Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
112
113
mengetahui fungsi larutan AgNO3, untuk mengetahui fungsi larutan NaCl, larutan
K2Cr2O4, larutan HNO3, untuk mengetahui fungsi indikator fluorescein, untuk
mengetahui fungsi indikator ferri, untuk mengetahui reaksi antara AgCl dengan
indikator fluorescein, untuk mengetahui reaksi antara KCl dengan AgNO3, untuk
mengetahui hasil reaksi antara HCl dengan indikator Ferri dan untuk mengetahui
penerapan metode argentometri sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
Salah satu cara untuk menentukan kadar klor dalam air PDAM adalah titrasi
argentometri. Titrasi argentometri merupakan titrasi terhadap larutan analit
dengan larutan standar perak nitrat. Titrasi argentometri menggunakan prinsip
reaksi pengendapan. Zat yang akan ditentukan dititrasi dengan larutan standar
yang mampu mengendapkan zat tersebut. Contoh pada penentuan ion klorida. Ion
klorida dalam sampel dititrasi dengan perak nitrat sehingga terbentuk endapan
perak klorida. Pada saat semua ion klorida telah bereaksi dengan ion perak maka
terjadi titik ekuivalen (Pursitasari, 2014).
Pendeteksian titik ekuivalen titrasi dilakukan dengan menggunakan
indikator. Berdasarkan jenis indikator yang digunakan tersebut maka terdapat
beberapa jenis titrasi argentometri yaitu titrasi dengan metode Mohr, metode
Volhard dan metode Fajans. Ketiga metode tersebut akan dijelaskan secara lebih
rinci (Pursitasari, 2014).
Kurva titrasi argentometri menyatakan hubungan antara volume titran (zat
yang mengendap) yang ditambahkan dengan –log[analit]. Kurva titrasi
argentometri dibuat serupa dengan kurva titrasi asam basa yaitu dengan
memplotkan –log[analit] terhadap volume titran. Bila dalam titrasi asam basa
dikenal istilah pH maka dalam titrasi argentometri digunakan istilah pAg atau pCl.
Oleh karena itulah pada kurva titrasi argentometri dapat pula dibuat dengan plot
pAg atau pCl vs larutan titran (zat pengendap). Kurva dibuat berdasarkan
perhitungan pada empat lokasi yaitu (1) sebelum penambahan titran, (2) ketika
penambahan titran namun sebelum titik ekuivalen, (3) pada saat titik ekivalen dan
(4) setelah titik ekuivalen (Pursitasari, 2014).
Telah ditunjukkan sebelumnya bahwa salah satu permasalahan titrasi
pengendapan adalah menemukan indikator yang cocok. Dalam titrasi-titrasi yang
melibatkan garam-garam perak ada tiga indikator yang telah sukses
dikembangkan selama ini. Metode Mohr menggunakan ion kromat CrO42- untuk
mengendapkan Ag2CrO4 coklat. Metode volhard menggunakan ion Fe3+ untuk
114
115
membentuk sebuah kompleks yang berwarna dengan ion tiosianat SCN-. Dan
metode fajans menggunakan indikator indikator adsorpsi (Day, 2002).
Persis seperti sistem asam basa dipergunakan sebagai indikator untuk
sebuah titrasi asam basa, pembentukan suatu endapan lain dapat dipergunakan
untuk mengindikasikan selesainya sebuah titrasi pengendapan. Contoh yang
paling terkenal dari kasus semacam ini disebut titrasi Mohr klorida dengan ion
perak, di mana ion dikromat dipergunakan sebagai indikator. Kemunculan awal
endapan perak kromat berwarna kemerah-merahan diambil sebagai titik akhir dari
titrasi (Day, 2002).
Metode more dapat pula diaplikasikan dalam titrasi dari ion bromida dengan
perak dan juga ion sianida dalam larutan-larutan yang sedikit alkalin. Efek-efek
adsorpsi membuat titrasi dari ion ion iodida dan tiosianat tidak memungkinkan.
