan aktivitas imunologik (Smeltzer,
2002).
Pada keadaan normal kadar urat serum pada laki-laki mulai meningkat
setelah pubertas. Pada perempuan kadar urat tidak meningkat sampai setelah
menopause karena estrogen meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal.
Setelah menopause, kadar urat serum meningkat seperti pada laki-laki.
Ada prevalensi familial dalam penyakit gout yang mengesankan suatu
dasar genetik dari penyakit ini. Namun, ada sejumlah faktor yang agaknya
memengaruhi timbulnya penyakit ini termasuk diet, berat badan, dan gaya
hidup.
Terdapat empat tahap perjalanan klinis dari penyakit gout yang tidak
dionati. Tahap pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Nilai normal asam
urat serum pada laki-laki adalah 5,1 ± 1,0 mg/dl, dan pada perempuan adalah
4,0 ± 1,0 mg/dl. Nilai-nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/dl pada seseorang
dengan gout. Dalam tahapan ini pasien tidak menunjukan gejala-gejala selain
dari peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari pasien hiperurisemia
asimtomatik yang berlanjut menjadi serangan gout akut. Tahap kedua adalah
artritis gout akut. Pada tahap ini terjadi awitan mendadak pembengkakan dan
nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi
metatarsofalangeal. Artritis bersifat monoartikular dan menunjukkan tanda-
tanda peradangan lokal. Mungkin terdapat demam dan peningkatan jumlah
leukosit. Serangan dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-obatan
(diuretik), alkohol, atu stres emosional. Tahap ini biasanya mendorong pasien
untuk mencari pengobatan segera. Sendi-sendi lainnya juga dapat terserang,
termasuk sendi jari-jari tangan, lutut, mata kaki, pergelangan tangan, dan siku.
Serangan gout akut biasanya pulih tanpa pengobatan, tetapi dapat memakan
waktu 10-14 hari.
Tahap ketiga setelah serangan gout akut, adalah tahap interktiris. Tidak
dapat gejala-gejala pada masa ini, yang dapat berlangsung dari beberapa bulan
sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang dalam
waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.
Tahap keempat adalah tahap gout kronik, dengan timbunan asam urat yang
terus bertambah dalam beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai.
Peradangan kronik akibat kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit,
dan kaku, pembesaran dan penonjolan sendi yang bengkak. Serangan akut
artritis gout dapat terjadi dalam tahap ini.
Gout dapat merusak ginjal, sehingga ekskresi asam urat akan bertambah
buruk. Kristal-kristal asam urat dapat terbentuk dalam interstitum medula,
papila, dan piramid, sehingga timbul proteinuria dan hipertensi ringan. Batu
ginjal asma urat juga dapat terbentuk sebagai akibat sekunder dari gout. Batu
biasanya berukuran kecil, bulat, dan tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi
(Kowalak, 2002).
E. Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari gout athritist meliputi :
1. Akut
Serangan awal gout berupa nyeri yang berat, bengkak dan berlangsung
cepat, lebih sering di jumpai pada ibu jari kaki dan biasanya bersifat
monoartikular. Ada kalanya serangannyeri di sertai kelelahan, sakit kepala
dan demam ( Junaidi, 2006 dalam Dianati, 2015).
Serangan akut ini dilukiskan sebagai sembuh beberapa hari sampai
beberapa minggu, bila tidak terobati, rekuren yang multipel, interval antara
serangan singkat dan dapat mengenai beberapa sendi (Tehupeiory, 2006
dalam Widyanto, 2014 ). Ketika serangan artritis gout terjadi eritema yang
luas di sekitar area sendi yang terkena dapat terjadi. Meskipun serangan
bersifat sangat nyeri biasanya dapat sembuh sendiri dan hanya beberapa
hari. Setelah serangan terdapat interval waktu yang sifatnya asimptomatik
dan disebut juga stadium interkritikal (Sunkureddi et al, 2006 dalam
Widyanto, 2014).
2. Interkritikal
Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode
interkritikal asimtomatik. Secara klinik tidak dapat ditemukan tanda-tanda
radang akut ( Junaidi, 2006 dalam Dianati, 2015). Namun pada aspirasi
sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses
peradangan tetap berlanjut, walaupun tanpa keluhan. Keadaan ini dapat
terjadi satu atau beberapa kali pertahun, atau dapat sampai 10 tahun tanpa
serangan akut. Apabila tanpa penanganan yang baik dan pengaturan asam
urat yang tidak benar, maka dapat timbul serangan akut lebih sering yang
dapat mengenai beberapa sendi dan biasanya lebih berat (Tehupeiory, 2006
dalam Widyanto, 2014)
3. Kronis
Pada gout kronis terjadi penumpukan tofi (monosodium urat)
dalam jaringan yaitu di telinga, pangkal jari dan ibu jari kaki ( Junaidi,
2006 dalam Dianati, 2015). Tofus terbentuk pada masa artritis gout kronis
akibat insolubilitas relatif asam urat. Awitan dan ukuran tofus secara
proporsional mungkin berkaitan dengan kadar asam urat serum. Bursa
olekranon, tendon achilles, permukaan ekstensor lengan bawah, bursa
infrapatelar, dan heliks telinga adalah tempat-tempat yang sering
dihinggapi tofus. Secara klinis tofus ini mungkin sulit dibedakan dengan
nodul rematik. Pada masa kini tofus jarang terlihat dan akan menghilang
dengan terapi yang tepat (Carter, 2006 dalam Widyanto 2014).

F. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan yang paling utama untuk gout arthritis yaitu pemeriksaan
cairan sinovial. Pada pemeriksaan ini menunjukkan adanya kristal
monosodium urate (MSU). Identifikasi kristal MSU dianggap sebagai standar
emas untuk diagnosis (Saigal & Abhishek, 2015). Diagnosis dapat
dikonfirmasi melalui aspirasi persendian yang mengalami inflamasi akut atau
dicurigai topus (Sholikah, 2014).
Diagnosis artritis gout dilakukan sesuai dengan kriteria dari The American
College of Rheumatology (ACR) yaitu terdapat kristal urat dalam cairan sendi
atau tofus dan/atau bila ditemukan 6 dari 12 kriteria yaitu, Inflamasi
maksimum pada hari pertama, serangan akut lebih dari satu kali, artritis
monoartikuler, sendi yang terkena berwarna kemerahan, pembengkakan dan
nyeri pada sendi metatarsofalangeal, serangan pada sendi metatarsofalangeal
unilateral, adanya tofus, hiperurisemia (kadar asam urat dalam darah lebih dari
7,5 mg/dl) , pada foto sinar-X tampak pembengkakan sendi asimetris dan kista
subkortikal tanpa erosi, dan kultur bakteri cairan sendi negatif (Widyanto,
2014).
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan adalah kombinasi pengistirahatan sendi dan terapi
makanan/diet. Pengistirahatan sendi meliputi pasien harus disuruh umtuk
meninggikan bagian yang sakit untuk menghindari penahanan beban dan
tekanan yang berasal dari alas tempat tidur dan memberikan kompres dingin
untuk mengurangi rasa sakit.
Terapi makanan mencakup pembatasan makanan dengan kandungan purin yang
tinggi, alkohol serta pengaturan berat badan. Perawat harus mendorong pasien
untuk minum 3 liter cairan setiap hari untuk menghindari pembentukan calculi
ginjal dan perintahkan untuk menghindari salisilat.
Pola diet yang harus diperhatikan adalah :
1. Golongan A ( 150 - 1000 mg purin/ 100g ) :
Hati, ginjal, otak, jantung, paru, lain-lain jerohan, udang, remis, kerang,
sardin, herring, ekstrak daging, ragi (tape), alkohol, makanan dalam
kaleng.
2. Golongan B ( 50 - 100 mg purin/ 100g ) :
Ikan yang tidak termasuk gol.A, daging sapi, kacang-kacangan kering,
kembang kol, bayam, asparagus, buncis, jamur, daun singkong, daun
pepaya, kangkung.
3. Golongan C ( < 50mg purin/ 100g ) :
Keju, susu, telur, sayuran lain, buah-buahan.
4. Bahan makanan yang diperbolehkan :
a. Semua bahan makanan sumber karbohidrat, kecuali havermout (dalam
jumlah terbatas).
b. Semua jenis buah-buahan.
c. Semua jenis minuman, kecuali yang mengandung alkohol.
d. Semua macam bumbu.
5. Bila kadar asam urat darah >7mg/dL dilarang mengkonsumsi bahan
makanan gol.A, sedangkan konsumsi gol.B dibatasi.
6. Batasi konsumsi lemak.
7. Banyak minum air putih.
8. Obat – obat penurun kadar asam urat terdiri dari :
a. Kelompok urikosurik yaitu probenesid, sulfinpirazon, bensbromaron,
azapropazon.
b. Kelompok xanthine oxydase yaitu : allopurinol. (Pudiyono, 2011).

H. Komplikasi
Menurut Rotschild (2013), komplikasi dari artritis gout meliputi severe
degenerative arthritis, infeksi sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi.
Sitokin, kemokin, protease, dan oksidan yang berperan dalam proses inflamasi
akut juga berperan pada proses inflamasi kronis sehingga menyebabkan
sinovitis kronis, dekstruksi kartilago, dan erosi tulang.

