Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Angiogenesis in Burn
Kelompok :
Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik di rumah,
tempat kerja bahkan di jalan atau tempat-tempat lain. Penyebab luka bakar pun
bermacam-macam bisa berupa api, cairan panas bahkan bahan kimia, aliran listrik, dan
lain-lain. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman
luka bakar. Walaupun demikian beratnya luka bakar tergantung pada dalam, luas, dan daerah
luka. Luka bakar yang terjadi dapat menimbulkan kondisi kerusakan kulit selain itu juga
dapat mempengaruhi berbagai sistem tubuh. Penderita luka bakar memerlukan
perawatan secara khusus karena luka bakar berbeda dengan luka tubuh lain (seperti
luka tusuk, tembak, sayatan, dan lain-lain). Hal ini disebabkan karena pada luka bakar sering
terdapat keadaan seperti ditempati kuman dengan patogenesis tinggi, terdapat banyak
jaringan mati, mengeluarkan banyak air dan serum, terbuka untuk waktu yang lama (mudah
terinfeksi dan terkena trauma), serta memerlukan jaringan untuk menutup. Dalamnya
luka bakar akan mempengaruhi kerusakan atau gangguan integritas kulit dan kematian sel.1
Penyembuhan luka adalah suatu proses kompleks yang melibatkan banyak sel. Proses
tersebut dikatakan kompleks karena terdiri atas beberapa fase yaitu fase koagulasi, fase
inflamasi, fase proliferasi, dan fase remodeling. Salah satu proses penting dalam
penyembuhan luka adalah angiogenesis. Angiogenesis yang termasuk dalam fase proliferasi
adalah pembentukan pembuluh darah baru dari pembuluh darah yang sudah ada sebelumnya.
Sel endotel yang melapisi bagian dalam pembuluh darah merupakan selsel target regulator
angiogenik. Sel endotel yang terangsang akan memproduksi matrix metalloproteinases yang
mendegradasi basement membrane dan extracellular matrix (ECM), menstimulasi migrasi
dan proliferasi sel endotel, mensekresi dan diferensiasi kolagen yang menghasilkan
pembentukan tunas dan akhirnya terjadilah pembentukan pembuluh darah baru. Kegagalan
pada salah satu fase penyembuhan terutama dalam proses angiogenesis mengakibatkan luka
gagal sembuh secara penuh serta mengakibatkan terjadinya luka kronis.2
LUKA BAKAR
A. DEFINISI
Luka bakar adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak langsung atau terpapar
dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (elektrik), atau zat kimia (chemical).1,8
B. ETIOLOGI
Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme terjadinya meliputi:
1. Luka Bakar Thermal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan
api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
2. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan karena terjadi kontak jaringan kulit
dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan
banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini.
Contoh luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat – zat
pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai
zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari
25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
3. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar elektrik (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi
listrik yang dihantarkan melalui tubuh.
4. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan adanya paparan dari sumber radioaktif. Tipe luka
ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari
sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh
sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe
luka bakar radiasi.8
C. DERAJAT LUKA BAKAR
Menurut Jackson (1947), luka bakar terbagi menjadi tiga zona, yaitu:1,8
1. Zona Koagulasi
Merupakan area yang paling banyak mengalami kerusakan. Kerusakan yang
terjadi pada zona ini merupakan kerusakan jaringan yang ireversibel akibat
koagulasi protein.
2. Zona Stasis
Ditandai dengan berkurangnya perfusi jaringan. Jaringan pada zona ini bisa
diselamatkan. Tujuan utama resusitasi pada zona ini adalah untuk
meningkatkan perfusi jaringan dan mencegah terjadinya kerusakan yang
ireversibel. Jika terjadi hipotensi yang lama, infeksi, atau edema pada zona ini,
maka dapat terjadi kehilangan jaringan yang luas
3. Zona hiperemia
Merupakan zona paling luar, dimana perfusi jaringan meningkat. Pada zona
ini, jaringan bisa kembali normal selama tidak terjadi sepsis yang berat atau
hipoperfusi yang lama.
