Vous êtes sur la page 1sur 12

Perkembangan Akhlak Tasawuf di era Modern

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Ahklak Tasawuf

Disusun Oleh:

M. Miftachus Surur B. (D03218018)

M. Fathulloh Ali Muddin (D03218019)

Dosen Pembimbing :

Drs. Taufiq Subty, M.Pd.I

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena
hanya atas petunjuk dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Perkembangan akhlak tasawuf di era modern” ini dapat kami
selesaikan dengan baik.

Makalah ini merupakan bagian dari mata kuliah sosiologi manajemen dan
pendidikan. Walaupun dalam proses pembuatannya mengalami kendala. Namun
berkat doa dan usaha kami, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada semua yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini. kami sepenuhnya menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaaan karena keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki. Namun kami berusaha untuk
menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang
akan datang.
Demikian, kami berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca serta
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Surabaya, 21 april 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................... ii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................ 1

BAB II: PEMBAHASAN

A. Devinisi Tasawuf.......................................................................................2
B. Ciri, Tujuan dan Faedah Tasawuf..............................................................2
C. Tantangan Modernitas...............................................................................4

BAB III: PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................................ 8

Daftar Pustaka.......................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat selalu bergerak dinamis seiring dengan kemajuan zaman.
Semakin kompleks suatu masyarakat,maka terjadilah pembagian kerja yang
semakin rinci. Dalam masyarakat primitif, sebuah keluarga menjalankan
semua fungsi sosial mulai dari merawat dan mendidik anak, mencari nafkah,
membuat rumah dan sebagainya. Hal tersebut berlawanan dengan masyarakat
modern. Berbagai urusan dan kehidupan modern dikerjakan oleh orang-orang
tertentu sesuai keahliannya. Misalnya pendidikan anak di serahkan kepada
guru, perawat kesehatan dikerjakan oleh dokter, dan lain-lain.
Semakin rinci pembagian kerja dalam suatu masyarakat, semakin banyak
kelompok-kelompok sosial itu membentuk kebutuhan masyarakat. Ada dua
macam kelompok sosial di masyarakat, yaitu kelompok-kelompok yang
memiliki strata sama dan berbeda. Kelompok-kelompok dengan strata
berjenjang dihasilkan oleh proses yang disebut stratifikasi sosial, sedangkan
kelompok-kelompok yang tidak berjenjang dihasilkan oleh proses diferensiasi
sosial.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Devinisi dar Tasawuf?
2. Bagaimana Ciri, Tujuan dan Faedah Tasawuf?
3. Apa Tantangan tasawuf di era Modernitas?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Devinisi dar Tasawuf
2. Untuk memahami Ciri, Tujuan dan Faedah Tasawuf.
3. Untuk Tantangan tasawuf di era Modernitas.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Devinisi Tasawuf

Secara etimologi, terdapat sejumlah kata atau istilah yang berkenaan


dengan tasawuf yaitu ahlu suffah (sekelompok orang di masa Rasulullah
SAW yang hidupnya banyak berdiam di serambi-serambi masjid), shafa
(bersih atau suci), shaf (barisan shalat) dan shuf (bulu domba atau wool).
Kata-kata tersebut bisa-bisa saja dihubungkan dengan tasawuf. Ada juga
yang mengatakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata Sovia yang artinya
kebijaksanaan, Sufanah yaitu sejenis buah-buahan kecil dan berbulu yang
banyak tumbuh di tanah Arab yang mencerminkan pakaian kaum sufi yang
sederhana.

Secara terminology, menurut Muhammad Amin Al-Kurdy tasawuf


adalah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal-ihwal kebaikan dan
keburukan jiwa, cara membersihkannya dari sifat-sifat yang buruk dan
mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk,
melangkah menuju keridhaan Allah dan meninggalkan larangan-Nya
menuju kepada perintah-Nya. Tasawuf ialah usaha mengisi hati dengan
hanya ingat kepada Allah yang merupakan landasan lahirnya ajaran al-hub
atau cinta Illahi.

