Vous êtes sur la page 1sur 15

ANALISIS AYAT TENTANG QADA DAN QADAR

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah: Ulumul Qur’an

Dosen Pengampu: M. Mufid, M.Pd.I

Disusun oleh:

Muhammad Amin Afifudin (2618121)

KELAS : A

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN

2019
PEMBAHASAN

Ayat - ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan qada dan qadar Allah
swt.

1. Surat Ali-Imran ayat 145


َ ‫َو َما َكانَ ِلنَ ْف ٍس أ َ ْن تَ ُم‬
َ ‫وت إِالَّ بِإ ِ ْذ ِن هللا ِكتَابا ً ُّم َؤ َّجالً َو َمن ي ُِر ْد ثَ َو‬
‫اب الدُّ ْنيَا نُؤْ ِت ِه ِم ْن َها‬
َ ‫اآلخ َرةِ نُؤْ تِ ِه ِم ْن َها َو‬
َّ ‫سن َْج ِزي ال‬
)١٤٥(‫شا ِك ِرين‬ ِ ‫اب‬ َ ‫َو َمن ي ُِر ْد ثَ َو‬

Artinya : Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan


izin Allah, sebagai ketetapan yang tertentu waktunya. Barangsiapa
menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala
dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami
berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan Kami akan
memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS. Ali
Imran/3:145)

Tafsir atau analisis :


Wa mā kāna li nafsin an tamūta (dan tiadalah satu jiwa akan mati),
yakni seseorang tidak akan mati.
Illā bi idznillāhi (kecuali dengan Izin Allah), yakni kecuali dengan
Kehendak dan Ketentuan Allah Ta‘ala.
Kitābam mu-ajjalā (sebagai suatu ketetapan yang telah ditentukan
waktu-nya), yakni sudah ditetapkan kapan akan terjadi. Ajal dan
rezeki (seseorang) akan selalu berjalan sesuai dengan ketetapan yang
telah tertulis.
Wa may yurid (barangsiapa menghendaki), yakni (sebagai) balasan
amal dan jihadnya.
Tsawābad dun-yā (pahala dunia), yakni keuntungan dunia.
Nu’tihī minhā (niscaya Kami Berikan kepadanya pahala dunia itu),
yakni niscaya Kami Berikan kepadanya keuntungan dunia yang dia
inginkan, sementara di akhirat tidak akan mendapat apa-apa.
Wa may yurid (dan barangsiapa menghendaki) balasan amal dan
jihadnya.
Tsawābal ākhirati (pahala akhirat), yakni keuntungan di akhirat.
Nu’tihī minhā (niscaya Kami Berikan pula kepadanya pahala
akhirat), yakni niscaya Kami Berikan kepadanya pahala akhirat yang
dia inginkan.
Wa sa naj-zisy syākirīn (dan Kami akan Memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur), yakni kepada orang-orang Mukmin
atas keimanan dan jihad mereka.

2. Surat An-Nisa’ ayat 78-79

ْ‫سنَةٌ َيقُولُوا‬
َ ‫ص ْب ُه ْم َح‬ َ ‫أ َ ْينَ َما ت َ ُكونُواْ يُد ِْرك ُّك ُم ْال َم ْوتُ َولَ ْو ُكنت ُ ْم فِي ب ُُروجٍ ُّم‬
ِ ُ ‫شيَّدَةٍ َو ِإن ت‬
ِ ‫ِك قُ ْل ُك ًّل ِ هم ْن ِعن ِد ه‬
‫ّللا فَ َما‬ َ ‫س ِيهئَةٌ يَقُولُواْ هَـ ِذ ِه ِم ْن ِعند‬ ِ ُ ‫ّللا َو ِإن ت‬
َ ‫ص ْب ُه ْم‬ ِ ‫هَـ ِذ ِه ِم ْن ِعن ِد ه‬
)٧٨(ً‫ِل َهـؤُالء ْالقَ ْو ِم الَ يَ َكادُونَ َي ْفقَ ُهونَ َحدِيثا‬

