Vous êtes sur la page 1sur 10

Abstrak

Permasalahan yang diteliti adalah keterkaitan anggota antara koperasi


sekunder dengan koperasi primer dan sejauh mana kkoperasi ssekunder
menjalankan fungsi-fungsinya kepada koperasi primer anggotanya, dan
sebaliknya koperasi primer menjalankan kerwajibannya kepada koperasi
sekunder. Permasalahan dalam penelitian ini hanya untuk mengetahui kondisi
koperasi sekunder baik tingkat Nasional maupun tingkat Provinsi dan
bagaimana hubungan atau keterkaitan antara koperasi sekunder sengan
koperasi anggotanya yang meliputo keterkaitan bisnis maupun aktivitas
kelembagaan.

Aspek yang diukkur dalam penelitian ini mencakup aspek keragaan


yang terdiri dari keragaan kelembagaan dan keragaan usaha dan aspek
keterkaitan antarkoperasi. Fungsi koperasi sekunder dalam melaksanakan
kewajibannya kepada koperasi primer adalah fungsi kelembagaan, fungsi
usaha, dan fungsi penunjang. Penelitian ini adalah penelitian survey dengan
penarikan samperl berdasarkan metode purposive sampling. Respondennya
adalah pengurus koperasi primer dan sekunder. Data yang diperoleh berupa
data primer yang didapat melalio observasi dan wawancara langsung dan data
sekunder yang didapat dari Kementrian Koperasi dan UKM, BPS Tingkat
Nasional dan Daerah, Dinas Koperasi Tingkat Provinsi dan Kabupaten dan
masing-masing koperasi. Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.

Kesimpulan penelitian ini adalah : berdasarkan data pada Kementrian


Koperasi dan UKM dan DEKOPIN, terdapat 53 koperasi sekunder tingkat
Nasional masih beroperasi secara hukum. Sesuai hasil penelitian, dari jumlah
tersebut terdapat 56,60% (30 koperasi) tidak aktif lagi dan juga memiliki aset
khususnya kantor, tanah dan bangunan, selebihnya sebanyak 43,40% (23
koperasi) masih aktif. Selanjutnya 23 koperasi sekunder tingkat nasional yang
masih aktif, diambil sampel sebanyak 39,23% (9 koperasi). Dari jumlah ini,
sebanyak 55,55% atau lima koperasi menyelenggarakan Rapat Anggota
Tahunan (RAT) setiap tahun dari tahun 2001-2005. Sedangkan empat koperasi
lainnya hanya menyelenggarakan RAT sebanyak duaa tahun selama 2001-
2005.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
menjelaskan bahwa Koperasi Sekunder adalah koperasi yang didirikan
oleh dan beranggotakan koperasi. Pasal 15 menjelaskan bahwa
“Koperasi Sekunder meliputi semua koperasi yang didirikan oleh dan
beranggotakan Koperasi Primer dan/atau Koperasi Sekunder
berdasarka kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi.” Pendirian
Koperasi Sekunder dalam berbagai tingkatan selama ini dikenal dengan
sebutan Pusat, Gabungan, dan Induk. Selanjutnya dalam pasal 6 ayat (2)
diatur tentang syarat pembentukan Koperasi Sekunder, yakni Koperasi
Sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya tiga koperasi.
Berdasarkan definisi dan syarat pembentukan tersebut, secara
formal Koperasi Sekunder yang telah ada memiliki hierarki organisasi
vertical yang berbeda-beda antara Koperasi Sekunder yang satu
dengan yang lainnya. Sebagian Koperasi Sekunder merupakan bentuk
integrasi vertical dengan tiga hierarki dan dua hierarki. Hingga saat ini,
tercatat sebanyak 156 buah Koperasi Sekunder di tingkat Nasional
(Jakarta) yang terdiri dari 63 buah Koperasi Sekunder dalam bentuk
Induk, 7 buah berbentuk Gabungan, dan 142 lainnya dalam bentuk
Pusat. Jumlah ini belum termasuk Koperasi Sekunder yang tersebar di
setiap provinsi dan kabupaten di seluruh Indonesia.
Secara konseptual, Koperasi Sekunder adalah sebuah bentuk
kelembagaan koperasi yang terintegrasi dengan beberapa fungsi dan
peran umum koperasi. Fungsi dan oeran umum tersebut yang tertuang
dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992. Pada sisi
kelembagaan, akan tercipta suatu struktur kelembagaan yang
bermanfaat bagi para koperasi anggotanya dan bagi pihak-pihak lain
untuk memperoleh akses ke dalam usaha bisnis. Pada sisi produksi dan
penciptaan kaoasitas produksi nasional, kehadiran Koperasi Sekunder
dan kelembagaannya akan turut berkontribusi meningkatkan produksi
dan kapasitas produksi usaha koperasi anggotanya.
Secara normatif, fungsi sebuah Koperasi Sekunder, yakni untuk
membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi
koperasi anggotanya adalah fungsi yang penting.