ASUHAN KEPERATAN KOMUNITAS GOUT ARTRHITIS

A. Pengkajian
Pengkajian komunitas adalah untuk mengidentifikasi faktor positif dan negative
yang berhubungan dengan kesehatan dalam rangka membangun strategi untuk
pomosi kesehatan.
Sasaran dari sosialisasi ini adalah tokoh masyarakat baik formal maupun non
formal, kader masyarakat, serta perwakilan dari setiap elemen dimasyaraka
(PKK, karang taruna, dan lainnya).
Pada tahap pengkajian terdapat beberapa kegiatan yaitu mulai pengumpulan data,
pengolahan data, analisis data, perumusan atau penentuan masalah prioritas.
a. Data Inti
- Usia yang beresiko
- Pendidikan
- Jenis kelamin
- Pekerjaan
- Agama
- Keyakinan
- Nilai- nilai
- Riwayat komunitas yang merupakan stressor timbulnya gangguan.
b. Data subsistem
- Physical environment
Perumahan yan dihuni penduduk, penerangan, sirkulasi, kepadatannya
merupakan stressor bagi penduduk.
- Education
Status pendidikan, sarana pendidikan apakah dapat digunakan untuk
peningkatan pengetahuan.
- Safety dan transportation
Pelayanan perlindungan, kebakaran, polisi, sanitasi. Transportasi : berupa
jalan dan sarana angkutan dilingkungan tempat tinggal apakah tidak
menimbulkan stress.
- Politics and government
Politik dan kebijakan pemerintah, (tingkat RT, RW, Lurah, Camat, dan
lain- lain ) apakah cukup menunjang sehingga memudahkan kounitas
mendapat pelayanan berbagai bidang termasuk kesehatan.
- Health and social service
(PKK, Karang taruna, panti , LKMD, Posyandu dan lain-lain ) apakah
tersedia untuk melakukan deteksi dini pada gangguan / merawat /
memantau apabila gangguan sudah terjadi.
- Communication
(Formal : koran, radio, TV ; informal : papan pengumuman, posterdan
sebagainya )apakah sarana komunikasi dapat dimanfaatkan di
komunitas tersebut untuk meningkatkan pengetahuan terkait
dengangangguan kesehatan, misalnya televisi, radio, koran, leaflet
yang diberikan kepada komunitas.
- Economics
Tingkat sosial ekonomi komunitas secara keseluruhan apakah sesuai
dengan UMR ( Upah Minimum Regional / individu/ bulan ) dibawah
atau diatas sehingga upaya pelayanan, misalnya anjuran untuk
konsumsi jenis makanan sesuai status ekonomi tersebut.
- Recreation
Apakah tersedia sarana , kapan saja dibuka, biayanya apakah terjangkau
oleh komunitas.Rekreasi ini hendaknya dapat digunakan komunitas
untuk mengurangi stress
LANGKAH PENGKAJIAN

a. Mengumpulkan data primer


- Wawancara
- Observasi (norma, nilai, keyakinan, struktur kekuatan, proses
penyelesaian masalah, dinamika kelompok masyarakat, pola
komunikasi, situasi)
b. Mengumpulkan data sekunder
Dilakukan dengan cara mencatat data dan informasi dari usmber yang
relevan untuk wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. Misal :
catatan kelahiran, catatan kematian, dan cakupan pelyanan.
c. Membahas data yang terkumpul
Kegiatan yang dilakukan yaitu lokakarya mini atau pertemuan khusus
pada forum koordinasi. Melalui pembahasan ini dirumuskan masalah
serta mencari penyebabnya.

B. Analisa data
Tujuan dari analisa data :
- Menetapkan kebutuhan komunitas
- Menetapkan kekuatan
- Mengidentifikasi pola respon kesehatan
- Mengidentifikasi kecenderungan pengguanaan pelayanan kesehatan

PERENCANAAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

N PERENCANAAN
O Masalah Diagnosa Sasaran Tujuan Kriteria Standar Rencana
kesehatan keperawatan keperawata
1 Penyakit Ketidakmampuan Setelah Agar supaya Setelah lansia mampu -Jelaskan
Gout mengenal dilakukan keluarga, diberikan menjelaskan kepada kel
Arthritis masalah Gout penyuluhan masyarakat, penyuluhan tentang dan lansia
Arthritis tentang Gout pihak-pihak keluarga,dan pengertian, tentang
berhubungan Arthritis yang berada lansia dapat tanda, gejala pengertian
dengan kurang keluarga,dan di lingkungan menjelaskan dan penyebab Arthritis ta
pengetahuan lansia akan tempat inggal tentang penyakit gejala dan
keluarga tentang mengerti dan mengetahui tanda, gejala Gout Arthritis penyebab
penyakit Gout mengetahui dan mengerti dan penyebab penyakit
Arthritis dan tentang tanda, gejala penyakit
penangannya tanda, gejala dan penyebab Gout Arthritis
dan penyebab penyakit
penyakit Gout Arthritis
Gout Arthritis