B. Ciri, Tujuan dan Faedah Tasawuf

Sebelum sampai pada bagaimana mengamalkan tasawuf, terlebih dahulu


harus dipahami mengenai ciri umum tasawuf, sehingga tidak menjadikan
kesalahan dalam memahami apa dan bagaimana ajaran tasawuf itu. Berikut
ini adalah ciri-ciri umum tasawuf yang sebenarnya dalam Islam:

1. Memiliki nilai-nilai moral. Artinya bahwa dalam bertasawuf harus ada


peningkatan moralitas, maksudnya siapapun yang menekuni tasawuf
berefek pada Akhlaqul Karimah.

2. Pemenuhan fana dalam realitas mutlak. Maksudnya orang yang


bertasawuf bisa menfana’kan/ menghilangkan sifat-sifat buruk dalam

2
dirinya dan tertanam sifat-sifat keilahian sehingga terwujud sikap
ihsan dalam kehidupan.

3. Pengetahuan intuitif langsung . Ketika orang bertasawuf telah mampu


mengendalikan nafsu yang jelek menuju nafsu yang diridhai Allah
maka hidupnya akan mendapatkan bimbingan dari Allah.

4. Timbulnya rasa kebahagiaan sebagai karunia Allah SWT. Sebagai


akibat orang yang hidupnya bertasawuf akan selalu dalam bimbingan
Allah sehingga terjauh dari dosa dan kesalahan maka hidup dalam
kebahagiaan.

5. Penggunaan simbol-simbol pengungkapan yang biasa mengandung


pengertian harfiah dan tersirat. Tidak menutup kemungkinan ketika
seseorang betul-betul melakukan tasawuf dan diperoleh rasa
kedekatan dengan Allah akan muncul rasa penyatuan dengan sang
Khalik. Sehingga pengalaman spiritualnya jika diungkapkan dengan
bahasa lisan atau tulisan muncul simbol-simbol pengungkapan. Maka
berhati-hatilah dalam membahasakan dan memahaminya.

Berdasarkan ciri umum tasawuf di atas, dapat dipahami bahwa tasawuf


itu jelas tidak bertentangan dengan ajaran Islam, jauh dari kesesatan, apalagi
menghambat modernitas yang sedang berkembang. Tasawuf merupakan sisi
esoterik dalam Islam yang mengajarkan cara untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT, dengan memperbaiki akhlak, menjauhi sifat-sifat buruk,
mengendalikan nafsu, dan mencari ridho Allah SWT.

Cara-cara tersebut diajarkan sedemikian rupa dalam tasawuf agar


seseorang yang berjalan di dalamnya dapat meraih tujuan utamanya. Tujuan
utama tasawuf dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Menyelamatkan diri dari akidah syirik dan bathil.

2. Melepaskan diri (takhalli) dari penyakit- penyakit hati.

a. penyakit hati yang tidak dirasakan oleh pemiliknya secara


langsung yaitu penyakit kebodohan, syubhat dan keraguan. Ini
adalah penyakit yang paling berbahaya.

3
b. penyakit hati yang secara langsung dapat dirasakan seperti rasa
cemas, gelisah, sedih dan amarah. Penyakit – penyakit seperti itu
kadang kala dapat disembuhkan dengan obat – obatan alamiah.

3. Menghiasi diri (tahalli) dengan akhlak Islami.

4. Menggapai derajat ihsan dalam ibadah (tajalli).

5. Menstabilkan akidah shuhbah ilahiyah (persahabatan ketuhanan).

6. Menggapai kekuatan iman yang dulu pernah dimiliki sahabat Nabi


SAW, menjalankan ilmu-ilmu syariat dan meniupkan ruh kehidupan
yang Islami.

Ketika seseorang benar-benar mempelajari, memahami dan


mengamalkan tasawuf, maka akan diperoleh faedah yang luar biasa dalam
dirinya. Adapun faedah-faedahnya antara lain:

1. Membersihkan hati dalam berhubungan dengan Tuhan.

2. Membersihkan diri dari pengaruh materi.

3. Menerangi jiwa dari kegelapan.

4. Memperteguh dan menyuburkan keyakinan beragama.

5. Mempertinggi akhlak.

C. Tantangan Modernitas

Istilah modernitas diderivasikan dari istilah modern. Istilah modern


pertama kali muncul pada abad ke-16 (sekitar tahun 1500-an di Eropa),
berasal dari bahasa Latin ‘moderna’ yang artinya sekarang, baru, atau saat
kini. Melalui istilah inilah kata modernitas itu muncul. Modernitas bukan
hanya menunjuk pada suatu periode, melainkan juga suatu bentuk kesadaran
yang terkait dengan kabaruan (Inggris: Newness), karena itu istilah
perubahan, kemajuan, revolusi, pertumbuhan adalah istilah-istilah kunci
kesadaran modern. Pemahaman tentang modernitas sebagai suatu bentuk
kesadaran itu, lebih mendasar dari pada pemahaman-pemahaman yang