1.2. Dimensi masalahan


Koperasi telah dianggap sebagai sebuah gerakan ekonomi rakyat
maupun sebagai badan usaha yang berperan serta untuk mewujudkan
masyarakat yang maju, adil, dan makmur. Sebagai pilar ekonomi,
pengembangan koperasi baik pada waktu sekarang maupun pada waktu
yang akan dating adalah hal yang mutlak dan masih diperlukan.
Fungsi Koperasi Sekunder secara spesifik menurut Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1992 adalah sebagai jaringan untuk
menciptakan skala ekonomis dan posisi tawar, sebagao subsidiaritas
dimana bisnis yang dilaksanakan anggota (Koperasi Primer) tidak
dijalankan oleh Koperasi Sekunder sehinga tidak saling mematikan.
Sejauh mana eksistensi dan keterkaitan antara Koperasi Sekunder
dengan Koperasi Primer aggotanya hingga sekarang belum diketahui
pasti. Juga belum diketahui sejauh mana Koperasi Sekunder
menjalankan fungsi-fungsinya kepada Koperasi Primer anggotanya dan
sebaliknya Koperasi Primer menjalankan kewajibannya kepada Koperasi
Sekunder.

1.3. Tujuan kajian


Tujuan kajian ini adalah :
1. Mengetahui keragaan Koperasi Sekunder dan Koperasi
anggotanya
2. Mengetahui keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan
koperasi anggotanya.
1.4. Ruang Lingkup
Ruang Lingkup kajian meliputi beberapa aspek antara lain :
1. Identifikasi eksistensi Koperasi Sekunder Tingkat Nasional,
Koperasi Sekunder Tingkat Provinsi, dan Koperasi Primer
anggota yang mencakup kelembagaan dan usaha
2. Analisis hubungan keterkaitan antara Koperasi Sekunder Tingkat
Nasional dengan Koperasi Sekunder Tingkat Provinsi, Koperasi
Sekunder Tingkat Provinsi dengan Koperasi Primer anggota.

BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN

Undang-Undang Nomor 25 TAhun 1992 menyatakan bahwa


koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagi badan
usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil
dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Dan koperasi perlu membangun dirinya untuk menjadi kuat dan mandiri
berdasarkan prinsip koperasi sehingga mampu berperan sebagai
sokoguru perekeonoian nasional. Landasan ini memberikan kedudukan
yang kuat bagi Koperasi Indonesia sebagai pilar pembangunan
ekonomi nasional.
Salah satu fungsi dan peran penting koperasi di dalam Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1992 adalah membangun dan
mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Fungsi dan peran tersebut
memperlihatkan bahwa ada keterkaitan antara potensi dan
kemampuan yang dimiliki koperasi yang mewadahi mereka.
Koperasi Sekunder tidak berbasis kepada orang, melainkan
pembentukannya didasarkan atas adanya kesamaan kebutuhan
organisasi, yakni Koperasi Sekunder dibentuk oleh badan hukum
Koperasi Primer. Berdasarkan basis pembentukannya, Koperasi
Sekunder memiliki 3 asas yaitu efisiensi, mutual dan kebersamaan.
Koperasi Sekunder memiliki dua fungsi, yaitu sebagai suatu jaringann
dan sebagai subsidiaritas.

Gambar 1 : Jaringan dan Subsidiaritas Koperasi Sekunder dan


Koperasi Primer Usaha Perikanan
Gambar 2 : Kerangka Pemikiran Keterkaitan Usaha dan Kelembagaan
antara Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer Anggotanya

BAB III
METODE KAJIAN
3.1. Objek Penelitian
Objek penelitian ini mencakup Koperasi Sekunder Tingkat Nasional
(Induk Koperasi) dan Koperasi Sekunder Tingkat Provinsi (Pusat dan
Gabungan) serta Koperasi Primer Anggota.
3.2. Prosedur Penelitian
1. Data sekunder dari instansi berwenang seperti Deputi
Kelembagaan Kementrian KUKM dan Dekopin Pusat serta Dinas
yang menangani pembinaan koperasi di Tingkat Provinsi,
Kabupaten/Kota.
2. Observasi lapangan untuk memperoleh data primer Koperasi
Sekunder Nasional, Koperasi Sekunder Provinsi, dan Koperasi
Primer Anggota.