2 Potensial Ketidakmampuan Setelah Keluarga Setelah Keluarga, -Berikan


terjadinya memelihara dilakukan mengetahui diberikan lansia mampu penyuluhan
penyakit lingkungan rumah penyuluhan dan penyuluhan menjelaskan kepada kel
Gout yang dapat dengan memahami selama 30, tentang cara tentang car
Arthritis mempengaruhi keluarga cara keluarga pencegahan pencegahan
dengan kesehatan dan akan pencegahan mampu perawatan perawatan
anggota perkembangan memahami penyakit menjelaskan penyakit Gout penyakit G
keluarga pribadi anggota dan Gout Arthritis dan Arthritis pada Arthritis pa
yang lain keluarga mengetahui dengan memahami anggota anggota
sehubungan tentang cara anggota tentang keluarga yang keluarga ya
dengan pencegahan keluarga pencegahan
ketidaktahuan dan yang lain dan lain lain
keluarga tentang perawatan perawatan
usaha pencegahan penyakit penyakit
dan perawatan Gout Artritis Gout
penyakit Gout dengan Artrhitis
Arthritis anggota dengan
keluarga anggota
yang lain keluarga
yang lain
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan
Gout terjadi sebagai akibat dari hiperurisemia yang berlangsung lama
(asam urat serum meningkat) disebabkan karena penumpukan purin atau
eksresi asam urat yang kurang dari ginjal. Purin adalah zat alami yang
merupakan salah satu kelompok struktur kimia pembentuk DNA dan RNA.
Ada dua sumber utama purin, yaitu purin yang diproduksi sendiri oleh tubuh
dan purin yang didapatkandari asupan makanan. Zat purin yang diproduksi
oleh tubuh jumlahnya mencapai 85%. Untuk mencapai 100%, tubuh manusia
hanya memerlukan asupan purin dari luar tubuh (makanan) sebesar 15%.
Ketika asupan purin masuk kedalam tubuh melebihi 15%, akan terjadi
penumpukan zat purin. Akibatnya, asam urat akan ikut menumpuk. Hal ini
menimbulka risiko penyakit asam urat. (Noviyanti, 2015).
. Asam urat dapat meningkat dengan cepat antara lain disebabkan
karena nutrisi dan konsumsi makanan dengan kadar purin tinggi. Adapun
faktor lain terjadinya proses penyimpangan metabolisme yang umumnya
berkaitan dengan faktor usia.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Bedah Medikal Bedah. Vol 3.
Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Noviyanti. 2015. Hidup Sehat Tanpa Asam Urat. Yogyakarta: Notebook.
Syukri M. 2007. Asam Urat dan Hiperuresemia. Majalah Kedokteran
NusantaraVolume 40 No. 1 Maret 2007.
Arya, RK & Jain, V. 2013. Osteoarthritis of the Knee Joint. Journal Indian
Academy of Clinical Medicine. Vol 14. No 2. Page 154-162.

Ahmad, N. (2011). Cara Mencegah Dan Mengobati Asam Urat. Jakarta :


Rineka Cipta.

Liebman et al. 2007, Urid Acid Nephrolithiasis, Current Rheumatology


Reports, Vol. 9, No. 3, pp. 251-257.

Rotschild, BM 2013, Gout and Pseudogout, Emedicine Medscape.

Sakhaee K, Maalouf NM 2008, Metabolic Syndrome and Uric Acid


Nephrolithiasis, Seminars in Nephrology, Vol.28, No. 2, pp. 174-180.

Saigal, Renu & Abhishek Agrawal. 2015. Pathogenesis and Clinical


Management of Gouty Arthrhitis. Journal of The Association of Physicians of
India Vol. 63 December 2015 :56-63.
Dianati, Nur Amalia. 2015. GOUT AND HYPERURICEMIA. J
MAJORITY Vol. 4 No. 3 Januari 2015 : 82-89.
Sholihah, Fatwa Maratus. 2014. DIAGNOSIS AND TREATMENT GOUT
ARTHRITIS. J MAJORITY Vol. 3 No. 7 Desember 2014 : 39-45.
Widyanto, Fandi Wahyu. 2014. ARTRITIS GOUT DAN
PERKEMBANGANNYA. Jurnal bidang kedokteran dan kesehatan Saintika Medika
Vol. 10 No. 2 Desember 2014 : 145-152.

Vous aimerez peut-être aussi