Perak tidak dapat dititrasi secara langsung dengan klorida menggunakan indikator
kromat. Perak kromat mengendap terlihat secara sekilas, terurai kembali secara
lambat saat dekat dengan titik ekuivalen. Bagaimanapun juga orang dapat
menambahkan larutan klorida standar berlebih dan kemudian melakukan titrasi
mundur dengan menggunakan indikator kromat (Day, 2002).
Metode volhard didasari oleh pengendapan dari perak tiosianat dalam
larutan asam nitrit dengan ion besi (III) dipergunakan untuk mendeteksi kelebihan
ion tiosianat :
Metode ini dapat dipergunakan untuk titrasi langsung perak dengan larutan
standar tiosianat atau untuk titrasi tidak langsung dari ion ion klorida, bromida,
dan iodida. Dalam titrasi tidak langsung, kelebihan dari perak nitrat standar
ditambahkan dan kemudian dititrasi dengan tiosianat standar (Day, 2002).
Metode volhard dipergunakan secara luas untuk perak dan klorida
mengingat titrasinya dapat dijalankan dalam larutan asam. Kenyataannya ada
keinginan untuk menggunakan sebuah media asam untuk mencegah hidrolisis dari
indikator ion besi (III). Metode umum lainnya untuk perak dan klorida
membutuhkan sebuah larutan yang mendekati netral untuk kesuksesan titrasi.
116
Banyak kation yang mengendap pada kondisi semacam ini dan karenanya
mengganggu dalam metode ini (Day, 2002).
Adsorpsi dari sebuah komponen organik berwarna pada permukaan sebuah
endapan dapat menyebabkan pergeseran elektronik dalam molekul yang
mengubah warnanya. Fenomena ini dapat dipergunakan untuk mendeteksi titik
akhir titrasi dari titrasi pengendapan garam garam perak. Senyawa organik yang
dipergunakan untuk hal seperti ini diacu sebagai indikator adsorpsi (Day, 2002).
Sejumlah faktor harus dipertimbangkan dalam memilih sebuah indikator
adsorpsi yang cocok untuk sebuah titrasi pengendapan. Faktor-faktor ini
dirangkum di bawah ini :
1. AgCl seharusnya tidak diperkenankan untuk mengental menjadi partikel-
partikel besar pada titik ekuivalen. Mengingat hal ini akan menurunkan secara
drastis permukaan yang tersedia untuk adsorpsi dari indikator
2. Adsorpsi dari indikator seharusnya dimulai sesaat sebelum titik ekivalen dan
meningkat secara cepat pada titik ekuivalen. Beberapa indikator yang tidak
cocok terabsorbsi secara kuat indikator tersebut mereka sebenarnya
menggantikan ion utama yang diabsorpsi jauh sebelum titik ekuivalen tersebut
dicapai
3. pH dari media titrasi harus dikontrol untuk menjamin sebuah konsentrasi ion
dari indikator asam lemah atau basa lemah tersedia cukup. Fluorescein sebagai
contoh, mempunyai Ka sekitar 10-7, ada dalam larutan-larutan yang lebih asam
dari pH 7. Konsentrasi ion-ion FI- sangat kecil sehingga tidak ada perubahan
warna yang dapat diamati. Fluorescein hanya dapat dipergunakan dalam skala
pH sekitar 7 sampai 10. Diklorofluorescein mempunyai Ka sekitar 10-4 dan
dapat dipergunakan dalam skala pH 4 sampai 10.
4. Amat disarankan bahwa ion indikator bermuatan berlawanan dengan ion yang
ditambahkan sebagai titran. Adsorpsi dari indikator kemudian tidak akan
terjadi sampai ada kelebihan titran. Untuk titrasi perak dengan klorida, metil
ungu, garam klorida dan sebuah basa organik dapat dipergunakan. Kation yang
tidak diadsorpsi sampai kelebihan ion-ion klorida yang berlebihan air dan
koloid bermuatan negatif
117
(Day, 2002).