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superfisial), kulit kering dan eritema,
dapat dijumpai nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik teriritasi, dan
penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu 5 -10 hari.1,8
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagian lapisan dermis.
Terdapat reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula pembentukan
scar dan terjadi nyeri karena ujung syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna
merah atau pucat. Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal.
Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis. Tidak dijumpai bula, apendises kulit
rusak, kulit yang terbakar berwarna putih dan pucat. Karena kering, letak nya lebih
rendah dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis yang
dikenal sebagai scar. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung –
ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhan lebih
lama dan terbentuk scar. Terkadang diperlukan eksisi .
Luka telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya kerusakan
yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis, organ-organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat mengalami kerusakan. Tidak
dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna hitam. Ditemukan adanya koagulasi
protein pada epidemis dan dermis yang dikenal sebagai scar. Tidak dijumpai rasa
nyeri dan hilang sensori karena ujung-ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan
dan kematian. Penyembuhannya terjadi lebih lama dan terkadang diperlukan eksisi
pada kulit yang terbakar. 1,8
Pelepasan sitokin dan mediator inflamasi pada luka bakar mempunyai efek sistemik
ketika luka bakar mencapai 30% dari total body surface area.8
Perubahan Kardiovaskular
Mediator inflamasi menyebabkan bronkokonstriksi, dan pada luka bakar berat pada
dewasa dapat terjadi respiratory distress syndrome.
Fungsi sistem imun mengalami depresi. Depresi pada aktivitas limfosit, penurunan
produksi immunoglobulin, supresi aktivitas komplemen dan perubahan/gangguan
pada fungsi netrofil dan makrofag dapat terjadi pada luka bakar yang luas. Perubahan-
perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam
kelangsungan hidup pasien.8
Gambar 6. Akibat dari luka bakar 8
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan
dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda
asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses
penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan
perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh,
melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu
untuk meningkatkan penyembuhan jaringan.3,7
Gambar 7. Fase penyembuhan luka bakar 3,7,8
a. Fase Inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira – kira hari kelima.
Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh
akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh
yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang
keluar dari pembuluh darah saling melengket (agregasi trombosit), dan bersama
dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh
darah.
Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamine yang
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel
radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan.
Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena
kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan
(tumor).
Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh
darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan
enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan
monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan
bakteri (fagositosis). Fase ini disebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan
kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah.3,7
b. Fase Proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses
proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira – kira
akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi,
menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan
dasar serat kolagen yang akan mempertautkan tepi luka.
Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan
tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat
kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini
kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal.3
Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen,
membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus
yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas
dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh
sel baru yang terbentuk dari proses mitosis.
Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel
tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel
saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya
permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan
berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase remodeling.
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan
yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan
kembali (remodeling) jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung
berbulan – bulan dan dinyatakan berkahir kalau semua tanda radang sudah lenyap.
Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses
penyembuhan. Oedem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru
menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut
sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang
pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan
maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan
regangan kira – kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira – kira 3-6
bulan setelah penyembuhan.3,7
Gambar 10. Fase Remodelling 3,7
Ketika jaringan di dalam tubuh manusia mengalami kerusakan atau penuaan, jaringan
ini akan digantikan oleh jaringan yang baru. Tidak terkecuali jaringan pembuluh darah, ia
akan melakukan proses adaptasi dengan cara membentuk pembuluh darah baru sebagai
respon perubahan kondisi di sekitar lingkungannya yang tidak menguntungkan atau bahkan
membahayakan bagi kelangsungan hidup jaringan tersebut. Proses ini disebut
angiogenesis.4
Angiogenesis adalah suatu proses pembentukan pembuluh darah baru yang berasal
dari pembuluh darah yang sudah terbentuk sebelumnya dan terjadi secara alami di dalam
tubuh. Angiogenesis dapat bersifat normal (fisiologis) maupun tidak normal (patologis).
