Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
memberikan pertolongan-taufik. Dan istilah hidayah berasal dari kata hadā-yahdi-hidāyah yang
memiliki makna memberikan petunjuk.
Kesamaan dari kedua istilah di atas adalah sama-sama memiliki unsur memberi, pemberian dari
pada Allah swt kepada sang hamba.
Tapi, yang akan kita garisbawahi di sini adalah perbedaan antara kedua istilah di atas tadi. Yang
satu mengandung makna khusus dan lainya umum.
Dalam bukunya Muhammad Amin Aljundi (Alfaidah wal mut’ah fi imta’il asma’ bi ahlal
ma’lumat), sempat dibahas perbedaan antara keduanya.
Taufik, sering disebut juga hidayatut-taufiq wal-ilham yang bermakna petunjuk yang “khusus"
hanya dapat diberikan oleh Allah swt untuk para hamba-Nya,
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi
Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk". (Al-Qasas 56).
Sungguh Taufik dari-Nya ini akan kita peroleh manakala apa yang kita mau, menyamai dengan
apa yang Allah mau, atau menyamakan persepsi keduabelah pihak ; khaliq dan makhluk. Jika
keduanya telah sama, maka dengan segera akan kita peroleh taufiq dari-Nya swt.
Hidayah, ini bentuknya “umum", siapa dan apa pun bisa menjadi tempat dititipaknya wasilah
petunjuk dari-Nya, dan hidayah ini sendiri memiliki cakupan yang luas.
Sebenarnya sudah sejak lama Allah swt telah menitipkan hidayah itu kepada para manusia. dan
kemudian para manusianyalah sendiri yang seharusnya menjemputnya.
Diantara wasilah yang menjadi sebab sampainya hidayah sudah ada pada diri kita adalah hidayah
akal cerdas, jasmani yang sehat, mata yang dapat melihat dengan jelas, hidung yang dapat
bernafas dengan segar, dan pendengaran yang dipergunakan untuk menyimak banyak hal. Semua
itu adalah hidayah Allah yang sudah dari sejak lama dianugerahkan kepada kita sebagai manusia.
Dan manusianya sendirilah yang mempergunakan wasilah hidayah tadi untuk menjemput
hidayahnya.
“Semoga Allah melenggangkan taufik-Nya untuk kita semua, dan menjadikan kita manusia yang
faham untuk bersegera memanfaatkan hidayah yang telah diberikan sejak lama".
Adapun secara syar’i, maka Imam Ibnul Qayyim membagi hidayah yang dinisbatkan kepada
Allah Ta’ala menjadi empat macam:
1. Hidayah yang bersifat umum dan diberikan-Nya kepada semua makhluk, sebagaimana yang
tersebut dalam firman-Nya:
“Musa berkata: “Rabb kami (Allah Ta’ala) ialah (Rabb) yang telah memberikan kepada setiap
makhluk bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk” (QS Thaahaa: 50).
Inilah hidayah (petunjuk) yang Allah Ta’ala berikan kepada semua makhluk dalam hal yang
berhubungan dengan kelangsungan dan kemaslahatan hidup mereka dalam urusan-urusan dunia,
seperti melakukan hal-hal yang bermanfaat dan menjauhi hal-hal yang membinasakan untuk
kelangsungan hidup di dunia.
2. Hidayah (yang berupa) penjelasan dan keterangan tentang jalan yang baik dan jalan yang
buruk, serta jalan keselamatan dan jalan kebinasaan. Hidayah ini tidak berarti melahirkan
petunjuk Allah yang sempurna, karena ini hanya merupakan sebab atau syarat, tapi tidak mesti
melahirkan (hidayah Allah Ta’ala yang sempurna). Inilah makna firman Allah:
“Adapun kaum Tsamud, mereka telah Kami beri petunjuk, tetapi mereka lebih menyukai
kebutaan (kesesatan) daripada petunjuk” (QS Fushshilat: 17).
Artinya: Kami jelaskan dan tunjukkan kepada mereka (jalan kebenaran) tapi mereka tidak mau
mengikuti petunjuk.
Hidayah inilah yang mampu dilakukan oleh manusia, yaitu dengan berdakwah dan menyeru
manusia ke jalan Allah, serta menjelaskan kepada mereka jalan yang benar dan memperingatkan
jalan yang salah, akan tetapi hidayah yang sempurna (yaitu taufik) hanya ada di tangan Allah
Ta’ala, meskipun tentu saja hidayah ini merupakan sebab besar untuk membuka hati manusia
agar mau mengikuti petunjuk Allah Ta’ala dengan taufik-Nya.
