Vous êtes sur la page 1sur 22

JUDUL

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KORBAN ACUTE CORONARY SYNDROME


(KONSEP PREHOSPITALISASI DAN FIRST AID)

BIDANG KEGIATAN
PENGABDIAN MASYARAKAT

DIUSULKAN OLEH:
Ketua Pelaksana

Anggota pelaksana :
Winda Gusya Dwiana 1611B0272
Windi Lukita Sari 1611B0273
Nur Aini Sulis Tiyani 1611B0256
Rahyuni Paulina T. 1611B0314
Siti Meltiana Kase 1611B0316
Abdul Manan Dato 1611B0283
Riki D. Sabuna 1611B0261
Yorhan Jonson S. 1611B0321

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


SURYA MITRA HUSADA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS 2018
KEDIRI
2019
HALAMAN PERSETUJUAN
1. Judul Kegiatan : Pertolongan Pertama Pada Korban Acute
Coronary Syndrome
2. Bidang Kegiatan : Pengabdian Masyarakat
3. Bidang Ilmu : Pendidikan Ners
4. Ketua Pelaksana
a. Nama Lengkap dan Gelar :
b. NIK :
c. NIDN/NUPN :
d. Alamat :
5. Anggota Pelaksana
Winda Gusya Dwiana 1611B0272 Siti Meltiana Kase 1611B0316
Windi Lukita Sari 1611B0273 Abdul Manan Dato 1611B0283
Nur Aini Sulis Tiyani 1611B0256 Riki D. Sabuna 1611B0261
Rahyuni Paulina T. 1611B0314 Yorhan Jonson S. 1611B0321

6. Tempat Pelaksana : Stikes Surya Mitra Husada Kediri


7. Waktu Pelaksanaan : Mei 2019
8. Anggaran Biaya : Rp. 5.000.000

Menyetujui
Ketua Pelaksana Ketua Program Studi Ilmu Pendidikan
Ners

(Atik Setiawan Wahyuningsih,


(Novita Anggraini , S.Kep.,Ns.,M.Kes)
S.Kep.,Ns,.M.Kep)
NIK.
NIK. 13.07.16.003
Ketua RT Sekertaris LPPM

(Intan Fazrin. S.Kep.,Ns.,M.Kes)


SUDARMI
NIK. 13.07.09.081
Ketua
STIKes Surya Mitra Husada Kediri

(Dr.H.Sandu Siyoto,S.Sos.,SKM,.M.Kes)
NIP. 19700 216199203 1 00 7
Abstrak
KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr.Wb

Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
limpahan Rahmat,Taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
laporan dengan judul “Pertolongan Pertama Pada Korban Acute Coronary Syndrome”.
Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.
laporan ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat
dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi
yang semoga bermanfaat.

Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi
sempurnanya makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi
pembaca.

Wasalamualaikum Wr.Wb

Kediri , Mei 2019

Tim Penyusun
Daftar Isi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecepatan pertolongan pada pasien dengan kasus kegawat daruratan menjadi


elemen penting dalam penanganan pasien di sebuah IRD (Instalasi Rawat Darurat)
rumah sakit. Kecepatan pertolongan dapat menyelamatkan seseorang dari kecacatan
atau kematian akibat suatu penyakit atau trauma yang dideritanya, disamping ketepatan
dalam menetapkan diagnosis atau masalah pasien yang datang ke suatu IRD. Hal
tersebut diistilahkan sebagai response time, lebih lanjut menurut Oxford Dictionaries
(www.oxforddictionary.com) yang disebut dengan response time adalah the length of
time taken for a person or system to react to a given stimulus or event. Mengacu pada
pengertian tersebut maka response time dalam konteks sebuah instalasi rawat darurat
rumah sakit dapat dikatakan sebagai waktu yang dibutuhkan petugas kesehatan sejak
menetapkan seseorang dalam masalah dan membutuhkan sebuah pertolongan definitif
sampai dengan saat memberikan pertolongan yang bermakna untuk masalah tersebut.
Selain sebagai indikator pelayanan yang menunjukkan seberapa cepat dan tanggap
petugas kesehatan dalam menangani masalah dan memberikan pertolongan medis
kepada pasien yang datang di IRD sebuah rumah sakit, response time juga dapat berarti
waktu emas terhadap kehidupan seorang pasien dimana dalam banyak kasus
menggambarkan semakin cepat mendapatkan pertolongan definitif maka kemungkinan
kesembuhan dan keberlangsungan hidup seseorang akan semakin besar didapatkan.