َ ‫س ْلن‬
ِ َّ‫َاك ِللن‬
‫اس‬ َ ‫ِك َوأ َ ْر‬
َ ‫س ِيهئ َ ٍة فَ ِمن نَّ ْفس‬ َ َ ‫ّللاِ َو َما أ‬
َ ‫صا َب َك ِمن‬ َ َ ‫َّما أ‬
َ ‫صا َب َك ِم ْن َح‬
‫سنَ ٍة فَ ِمنَ ه‬
)٧٩(ً‫ش ِهيدا‬ ‫سوالً َو َكفَى ِب ه‬
َ ِ‫اّلل‬ ُ ‫َر‬
Artinya : Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan
kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan
jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah
dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka
mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)".
Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa
orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami
pembicaraan sedikitpun? Kebajikan apa pun yang kamu peroleh,
adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu
dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami Mengutusmu (Muhammad)
menjadi Rasul kepada (seluruh) manusia. Dan cukuplah Allah yang
menjadi Saksi. (QS. Al-Nisa’/4: 78-79)

Tafsir atau analisis :


Aina mā takūnū (di mana pun kalian berada), wahai segenap kaum
Muk-minin yang ikhlas ataupun kaum munafik, baik di daratan
maupun di lautan, di perjalanan ataupun di tempat sendiri.
Yud-rikkumul mautu (maut akan menemukan kalian), lalu kalian
pun akan mati.
Wa lau kuηtum fī burūjim musyayyadah (meskipun kalian berada
di dalam benteng yang tinggi lagi kukuh) atau berada di dalam istana-
istana yang dijaga ketat. Selanjutnya Allah Ta‘ala Mengungkapkan
perkataan kaum Yahudi dan orang-orang munafik yang menyatakan,
“Semenjak kedatangan Muhammad saw. dan shahabat-shahabatnya,
kami senantiasa mengalami kekurangan buah-buahan dan hasil
pertanian.”
Wa in tushibhum (dan jika mereka memperoleh), yakni kaum
munafik dan orang-orang Yahudi.
Hasanatun (kebaikan), yakni kurma-kurma berbuah lebat, turunnya
harga, dan tahun-tahun yang penuh kesuburan.
Yaqūlū hādzihī min ‘iηdillāhi (mereka mengatakan, “Ini adalah dari
sisi Allah”) karena Dia Tahu bahwa kita memiliki keutamaan.
Wa iη tushibhum sayyi-atun (tetapi jika mereka ditimpa
keburukan), yakni musim paceklik, kekeringan, bencana, dan
kenaikan harga.
Yaqūlū hādzihī min ‘iηdik (mereka mengatakan, “Ini adalah gara-
gara kamu [Muhammad]”), yakni karena kesialan yang dibawa
Muhammad saw. dan shahabat-shahabatnya.
Qul (katakanlah), hai Muhammad kepada kaum munafik dan orang-
orang Yahudi!
Kullun (“Semua), baik bencana maupun kenikmatan.
Min ‘iηdillāh, fa māli hā-ulā-il qaumi ([datang] dari sisi Allah.”
Maka mengapa orang-orang itu), yakni kaum munafik dan orang-
orang Yahudi.
Lā yakādūna yafqahūna hadītsā (hampir-hampir tidak bisa
memahami pembicaraan), yakni ucapan yang menegaskan bahwa
kenikmatan dan kesulitan datang dari Allah Ta‘ala. Kemudian Dia
Menerangkan, mengapa kenikmatan dan kesulitan itu bisa menimpa
mereka.
Mā ashābaka (apa saja yang kamu peroleh), hai Muhammad!
Min hasanatin (kebaikan), yakni kurma-kurma berbuah lebat, harga-
harga turun, dan tahun-tahun yang penuh kesuburan.
Fa minallāhi (maka adalah dari Allah), yakni merupakan kenikmatan
yang Dikaruniakan Allah Ta‘ala kepadamu. Pembicaraan pada ayat
ini ditujukan kepada Nabi Muhammad saw., tetapi yang dimaksud
adalah kaumnya.
Wa mā ashābaka miη sayyi-atin (dan apa saja keburukan yang
menimpamu), yakni musim paceklik, kekeringan, dan kenaikan
harga.
Fa min nafsik (maka adalah dari dirimu sendiri), yakni berkaitan
dengan penyucian dirimu, dan dengan keburukan itu Allah Ta‘ala
hendak Menyucikan dirimu. Pendapat yang lain mengatakan, wa mā
ashābaka miη sayyi-atin (dan keburukan apa saja yang menimpamu)
berupa terbunuh dan kekalahan seperti yang terjadi pada Perang
Uhud; fa min nafsik (maka dari dirimu sendiri), yakni disebabkan
kesalahan shahabat-shahabatmu yang meninggalkan tempat. Menurut
pendapat yang lain, mā ashābaka min hasanatin (kebaikan apa saja
yang kamu peroleh), yakni kebaikan apa pun yang kamu lakukan,
maka adalah karena Taufik dan Pertolongan Allah Ta‘ala; wa mā
ashābaka miη sayyi-atin (dan apa saja keburukan yang menimpamu),
yakni keburukan apa pun yang kamu lakukan; fa min nafsik (maka
dari dirimu sendiri), yakni maka adalah karena pelanggaran dirimu,
dan Allah tidak Memberi pertolongan.
Wa arsalnāka lin nāsi (Kami Mengutusmu kepada segenap
manusia), yakni kepada segenap jin dan manusia.
Rasūlā (sebagai rasul) yang bertugas menyampaikan risalah.
Wa kafā billāhi syahīdā (dan cukuplah Allah sebagai Saksi) atas
ucapan mereka yang mengatakan bahwa kebaikan datang dari Allah
Ta‘ala, sedang keburukan adalah karena kesialan yang dibawa
Muhammad saw.