4
bersifat sosiologis ataupun ekonomis. Dalam pemahaman-pemahaman
terakhir ini, orang menunjuk pada tumbuhnya sains, teknik dan ekonomi
kapitalistis sebagai ciri-ciri masyarakat modern.

Modern adalah sikap dan cara berfikir dan bertindak sesuai dengan
tuntutan zaman. Menurut Deliar Noer, sebagaimana dikutip oleh Abudin
Nata, ciri-ciri masyarakat modern adalah sebagai berikut:

1. Bersifat Rasional

Masyarakat modern lebih mengutamakan pendapat akal pikiran,


dari pada pendapat emosi. Mereka mengedepan pendapat yang dapat
diterima oleh akal. Logis dan empiris. Karenanya, mereka tidak
percaya pada tahayul dan kegaiban-kegaiban yang di luar nalar,
meskipun mereka juga sering menjumpainya sebagai pengalaman.
Bersifat rasional berarti segala sesuatunya bersifat logis, sistematis
dan kritis sebagai hasil dari berfikir rasional.

2. Berfikir Futuristik

Masyarakat modern bersifat futuristik. Mereka berfikir untuk


masa depan yang lebih baik, terprogram. Tidak hanya berfikir saat ini
atau keperluan saat ini saja, melainkan mempersiapkan strategi untuk
masa depan.

3. Menghargai Waktu

Masyarakat modern selalu berfikir bahwa waktu sangat berharga


dan dimanfaatkan secara maksimal. Ada istilah ‘waktu adalah uang’,
sehingga mereka tidak ingin menyia-nyiakan waktu untuk sesuatu
yang belum jelas untung ruginya. Waktu yang ada dimanfaatkan
sebaik mungkin, terprogram dan dilaksanakan sesuai schedule yang
telah disusun sebelumnya.

4. Bersikap Terbuka

Masyarakat modern bersikap terbuka (open minded), artinya siap


menerima masukan, saran, kritikan dan apapun bentuknya dari
siapapun demi perbaikan hidup dan kehidupan.

5
5. Berfikir Obyektif

Masyarakat modern melihat segala sesuatu dari sudut fungsi dan


kegunaannya.

Sedangkan menurut Atho’ Muzhar, masyarakat modern ditandai oleh


lima hal:

1. berkembangnya Mass Culture.

2. tumbuhnya sikapsikap yang lebih mengakui kebebasan bertindak


manusia menuju perubahan masa depan.

3. tumbuhnya berfikir rasional.

4. tumbuhnya sikap hidup yang materialistik.

5. meningkatnya laju urbanisasi.

Manusia terpacu oleh situasi mekanistis yang telah diciptakannya


sendiri sehingga kehilangan waktu untuk merenungkan ayat-ayat Allah
dan makna hidupnya. Manusia telah kehilangan kontak secara manusiawi
dalam tata hubungan antar manusia karena manusia telah menjadi egoistis.
Manusia kehilangan kontak dengan alam, sehingga menimbulkan
kerusakan lingkungan menjadi masalah utama dama hidup modern.
Manusia telah kehilangan orientasi, tidak tahu ke mana arah hidup tertuju.
Di sinilah manusia telah kehilangan segala-galanya.

Mengutip pendapat Komarudin Hidayat mengapa sufisme perlu


dikembangkan/ dimasyarakatkan:

1. turut serta terlibat dalam berbagai peran dalam menyelamatkan


kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat hilangnya nilai-nilai
spiritual.

2. memperkenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek esoteris


(kebatinan) Islam.

3. untuk memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek


esoteris Islam, yakni sufisme, adalah jantung ajaran Islam, sehingga

6
jika wilayah ini kering dan tidak berdenyut, maka keringlah aspek-
aspek lain ajaran Islam.