Kelarutan kebanyakan klorida larut dalam air. Merkurium (I) klorida,
Hg2Cl2, perak klorida, AgCl, timbel klorida, PbCl2 (yang ini larut sangat sedikit
dalam air dingin tetapi mudah larut dalam air mendidih), tembaga (I) klorida
CuCl2, bismut oksiklorida BiOCl, stibium oksiklorida, SbOCl dan merkurium (II)
oksiklorida, Hg2OCl2 tak larut dalam air (Svehla, 1985).
Endapan perak klorida, AgCl yang seperti dadih dan putih. Ia tak larut
dalam air dan dalam asam nitrat encer tetapi larut dalam larutan amonia encer, dan
dalam larutan larutan kalium sianida dan tiosulfat. Jika endapan perak klorida ini
disaring, dicuci dengan air suling dan lalu dikocok dengan larutan natrium arsenit,
endapan diubah menjadi perak arsenit yang kuning (perbedaan dari perak bromida
dan perak iodida yang tidak dipengaruhi oleh pengolahan ini). Reaksi ini boleh
dipakai sebagai uji pemastian terhadap klorida (Svehla, 1985).
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi di mana hasil reaksi titrasi
merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi
pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran,
tidak ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik
akhir titrasi. Hanya reaksi pengendapan yang dapat digunakan pada titrasi. Akan
tetapi metode tua seperti penentuan Cl, Br, I dengan Ag (I) (disebut juga metode
argentometri) adalah sangat penting. Alasan utama kurang digunakannya metode
tersebut adalah sulitnya memperoleh indikator yang sesuai untuk menentukan titik
akhir pengendapan. Kedua, komposisi endapan tidak selalu diketahui (Khopkar,
2010).
Dalam titrasi pengendapan zat yang ditentukan bereaksi dengan zat pentiter
membentuk senyawa yang sukar larut dalam air. Karena itu kepekatan zat yang
ditentukan itu berkurang selama berlangsungnya proses titrasi. Perubahan
kepekatan itu diamati dekat titik kesetaraan dengan bantuan indikator atau
peralatan yang sesuai. Namun demikian sebenarnya cara ini menghendaki
persyaratan yang ketat sehingga pemakaiannya terbatas dalam titrimetri (Rivai,
2006).
118
penambahan titran namun sebelum titik ekuivalen, (3) pada titik ekuivalen, dan
(4) setelah titik ekuivalen (Pursitasari, 2014).
Pada umumnya titrasi argentometri dapat dibedakan berdasarkan indikator
yang dipakai dalam titrasi tersebut. Ada tiga jenis titrasi argentometri yaitu;
a. Metode Mohr
Metode Mohr merupakan titrasi argentometri dengan menggunakan indikator
kalium kromat (K2CrO4). Metode ini merupakan titrasi langsung analit dengan
titran menggunakan larutan perak nitrat (AgNO3). Larutan analit yang dapat
ditentukan dengan metode Mohr adalah antara lain ion klorida. Endapan putih
perak klorida akan terbentuk selama proses titrasi. Indikator yang akan digunakan
dalam titrasi tersebut adalah larutan kalium dikromat encer (sekitar 2%).
b. Metode Volhard
Metode Volhard merupakan titrasi argentometri dengan menggunakan larutan
standar ion tiosianat (SCN-) dan Fe(III) atau ion Fe3+ sebagai indicator. Titrasi
dengan metode Volhard merupakan titrasi langsung terhadap Ag+ serta merupakan
titrasi Bali terhadap ion klorida, bromide, dan iodide. Larutan AgNO3
ditambahkan dalam jumlah tertentu dan berlebih kemudian kelebihan larutan
perak nitrat tersebut dititrasi dengan larutan standar ion tiosianat (SCN-).
Penambahan ion SCN- setelah titik ekuivalen akan bereaksi dengan indikator
membentuk ion kompleks yang berwarna merah. Pada saat terbentuk warna merah
maka harus segera menghentikan titrasi.
c. Metode Fajans
Metode Fajans merupakan titrasi argentometri dengan menggunakan indikator
adsorpsi. Indikator adsorpsi merupakan senyawa organik yang dapat berubah
warna jika teradsorpsi pada permukaan endapan. Misalnya titrasi antara ion
klorida dengan larutan standar Ag+ (Pursitasari, 2014).