Sindrom koroner akut adalah suatu kondisi terjadi pengurangan aliran darah ke
jantung secara mendadak. Beberapa gejala dari sindrom ini adalah tekanan di dada
seperti serangan jantung, sesak saat sedang beristirahat atau melakukan aktivitas fisik
ringan, keringat yang berlebihan secara tiba-tiba (diaforesis), muntah, mual, nyeri di
bagian tubuh lain seperti lengan kiri atau rahang, dan jantung yang berhenti mendadak
(cardiac arrest). Umumnya mengenai pasien usia 40 tahun ke atas walau pada saat ini
terdapat kecenderungan mengenai usia lebih muda.
C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Tujuan dilakukannya kegiatan ini adalah untuk mengetahui pengetahuan
masyarakat dalam melakukan pertolongan pertama saat terjadi kejadian Acute
Coronary Syndrome

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kemampuan masyarakat dalam melakukan tindakan pertolongan
pertama pada Acute Coronary Syndrome
b. Mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah edukasi pada
masyarakat
c. Mengetahui perbedaan tingkat ketrampilan sebelum dan sesudah edukasi pada
masyarakat
D. Manfaat
1. Bagi Keilmuan
Menambah referensi pembelajaran terutama pada bidang kegawatdaruratan dan
manajemen pembelajaran terkait Acute Coronary Syndrome

2. Bagi mahasiswa
Menambah pengalaman mahasiswa dalam melakukan tindakan pertolongan pertama di
bidang keperawatan, khususnya dalam bidang kegawatdaruratan

3. Bagi Institusi Pendidikan


kegiatan ini bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi dan masukan terkait pelaksanaan
proses pembelajaran.

5. Bagi Masyarakat

Dengan kegiatan ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kepada masyarakat
tentang basic life support khususnya pada mahasiswa.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Landasan Teori
1. Pengertian
Acute coronary syndrome (ACS)/ Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan
suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum
penyakit arteri koroner yang bersifat trombotik. Kelainan dasarnya adalah
aterosklerosis yang akan menyebabkan terjadinya plaque aterom. Pecahnya plaque
aterom ini akan menimbulkan trombus yang nantinya dapat menyebabkan iskemik
sampai infark miokard (Achar, et al., 2005). Bagian dari spektrum acute coronary
syndrome (ACS) adalah unstable angina pectoris (UAP), ST elevation myocardial
infarction (NSTEMI) dan non ST elevation myocardial infarction (NSTEMI) (Alwi,
2009). STEMI adalah fase akut dari nyeri dada yang ditampilkan, terjadi peningkatan
baik frekuensi, lama nyeri dada dan tidak dapat di atasi dengan pemberian nitrat, yang
dapat terjadi saat istirahat maupun sewaktu-waktu yang disertai Infark Miokard Akut
dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur
plak aterosklerosis yang tak stabil (Pusponegoro,2015).

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang


utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang
tinggi (Irmalita dkk, 2015). Sindrom koroner akut adalah terminologi yang digunakan
pada keadaan gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard secara
akut (Lily, 2012). Sindrom koroner akut merupakan sekumpulan gejala yang
diakhibatkan oleh gangguan aliran darah pembuluh darah koroner secara akut.
Umumnya disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah koroner akibat kerak
aterosklerosis yang lalu mengalami perobekan dan hal ini memicu terjadinya
gumpalan-gumpalan darah (thrombosis) (Erik, 2005).

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan kegawatan jantung yang terjadi karena
adanya ruptur atau erosi dari plak aterosklerosis yang memiliki gambaran berupa angina
pektoris tidak stabil (unstable angina pectoris/UAP), infark miokardium akut (IMA)
baik dengan peningkatan segmen ST (ST segmen elevation myocardial infarction/
STEMI) maupun tanpa peningkatan segmen ST (non ST segmen elevation myocardial
infarction/NSTEMI).
1.1.2 Faktor Risiko

Faktor risiko seseorang untuk menderita ACS ditentukan melalui interaksi dua
atau lebih faktor risiko. Faktor risiko ACS dibagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor
yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang
dapat dimodifikasi antara lain seperti: merokok, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes
mellitus, stress, diet tinggi lemak, dan kurangnya aktivitas fisik. Faktor-faktor risiko ini
masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik
Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain seperti: usia, jenis
kelamin, suku/ras, dan riwayat penyakit (Bender, et al., 2011).