Nilai-nilai Spiritual yang harus dicapai dalam menghadapi abad modern


ini adalah hidup yang bersungguh-sungguh, bersyukur, bisa menghargai
waktu, berfikir positif, silaturrahmi, berjiwa besar, belajar dan mengajar,
bertobat jika telah melakukan dosa dan kesalahan dan jangan lupa berdoa
kepada Allah SWT.

Untuk menyelesaikan persoalan tersebut tasawuf punya metode yaitu


dengan jalan menempuh Maqamat dan ahwal. Maqomat adalah jama’ dari
maqom yang mengandung arti kedudukan, yakni kedudukan hamba dalam
pandangan Allah, menurut apa yang diusahakan menurut Ibadah,
perjuangan, latihan dan perjalanan menuju Allah SWT. sedangkan ahwal
adalah jama dari hal yang berarti sifat atau keadaan sesuatu yakni keadaan
atau kondisi psikologis yang dirasakan ketika seseorang mencapai maqam
tertentu.

Maqam-maqam yang harus di jalani yaitu: Tobat, Zuhud, Faqir, Sabar,


Syukur, Ridha, dan Tawakkal. Jika maqamat telah dilakukan dengan
sungguh, benar dan istiqamah maka ahwal yang akan diperoleh di
antaranya: Muhasabah dan muraqabah (Waspada & mawas diri), Hubb
(cinta), Khauf dan Raja’ (takut & berharap), Syauq (rindu), Uns (intim),
Thuma’ninah (tentram), Musyahadah (penyaksian), dan Yaqin (percaya).
Selain melalui tahapantahapan maqamat dan ahwal tersebut untuk
memperoleh ketinggian spiritual dan ma’rifat maka seseorang harus
melakukan upaya-upaya tertentu, yaitu: Riyadhah dan mujahadah;
Tafakur; Tadzkiyatun nafs; dan, Dzikrullah. Jika totalitas jiwa dan hatinya
telah suci dan dipenuhi dzikrullah, tidak mustahil bila hidupnya dipenuhi
kearifan dan dalam bimbingan Allah, maka hidupnya selamat dan bahagia
dunia dan akherat.

7
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Secara etimologi, terdapat sejumlah kata atau istilah yang
berkenaan dengan tasawuf yaitu ahlu suffah (sekelompok orang di masa
Rasulullah SAW yang hidupnya banyak berdiam di serambi-serambi
masjid), shafa (bersih atau suci), shaf (barisan shalat) dan shuf (bulu domba
atau wool). Kata-kata tersebut bisa-bisa saja dihubungkan dengan tasawuf.
Ada juga yang mengatakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata Sovia yang
artinya kebijaksanaan, Sufanah yaitu sejenis buah-buahan kecil dan berbulu
yang banyak tumbuh di tanah Arab yang mencerminkan pakaian kaum sufi
yang sederhana.

1. Memiliki nilai-nilai moral.

2. Pemenuhan fana dalam realitas mutlak.

3. Pengetahuan intuitif langsung.

4. Timbulnya rasa kebahagiaan sebagai karunia Allah SWT.

5. Penggunaan simbol-simbol pengungkapan yang biasa mengandung


pengertian harfiah dan tersirat.

Modern adalah sikap dan cara berfikir dan bertindak sesuai dengan
tuntutan zaman. Menurut Deliar Noer, sebagaimana dikutip oleh Abudin
Nata, ciri-ciri masyarakat modern adalah sebagai berikut:

1. Bersifat Rasional

2. Berfikir Futuristik

3. Menghargai Waktu

4. Berfikir Obyektif

8
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/19515521/Stratifikasi_Dan_Diferensiasi_Dalam_Kehi
dupan_Sosial

https://www.zonareferensi.com/pengertian-pendidikan/

http://anaktarbiyahmpi.blogspot.com/2017/09/pendidikan-dan-terbentuknya.html

Sujono Samba, Lebih Baik Tidak Sekolah, Yogyakarta : LKIS, 2007

Wasingatu Zakiyah, Sekolah Tak Terbeli : Menyoal Pendidikan Dan Anggaran,


Yogyakarta : IDEA, 2004

Vous aimerez peut-être aussi