Pada angiogenesis yang bersifat fisiologis, angiogenesis dapat terlihat pada jaringan yang
sedang tumbuh, penyembuhan luka, ataupun siklus menstruasi pada wanita. Sementara
angiogenesis yang bersifat patologis terutama dapat ditemukan pada keganasan maupun
pada penyakit lainnya seperti pada infeksi, inflamasi (peradangan), malformasi vaskuler
(kelainan pembentukan pembuluh darah), dan penyakit yang dicetuskan oleh hipoksia
(kekurangan oksigen pada jaringan).4,5
Proses angiogenesis tersusun dari beberapa tahapan yang dimulai dari proses
inisiasi, yaitu dilepaskannya enzim protease dari sel endotel yang teraktivasi; pembentukan
pembuluh darah vaskular, antara lain terjadinya degradasi matriks ekstraseluler (Extra
Cellular Matrix, ECM), migrasi dan proliferasi sel endotel, serta pembuatan ECM baru; yang
kemudian dilanjutkan dengan maturasi/ stabilisasi pembuluh darah yang terkontrol dan
dimodulasi untuk memenuhi kebutuhan jaringan.4–6
Gambar 13. Tahap-tahap Proses Angiogenesis Proses ini melibatkan aktivasi sel endotel (EC) oleh
faktor angiogenik, proliferasi EC, degradasi membran basal (ECM), pembentukan struktur tabung
pembuluh darah, dan stabilisasinya.4
Kumpulan sel pada jaringan yang mengalami kerusakan (luka) akan mengalami
hipoksia dan melepaskan faktor angiogenik (berupa faktor pertumbuhan dan protein
rantai pendek lainnya) yang dapat berdifusi ke sel-sel pada jaringan sekitarnya.
Menyusul proses tersebut, terjadi pula proses inflamasi.
Pada proses inflamasi, pembuluh darah kecil di sekitarnya memegang peranan penting
dalam proses yang terjadi selanjutnya. Hal ini karena pembuluh darah merupakan
suatu jaringan yang dilapisi oleh sel endotel, yang akan berinteraksi dengan faktor
peradangan dan angiogenik . Faktor-faktor angiogenik ini dapat menarik dan
mendorong proliferasi sel endotel dan sel radang. Menjelang proses migrasi, sel-sel
radang juga mensekresi molekul-molekul yang juga berperan sebagai stimulus
angiogenik.4,6
Faktor angiogenik berupa faktor pertumbuhan akan berikatan dengan reseptor yang
spesifik terdapat pada reseptor sel endotel (EC) di sekitar lokasi pembuluh darah
lama. Ketika faktor angiogenik berikatan dengan reseptornya, sel endotel akan
teraktivasi dan menghasilkan signal yang kemudian dikirim dari permukaan sel ke
nukleus. Organel-organel sel endotel kemudian mulai memproduksi molekul baru
antara lain adalah enzim protease yang berperan penting dalam degradasi matriks
ekstraseluler untuk mengakomodasi percabangan pembuluh darah.4,6
C. Disosiasi sel endotel dan degradasi ECM yang melapisi pembuluh darah lama.
Disosiasi sel endotel dari sel-sel di sekitarnya distimulasi oleh faktor pertumbuhan
angiopoietin. Sel endotel yang teraktivasi akan mengaktifkan enzim enzim seperti
urokinaseplasminogen activator (uPA) dan matrix metalloproteinases (MMPs) yang
dibutuhkan untuk menginisasi terbentuknya pembuluh darah baru. Dengan sistem
enzimatik tersebut, sel endotel dari pembuluh darah lama akan mendegradasi ECM
dan menginvasi stroma dari jaringan-jaringan di sekitarnya sehingga sel-sel endotel
yang terlepas dari ECM ini akan sangat responsif terhadap signal angiogenik. 4,6
Degradasi proteolitik dari ECM diikuti dengan migrasinya sel endotel ke matriks yang
terdegradasi. Proses tersebut kemudian diikuti dengan proliferasi sel endotel yang
distimulasi oleh faktor angiogenik, yang beberapa di antaranya dilepaskan dari hasil
degradasi ECM, seperti fragmen peptide, fibrin, atau asam hialuronik.4,6
Sel endotel yang bermigrasi tersebut kemudian mengalami elongasi dan saling
menyejajarkan diri dengan sel endotel lain untuk membuat struktur percabangan
pembuluh darah yang kuat. Proliferasi sel endotel meningkat sepanjang percabangan
vaskular. Lumen kemudian terbentuk dengan pembengkokan (pelengkungan) dari sel-
sel endotel. Pada tahap ini kontak antar sel endotel mutlak dibutuhkan.4,6
Pada tahap akhir, pembentukan struktur pembuluh darah baru akan distabilkan oleh
sel mural (sel otot polos dan pericytes) sebagai jaringan penyangga dari pembuluh
darah yang baru terbentuk. Tanpa adanya sel mural, struktur dan jaringan antar
pembuluh darah sangat rentan dan mudah rusak. 4,6
Faktor-faktor Angiogenesis
(i) Kelompok faktor angiogenik yang memiliki target sel endotel, untuk menstimulasi
proses mitosis. Contohnya faktor angiogenik vascular endothelial growth factor
(VEGF) dan angiogenin yang dapat menginduksi pembelahan pada sel endotel.