1.1.3 Etiologi

Masalah yang sesungguhnya pada SKA terletak pada penyempitan pembuluh darah
jantung (vasokontriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh 4 hal yaitu :

a) Adanya timbunan lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat konsumsi


kolesterol yang tinggi.

b) Sumbatan (trombosit) oleh sel bekuan darah (thrombus)

c) Vasokontriksi (penyempitan pembuluh darah akibat kejang terus menerus.

d) Infeksi pada pembuluh darah

Terjadinya SKA dipengaruhi oleh beberapa keadaan yakni :

a) Aktivitas atau latihan fisik yang berlebihan (tidak terkondisikan)

b) Stress atau emosi dan terkejut.

c) Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan


aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar meningkat
dan kontra aktivitas jantung meningkat.

1.1.4 Patofisiologi

Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah
koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak
dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh
proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya
trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah
koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat
pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang
menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner.
Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan
oksigen yang berhenti sekitar 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis
(infark miokard). Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh
darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat
dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses
hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel
(perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak
mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA karena
obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina
Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat
diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan
(IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi,
takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai
plak aterosklerosis.
Pathway

1.1.5 Manifestasi klinik

Terbentuknya trombus akibat proses patofisiologi SKA menyebabkan darah


sulit mengalir ke otot jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati.
Gejala yang khas dari SKA adalah rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa
terbakar di dada (angina). Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan
berlangsung selama lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah,
leher, bahu atau lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu istirahat,
nyeri ini dapat pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum pernah mengalami
hal ini atau penderita yang pernah mengalami angina, namun pada kali ini pola
serangannya menjadi lebih berat atau lebih sering. Selain gejala gejala yang khas
tersebut, bisa juga terjadi penderita hanya mengeluh seolah pencernaannya yang
terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa di ulu hati. Keluhan diatas dapat disertai
dengan sesak, muntah atau keringat dingin. SKA dapat bermanifestasi sebagai angina
tidak stabil atau serangan jantung dan dapat berakhibat kematian (Erik, 2005).
1.1.6 Gambaran Klinis Sindrom Koroner Akut

A. Gambaran Klinis Angina Tak Stabil

1. Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina
yang bertambah dari biasa.

2. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin
timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal.

3. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-
kadang disertai keringat dingin.

4. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.

B. Gambaran Klinis Infark Miokard Dengan Non Elevasi Segmen ST (NSTEMI)

1. Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan
ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar.

2. Nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang
sering ditemukan pada NSTEMI.

3. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahawa mereka yang


memiliki gejala dengan onset baru angina berat/terakselerasi memiliki prognosis
lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat.

4. Gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui
dengan baik.

5. Gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan,
epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar
pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.

C. Gambaran Klinis Infark Miokard Dengan Elevasi Segmen ST (STEMI)

1. Nyeri dada dengan lokasi substernal, retrosternal, dan prekordial.

2. Sifat nyeri seperti rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
3. Penjalaran biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.

4. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat, atau obat nitrat.

5. Gejala yang menyertai seperti mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,
cemas dan lemas.

1.1.7 Diagnosis Sindrom Koroner Akut

a. Anamnesis

Diagnosis adanya suatu ACS harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan
didasarkan pada tiga criteria, yaitu: gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG
(elekrokardiogram), dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Kriteria World Health
Organization (WHO) diagnosis acute myocardial infarction dapat ditentukan antara lain
dengan: 2 dari 3 kriteria yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Riwayat nyeri dada dan penjalarannya yang berkepanjangan (lebih dari 30 menit)

2. Perubahan EKG, berupa gambaran STEMI/NSTEMI dengan atau tanpa


gelaombang Q patologis,

3. Peningkatan enzim jantung (paling sedikit kali 1,5 kali nilai batas atas normal),
terutama CKMB dan troponin T/I mulai meningkat pada 3 jam dari permulaan
sakit dada IMA dan menetap 7-10 hari setelah IMA. Troponin T/I mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas tinggi sebagai petanda kerusakan sel miokard dan
prognosis (Nawawi, et al., 2005).

b. Riwayat atau Anamnesis

1. Nyeri dada tipikal (angina)

merupakan gejala radikal pasien ACS. Seorang dokter harus mampu


mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan nyeri dada angina dan
mampu membedakan nyeri dada lainnya kerena gejala ini merupakan petanda
awal dalam pengelolaan pasien ACS (Depkes, 2006).