3. Surat Yunus ayat 49

َ‫ّللاُ ِل ُك ِهل أ ُ َّم ٍة أَ َج ٌل إِذَا َجاء أ َ َجلُ ُه ْم فَال‬


‫ض هرا ً َوالَ نَ ْفعا ً إِالَّ َما شَاء ه‬َ ‫قُل الَّ أَ ْم ِلكُ ِلنَ ْفسِي‬
‫عةً َوالَ يَ ْستَ ْق ِد ُمون‬ َ َ‫يَ ْستَأ ْ ِخ ُرون‬
َ ‫سا‬

Artinya : “Katakanlah (Muhammad),”Aku tidak kuasa menolak


mudarat maupun mendatangkan manfaat kepada diriku, kecuali apa
yang Allah Kehendaki.” Bagi setiap umat mempunyai ajal (batas
waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta
penundaan atau percepatan sesaat pun.

Tafsir atau analisis :


Qul (katakanlah) kepada mereka, hai Muhammad!
Lā amliku li nafsī dlarran (“Aku tidak berkuasa [mendatangkan]
kemudaratan terhadap diriku), yakni aku tidak berkuasa menepis
kemudaratan.
Wa lā naf‘an (dan tidak [pula] kemanfaatan”), yakni dan tidak
berkuasa pula mendatangkan kemanfaatan.
Illā mā syā-allāh (kecuali apa yang Dikehendaki Allah), yakni
kecuali kemanfaatan dan kemudaratan yang Dikehendaki Allah
Ta‘ala.
Li kulli ummatin (setiap umat mempunyai), yakni setiap pemeluk
agama.
Ajalun (ajal), yakni waktu dan kesempatan.
Idzā jā-a ajaluhum (apabila ajal mereka telah tiba), yakni saat
kematiannya.
Fa lā yasta’khirūna sā‘atan (maka mereka tidak dapat
mengundurkannya barang s esaat pun) sesudah ajal itu tiba.
Wa lā yastaqdimūn (dan tidak pula dapat memajukannya) sebelum
ajal itu tiba.