(ii) Kelompok kedua merupakan molekul yang mengaktivasi sel target secara luas selain
sel endotel. Beberapa sitokin, kemokin, dan enzim angiogenik termasuk dalam
kelompok ini. Fibroblast growth factor (FGF)-2 merupakan sitokin kelompok ini
yang pertama kali dikarakterisasi.
(iii) Kelompok ketiga merupakan faktor yang bekerja tidak langsung. Faktor faktor
angiogenik pada kelompok ini dihasilkan dari makrofag, sel endotel, atau sel tumor.
Kelompok faktor yang paling banyak dipelajari adalah tumor necrosis factor alfa
(TNFα) dan transforming growth factor beta (TGF-β) yang menghambat proliferasi
sel endotel in vitro. Secara in vivo, TGF-β menginduksi angiogenesis dan
menstimulasi ekspresi TNF-α, FGF-2, Platelet Derived Growth Factor (PDGF), dan
VEGF dengan menarik sel-sel inflamatori. TNF-α diketahui meningkatkan ekspresi
VEGF dan reseptornya, interleukin-8, dan FGF2 pada sel endotel.
Dua struktur berbeda dari faktor pertumbuhan ini antara lain TGF-α dan
TGF-β, telah dipurifikasi. TGFmerupakan polipeptida, 50-asam amino, yang
disintesis oleh sel rodensial yang sudah ditransformasi oleh virus. Struktur
protein TGF dapat dilihat pada TGF- α diketahui dapat menstimulasi
proliferasi sel endotel mikrovaskular pada konsentrasi 1 sampai 5 ng/ml.26
TGF-β merupakan polipeptida homodimer, 112 asam amino per rantai, dengan
ukuran 25,000 Dalton. Faktor ini ditemukan pada tumor dan sel normal,
termasuk ginjal, plasenta, dan trombosit.Pada bayi tikus, pemberian TGF-β
dengan dosis 1 g,menstimulasi terjadinya peningkatan produksi makrofag,
fibroblas, dan kolagen, serta pembentukan pembuluh kapiler baru.4
Gambar 16. Struktur Protein Faktor Angiogenik, TGF-β2 4
4. Angiopoietin
Merupakan faktor angiogenik yang terdiri dari dua anggota keluarga, yaitu
Ang1 dan Ang2. Angiopoietin dibutuhkan untuk pematangan pembuluh darah
dan meningkatkan ekspresi dan fungsi VEGF. Ketika Ang-1 dan Ang-2
berikatan dengan reseptornya (Tie-2), hanya ikatan dengan Ang-1 yang dapat
menghasilkan transduksi signal dan pematangan pembuluh darah. Sedangkan
ikatan dengan Ang-2 memiliki fungsi sebagai inhibitor Ang-1, yaitu menekan
pembentukan dan pematangan pembuluh darah.4
Berbagai faktor yang turut berperan dalam proses angiogenesis yang juga
berperan penting dalam angiogenesis antara lain sebagai berikut. 4
a. Heparin
b. Copper (Cu)
c. Hipoksia
5. Fibrin
Fibrin memegang peran penting dalam membangun dasar kapiler. Dalam uji in
vitro, diketahui fibrin menstimulasi pergerakan sel endotel dan menginduksi
influx makrofag dan pembuluh darah baru ketika diimplantasi secara in vivo.