Penerapan metode Mohr terbatas penggunaannya dibandingkan dengan
metode Volhard dan metode Fajans. Metode Mohr hanya dapat dipakai untuk
menentukan konsentrasi ion Cl- dan Br-. Metode yang dipakai untuk menentukan
kandungan klorida dalam berbagai sampel air contohnya air sungai, air laut, air
sumur, dan air hasil pengelolaan industri sabun (Pursitasari, 2014).
120
Metode penetapan kadar secara kimia terdiri atas metode analisis volumetri
dan gravimetrik. Metode tersebut berhubungan dengan reaksi-reaksi kimia.
Metode yang didasari pada pengukuran sifat fisik yang dikenal sebagai metode
fisika kimia. Metode analisis secara fisika ini adalah metode-metode yang tidak
benar-benar mengikutsertakan suatu reaksi kimia. Sebagian besar metode
pengukuran secara fisika ini adalah metode instrumental (Khopkar, 2010).
Titrasi Mohr terbatas pada larutan larutan dengan nilai pH sekitar 6 sampai
10. Dalam larutan-larutan yang lebih alkalin, perak oksida mengendap. Dalam
larutan-larutan asam, konsentrasi kromat secara besar-besaran menurun, karena
HCrO4- hanya sedikit ionisasi. Lebih lanjut lagi, hidrogen kromat ada dalam
kesetimbangan dengan dikromat:
2H+ + 2CrO42- 2HCrO4- CrO72- + H2O
(Underwood, 2001).
Metode Mohr dapat pula diaplikasikan dalam titrasi dari ion bromida
dengan perak, dan juga ion sianida dalam larutan-larutan yang sedikit alkalin.
Efek-efek adsorpsi membuat titrasi dari ion-ion iodida dan tiosianat tidak
memungkinkan. Perak tidak dapat dititrasi secara langsung dengan menggunakan
indikator kromat. Perak kromat mengendap, terlihat secara sekilas, terurai kembali
secara lambat saat dekat dengan titik ekuivalen (Underwood, 2001).
Metode Volhard dipergunakan secara luas untuk perak dan klorida
mengingat titrasinya dapat berjalan dijalankan dalam larutan asam. Kenyataannya,
ada keinginan untuk menggunakan sebuah media asam untuk mencegah hidrolisis
dari indikator ion-besi(III). Metode-metode umum lainnya untuk perak dan
klorida membutuhkan sebuah larutan yang mendekati netral untuk kesuksesan
titrasi. Banyak kation yang mengendap pada kondisi semacam ini dan karenanya
mengganggu dalam metode ini (Underwood, 2001).
Adsorpsi dari sebuah komponen organik berwarna pada permukaan sebuah
endapan dapat menyebabkan pergeseran elektronik dalam molekul yang
mengubah warnanya. Fenomena ini dapat dipergunakan untuk mendeteksi titik
akhir dari titrasi pengendapan garam-garam perak (Underwood, 2001).
122
Fluorescein adalah sebuah asam organik lemah yang bisa kita sebut dengan
HFI. Ketika Flourescein ditambahkan ke dalam bobot titrasi, ion FI- tidak
teradsorbsi oleh koloid perak klorida selama ion-ion klorida berlebih (Underwood,
2001).
Natrium klorida atau kalium klorida dapat dipakai standar primer untuk
larutan perak nitrat baik kalium kromat (cara Mohr) maupun diklorofluoresein
(Cara Fajans atau cara indikator adsorpsi) dapat dipakai sebagai indicator.
Petunjuk pemakaian indikator ini dijelaskan di bawah ini. Setelah pembakuan
larutan perak nitrat, maka larutan tersebut dapat dipakai untuk pembakuan larutan
kalium tiosianat. Kedua larutan dapat dititrasikan langsung dengan menggunakan
indikator Fe(III) (Day, 1980).