Sifat nyeri pengelolaan pasien ACS (Atman, et al, 2007):

- Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.


- Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda benda
berat, seperti ditusuk-tusuk, rasa diperas, dan dipelintir.

- Penjalaran : ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi,punggung/interkapula, dan


dapat juga ke lengan kanan.

- Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.

- Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.

- Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan
lemas.

- Hati-hati pada pasien diabetes melitus, kerap pasien tidak mengeluh nyeri dada
akibat neuropati diabetik.

2. Elektrokardiografi

Gambaran EKG abnormal terdapat di penderita IMA dengan ditemukannya


elevasi segmen ST dan adanya gelombang Q. Namun demikian, elevasi segmen ST
dapat juga ditemukan di perikarditis, repolarisasi cepat yang normal, dan aneurisma
ventrikel kiri. EKG merupakan langkah diagnosis awal yang membedakan kedua
kelompok acute coronary sindrom yang mempunyai pendekatan terapi berbeda. Jika
terjadi elevasi segmen ST, artinya terjadi infark miokard yang merupakan indikasi
untuk reperfusi segera (Thygesen, et al, 2007). Pedoman American College of
Cardiology / American Heart Association (ACC/AHA) menggunakan terminologi
infark miokard dengan peningkatan segmen ST dan tanpa peningkatan segmen ST,
menggantikan terminologi infark miokard gelombang Q yang kurang bermanfaat dalam
perencanaan pelaksanaan segera (Bertrand, et al, 2002). EKG memberi bantuan untuk
diagnosis dan prognosis.Rekaman yang di lakukan saat sedang nyeri dada sangat
bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah:

- STEMI → ST elevasi ≥ 2mm minimal pada 2 sandapan prekardial yang


berdampingan atau ≥ 1mm pada 2 sandapan ekstremitas, LBBB baru atau
diduga baru: ada evolusi EKG.

- NSTEMI→ Normal, ST depresi ≥ 0,05 mV, T inverted simetris: ada evolusi


EKG
- UAP→ Normal atau transient.

3. Penanda Biokimia Jantung

Kerusakan miokardium dikenali keberadaannya antara lain dengan


menggunakan tes enzim jantung, seperti: creatinine-kinase (CK), creatinine kinase MB
(CKMB) dan laktat dehidrogenase (LDH). Kadar serum CK dan CKMB merupakan
indikator penting dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua petanda
tersebut adalah relatif rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal (< 6 jam) setelah
onset serangan. Resiko yang lebih buruk pada pasien tanpa elevasi segmen ST lebih
besar pada pasien dengan peningkatan nilai CKMB. Peningkatan kadar CKMB sangat
berkaitan erat dengan kematian pasien dengan ACS tanpa elevasi segmen ST, dan
naiknya risiko dimulai dengan peningkatan kadar CKMB diatas normal. Meskipun
demikian nilai normal. CKMB tidak menyingkirkan adanya kerusakan ringan miokard
dan adanya resiko terjadinya perubahan penderita. Troponin khusus jantung merupakan
petanda biokimia primer untuk ACS. Sudah diketahui bahwa kadar troponin negatif
saat < 6 jam dan harus diulang saat 6-12 jam setelah onset nyeri dada. (Anderson, 2007).

1.1.8 Tatalaksana Sindrom koroner akut

A. Evaluasi Awal

Berdasarkan kualitas nyeri dada, anamnesa dan pemeriksaan fisik terarah serta
gambaran EKG, pasien dikelompokan menjadi salah satu dari: STEMI, NSTEMI dan
kemungkinan bukan SKA.

B. Penanganan Awal

Penanganan awal dimulai dengan pemberian beberapa terapi medikamentosa


yang telah terbukti dapat memperbaiki prognosis jangka panjang seperti pemberian
antiplatelet jangka panjang untuk menurunkan risiko thrombosis arteri koroner
berulang, penyekat beta dan statin.