4. Surat Ar-Ra’d ayat 39


ِ ‫ّللاُ َما َيشَا ُء َويُثْ ِبتُ َو ِعندَهُ أ ُ ُّم ْال ِكتَا‬
‫ب‬ ‫َي ْم ُحو ه‬

Artinya: “Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki


dan di sisi-Nya terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuz)”

Tafsir atau analisis :


Yamhullāhu mā yasyā-u (Allah Menghapus apa yang Dia
Kehendaki) dari catatan Malaikat Hafazhah, sehingga tidak ada lagi
pahala dan siksa baginya (seorang hamba).
Wa yutsbitu (dan menetapkan), yakni membiarkan pahala dan siksa
baginya (seorang hamba).
Wa ‘iηdahū ummul kitāb (dan pada Hadirat-Nya terdapat Ummul
Kitab), yakni induk al-Kitab, yaitu Lauh Mahfuzh. Tidak ada
penambahan dan tidak ada pengurangan di dalamnya.

5. Surat Al-Qamar ayat 49

‫َيءٍ َخلَ ْقنَاهُ ِبقَدَ ٍر‬


ْ ‫ِإنَّا ُك َّل ش‬

Artinya: "Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut


ukuran."

Tafsir atau analisis :


Khalaqnāhu bi qadar (telah Kami Ciptakan menurut ukuran), akan
tetapi kalian mengingkari hal itu. Ayat ini diturunkan berhubungan
dengan ahli qadar.
Ada yang mengungkapkan, innā kulla syai-in khalaq nāhu bi qadar
(sesungguhnya segala sesuatu telah Kami Ciptakan menurut ukuran),
yakni Kami telah Menciptakan untuk segala sesuatu, bentuknya dan
hal-hal yang bersesuaian dengannya, seperti pakaian dan barang-
barang.

6. Surat Ar- Ra’d ayat 11

‫ّللا الَ يُغَ ِيه ُر َما ِب َق ْو ٍم َحتَّى‬


َ ‫ّللا ِإ َّن ه‬ ُ َ‫لَهُ ُم َع ِقهبَاتٌ ِ همن َبي ِْن يَدَ ْي ِه َو ِم ْن خ َْل ِف ِه َي ْحف‬
ِ ‫ظونَهُ ِم ْن أ َ ْم ِر ه‬
‫سوءا ً فَالَ َم َردَّ لَهُ َو َما لَ ُهم ِ همن دُونِ ِه ِمن َوا ٍل‬ ُ ‫ّللاُ ِبقَ ْو ٍم‬‫يُ َغ ِيه ُرواْ َما ِبأ َ ْنفُ ِس ِه ْم َو ِإذَا أ َ َرادَ ه‬

Artinya : “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu


mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka
menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang
dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka
selain Dia.”

Tafsir atau analisis :


Mim baini yadaihi wa min khalfihī yahfazhūnahū min amrillāh,
innallāha lā yughayyiru mā bi qaumin (di depan dan di
belakangnya. Mereka menjaganya atas Perintah Allah. Sesungguhnya
Allah tidak akan Mengubah keadaan suatu kaum), yakni
ketenteraman dan kenikmatan yang ada pada suatu kaum.
Hattā yughayyirū mā bi aηfusihim (sehingga mereka mengubah
keadaan yang ada pada diri mereka) dengan cara tidak bersyukur.
Wa idzā arādallāhu bi qaumiη sū-an (dan apabila Allah
Menghendaki keburukan terhadap suatu kaum) dengan cara
menimpakan azab dan kehancuran.
Fa lā maradda lahū (maka tidak ada yang dapat menolaknya), yakni
menolak Ketentuan Allah terhadap mereka.
Wa mā lahum (sekali-kali tidak ada bagi mereka), yakni bagi orang-
orang yang hendak Dibinasakan Allah itu.
Miη dūnihī (selain Dia), yakni selain Allah Ta‘ala.
Miw wāl (pelindung), yakni pembela dari Azab Allah Ta‘ala.
Menurut satu pendapat, tempat berlindung untuk perlindungan
mereka.
7. Surat An-Nahl ayat 61