Perak membentuk ion monovalen dalam larutan yang tidak berwarna.
Senyawa-senyawa perak(II) tidak stabil, tetapi memainkan peranan penting dalam
proses oksidasi reduksi yang dikatalisasikan oleh perak. Perak nitrat mudah larut
dalam air, perak asetat, perak nitrat, dan perak sulfat kurang larut, sedang semua
senyawa perak lainnya praktis tidak larut (Svehla, 1985).
Dalam titrasi pengendapan zat yang dibutuhkan bereaksi dengan zat yang
membentuk senyawa yang sukar larut dalam air karena itu kepekatan zat yang
ditentukan itu berkurang selama berlangsungnya proses titrasi. Perubahan
kepekatan itu diamati dekat titik kesetaraan dengan bantuan indikator atau
peralatan yang sesuai namun demikian sebenarnya cara ini menghendaki
persyaratan yang ketat sehingga pemakaiannya terbatas dalam titrimetri.
Persyaratan itu adalah sebagai berikut
(1) Terjadinya keseimbangan yang beraneka harus berlangsung cukup cepat
(2) Zat yang akan ditentukan harus bereaksi secara stokiometri dengan zat
pengikat
(3) Endapan yang terbentuk harus cukup sukar larut sehingga terjamin
kesempurnaan reaksi sampai 99,9%
(4) Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai
(Rivai, 1995).
123
sebaliknya cara titrasi pengendapan didasarkan pada indikator jerap ini dinamakan
cara titrasi Fajans untuk menghormati ilmuwan yang giat mengembangkan cara
titrasi ini (Rivai, 1995).
Larutan baku perak nitrat dibuat dengan cara melarutkan langsung sejumlah
perak nitrat yang ditimbang sesama dalam air atau dengan cara melarutkan logam
perak dalam asam nitrat jika perak nitrat dipakai untuk membuat larutan baku
tersebut maka perak nitrat tersebut harus dikeringkan dulu selama sekurang-
kurangnya 2 jam pada suhu 150°C sebelum digunakan sedangkan air yang dipakai
sebagai pelarut harus air yang betul-betul murni atau air suling yang telah disuling
kembali kalau tidak, kekeruhan akan muncul lantaran pengaruh ion klorida yang
ada di dalam air. Jika perlu disaring kemudian dilakukan dengan natrium klorida
secara gravimetri natrium klorida murni diperoleh dengan cara pengkalibrasian
ulang natrium klorida dan larutannya dalam air kemudian di keringkan selama 1-2
jam pada suhu 150°C larutan perak yang lazim dipakai adalah larutan perak nitrat
0,1 M (Rivai, 1995).
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasi nya
merupakan endapan atau garam yang sukar larut prinsip dasarnya adalah reaksi
pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan kita
tidak ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik
akhir titrasi hasil reaksinya pengendapan yang dapat digunakan pada titrasi akan
tetapi metode seperti penentuan Cl- Br- I- dengan Ag (I) (disebut juga metode
argentometri) adalah sangat penting alasan utama kurang digunakannya metode
tersebut adalah sulitnya memperoleh indikator yang sesuai untuk menentukan titik
akhir pengendapan kedua komposisi endapan tidak diketahui (Khopkar, 1990).
Titrasi Ag dan NH4SCN dengan garam Fe (III) sebagai indikator adalah
contoh metode Volhard yaitu pembentukan zat berwarna di dalam larutan selama
titrasi Ag(SCN) terbentuk sedangkan tiitik akhir tercapai bila NH4SCN yang
berlebih bereaksi dengan Fe(III) membentuk warna merah gelap [FeSCN]+ jumlah
tiosianat yang menghasilkan warna harus sangat kecil, jadi kesalahan pada titik
akhir sangat kecil tetapi larutan harus dikocok dengan kuat pada titik akhir, Agar
Ag yang teradsopsi pada endapan dapat dideporsi. Pada metode Volhard untuk
125
menentukan ion klorida suasana haruslah dalam asam karena pada suasana klorida
tentunya tidak bereaksi larutan agen tersebut kemudian dititrasi balik dengan
menggunakan Fe(III) sebagai indikator tetapi cara ini menghasilkan suatu
kesalahan karena AgSCN kurang larut dibandingkan AgCl sehingga lebih banyak
NH4SCN diperlukan sehingga kandungan Cl- akan (lebih rendah 2% kesalahan).