}دوإذنم د
ك لدتدلهذديِ إذدلى ذ
{صدراءط ثملستدذقيءم
3. Hidayah taufik, ilham (dalam hati manusia untuk mengikuti jalan yang benar) dan kelapangan
dada untuk menerima kebenaran serta memilihnya. inilah hidayah (sempurna) yang mesti
menjadikan orang yang meraihnya akan mengikuti petunjuk Allah Ta’ala. Inilah yang disebutkan
dalam firman-Nya:
ك دعلدليذهلم دحدسدرا ء
{ت ضبَل دملن يددشاثء دويدلهذديِ دملن يددشاثء دفلَ تدلذهد ل
ب ندلفثس د }فإن ا يث ذ
“Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi hidayah (taufik)
kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (QS Faathir: 8).
Dan firman-Nya:
Juga firman-Nya:
{اد يدلهذديِ دملن يددشاثء دوهثدوُّ أدلعلدثم ذباللثملهتدذديدن ك ل تدلهذديِ دملن أدلحبدلب د
ت دولدذكمن م }إذنم د
Maka dalam ayat ini Allah menafikan hidayah ini (taufik) dari Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam dan menetapkan bagi beliau Shallallahu’alaihi Wasallam hidayah dakwah
(bimbingan/ajakan kepada kebaikan) dan penjelasan dalam firman-Nya:
}دوإذنم د
ك لدتدلهذديِ إذدلى ذ
{صدراءط ثملستدذقيءم
“Sesungguhnya engkau (wahai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam) benar-benar memberi
petunjuk (penjelasan dan bimbingan) kepada jalan yang lurus” (QS asy-Syuuraa: 52).
4. Puncak hidayah ini, yaitu hidayah kepada Surga dan Neraka ketika penghuninya digiring
kepadanya.
{صدراذط اللدجذحيذم
ذملن ثدوذن اذ دفالهثدوهثلم إذدلى ذ.}الحثشثروا المذذيدن ظدلدثموُّا دوأدلزدوادجهثلم دودما دكاثنوُّا يدلعبثثدودن
“Kumpulkanlah orang-orang yang zhalim beserta teman-teman yang bersama mereka dan apa
yang dahulu mereka sembah selain Allah, lalu tunjukkanlah kepada mereka jalan ke Neraka”
(QS ash-Shaaffaat: 22-23)”6.
Dari sisi lain, Imam Ibnu Rajab al-Hambali membagi hidayah menjadi dua:
1. Hidayah yang bersifat mujmal (garis besar/global), yaitu hidayah kepada agama Islam
dan iman, yang ini dianugerahkan-Nya kepada setiap muslim.
2. Hidayah yang bersifat rinci dan detail, yaitu hidayah untuk mengetahui perincian cabang-
cabang imam dan islam, serta pertolongan-Nya untuk mengamalkan semua itu. Hidayah
ini sangat dibutuhkan oleh setiap mukmin di siang dan malam”7.
Sumber: http://muslim.or.id/19131-makna-dan-hakikat-hidayah-allah.html
1. TAUFIQ
Taufiq adalah memindahkan atau mengalihkan makna dari suatu dalil kepada makna yang lain,
sehingga tidak terdapat perlawanan atau pertentangan lagi. Dalam praktek, lazimnya taufiq ini
dilakukan ketika mujtahid tidak dapat menemukan cara untu mentarjih salah satu dari dua dalil
yang berlawanan. Dengan demikian upaya yang dapat ditempuh adalah mengumpulkan dan
memadukan kedua dalil itu. Kahar Mansyur memberi contoh taufiq (penyesuaian) ini di bidang
iddah, yaitu:
Nash pertama (1) adalah: QS. Al Baqarah ayat 234, yaitu: “Orang-orang yang meninggal dunia
dari kalangan muda meninggalkan para istri, hendaklah para isteri itu
menunggu (iddah)dengan dirinya selama empat bulan sepuluh hari”.
Nash kedua (2) adalah QS. AL-Thalaq ayat 3, yaitu: “Wanita yang hamil itu, iddahnya ialah
sampai melahirkan anaknya”.
1. Hendaklah wanita beriddah dengan iddah yang terlama dari dua macam iddah itu.
Contoh lain yang dapat ditaufiqkan adalah antara QS. A Baqarah ayat 180 dengan QS. An Nisa
ayat 11.
Rahmat itu bermakna kasih sayang Allah swt terhadap seluruh hamba-
hambanya dan seluruh mahkluk ciptaanNya. Hidayah bermakna petunjuk
atau bimbingan Allah bagi hamba-hambanya yang bertawakal, taufik adalah
restu Allah berupa terwujudnya amal-amal baik sementara Inayah berarti
bantuan dan pertolongan Allah bagi hamba-hambanya yang terpilih.
Keseluruhan dari kata-kata tersebut maknanya perlu di mintakan kepada
Allah agar dalam menjalani kehidupan kita selamat dunia dan akherat.
karena itulah kata-kata itu sering menjadi kata penutup di setiap khutbah
ceramah atau di dalam majelis pertemuan. Sementara itu barakah
maknanya adalah kian bertambah dan langgengnya suatu kebaikan.