Pembuluh darah tersusun atas monolayer sel-sel endotel yang menempel pada membrana
basalis (Extracellular matrix atau ECM) dan distabilkan oleh pericyte.4
Sel pembuluh darah, khususnya sel endotel memiliki karakteristik yang cukup unik, yaitu
memiliki kecepatan proliferasi yang sangat kecil apabila dibandingkan dengan tipe sel tubuh
lainnya. Sel endotel membelah setiap tiga tahun, terkecuali pada pembuluh darah retina, yaitu
setiap 14 tahun.
Sel endotel dapat dinduksi dengan faktor angiogenik untuk bereplikasi dan membentuk
pembuluh darah baru untuk merespon stimulus fisiologi dan patologi. Proliferasi sel endotel
di dalam tubuh normal tetap rendah walaupun faktor angiogenik banyak ditemukan pada
berbagai jaringan di dalam tubuh menyebabkan munculnya dugaan bahwa untuk menjaga sel
endotel tetap pada fase quiescence (tidak membelah) dibutuhkan regulator penghambat
angiogenesis, yang sering disebut pula faktor inhibitor angiogenik.4,6
Tubuh yang sehat atau normal akan menjaga keseimbangan baik modulasi maupun inhibisi
angiogenesis melalui regulasi ekspresi faktor angiogenik secara ketat. Ketika jumlah faktor
angiogenik diproduksi dalam jumlah melebihi inhibitor angiogenik, maka sel endotel akan
teraktivasi sehingga terjadi pembentukan pembuluh darah baru. Sebaliknya, ketika faktor
inhibitor berada dalam jumlah yang melebihi faktor pro angiogenik, maka sel endotel tidak
teraktivasi sehingga tidak terjadi atau terhentinya proses angiogenesis.4,6
Keseimbangan faktor pro dan inhibitor angiogenik inilah yang berperan pada kelangsungan
proses angiogenesis dalam keadaan normal. Perbedaan mendasar antara angiogenesis
fisiologi dan patologi adalah, pada proses fisiologi, angiogenesis terjadi selama beberapa hari
atau minggu. Sedangkan, angiogenesis patologi dapat terjadi dalam jangka waktu lebih
panjang dibandingkan dengan pada proses fisiologi.
Dari penjelasan diatas penulis dapat menyimpukan bahwa angiogenesis merupakan faktor
penting dalam proses penyembuhan luka bakar dimana angiogenesis adalah proses
pembentukan pembuluh darah baru dari pembuluh darah yang sudah ada.
Tujuan angiogenesis pada luka bakar adalah untuk membentuk pembuluh darah baru,
mempertahankan fungsi jaringan atau organ, dan untuk mengurangi iskemia jaringan.
Angiogenesis terjadi pada zona stasis pada daerah yang mengalami luka bakar. Adapun
keseimbangan faktor pro dan inhibitor angiogenik sangat berperan pada kelangsungan proses
angiogenesis dalam keadaan normal.
Perbedaan mendasar antara angiogenesis fisiologi dan patologi adalah, pada proses fisiologi,
angiogenesis terjadi selama beberapa hari atau minggu. Sedangkan, angiogenesis patologi
dapat terjadi dalam jangka waktu lebih panjang dibandingkan dengan pada proses fisiologi.
1. Vasodilatasi sebagai respon dari nitric oxide dan peningkatan permeabilitas yang
dipicu oleh VEGF
2. Degradasi dinding kapiler pembuluh darah oleh ekstraseluler proteinase
3. Migrasi sel endothelial menuju jaringan yang rusak
4. Proliferasi sel endothelial di belakangnya sel yang telah bermigrasi
5. Maturasi & remodelling membentuk tabung kapiler
6. Rekrutmen dari sel periendotelial. Pericytes untuk kapiler kecil, dan otot polos untuk
pembuluh darah yang lebih besar.