َ ‫ظ ْل ِم ِهم َّما ت َ َر َك‬


‫علَ ْي َها ِمن دَآبَّ ٍة َولَ ِكن ي َُؤ ِ هخ ُر ُه ْم إلَى أ َ َج ٍل‬ ُ ‫اس ِب‬
َ َّ‫ّللاُ الن‬‫اخذ ُ ه‬
ِ ‫َولَ ْو ي َُؤ‬
َ‫عةً َوالَ يَ ْستَ ْق ِد ُمون‬
َ ‫سا‬ َ َ‫س ًّمى فَإِذَا َجاء أ َ َجلُ ُه ْم الَ يَ ْستَأ ْ ِخ ُرون‬
َ ‫ُّم‬

Artinya: “Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya,


niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari
makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai
kepada waktu yang ditentukan. maka apabila telah tiba waktu (yang
telah ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat
mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula
mendahulukannya.”

Tafsir atau analisis :


Wa lau yu-ākhidzullāhun nāsa bi zhulmihim (dan sekiranya Allah
Menghukum manusia karena kezalimannya), yakni karena
kemusyrikan mereka.
Mā taraka ‘alaihā (niscaya Dia tidak akan Menyisakan di atasnya),
yakni di atas muka bumi.
Miη dābbatin (satu makhluk hidup pun), baik manusia ataupun jin.
Wa lākiy yu-akh-khiruhum (akan tetapi Dia Memberi mereka
tangguh), yakni memberi mereka tenggang waktu.
Ilā ajalim musamman (hingga batas waktu yang telah ditentukan),
yakni hingga waktu kematian mereka.
Fa idzā jā-a ajaluhum (maka apabila ajal mereka telah tiba), yakni
waktu kematian mereka telah tiba.
Lā yasta’khirūna sā‘atan (tidaklah mereka dapat mengundurkannya
barang sesaat pun), yakni tidak akan dapat menunda ajal walaupun
sesaat.
Wa lā yastaqdimūn (dan tidak pula dapat memajukannya), yakni
tidak akan binasa sebelum ajal itu tiba.

8. Surat Al-Ahzab ayat 62

ً‫ّللاِ ت َ ْبدِيال‬ ُ ‫ّللاِ فِي الَّذِينَ َخ َل ْوا ِمن قَ ْب ُل َولَن ت َ ِجدَ ِل‬
َّ ‫سنَّ ِة‬ َّ َ‫سنَّة‬
ُ

Artinya: "Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang


telah terdahulu sebelum(mu), dan kamu sekali-kali tidak akan
mendapati perubahan pada sunah Allah."

Tafsir atau analisis :


Sunnatallāhi ([itulah] Sunnah Allah), yakni demikianlah Azab Allah
Ta‘ala di dunia.
Fil ladzīna khalau (yang berlaku atas orang-orang yang telah
terdahulu), yakni yang telah berlalu.
Ming qablu (sebelumnya), yakni sebelum orang-orang munafik itu.
Manakala mereka bersikap takabur terhadap nabi-nabi dan orang-
orang yang beriman, Allah Ta‘ala Memerintahkan kepada nabi-nabi
mereka untuk membunuh mereka.
Wa laη tajida li sunnatillāhi (dan sekali-kali kamu tidak akan
mendapati pada Sunnah Allah itu), yakni pada Azab Allah Ta‘ala.
Tabdīlā (perubahan). Alhasil, setelah ayat tersebut diturunkan
berkaitan dengan mereka, maka mereka pun menghentikan perbuatan
tersebut.

9. Surat Al-Furqan ayat 2

‫ض َولَ ْم َيت َّ ِخ ْذ َولَدا ً َولَ ْم يَ ُكن لَّهُ ش َِريكٌ فِي ْال ُم ْل ِك‬
ِ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬ِ ‫س َم َاوا‬ َّ ‫الَّذِي لَهُ ُم ْلكُ ال‬
ً ‫ش ْيءٍ فَقَد ََّرهُ ت َ ْقدِيرا‬
َ ‫َو َخلَقَ ُك َّل‬

Artinya: “Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan


Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam
kekuasaan(Nya),dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia
menetapkan ukurannya dengan serapi-rapinya”