Kesalahan ini dapat dikurangi dengan mengeluarkan endapan AgCl sebelum
titrasi balik berlangsung atau menambahkan sedikit nitrobenzen sehingga
melindungi AgCl dari reaksi dengan tiosianat tetapi akan memperlambat reaksi.
Hal ini dapat dihindari jika Fe(NO3)3 dan sedikit NH4SCN yang diketahui
ditambahkan dahulu kelarutan bersama HNO3 kemudian campuran tersebut
dititrasi dengan AgNO3 sampai warna merah hilang (Khopkar, 1990).
Titrasi yang meliputi reaksi-reaksi pengendapan tidak hampir demikian
melimpah pada analisa titrimetri seperti yang meliputi reaksi redoks
sesungguhnya dalam kuliah permulaan contoh-contoh titrasi demikian biasanya
terbatas sampai yang melibatkan pengendapan ion perak dengan anion seperti
halogen dan tiosianat. Salah satu alasan untuk penggunaan terbatas ini adalah
tiadanya indikator yang sesuai dalam beberapa hal terutama pada titrasi larutan
larutan encer kecepatan reaksi terlalu lambat untuk titasi secara mudah. Karena
titik ekuivalen didekati titran ditambahkan perlahan-lahan maka suatu derajat
lewat jenuh yang tinggi tidak terjadi dan pengendapan dapat berlangsung sangat
lambat. Kesukaran yang lain adalah bahwa susunan endapan seringkali tidak
diketahui karena pengaruh kopresipitasi. Meskipun yang disebut belakangan dapat
diperkecil atau sebagian dilakukan pembetukan dengan proses seperti pematangan
endapan hal ini tidaklah mungkin pada titrasi langsung yang mengenai
pembentukan suatu endapan (Underwood, 1980).
Seperti halnya suatu sistem asam basa dapat digunakan sebagai suatu
indikator untuk titrasi asam basa maka pembentukan endapan yang lain dapat
digunakan untuk menunjukkan kesempurnaan suatu titrasi pengendapan contoh
terkenal dari keadaan demikian adalah yang disebut titrasi Mohr dari klorida
dengan ion perak yang dalam hal ini ion kromat digunakan sebagai indikator.
126
tetapi perak dan air raksa (I) klorida praktek tak larut dalam nya. Setelah
menyaring larutan panas itu ia akan ditemukan dalam filtrat (Svehla, 1985).
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
128
129
Larutan KSCN
Tisu
Kanebo
Sabun cair
Alumunium foil
Kertas saring
131
132
HNO3 6N
- Dididihkan - Endapan sedikit larut
- Didinginkan - Endapan putih larutan bening
- Ditambahkan 10 tetes indikator - Indikator ferri berwarna
Ferri kuning
- Dititrasi dengan larutan KSCN - Larutan KSCN bening
- Diamati - Larutan merah bata dan
endapan putih
- Dicatat volume titrasi - Volume titrasi 6,8 mL
- Di hitung kadar Cl- - Kadar Cl- 0,912 N
4.2 Reaksi
4.2.1 Pembakuan AgNO3 dengan KI
O O O O
HO HO
+ HNO3
AgNO3 +
C C
COOH COOAg
merah bata yang menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi. Kemudian
dicatat volume titrasi yaitu sebesar 3,5 mL dan dihitung kadar Cl- dalam sampel
yaitu sebesar 0,12495 N.