C. Terapi Anti-Iskemia dan Analgesik

1. Oksigen dianjurkan bila saturasi O₂ perifer < 90%.

2. Nitrogliserin, isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual dan dilanjutkan


dengan pemberian kontinu melalui intravena.
3. Morphine diberikan untuk mengatasi nyeri dada dan ansietas.

4. Penyekat beta secara kompetitif mengambat efek katekolamin terhadap


miokard dengan cara menurunkan laju jantung, kontraktilitas dan tekanan
darah, sehingga konsumsi oksigen oleh miokard menurun.

D. Agen Antiplatelet

Peran aktivasi dan agregasi platelet merupakan target utama pada penanganan
pasien SKA. Pemberian antiplatelet dilakukan untuk mengurangi risiko komplikasi
iskemia akut dan kejadian aterotrombosis berulang.

1. Penyekat Glycoprotein IIb/IIIa

Pengunaan GIIb/IIIa akan meningkatkan kejadian perdarahan mayor, sehingga


potensi keuntungannya harus dinilai bersama dengan risiko perdarahannya.

2. Antikoagulan

Antikoagulan diberikan untuk mencegah generasi thrombin dan aktivitasnya.


Banyak studi telah membuktikan bahwa kombinasi antikoagulan dan
antiplatelet sangat efektif dalam mengurangi serangan jantung akibat
thrombosis.

1.1.9 Tatalaksana Jangka Panjang

Pasien dengan SKA non ST elevasi memiliki risiko tinggi untuk berulangnya
iskemia setelah fase awal. Oleh sebab itu, prevensi sekunder secara aktif sangat penting
sebagai tatalaksana jangka panjang, yang mencakup :

1. Perbaikan gaya hidup seperti berhenti merokok, aktivitas fisik teratur, dan
diet.

2. Penurunan berat badan pada pasien obesitas dan kelebihan berat badan
overweight.

3. Intervensi terhadap profil lipid yaitu :

a. Statin direkomendasikan pada semua pasien dengan SKA tanpa ST


elevasi, diberikan hari ke 1-4, dengan tujuan menstabilisasi dinding plak
aterosklerosis, efek pleitropik.
b. Disarankan terapi penurunan level lipid secara intensif dengan target
LDL<100 mg/dL

4. Meneruskan pemakaian anti-platelet.

5. Pemakaian penyekat beta harus diberikan pada semua pasien, termasuk


pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang menurunkan, dengan atau tanpa gejala
gagal jantung.Setelah suatu SKA tanpa elevasi ST, direkomendasi penilaiaan
kapasitas fungsional. Berdasarkan status kardiovaskular dan penilaian kapasitas
fisik fungsional tersebut, pasien diberi informasi mengenai waktu dan level
aktivitas fisik yang direkomendasikan, termasuk rekreasi, kerja, dan aktivitas
seksual. Pasien pasca SKA tanpa elevasi ST dapat disarankan menjalani uji latih
jantung dengan EKG atau suatu pemeriksaan stress non invasif untuk iskemia
yang setara, dalam 4-7 minggu setelah perawatan.

1.1.10 Komplikasi
 Dapat terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokard berkurang.
 Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat memompa keluar
semua darah yang diterimanya.
 Distrimia adalah komplikasi tersering pada infark.
 Distrimia adalah syok kardiogenik apabila curah jantung sangat berkurang dalam
waktu lama.
 Dapat terjadi ruptur miokardium selama atau segera setelah suatu infark besar.
 Dapat terjadi perikarditis, peradangan selaput jantung (biasanya berapa hari setelah
infark).
 Setelah IM sembuh, terbentuk jaringan parut yang menggantikan sel-sel
miokardium yang mati.
BAB III
METODE PELAKSANAAN

9. Pokok Bahasan : Pertolongan pertama pada korban dengan Acute Coronary


Syndrome
A. (Konsep prehospitalisasi dan First aid)
B. Sub Pokok Bahasan :
a. Pengertian Acute Coronary Syndrome
b. Faktor Resiko Acute Coronary Syndrom
c. Etiologi Acute Coronary Syndrom
d. Patofisiologi Acute Coronary Syndrom
e. Manifestasi Klinik Acute Coronary Syndrom
f. Diagnosis Acute Coronary Syndrom
g. Komplikasi Acute Coronary Syndrom
h. Obat obatan Acute Coronary Syndrom
C. Sasaran : Masyarakat Kediri
D. Waktu Pelaksanaan
Tanggal : Mei 2018
Waktu : WIB - selesai
Tempat :
E. Materi : Pertolongan pertama pada korban dengan Acute Coronary
Syndrome (Konsep Prehospitalisasi dan First Aid)
F. Kegiatan : Penyuluhan kesehatan terkait Pertolongan pertama pada
korban Acute Coronary Syndrome (Konsep Prehospitalisasi dan First Aid)