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian


Dilaksanakan pada Sembilan provinsi yang memiliki Koperasi Sekunder
masing-masing : Jawa Timur, Jawa Tengan, DKI Jakarta, Sumatera
Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Nusa
Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat. Penelitian ini berlasngsung
selama tujuh bulan dari bulan Maret hingga September 2006.

3.4. Metode Penarikan Sampel


Penarikan sampel pada objek kajian dengan metode purposive
sampling. Berdasarkan provinsi yang telah ditentukan, kemudian dipilih
Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer anggota.

Tabel 1. Jumlah dan Sebaran Sampel Penelitian

Jumlah Koperasi Sampel


No Provinsi
Induk Sekunder Tk Provinsi Primer Anggota
1 DKI Jakarta 9
2 Jawa Timur 4 12
3 Jawa Tengah 3 8
4 Sumatera Barat 4 15
5 NTT 5 21
6 Sulawesi Selatan 7 21
7 Sumatera Utara 4 11
8 NTB 4 13
9 Kalimantan Barat 2 6
Jumlah 9 33 107
3.5. Metode Analisis Data
3.5.1. Analisis Deskriptif/Kualitatif
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif untuk
menjelaskan keragaan Koperasi Sekunder dan koperasi
anggotanya. Penelitian ini dapat juga dikategorikan sebagai
penelitian eksploratif dan evaluative. Untuk mengetahui keragaan
Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer anggotanya secara
keseluruhan yaitu, analisis difokuskan pada dua aspek yaitu
kelembagaan dan aspek usaha.

3.5.2. Analisis Keterkaitan


Peran Koperasi Sekunder dalam menunjang aktivitas koperasi
anggotanya dapat dilihat dari keterkaitan diantara keduanya.
Keterkaitan tersebut dapat dilihat dari sejauh mana Koperasi
Sekunder melaksanakan fungsi-fungsinya kepada Koperasi
Primer anggota yang dibinanya. Penelusuran mengenai
keterkaitan antara Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer
angggotanya atau sebaliknya dilakukan melalui berbagai fungsi
yang dianggap selayaknya diterapkan oleh koperasi-koperasi
tersebut.

3.5.2.1. Uji Chi Square (Uji 𝜒2)

Teknik ini memungkinkan peneliti menilai probabilitas


memperoleh perbedaan frekuensi yang nyata dengan
frekuensi yang diharapkan dalam kategori-kategori
tertentu.
3.5.2.2. Uji Signifikansi
Digunakan untuk menunjukkan bahwa apakah ada
hubungan yang signifikan ataukah tidak antara satu
variabel dengan variabel lainnya. Dalam penelitian ini, uji
signifikansi digunakan untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang signifikan antara Koperasi Sekunder
dengan Koperasi Primer anggotanya melalui fungsi-fungsi
yang mereka lakukan.

3.5.2.3. Koefisien Kontingensi (C)


Digunakan untuk mengukur derajat hubungan, asosiasi,
atau dependensi dari klasifikasi-klasifikasi dalam table
kontingensi. Derajat hubungan disini menunjukkan ada
korelasi atau tidak antara kolom dan baris table
kontingensi, dan apakah hubungan tersebut kuat atau tidak
kuat.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Keberadaan Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer Anggota
Pada masa orde baru banyak berita tentang keberhasilan koperasi.
Koperasi berkembang secara melembaga di dalam setiap tingkatan
masyarakat. Koperasi tumbuh dimana-mana dan berhaasil menyentuh
secara luas banyak kepentingan masyarakat kecil. Akan tetapi, kini
zaman berubah, tidak lagi terdengar keberhasilan spektakuler koperasi.
Banyak berita muncul tentang kegagalan koperasi. Banyak koperasi
merugi dan ditinggalkan anggotanya, bahkan sering muncul pernyataan
apakah masyarakat masih berminat untuk berkoperasi? Fenomena ini
mungkin tidak menggembirakan tetapi itulah kenyataannya.
4.2. Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang Aktif dan
Tidak Aktif
Berdasarkan data yang ada pada Kementrian Negara Koperasi dan UKM
dan DEKOPIN tahun 2006, terdapat 53 Koperasi Sekunder Tingkat
Nasional yang masih beroperasi secara hukum. Koperasi-koperasi
tersebut memiliki alamat yang jelas dengan

Vous aimerez peut-être aussi