Tafsir atau analisis :


Alladzī lahū mulku (yang Kepunyaan-Nya-lah kerajaan), yakni
semua perbendaharaan.
As-samāwāti (langit), yakni hujan.
Wal ardli (dan bumi), yakni tumbuh-tumbuhan.
Wa lam yattakhidz waladan (dan Dia tidak Mempunyai anak)
seperti yang dikatakan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Wa lam yakul lahū syarīkuη fil mulki (serta tidak ada sekutu bagi-
Nya dalam kerajaan itu) seperti yang dikatakan oleh kaum musyrikin
Arab.
Wa khalaqa kulla syai-in (dan Dia telah Menciptakan segala
sesuatu), baik yang mengibadahi-Nya maupun yang tidak
mengibadahi-Nya.
Wa qaddarahū taqdīrā (dan Dia Menetapkan ukurannya dengan
tepat), yakni Dia Menetapkan ajal mereka, rezeki mereka, dan semua
perbuatan mereka dengan takdir. Ada yang berpendapat, Dia
Menetapkan jantan dan betina untuk segala sesuatu.

10. Surat An-‘Aam ayat 148

‫ش ْيءٍ َكذَ ِل َك‬ َ ‫ّللاُ َما أ َ ْش َر ْكنَا َوالَ آبَا ُؤنَا َوالَ َح َّر ْمنَا ِمن‬ ‫سيَقُو ُل الَّذِينَ أ َ ْش َر ُكواْ لَ ْو شَاء ه‬
َ
َ ْ ‫ب الَّذِينَ ِمن قَ ْب ِل ِهم َحتَّى ذَاقُواْ بَأ‬
‫سنَا قُ ْل ه َْل ِعندَ ُكم ِ هم ْن ِع ْل ٍم فَت ُ ْخ ِر ُجوهُ َلنَا إِن‬ َ َّ‫َكذ‬
ُ ‫الظ َّن َوإِ ْن أَنت ُ ْم إَالَّ تَ ْخ ُر‬
َ‫صون‬ َّ َّ‫تَتَّبِعُونَ إِال‬

Artinya :"Orang-orang yang mempersekutukan Allah, akan


mengatakan, ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-
bapak kami tidak mempersekutukan-Nya…"

Tafsir atau analisis :


Sa yaqūlul ladzīna asyrakū lau syā-allāhu mā asyraknā wa lā
ābā-unā wa lā harramnā miη syai’ (orang-orang yang
mempersekutukan [Allah Ta‘ala] akan mengatakan, “Sekiranya Allah
Menghendaki, tentulah kami dan bapak-bapak kami tidak
mempersekutukan-Nya, dan tidak pula kami mengharamkan sesuatu
apa pun”), yakni tidak akan mengharamkan tanam-tanaman dan
hewan ternak. Namun, Dia-lah yang telah menyuruh dan
mengharamkannya kepada kami.
Kadzālika (seperti itu pulalah), yakni sebagaimana kaummu
mendustakan kamu.
Kadz-dzabal ladzīna ming qablihim (orang-orang yang sebelum
mereka mendustakan) rasul-rasul mereka.
Hattā dzāqū ba’sanā (hingga mereka merasakan Siksa Kami), yakni
Azab Kami.
Qul (katakanlah), hai Muhammad!
Hal ‘iηdakum min ‘ilmin (“Adakah kalian mempunyai sesuatu
ilmu), yakni apakah kalian mempunyai suatu keterangan tentang
pengharaman yang kalian katakan.
Fa tukhrijūhu (yang dapat kalian kemukakan), yakni yang dapat
kalian tunjukkan.
Lanā iη tattabi‘ūna illazh zhanna (kepada Kami?” Tiadalah kalian
mengikuti kecuali persangkaan semata), yakni pengharaman tanam-
tanaman dan hewan ternak yang mereka katakan itu hanyalah dugaan
belaka.
Wa in aηtum illā takhrushūn (dan kalian tidak lain hanyalah
berdusta), yakni berbohong.

Vous aimerez peut-être aussi