Pada percobaan ketiga yaitu penentuan kadar klorida dalam cuplikan dengan
metode fajans bertujuan untuk mengetahui kadar klorida yang terdapat dalam
sampel air laut. Mula-mula diambil 1 mL sampel bening dan diencerkan hingga
10 mL, dimana proses pengenceran berfungsi agar proses titrasi tidak berlangsung
lama dan jika larutannya pekat maka akan sulit untuk mendeteksi adanya Cl-
dalam sampel. Kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan
dengan 10 tetes indikator fluorescein, dimana indikator fluorescein berfungsi
sebagai indikator adsorpsi. Kemudian dititrasi dengan larutan AgNO3 0,1 N,
dimana AgNO3 akan bereaksi dengan Cl- yang terdapat dalam sampel membentuk
AgCl2 berupa endapan berwarna putih menandakan telah tercapainya titik
ekuivalen. Kemudian kelebihan dari Ag akan bereaksi dengan indikator
fluorescein, di mana indikator fluorescein dapat mengadsorp warna endapan AgCl
dari putih menjadi merah bata yang menandakan telah tercapainya titik akhir
titrasi. Kemudian dicatat volume titrasi yaitu sebesar 2,7 mL dan dihitung kadar
Cl- yaitu sebesar 0,96 39 N.
Pada percobaan keempat yaitu pembakuan larutan KSCN dengan larutan
AgNO3 bertujuan untuk mengetahui konsentrasi sesungguhnya dari larutan
KSCN. Mula-mula dimasukkan 10 mL larutan AgNO3 0,1 N ke dalam
Erlenmeyer di mana AgNO3 berupa larutan bening. Kemudian ditambahkan
dengan 2 mL larutan HNO3 6N dimana larutan HNO3 berfungsi sebagai pemberi
suasana asam. Digunakan larutan HNO3 karena hasil sampingnya merupakan ion
senama yaitu ion NO3-. Digunakan suasana asam karena indikator feri akan
optimum pada pH 1-3 (suasana asam). Kemudian dididihkan dan didinginkan.
Selanjutnya ditambahkan dengan 10 tetes indikator feri di mana pereaksi spesifik
Fe3+ adalah CNS-. Kemudian dititrasi dengan larutan KSCN dimana AgNO3 akan
bereaksi dengan SCN- membentuk AgSCN berupa endapan berwarna putih
menandakan telah tercapainya titik ekuivalen. Kemudian AgSCN akan bereaksi
dengan indikator ferri membentuk Fe(SCN)3 berupa larutan berwarna merah yang
139
menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi. Kemudian dicatat volume titrasi
yaitu sebesar 10,9 mL dan dihitung kadar KSCN sesungguhnya yaitu sebesar 0,09
N.
Pada percobaan kelima yaitu penentuan kadar klorida dalam sampel dengan
metode volhard yang bertujuan untuk mengetahui kadar klorida yang terkandung
dalam sampel air laut. Mula-mula diambil 1 mL sampel dan diencerkan hingga 10
mL, dimana proses pengenceran bertujuan agar titrasi tidak berlangsung lama dan
jika digunakan sampel yang terlalu pekat maka akan sulit mendeteksi ion Cl-
dalam sampel. Kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 2
mL larutan HNO3 6N yang berfungsi sebagai pemberi suasana asam karena
indikator ferri hanya bekerja pada pH 1-3. Selanjutnya dididihkan dan
didinginkan. Kemudian ditambahkan dengan 10 tetes indikator feri di mana
pereaksi spesifik Fe3+ adalah CNS- kemudian dititrasi dengan KSCN dimana
AgNO3 akan bereaksi terlebih dahulu dengan Cl- yang ada dalam sampel
membentuk AgCl2 berupa endapan berwarna putih yang menandakan telah
tercapainya titik ekuivalen. Kemudian AgCl akan bereaksi dengan KSCN
membentuk AgCl berupa endapan berwarna putih. Kemudian AgSCN akan
bereaksi dengan indikator feri membentuk Fe(SCN)3 berupa larutan berwarna
merah yang menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi. Kemudian dicatat
volume titrasi yaitu sebesar 6,8 mL dan dihitung kadar Cl- dalam sampel yaitu
sebesar 0,912 N.