Fase Dan Kegiatan Peserta


No Kegiatan Kegiatan Penyuluhan
Waktu
1 Pembukaan (5 Salam  Memberikan salam Menjawab salam
menit) Perkenalan kepada peserta Memperhatikan
Penjelasan  Memperkenalkan
pokok diri Memperhatikan
bahasan  Menjelaskan Memperhatikan
maksut dan tujuan
 Membagikan
leaflet
2 Pelaksanaan Penjelasan  Menjelaskan Memperhatikan
(15 menit) materi tentang Konsep
penyuluhan prehospitalisasi Memperhatikan
 Menjelaskan
tentang Henti
Jantung

3 Evaluasi (5 Tanya jawab  Peserta Bertanya


menit) memberikan
pertanyaan Menjawab
 Memberikan Memperhatikan
pertanyaan kepada
peserta
 Menyimpulkan
materi

4 Terminasi (5 Terimakasih  Mengucapkan Mendengarkan


Menit) terimakasih atas
Penutup peran serta peserta Memperhatikan
 Menutup Kegiatan Menjawab salam
 Mengucapkan
salam

G. Kepanitiaan
a. Moderator :
Tugas : Memimpin dan mengatur jalannya penyuluhan
b. Penyaji : Rahyuni Paulina Taek
Tugas : Menyampaikan materi penyuluhan dan memandu senam
c. Fasilitator :
Tugas : Memfasilitatori jalannya penyuluhan
d. Observer :
Tugas : Mengawasi jalannya penyuluhan
e. Dokumentasi :
Tugas : Dokumentasi jalannya penyuluhan
H. Metode : Ceramah dan tanya jawab

I. Media :
Alat Jumlah
LCD 1

Laptop 1

Kamera 2

Son Audio 1

J. Setting Tempat :

Peserta Peserta PENYAJI

Peserta Peserta

DOKUMENTASI
FASILITATOR,
OBSEVATOR,
Peserta Peserta

MODERATOR

K. Kriteria Evaluasi :
1. Evaluasi Struktur
a. Persiapan penyuluhan dan media 30 menit.
b. Media yang digunakan dalam penyuluhan semua lengkap dan dapat digunakan
dalam penyuluhan yaitu : Kamera.
c. Pengorganisasian lengkap.
2. Evaluasi Proses
a. 100% peserta antusias.
b. 100% peserta mengikuti dari awal hingga akhir.
c. Proses penyuluhan dapat berlangsung dengan lancar dan peserta penyuluhan
memahami materi penyuluhan yang diberikan oleh pemateri.
d. Peserta penyuluhan memperhatikan materi yang diberikan oleh pemateri dan
mengikuti senam dengan semangat.
e. Selama proses penyuluhan berlangsung, 80% peserta sangat berpartisipasi
dalam menjawab pertanyaan dari pemateri.
3. Evaluasi Hasil
Peserta penyuluhan mengerti 80%, tentang materi yang telah disampaikan, dan
melakukan gerakan senam dengan sangat baik. bentuk dari partisipasi peserta yaitu
dengan menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh pemateri selama proses
penyuluhan dan peserta dapat menjawab secara lisan pertanyaan yang diajukan oleh
penyaji dengan baik dan bena
BAB IV
ANGGARAN BIAYA
A. Anggaran Biaya
No. Jenis Pengeluaran Biaya
1. Print Laporan Rp. 2.000.000
2. Jilid Rp. 500.000
3. Snack Konsumsi Rp. 1.000.000
4. Pembelian Hadiah Rp. 500 .000
5. Print Leaflet Materi Rp. 1.000.000
Rp. 5.000.000
Jumlah

B. Jadwal Kegiatan
Bulan
No
Jenis Kegiatan Mei Mei Mei
.
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Konsultasi Judul
2. Mengerjakan Proposal
3. Meminta Surat Pengantar untuk
Penyuluhan
4. Mengirimkan Surat pengantar
ke tempat penyuluhan
5. Penyuluhan

Vous aimerez peut-être aussi