Vous êtes sur la page 1sur 4

8.

Peran Perawat Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Paliatif


Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan yang dimiliki oleh
seseorang untuk membangun suatu hubungan, baik itu hubungan yang kompleks
maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan atau hanya sekedar senyuman.
Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang menggambarkan secara
utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai. Melalui komunikasi
seorang individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan merasakan
kebahagiaan. (Riswandi, 2009)
Dalam berkomunikasi dengan pasien paliatif, perawat harus memperhatikan
respon pasien terhadap penyakitnya dan juga fase berduka yang dialami pasien. Hal
ini dikarenakan respon tiap fase yang dialami pasien paliatif mempunyai karakteristik
yang berbeda, sehingga ketika perawat dapat mengidentifikasi respon dan fase
berduka pasien tersebut, nantinya perawat akan mudah dalam menyesuaikan teknik
komunikasi yang akan digunakan.
1. Respon Pasien Terhadap Penyakit Terminal
Menurut Stuart & Sundeen (2009) keadaan terminal dapat menimbulkan respon Bio-
Psiko-Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan diantaranya adalah:
a. Kehilangan kesehatan. Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat
berupa : pasien merasa takut, cemas, pandangan tidak realistis dan aktivitas terbatas.
b. Kehilangan kemandirian. Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat
ditunjukan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan dan ketergantungan
c. Kehilangan situasi Pasien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari
bersama keluarga dan kelompoknya
d. Kehilangan rasa nyaman Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan
fungsi tubuh seperti panas, nyeri, dll
e. Kehilangan fungsi fisik Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti pasien
dengan gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa
f. Kehilangan fungsi mental Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi
mental seperti pasien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi
dan berpikir efisien sehingga pasien tidak dapat berpikir secara rasional
g. Kehilangan konsep diri Pasien dengan penyakit terminal merasa dirinya berubah
mencakup bentuk dan fungsi sehingga pasien tidak dapat berpikir secara rasional (bodi
image) peran serta identitasnya. Hal ini dapat mempengaruhi idealisme diri dan harga
diri rendah.
h. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga Contohnya : seorang ayah yang
memiliki peran dalam keluarga mencari nafkah akibat penyakit teminalnya, ayah
tesebut tidak dapat menjalankan peranya tersebut.

2. Tahap-Tahap Berduka
Tahap-tahap berduka menurut Kubler-Ross, (1969) dalam Purwanto, (2011) yaitu :

12
a. Menolak (Denial) Pada tahap ini pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya
terjadi dan menunjukkan reaksi menolak.
b. Marah (Anger) Kemarahan terjadi karena kondisi pasien mengancam kehidupannya
dengan segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya.
c. Menawar (Bargaining) Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.
d. Kemurungan (Depresi) Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara
dan mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang
disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
e. Menerima atau Pasrah (Acceptance) Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara
sadar oleh pasien dan keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan
terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat membantu apabila pasien dapat menyatakan
reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal.
Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat.

3. Teknik Komunikasi Pada Pasien Dengan Penyakit Terminal


Teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal menurut Stuart &
Sundeen (2009), adalah sebagai berikut :
a. Denial
Pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi :
1) Listening
a) Dengarkan apa yang diungkapkan pasien, pertahankan kontak mata dan
observasi komunikasi non verbal.
b) Beri keamanan emosional yaitu dengan memberikan sentuhan dan ciptakan
suasana tenang.
2) Silent
a) Duduk bersama pasien dan mengkomunikasikan minat perawat pada pasien
secara non verbal.
b) Menganjurkan pasien untuk tetap dalam pertahanan dengan tidak menghindar
dari situasi sesungguhnya.

3) Broad opening
a) Mengkomunikasikan topik/ pikiran yang sedang dipikirkan pasien.
b) Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat
mengekspresikan perasaan-perasaannya.
b. Angger
Pada tahap ini kita dapat mempergunakan tehnik komunikasi listening :
perawat berusaha dengan sabar mendengarkan apapun yang dikatakan pasien lalu
diklarifikasikan.
a) Membiarkan pasien untuk mengekspresikan keinginan, menggambarkan apa
yang akan dan sedang terjadi pada mereka.
b) Beri perhatian dan lingkungan yang nyaman dan cegah injuri.
c) Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya
yang marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa marah

12
merupakan hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang
kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai
orang yang dapat dipercaya, memberikan rasa aman dan akan menerima
kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien
dalam menumbuhkan rasa aman.
c. Bargaining
Pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi :
1) Focusing
a) Bantu pasien mengembangkan topik atau hal yang penting
b) Ajarkan pasien agar dapat membuat keputusan dalam hidupnya yang
bermakna.
2) Sharing perception
a) Menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai kemampuan untuk
meluruskan kerancuan.
b) Dengarkan pasien pada saat bercerita tentang hidupnya.
d. Depresi
a) Perlakukan pasien dengan sabar, penuh perhatian dan tetap realitas.
b) Kaji pikiran dan perasaan serta persepsi pasien jika ada asal pengertian
harusnya diklarifikasi.
c) Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal
yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non
verbal dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e. Acceptance
1) Informing
a) Membantu dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang aspek yang
sesuai dengan kesejahteraan atau kemandirian pasien.
2) Broad opening
a) Komunikasikan kepada pasien tentang apa yang dipikirkannya dan harapan-
harapannya.
3) Focusing
a) Membantu pasien mendiskusikan hal yang mencapai topik utama dan
menjaga agar tujuan komunikasi tercapai. Fase ini ditandai pasien dengan
perasaan tenang dan damai. Kepada keluarga dan teman-temannya dibutuhkan
pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan
seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong
dirinya sendiri sebatas kemampuannya.

Pada kasus diatas respon yang ditunjukkan Ny. K adalah pasien terlihat kurang
aktif dalam mengikuti support group dan pasien mencoba untuk tawar menawar
dengan kondisinya dengan berinisiatif mencari pengobatan alternative. Sehingga
teknik komunikasi yang digunakan adalah teknik komunikasi pada pasien fase
bergaining. Yaitu dengan menggunakan teknik komunikasi :
1. Focusing

12
a. Bantu pasien mengembangkan topik atau hal yang penting
b. Ajarkan pasien agar dapat membuat keputusan dalam hidupnya yang bermakna.
2. Sharing perception
a. Menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai kemampuan untuk
meluruskan kerancuan.
b. Dengarkan pasien pada saat bercerita tentang hidupnya.

DAFTAR PUSTAKA
Riswandi. (2009). Ilmu Komunikasi, Edisi Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu
Universitas Mercu Buana
Potter & Perry. (2009). Fundamental keperawatan (7th ed.). (vols 2). dr
Adrina & marina, penerjemah). Jakarta : EGC.
Purwanto. (2011). Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC.
Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik; Teori dan Praktik. Jakarta: EGC

12

Vous aimerez peut-être aussi