Titrasi argentometri merupakan salah satu jenis dari titrasi pengendapan
yang telah lama dikenal yaitu melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida
(Cl-, I-, Br-) dengan larutan AgNO3. Biasanya titrasi ini dikenal dengan titrasi
pengendapan. Dasar dari titrasi ini adalah pembentukan endapan yang tidak
mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang paling banyak
digunakan ialah titrasi penentuan kadar Cl- dimana ion Ag+ dari titran akan
bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam AgCl yang tidak mudah
larut.
Adapun faktor kesalahan yang dilakukan pada percobaan ini adalah sebagai
berikut :
140
Kurangnya ketelitian dalam membaca skala pada buret sehingga volume titrasi
yang diperoleh pada percobaan kurang sesuai
Kurangnya ketelitian dalam menentukan warna endapan yang diperoleh pada
percobaan sehingga hasil yang didapat menjadi kurang akurat
Kurangnya pemanasan yang dilakukan saat proses pendidihan larutan sehingga
hasil yang didapat menjadi kurang akurat
Adapun jenis-jenis titrasi argentometri yaitu :
Metode mohr yaitu untuk penetapan kadar klorida atau bromida. Prinsip
penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak
alkalis dititrasi dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator kromat.
Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan maka ion kromat
bereaksi dengan ion perak membentuk endapan perak kromat
Metode volhard, kegunaannya untuk penetapan kadar perak atau garamnya.
Prinsip penetapan kadar perak ditetapkan dengan cara titrasi langsung. Larutan
standarnya larutan tiosianat (KCNS atau NH4CNS).
Metode fajans, pada metode ini digunakan indikator adsorpsi yang mana pada
titik ekivalen indikator teradsorpsi oleh endapan. Indikator ini tidak
memberikan perubahan warna terhadap larutan tetapi pada permukaan
endapan. Indikator yang biasa digunakan adalah indikator fluorescein
Baku mutu klorida dalam air atau standar kualitas mutu air didasarkan pada
Permenkes RI nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 dimana kadar maksimal klorida
yang diperbolehkan untuk air yang dapat dikonsumsi adalah 250 mg/L. Pada
percobaan ini pada metode mohr diperoleh kadar klorida sebesar 0,12495 N atau
4,435 mg/L. Pada metode fajans diperoleh kadar klorida sebesar 0,9639 N atau
sebesar 34,2 mg/L. Pada metode volhard diperoleh kadar klorida sebesar 0,912 N
atau sebesar 32,376 mg/L. Jika dibandingkan dengan baku mutu klorida, sampel
air laut yang digunakan memiliki kadar Cl di bawah kadar maksimal sesuai
Permenkes sehingga air laut tersebut layak untuk digunakan atau dikonsumsi.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh volume titrasi yang digunakan dalam
pembakuan AgNO3 dengan larutan KCL sebesar 2,8 mL
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh kadar klorida dalam cuplikan dengan
metode mohr sebesar 0,12495 N
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh volume titrasi yang digunakan dalam
pembakuan larutan KSCN dengan larutan AgNO3 sebesar 10,9 mL
5.2 Saran
Sebaiknya dalam percobaan selanjutnya digunakan air kolam ikan tawar
dalam percobaan selanjutnya agar hasil yang didapat lebih bervariasi.
141
DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A. 1980. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Day, R.A., dkk. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Khopkar. 1990. Konsep dasar Kimia Analitik. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia
Pursitasari, Indarini Dwi. 2014. Kimia Analitik Dasar. Bandung: AlfaBeta.
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta Penerbit Universitas Indonesia
Rivai, Harrizul. 2006. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Svehla, G. 1985. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka.
Underwood, A.L. 1980. Analisa kimia Kuantitatif Edisi Keempat. Jakarta. Erlangga
Underwood, A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga.
LAMPIRAN
Metode Volhard